Anda di halaman 1dari 4

Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan
kepada setiap warga negara Indonesia untuk bersikap dan bertingkah laku.
Pancasila sebagai sistem etika dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas
dalam diri setiap individu, sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat ilmiah- akademik yang
memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat mewarnai setiap
keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang diambil
tanpa pertimbangan moralitas dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri,
sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai (value–free).
Mahasiswa berkedudukan sebagai mahluk individu dan sosial, sehingga setiap
keputusan yang diambil tidak hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi
dalam kehidupan sosial dan juga lingkungan.
Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang dapat diaktualisasikan
ke dalam tindakan konkrit yang melibatkan berbagai aspek kehidupan.
Sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan,
sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-
akademis. Dengan demikian mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais
melalui berbagai sikap yang positif seperti: jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan
lainnya.
• Pengertian Etika
Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak dari suatu
kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau
tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu tentang sikap dan
kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang kental akan aturan dan
prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar.
Sedangkan pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata
cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan
perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat baik
dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Dengan begitu, Etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruknya serta kewajiban,
hak, dan tanggung jawab, baik itu secara sosial maupun moral, pada setiap individu di
dalam kehidupan bermasyarakatnya. Atau bisa dikatakan juga bahwa etika mencakup
nilai yang berhubungan dengan akhlak individu terkait benar dan salahnya.
Adapun banyak jenis etika yang dapat kita jumpai di lingkungan sekitar, misalnya, etika
berteman, etika profesi atau kerja, etika dalam rumah tangga, etika dalam melakukan
bisnis, dan semacamnya.
Etika tentunya harus dimiliki oleh setiap individu dan sangat dibutuhkan dalam
bersosialisasi yang mana hal itu menjadi jembatan agar terciptanya suatu kondisi yang
baik di dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai contoh, etika yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan sekitar,
yakni mengucap salam saat bertamu ke rumah orang, baik itu saudara, kerabat, maupun
teman. Kemudian, meminta maaf setelah kita berbuat kesalahan, dan mengucapkan
terima kasih saat seseorang telah menolong atau membantu kita.
Adapun pengertian etika menurut para ahli adalah sebagai berikut :

1. Aristoteles

Aristoteles merupakan seorang filsuf asal Yunani dan murid dari Plato berpendapat
dengan membagi etika menjadi 2 pengertian, yakni Terminius Technicus dan Manner and
Cutom.
Terminius Technicus merupakan etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
problema tingkah laku atau perbuatan individu (manusia), sedangkan Manner and
Cutom merupakan pengkajian etika berkaitan dengan tata cara dan adat yang melekat
dalam diri individu, serta terkait dengan baik dan buruknya tingkah laku, perbuatan,
ataupun perilaku individu tersebut.

2. Wilfridus. J. S Poerwadarminta

Wilfridus. J. S Poerwadarminta merupakan salah satu tokoh sastra Indonesia,


mengemukakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan terkait perbuatan dan perilaku
manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya yang ditentukan oleh manusia pula.

3. Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja

Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja merupakan salah satu tokoh pendidikan di


Indonesia, memberikan definisi bahwa etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan,
acuan, dan juga pijakan pada suatu perilaku atau perbuatan manusia.

4. Kattsoff

Kattsoff memberikan pandangan bahwa etika pada hakikatnya lebih cenderung


berkaitan dengan asas-asas pembenaran dalam relasi tingkah laku antar manusia.

5. H. Mustafa

H. A. Mustafa mengemukakan pengertian etika adalah ilmu yang menelaah suatu


tingkah laku atau perbuatan manusia dari segi baik dan buruknya dengan memperhatikan
perilaku manusia tersebut sejauh yang diketahui oleh akal pikiran manusia.
Etika selalu terkait dengan masalah nilai, sehingga perbincangan tentang etika pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk).
Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal
mengenai baik, buruk, benar, salah, patut-tidak patut, mulia-hina, penting-tidak penting.
Nilai juga dimaknai sebagai suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat
dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki
manfaat.
• Alasan Pentingnya Pancasila Sebagai Sistem Etika

1. Banyaknya kasus korupsi di Indonesia, sehingga dapat melemahkan sendi-sendi


kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Masih terjadi aksi terorisme yang mengatasnamakan agama, sehingga dapat merusak
semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama dan merusak semangat
persatuan serta mengancam disintegrasi bangsa.
3. Masih terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara
4. Kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan
masyarakat Indonesia.
5. Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia

• Contoh Permasalahan Dan Peran Pancasila Sebagai Sistem Etika Dalam


Pemecahan Masalah

1. Korupsi

Korupsi akan merajalela, karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-
rambu normatif dalam menjalankan tugasnya.
Para penyelenggara negara tidak bisa membedakan mana yang boleh mana yang tidak,
mana yang pantas mana yang tidak, mana yang baik mana yang buruk (good and bad).
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good)dan
buruk (bad).
Menurut Archie Bahm dalam Axiology of Science, baik dan buruk merupakan dua hal
yang terpisah. Namun baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya
godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi
pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal
tersebut dapat terjadi pada siapa saja.

2. Dekadensi Moral

Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda,


membahayakan kelangsungan hidup bernegara.
Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan
pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi, sehingga mereka
kehilangan arah.
Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi itu tidak sejalan dengan nilai-
nilai Pancasila, namun justru nilai-nilai dari luar yang lebih dominan. Contoh-contoh
dekadensi moral antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas,
rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di
kalangan para pelajar.
Contoh tersebut menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak
dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

3. Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan


melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran
HAM antara lain diskriminasi, penganiayaan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT),
penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan lain-lain.
Kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai- nilai
Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, maka diperlukan pula penjabaran sistem
etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (lihat kembali Undang-
undang no. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

4. Kerusakan Lingkungan

Kerusakan lingkungan berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia seperti:


kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming,
perubahan cuaca dan lain sebagainya.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat.
Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap
emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang
ditimbulkan dari perbuatannya. Contohnya kasus pembakaran hutan di Riau sehingga
menimbulkan kabut asap.

Anda mungkin juga menyukai