Anda di halaman 1dari 27

PERKEMBANGAN NILAI BUDAYA

• Oleh :
• HERBIE A.A RUNTUWENE, S.P, M.Si
SISTEM BUDAYA DAN SISTEM SOSIAL

SISTEM BUDAYA Kebudayaan sebagai suatu


sistem berisi komponen-
komponen budaya
• Komponen yang abstrak dari Kebudayaan :
 Pikiran-pikiran
 Gagasan-gagasan
 Konsep-konsep
 Tema-tema berpikir
 Keyakinan-keyakinan

Sistem Budaya adalah bagian dari kebudyaan, dalam


bahasa Indonesia disebut ADAT ISTIADAT.
FUNGSI DARI SISTEM NILAI BUDAYA :
1. Pedoman dan pendorong kelakuan manusia dalam
hidup
2. Mendorong timbulnya pola-pola cara berpikir
3. Sebagai salah satu sistem tata kelakuan yang tertinggi
diantara yang lain seperti hukum adat, aturan sopan
santun, dsb
Sistem Sosial
Suatu sistem yang sudah
distabilisasikan dan
SISTEM SOSIAL merupakan hasil dari
hubungan antara struktur
sosial dan sistem
kebudayaan

Terdiri dari :
Aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-
tindakan dan tingkah laku berinteraksi
antar individu dalam rangka kehidupan
masyarakat. (lebih konkret dan nyata dari
sistem budaya).
KONSEP NILAI, SISTEM NILAI DAN
ORIENTASI NILAI

• KONSEP adalah suatu kata atau lambang yang


menggambarkan kesamaan-kesamaan dalam berbagai
gejala yang berbeda
• KONSEP NILAI adalah gambaran mengenai apa yang
diinginkan, yang pantas, berharga, yang mempengaruhi
perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. (Drs.
Robert M.Z Lawang)
• Nilai itu erat hubungannya dengan kebudayaan
masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, Sistem nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
• Menurut Kluckhon dan Perry (1994) ada 5 masalah
hidup, dimana semua sistem nilai dari semua kebudayaan
di dunia berhubungan dengan masalah-masalah tersebut,
yaitu :
1. Hakekat hidup
2. Hakekat karya manusia
3. Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
4. Hakekat manusia dengan alam sekitarnya
5. Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya
Di dalam kehidupan sosial berkembang beberapa sistem nilai. Secara garis
besar sistem nilai tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
(1) sistem nilai yang berhubungan dengan benar dan salah yang disebut
dengan logika,
(2) sistem nilai yang berhubungan dengan baik dan buruk atau pantas dan
tidak pantas yang disebut dengan etika, dan
(3) Sistem Jika nilai merupakan asumsi-asumsi yang bersifat abstrak, maka
norma merupakan bentuk kongkrit dari sistem nilai yang ada dalam
masyarakat

Perwujudan norma sosial dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis.


Berdasar kekuatan yang mengikat sistem nilai dalam kehidupan
masyarakat, norma sosial dapat digolongkan dalam beberapa macam, yaitu
cara (usage), kebiasaan (folkways), tata susila (mores), adat istiadat
(customs), hukum (laws), dan agama (religion).
1. Cara (Usage)
• Cara (Usage) terbentuk melalui proses interaksi yang
berlangsung secara konstan sehingga membentuk
sebuah pola perilaku tertentu. Sistem nilai yang terikat
dalam bentuk cara (usage) ini relatif lemah sehingga
sanksi terhadap pelanggaran norma ini hanyalah sebuah
predikat “tidak sopan” saja.
• Di antara contoh-contoh norma ini adalah berdecak atau
bersendawa di waktu makan, mengeluarkan ingus di
sembarang tempat, buang air sambil berdiri di pinggir
jalan, dan lain sebagainya.
2. Kebiasaan
• Kebiasaan (Folkways) Perilaku yang terjadi secara
berulang-ulang dalam bentuk yang sama akan
membentuk kebiasaan (folkways). Norma ini diakui
keberadaannya di tengah-tengah masyarakat sebagai
salah satu standar dalam interaksi sosial. Kebiasaan
(folkways) tergolong sebagai norma ringan sehingga
pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai sanksi
berupa gunjingan, sindiran, atau teguran. Di antara
contoh dari norma ini adalah menerima pemberian
dengan tangan kanan, makan dengan tangan kanan,
mengetuk pintu jika ingin memasuki kamar orang lain,
memberi salam pada saat bertamu, menerima tamu
dengan ramah dan sopan
3. Adat Istiadat
• Adat Istiadat (Customs) adalah tata perilaku yang telah
berpola dan terintegrasi secara tetap dalam suatu
masyarakat serta mengikat peri kehidupan masyarakat
tersebut dalam atau teguran.
• Pelanggaran terhadap norma adat akan dikenakan
sanksi yang cukup berat, seperti dikucilkan dari
masyarakat karena dianggap sebagai pangkal masalah
dalam tata kehidupan masyarakat tersebut.
4. Agama (Religion)
• Ajaran-ajaran agama memegang peranan yang sangat vital
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan secara benar,
yakni mengajarkan tentang hubungan antara manusia dengan
Tuhan, hubungan antara sesama manusia, dan hubungan
antara manusia dengan makhluk lainnya. Pemahaman dan
penerapan ajaran agama secara benar akan menciptakan tata
kehidupan yang harmonis. Sebaliknya, pelanggaran terhadap
norma-norma agama akan menimbulkan konflik, baik yang
bersifat individual maupun yang bersifat sosial.
• Norma-norma agama dilaksanakan berdasarkan keimanan
dan ketakwaan. Pelanggaran terhadap norma agama akan
dikenakan sanksi-sanksi tertentu, baik sanksi yang dikenakan
di dunia maupun sanksi yang diyakini akan terjadi di akhirat
kelak.
5. Hukum (Laws)
• Hukum (laws) merupakan aturan-aturan dalam kehidupan
masyarakat yang berupa ketentuan, perintah, kewajiban,
dan larangan, agar tercipta keamanan, ketertiban, dan
keadilan. Berdasarkan wujudnya, hukum (laws) terdiri
atas dua macam, yaitu :
• 1. Hukum tertulis, yakni aturan-aturan yang
dikodifikasikan dalam bentuk kitab undang-undang.
• 2. Hukum tidak tertulis (konvensi), yakni aturan-aturan
yang diyakini keberadaannya secara adat meskipun tidak
dikodifikasikan dalam bentuk kitab undang-undang.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Nilai dan Moral
• Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman
secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola
asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan
berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur,
moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji.
Sebaliknya insividu ytang tumbuh dan berkembang
dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik,
pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak
berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak
dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu
yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap
perilaku terpuji menjadi diragukan
• Perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi
dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi
anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran ideal yang
diidentifikasikan adalah orang-orang dewasa yang berwibawa
atau simpatik, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal
yang diciptakannya sendiri.
• Menurut ahli psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam
konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi
larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar
(khususnya dari orang tua). Oleh karena itu, anak yang tidak
memiliki hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa
kecil, kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan
superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi
orang yang sering melanggar norma sosial.
Hubungan anak dengan orangtua bukanlah satu-
satunya sarana pembentukan moral. Para
sosiolog beranggapan bahwa masyarakat
mempunyai peran penting dalam pembentukan
moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan
oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri
yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat si
pelanggar (Sarlito, 1992:92)
PERBEDAAN ANTARA NILAI DAN MORAL
• Dalam membahas NILAI ini biasanya membahas tentang
pertanyaan mengenai mana yang baik dan mana yang tidak baik
dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan
yang memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat
berkaitan dangan pembahasan etika.
• Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang
dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan
berulangulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok
yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika
menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. Etika adalah aturan, tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia.
• Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah
sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya
membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia.

• Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah


mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku
yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran manusia.
• Sedangkan MORAL adalah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana
yang wajar. Antara nilai etika dan moral memang memiliki
kesamaan. Namun, ada pula perbedaannya, yakni etika lebih
banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang
tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum),
sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika
menjelaskan ukuran itu. Namun demikian, dalam beberapa hal
antara etika dan moral memiliki perbedaan. kalau dalam
pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia
baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan
adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya
perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang
moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari
baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral
dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya
sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

Melihat dari uraian diatas nilai ( value ) adalah tolak ukur dari etika yang
dimiliki oleh setiap manusia.
• Penanaman nilai dalam diri peserta didik sangatlah penting.
Kebutuhan akan penanaman pendidikan nilai mulai nampak
dan dirasakan penting setelah maraknya berbagai bentuk
penyimpangan asusila, amoral di tengah masyarakat. Hampir
setiap hari ada saja pemberitaan di media cetak dan elektronik
tentang pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas di luar nikah,
aborsi, peredaran dan pemakaian narkoba, bahkan pernah
dilansir kasus pemerasan yang dilakukan geng anak usia
sekolah dasar (SD). Tentu hal ini membuat gelisah dan cemas
terutama akan dirasakan oleh para orangtua termasuk pihak
lembaga sekolah yang mengemban tugas melakukan untuk
mendidik, melatih dan membimbing anak didiknya. Ini
persoalan serius dan perlu mendapat perhatian ekstra
khususnya bagi pelaku-pelaku dunia pendidikan.
Nursid Sumaatmadja (2002) menambahkan bahwa
pendidikan nilai ialah upaya mewujudkan manusia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
manusiawi dan berkepedulian terhadap kebutuhan serta
kepentingan orang lain; yang intinya menjadi manusia
yang terdidik baik terdidik dalam imannya, ilmunya
maupun akhlaknya serta menjadi warga negara dan
dunia yang baik (well educated men and good citenship)
Pandangan dari nilai Masyarakat terhadap
Individu, Keluarga dan Masyarakat

• Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang


mencakup pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai
oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6
masalah pokok kehidupan, sebagai berikut:
• 1. Masalah pertama, yang dihadapi manusia dalam semua
masyarakat adalah bagaimana mereka memandang
sesamanya, bagaimana mereka harus bekerja bersama dan
bergaul dalam suatu kesatuan sosial. Hubungan antar manusia
dalam suatu masyarakat tersebut dapat mempunyai beberapa
orientasi nilai pokok, yaitu yang bersifat linealism, collateralism,
dan indiviualism. Inti persoalannya adalah siapa yang harus
mengambil keputusan.
• Masyarakat dengan orientasi nilai yang lineal orang akan
berorientasi kepada seseorang untuk membuatkan
keputusan bagi semua anggota kelompok.
• Masyarakat dengan orientasi nilai yang collateral,
orientasi nilai akan berpusat pada kelompok.
Kelompoklah yang mempunyai keputusan tertinggi.
• Masyarakat dengan orientasi individualism, semua
keputusan dibuat oleh individu-individu. Individualisme
menekankan hak tertinggi individu dalam mengambil
keputusan-keputusan dalam memecahkan berbagai
permasalahan kehidupan
• Masalah Kedua, Setiap manusia berhadapan dengan
waktu. Setiap kebudayaan menentukan dimensi dimensi
waktu yang dominan yang menjadi ciri khas kebudayaan
tersebut. Secara teoritis ada tida dimensi waktu yang
dominan yang menjadi orientasi nilai kebudayaan suatu
masyarakat, yaitu yang berorientasi ke masa lalu, masa
sekarang, dan masa depan. Dimensi waktu yang dominan
akan menjiwai perilaku anggota-anggota suatu
masyarakat yang sangat berpengaruh dalam kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pengejaran kemjuan
• Masalah Ketiga, Setiap manusia berhubungan dengan
alam. Hubungan dapat berbentuk apakah alam
menguasai manusia, atau hidup selaras dengan alam,
atau manusia harus menguasai alam.

• Masalah Keempat, Masalah yang mendasar yang


dihadapi manusia adalah masalah kerja. Apakah orang
berorientasi nilai kerja sebagai sesuatu untuk hidup saja,
ataukah kerja untukmencari kedudukan, ataukah kerja
untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak.
• Masalah Kelima, Masalah kepemilikan kebudayaan.
Alternatif pemilikan kebudayaan yang tersedia adalah
suatu kontinum antara pemilikan kebudayaan yang
berorientasi pada materialisme atau yang berorientasi
pada spiritualisme. Ada kesan bahwa kebudayaan barat
sangat berorientasi kepada materialisme sedang
kebudayaan timur sangat berorientasi kepada
spiritualisme.
• Masalah Keenam, Apakah hakekat hidup manusia.
Orientasi nilai yang tersedia adalah pandangan-
pandangan bahwa hidup itu sesuatu yang baik, sesuatu
yang buruk, atau sesuatu yang buruk tetapi dapat
disempurnakan

Anda mungkin juga menyukai