Oleh:
205030100111055
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada dewasa ini terlihat gejala-gejala kemerosotan etika. Cara pasti kiranya
agak sukar menentukan faktor penyebabnya. Kata-kata etika, tidak hanya terdengar
dalam ruang kuliah saja bdan tidak hanya menjadi monopoli kaum cendikiawan.
Diluar kalangan intelektual pun sering disinggung tentang hal-hal seperti itu. Jika
seseorang membaca surat kabar atau majalah, hampir setiap hari ditemui kata-kata
etika. Berulang kali dibaca kalimat-kalimat semacam ini. Dalam dunia bisnis etika
semakin merosot. Di televisi akhir-akhir ini banyak iklan yang kurang
memerhatikan etika. Bahkan dalam pidato para pejabat pemerintah kata etika
banyak digunakan, tetapi kenyataaannya masih banyak pejabat justru melanggar
etika.
Etika merupakan yang berbicara nilai etika dan norma etika, membicarakan
perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai norma etika.
Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai etika dan pola
perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal nilai yang merupakan salah satu
dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara
bebas dan dapat dipertanggung jawabkan karena setiap tindakannya selalu
dipertanggung jawabkan.
sebagai penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku
yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan serupa dengan hukum
disatu pihak dan dengan etiket di pihak lain. Bedanya dengan etiket, moralitas
memiliki pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang „kebenaran‟ dan
„keharusan‟. Di samping itu, moralitas juga dapat dibedakan dengan hukum, sebab
ia tidak dapat diubah melalui tindakan legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Demikian pula sanksi dalam moralitas tidak melibatkan paksaan fisik atau
ancaman, melainkan lebih bersifat internal misalnya berwujud rasa bersalah, malu,
dan sejenisnya.
2. Konteks Etika
Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan moral yang
menentukan perilaku seseorang dalam hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi
kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku
baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.Sebagai suatu subyek, etika
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control,
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok itu sendiri. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini
ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya norma hukum, norma
moral, norma agama, dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum
dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal
dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari. Etika
tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk
memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Akan
A. Moralitas Pribadi
3. Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang hidup dalam jiwa dan
menuntun perilaku individu.
5. Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan sosial dan organisasi.
B. Etika Profesi
C. Etika Organisasi
3. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku secara universal.
3. Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup dalam memori publik, dan
terinternalisasi melalui sosialisasi nilai di masyarakat.
4. Etika sosial menjadi basis tertib sosial [Jepang, tidak boleh mengganggu dan
merepotkan orang lain].
Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari kondisi yang ada
di dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-
nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku
yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri.
Munculnya etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat terbentuk dalam
dua macam proses, yaitu :
Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini
disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan
Urwick) kurang memberi tempat padabpilihan moral (etika). Pada teori klasik
kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan
tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator
publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat
mendefinisikankepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan
kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab. Padahal etika merupakan
dimensi yang penting dalam administrasi publik.
Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai berikut (Henry, 1995:
400). Alasan pertama, adalah adanya public interest atau kepentingan publik yang
harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung
jawab. Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional
melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai
siapa mendapat apa, berapa banyak, di mana, kapan, dan sebagainya. Padahal,
kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki tuntunan kode etik atau
moral secara memadai.
Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji selalu
membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak
kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan
bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang aparatur.
Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau
dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.
1. Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan
pada akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat
4. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik
akan didukung, dijalankan dan dikembangkan
7. Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Para
administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tetapi
juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab
dengan penuh semangat dantepat pada waktunya.
Ada dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilakub tidak etis yang
terjadi dalam praktek administrasi publik. Pertama, faktor internal yaitu faktor
pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal,
yaitu faktor yang berada di luar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-
administrasi, bisa, lemahnya peraturan perundangan, lemahnya pelaksanaan
pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan terbukanya kesempatan
untuk melakukan tindakan mal-administrasi. Faktor Internal berupa kepribadian
seseorang. Faktor kepribadian ini berwujud suatu niat, kemauan, dorongan yang
tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Faktor ini
disebabkan oleh lemahnya mental seseorang, dangkalnya agama dan keimanan
mereka, sehingga memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan
walaupun sesungguhnya mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan
itu merupakan suatu tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baikmenurut nilai-
nilai sosial, maupun menurut ajaran agama mereka.
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orangyang melakukan
tindakan mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya peraturan, lemahnya lembaga
kontrol, lingkungan kerja dan lain
sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan
korupsi. Meskipun aturan telah dibuat oleh pihak yang berwenang, tetapi masih
ada pihak yang menyalahgunakan haknya. Hal ini mengakibatkan tidak
terlaksananya proses dan kerja administrasi publik dengan baik dan benar.
Peraturan perundangan tempat mereka bekerja, merupakan suatu tatanan nilai yang
dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para pegawai dalam menjalankan tupoksi
yang diberikan. Manakala peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya
untuk melakukan tindakan tidak etis dalam pelaksanaan administrasi publik,
karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang diberikan lemah, dan lain sebagainya,
maka akan memberikan peluang (kesempatan) pegawai untuk melakukan tindakan
tersebut.
Peraturan Etika
C. KESIMPULAN
Penerapan etika administrasi Publik memiliki banyak aspek yang harus
dijalankan dengan sebaik-baiknya, seperti menjalankan asas-asas birokrasi
pemerintahan yang baik, dengan mewujudkan prinsip demokratis, keadilan sosial
dan pemerataan, serta mewujudkan kesejahteraan umum. Penerapan etika
administrasi dalam pemerintahan perlu kesadaran aparat birokrasi untuk benar-
benar menjalankan tupoksi. Perlunya aturan-aturan untuk mengatur birokrat demi
konsistensi menerapkan etika dalam administrasi pemerintah. Melihat fakta yang
ada, tak sedikit penyelenggara negara (pejabat publik) belum mampu menerapkan
prinsip etika administrasi publik yang baik.
Daftar Pustaka
Henry,S. 1995. Kinerja dalam Organisasi. Yogyakarta:Kanisius.
Utomo, Tri Widodo W., 2000. Etika dan Hukum Administrasi Publik. STIA LAN
Bandung.
http://www.kumham-jakarta.info/download/karya-ilmiah/pelayananpublik/70-
etika-aparatur-dalam-pelayanan-publik/file
https://irvanamu.wordpress.com/category/makalah-etikaadministrasi-publik/