Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

A.           Hakikat Etika
          Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti:
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat
istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral
berasal dari kata latin: mos (bentuk tunggal), atau morse (bentuk jamak) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.
          Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai etika, dibawah
ini dikutip beberapa pengertian etika.
1.             Ada dua pengertian etika, sebagai praksis dan sebagai refleksi.
2.             Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan
dengan hidup yang baik dan yang buruk.
3.             Istillah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila artinya
kebiasaan atau tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah
laku pembuatan manusia yang baik.
4.             Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, etika dirumuskan dalam pengertian
sebagai berikut:
a.       Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang
hak dan kewajiban moral.
b.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c.       Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
5.             Menurut Lawrence, Weber, dan post etika adalah suatu konsepsi
tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah
perilaku kita bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan
kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir dan bertindak
terhadap kita.
6.             Menurut David P. Baron, etika adalah suatu pendekatan sistematis
atas penilaian moral, yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis,
dan reflektif.
          Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai
banyak arti. Namun demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal
berikut:
a.              Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang
berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
b.             Etika sebagai ilmu atau tata susila, adalah pemikiran atau penilaian
moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah
bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis,
dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja mencoba
merumuskan suatu teori, konsep, asa, atau prinsip-prinsip tentang
perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku
tersebut dianggap baik atatu tidak baik, mengapa menajdi baik itu
sangat bermanfaat, dan sebagainya.

B.            Pengertian Etika Kepemimpinan


          Etika adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu
yang diboleh dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku
yang benar merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang salah merupakan
perilaku yang tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang
dianggap salah atau tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan
negara lain atau budaya lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga
ditentukan oleh tujuannya. Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah
ulang tahun di anggap etis, akan tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan
menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
          Menurut teoritis kepemimpinan, kepemimpinan etis adalah
kepemimpinan yang mendemonstrasikan perilaku yang secara normative
tepat melalui tindakan-tindakan personal dan hubungan interpersonal, dan
promosi perbuatan seperti itu kepada para pengikut melalui komunikasi dua
arah, penguatan, dan pembuatan keputusan. 
             Pengaruh merupakan esensi dari kepemimpinan, dan para pemimpin
yang berkuasa dampaka memiliki dampak besar pada kehidupan dari para
pengikut dan nasib dari sebuah organisasi. Seperti yang diingatkan oleh Gini,
masalah utamanya bukanlah apakah para pemimpin akan menggunakan
kekuasaan, tetapi apakah mereka akan menggunakannya dengan bijaksana
dan baik. Potensi besar sekali untuk pengaruh adalah satu alasan begitu
banyak orang yang tertarik dalam aspek etis dari kepemimpinan. Subjek ini
menjadi menonjol dalam beberapa tahun terakhir. Satu alasan mungkin
adalah kepercayaan public yang menurun kepada para pemimpin bisnis dan
politik selama tiga decade terakhir (Kouzes & Posher). 
          Etika adalah penyelidikan filosofi mengenai kewajiban-kewajiban
manusia, dan tentang hal-hal yang baik dan buruk jadi penyelidikan tentang
bidang moral. Maka etika juga didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang
moral. Etika tidak membahas kondisi atau keadaan manusia melainkan
tentang bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku. Karena itu pula
etika adalah filsafat mengenai praktis manusia yang harus berbuat menurut
aturan dan norma tertentu. 

C.            Beberapa Teori Etika


          Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis
tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang
dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika
atau ilmu ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba
untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat atau objek perilaku yang sama dari
sudut pandang atau prespektif yang berlainan. Sebagaimana dikatakan oleh
Peschke S.V.D, pelbagai teori etika muncul antara lain karena adanya
perbedaan prespektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir
hidup umat manusia.
          Disamping itu, sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk
menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi
untuk mengontrol sutau tindakan atau perilaku. Banyaknya teori etika yang
berkembang tampak cukup membingungkan. Padahal, sifat teori yang
semakin sederhana dan makin mengurucut menuju suatu teori tunggal yang
mampu menjelaskan suatu gejala secara komprehensif, justru makin
menunjukkan kemapanan disiplin ilmu yang bersangkutan. Untuk
memperoleh pemahaman tentang berbagai teori etika yang berkembang,
berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang berpengaruh.
1)             Egoisme
          Rachel memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoism, yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep ini tampak
mirip karena keduanya menggunakan istilah egoisme, namun sebenarnya
keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Egoisme psikologis adalah
suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri. Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada
tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua
tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi.
2)             Utilitarianisme
          Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata
inggris utility yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini, suatu tindakan dapat
dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota
masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal. Jadi, ukuran baiknya
tindakan dilihat dari akobat konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah
memberi manfaat atau tidak. Itulah sebabnya, paham ini disebut juga paham
teleologis. Teleologis berasal dari kata yunani telos yang berarti tujuan.
3)             Deontologi
          Paradigma teori deontology sangat berbeda dengan paham egoisme
dan utilitarianisme yang sudah dibahas. Kedua teori yang disebut terakhir,
yaitu teori egoisme dan utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya
suatu tindakan dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut.
Bila akibat dari suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu atau
untuk banyak orang atau kelompok masyarakat, maka tindakan itu dikatakan
etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian
besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis.
Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau
tujuan dari tindakan tersebut disebut teleology. 

D.           Fungsi Etika Kepemimpinan


          Etika memengaruhi perilaku pemimpin dan perilaku pera pengikut.
Fungsi etika kepemimpinan ialah sebagai berikut:
1)             Norma etika. Setiap organisasi. Setiap organisasi atau sistem soisal
yang mapan mempunyai norma dan nilai-nilai etika di samping
peraturan. Norma dan nilai-nilai tersebut merupakan bagian daripada
budaya organisasi.
2)             Pemimpin. Norma dan nilai-nilai memengaruhi perilaku semua
anggota organisasi termasuk pemimpin. Khusus bagi pemimpin ia harus
memimpin aplikasi dan penegakan pelaksanaan norma dan nilai-nilai
dalam perilaku organisasi dan perilaku pribadi para anggota organisasi.
3)             Perilaku memengaruhi pemimpin yang etis. Norma dan nilai-nilai
organisasi diterapkan dalam perilaku memengaruhi pemimpin. Jika
pemimpin menerapkan norma dan nilai-nilai etika maka terciptalah
teknik memengaruhi dari pemimpin yang etis. Pemimpin menggunakan
teknik memengaruhi yang dapat diterima oleh para pengikut yang juga
telah menerapkan norma dan nilai-nilai organisasi dalam perilakunya.
4)             Iklim etika. Penggunaan norma dan nilai-nilai organisasi oleh
pemimpin dalam teknik memengaruhi pemimpin yang dapat diterima
oleh para pengikut yang telah menyesuaikan perilakunya dengan norma
dan nilai-nilai organisasi menciptakan iklim etika dalam organisasi. Iklim
etika adalah persepsi pemimpin dan pengikut mengenai apa yang terjadi
secara rutin dalam lingkungan internal organisasi.
5)             Kinerja Pengikut. Iklim etika memungkinkan para pengikut bekerja
secara maksimal, meningkatkan motivasi, etos kerja dan kepuasan kerja
para pengikut. Hambatan-hambatan psikologis pengikut dalam bekerja
dihindari. Dengan demikian akan tercipta kinerja maksimal dari para
pengikut.
6)             Visi tercapai. Jika kinerja pengikut maksimal maka dapat diprediksi
kinerja organisasi akan maksimal dan visi pemimpin akan tercapai.

E.            Dilema dalam Mengevaluasi Kepemimpinan Etis


          Mempengaruhi komitmen dan optimisme pengikut adalah aspek pusat
dari kebanyakan teori mengenai kepemimpinan efektif. Para pemimpin
biasanya diharapkan untuk mempengaruhi komitmen para pengikut terhadap
sebuah tugas yang ada atau sebuah aktivitas baru. Namun, pengaruh ini juga
merupakan sumber dari kekhawatiran etis. Masalah untuk mengevaluasi
kepemimpinan etis adalah untuk menentukan kapan pengaruh demikian
kapan pengaruh demikian itu tepat.
          Etika mempengaruhi para pengikut adalah perhatian utama untuk teori
kepemimpinan transformasional dan karismatik. Kebanyakan teori ini
melibatkan pengaruh pemimpin yang besar atas sikap dan perilaku pengikut.
Lebih mudah untuk mengevaluasi kepemimpinan etis saat minat dari
pemimpin, pemgikut dan organisasi kongruen dan dapat dicapai dengan
tindakan yang tidak melibatkan terlalu banyak resiko atau biaya kepada suatu
pihak.
         
F.             Perilaku Etis
          Seorang pemimpin, yang etis perilakunya mengacu pada norma-norma
etika. Karakteristik perilaku etis antara lain:
1.             Dapat dipercaya. Seorang pemimpin harus dapat dipercaya oleh
para pengikutnya. Ia seorang yang jujur berupaya menyatukan antara
apa yang dikatakan, dijanjikan dengan apa yang dilakukannya.
2.             Menghargai dan menghormati orang lain. Pemimpin harus
memperlakukan para pengikut dengan baik seperti ia ingin diperlakukan
pengikutnya dan orang lain. Pemimpin juga harus menghargai hak asasi
para pengikut dan orang-orang yang berhubungan dengan
organisasinya.
3.             Bertanggung Jawab. Pemimpin harus mempunyai rasa tanggung
jawab terhadap tugasnya dan perannya dalam organisasi untuk
mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.
4.             Adil. Seorang pemimpin harus adil dalam melaksanakan peraturan
tidak mengambil keuntungan untuk diri sendiri, keluarganya dan
kroninya.
5.             Kewargaan oraganisasi. Pemimpin melaksankan tugas untuk
membuat kehidupan lebih baik, melindungi lingkungan, melaksanakan
tugasnya sesuai dengan undang-undang dan peraturan dan
menerapkan prinsip-prinsip dasar organisasi.
6.             Menggunakan kekuasaannya secara bijak. Pemimpin mempunyai
betbagai jenis kekuasaan yang dapat dipergunakannya untuk
memengaruhi para pengikutnya dan orang lain yang berhubungan
dengan organisasinya.
7.             Jujur. Pemimpin harus memegang prinsip kejujuran, ia harus jujur
kepada dirinya sendiri, kepada para pengikutnya dan kepada orang
yang berhubungan dengan organisasinya.
          Pemimpin merupakan faktor penentu terciptanya perilaku etis dan iklim
etika dalam organisasi. Pemimpin menyusun strategi pengembangan perilaku
etis yang merupakan bagian dari strategi organisasi. Pemimpin menyusun
kode etik organisasi san melaksanakannya sebagai panduan perilaku para
anggota organisasi. Dalam melaksanakan kode etik, pemimpin menjadi role
model atau panutan perilaku etis. Dalam organisasi dibentuk komisi atau
badan kode etik yang menegakkan pelaksanaan kode etik.
G.           Etika Profesi Pemimpin
          Profesi adalah vak, pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Jika
kepemimpinan itu harus dijadikan satu profesi, dan oleh tugas-tugasnya yang
berat pemimpin tersebut mendapatkan imbalan materiil dan imateriil tertentu,
maka sebagai konsekuensinya pada dirinya bisa dikenakan sanksi-sanksi
tertentu. Karena itu profesi kepemimpinan selalu menyandang nilai-nilai etis
dan pengenaan sanksi tersebut. Dengan demikian etika profesi pemimpin
memberikan landasan kepada setiap pemimpin untuk selalu:
1.             Bersikap kritis dan rasional. Berani mengemukakan pendapat
sendiri dan berani bersikap tegas sesuai dengan rasa tanggung jawab
etis sendiri.
2.             Bersikap otonom. Dengan otonomi ini bukan berarti sang pemimpin
dapat berbuat semau sendiri, atau bisa bertingkah laku sewenang-
wenang, melainkan dia bebas memeluk norma-norma diyakini sebagai
baik dan wajib dilaksanakan, untuk membawa anak buah pada
pencapaian tujuan tertentu.
3.             Memberikan perintah-perintah dan larangan-larangan yang adil dan
harus ditaati oleh setiap lembaga dan individu. Yaitu oleh pemimpin ,
orang tua, keluarga, sekolah, badan hukum, lembaga agama, negara,
dan lain-lain.

H.           Determinan dari Kepemimpinan Etis


          Kepemimpinan etis juga berhubungan dengan kebutuhan individual dan
ciri kepribadian dari pemimpin. Perilaku yang destruktif dan berorientasi diri
sendiri lebih memungkinkan bagi pemimpin yang memiliki ciri kepribadian
yang seperti amat menyukai diri sendiri, Kematangan emosional yang rendah,
pusat orientasi kendali eksternal, orientasi kekuasaan pribadi. Jenis pemimpin
ini lebih merasa bahwa orang lain tidak dapat dipercaya dan memandang
mereka sebagai objek untuk dimanipulasi untuk keuntungan pribadi.
Pemimpin menggunakan kekuasaan mengeksploitasi orang lain dan
memajukan keriernya sendiri, bukannya untuk mencapai sasaran
organisatoris.
          Perilaku etis terjadi dalam konteks sosial dan dapat dipengaruhi oleh
aspek situasi. Perilaku yang tidak etis akan lebih mungkin bagi organisasi
yang memiliki tekanan tinggi untuk meningkatkan produktivitas, kompetisi
yang ketat untuk penghargaan dan kemajuan, penekanan yang kuat pada
kepatuhan kepada yang berwenang, kekuasaan posisi yang kuat bagi para
pemimpin, dan nilai dan norma budaya yang lemah mengenai perilaku etis
dan tanggung jawab individual.

I.              Etika dalam Pemerintah


          Dalam konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pada sikap
dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota
organisasi, yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi,
yang sejalan dengan tujuan maupun maksud tujuan organisasi yang
bersangkutan.
          Dalam organisasi administrasi public atau pemerintah pola sikap dan
perilaku serta hubungan antarmanusia dalam organisasi tersebut, dan
hubungannya dengan pihak luar organisasi, pada umunya diatur dengan
peraturan perundangan yang berlaku dalam sistem hukum negara yang
bersangkutan. Bagi aparatur pemerintah budaya dan etika kerja merupakan
hal yang harus diperhatikan oleh pemerintahan pusat ataupun daerah, pada
tingkat depertemen atau organisasi dan unit-unit kerja dibawahnya.
          Adanya etika ini diharapkan mampu membangkitkan kepekaan
birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan masyarakat. Tujuan yang
hakiki dari setiap pemerintah di negara manapun adalah mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat warga negara yang bersangkutan.
Walaupun demikian, pola atau cara-cara yang ditempuh dari perilaku
pemerintah dalam hal itu berbeda dari satu negara ke negara lainnya,
bergantung pada kondisi dan situasi yang berlaku di negara masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai