PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
1. Definisi
Dalam Ensiklopedi Indonesia, etika disebut sebagai “Ilmu
tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia
hidup dalam masyarakat; apa yang baik dan apa yang buruk”.
Sedangkan secara etimologis, Etika berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti kebiasaan atau watak. Etika menurut bahasa
Sansekerta lebih berorientasi kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup
(sila) yang lebih baik (su). Etika menurut Bertens dalam (Pasolong,
2007:190) adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah etika
selalu berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia (sebagai
individu atau dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan/watak yang
baik maupun kebiasaan/watak buruk. Watak baik yang
termanifestasikan dalam perilaku baik, sering dikatakan sebagai sesuatu
yang patut atau sepatutnya. Sedangkan watak buruk yang
termanifestasikan dalam perilaku buruk, sering dikatakan sebagai
sesuatu yang tidak patut atau tidak sepatutnya.
Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang
artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini muncul pula istilah
morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari pengertian
asalnya. Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin. Di samping
itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin. (norma:
penyiku atau pengukur), dalam bahasa inggris norma berarti aturan atau
kaidah. Dalam kaitannya dalam perilaku manusia, norma digunakan
2
sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga
untuk menakar atau menilai sebelum perilaku dilakukan.
4
2. Konteks Etika
5
secara keseluruhan. Bentuk bahasa, perilaku, pandangan, dan sikap
hidup merupakan tempat menyimpan nilai-nilai etis, wahana
pengungkapan, dan sarana mewujudkannya.
Dalam penerapannya, etika melandasi lahir dan berkembangnya
berbagai teori ilmu pengetahuan dan terapannya di berbagai bidang,
yakni: hukum, profesi, ekonomi, administrasi, seni, sosial, dan politik.
a. Teologisme
Prinsip/asas etika menurut aliran ini, sesuatu yang baik, susila
atau etik, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dan
sebaliknya.
b. Naturalisme
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan
hukum alam.
c. Hedonisme (Hedone = perasaan akan kesenangan)
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia.
Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Materialisme yang
mengajarkan bahwa alat pokok untuk memenuhi kepuasan
manusia adalah materi.
d. Eudaemonisme (Eudaemonismos = bahagia)
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
kebahagiaan kepada manusia. Bedanya dengan hedonisme,
kebahagiaan lebih bersifat kejiwaan. Dengan kata lain,
kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi (prima facie).
Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Stoisisme yang
mengemukakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia
harus menggunakan akal pikirannya; bukan mencari
6
“kebijaksanaan” dengan cara menyendiri atau mengendapkan
perasaan seperti seorang pengecut.
e. Utilitarianisme
Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah
“guna/manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham
yang mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest
number, dan John Stuart Mill. Sempalan dari ajaran ini antara lain
adalah aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo
positivisme (scientisme).
f. Vitalistis
Norma perbuatan baik adalah yang mempunyai kekuatan
paling besar. Jadi, orang/kelompok yang paling kuat dan dapat
menguasai orang/kelompok lain dianggap sebagai
orang/kelompok yang baik. Atau menurut Nietzsche, perilaku
yang baik adalah yang menambah daya hidup, sedangkan perilaku
yang buruk adalah yang merusak daya hidup.
g. Idealisme
Pusat pengertian aliran ini ialah kebebasan atau penghormatan
kepada pribadi manusia. Ajaran ini terdiri dari 3 komponen, yaitu
idealism rasionalistik (akal pikiran sebagai penuntun tingkah
laku), idealism estetik (kehidupan manusia dilihat dari perspektif
karya seni), dan idealisme etik (menentukan ukuran moral dan
kesusilaan terhadap kehidupan manusia).
7
4. Empat Hirarki Etika
a. Moralitas Pribadi
b. Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah terinternalisasi dalam
diri individu.
c. Produk dari sosialisasi nilai masa lalu.
d. Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang hidup
dalam jiwa dan menuntun perilaku individu.
e. Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas kepribadian
individu.
f. Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan sosial
dan organisasi.
5. Etika Profesi
a. Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan
profesional.
b. Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme
(kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi).
c. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku
secara universal (cth:PP No. 42 tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik PNS).
d. Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi (pencabutan
lisensi).
6. Etika Organisasi
a. Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan
kehidupan organisasi.
b. Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan
organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadilan, transparansi,
akuntabilitas, demokrasi).
c. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku
secara universal.
8
d. Dalam praktek penegakan kode etik organisasi dipengaruhi oleh
kepentingan sempit organisasi, kepentingan birokrat, atau
kepentingan politik dari politisi yang membawahi birokrat.
e. Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi.
7. Etika Sosial
a. Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan
hubungan-hubungan sosial.
b. Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika sosial.
c. Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup dalam
memori publik, dan terinternalisasi melalui sosialisasi nilai di
masyarakat.
d. Etika sosial menjadi basis tertib sosial [Jepang, tidak boleh
mengganggu dan merepotkan orang lain].
e. Masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika sosial, yaitu
melalui penerapan sanksi-sanksi sosial [diberitakan sebagai
tersangka].
9
Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia
karena pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu
(khususnya agama/religi).
Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara
kolektif, misalnya: sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah
jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk
etika birokrasi. Contoh di Singapura menunjukkan bahwa etika
berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh denda sangat besar
bagi pelanggar.
Sementara, implementasi etika sebagai suatu pedoman bertingkah
laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (ke
dalam) dan eksternal (keluar). Aspek ‘kedalam’, seseorang akan selalu
bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain di sekitarnya.
Dalam hal ini, etika lebih dimaknakan sebagai moral. Sedangkan dalam
aspek ‘keluar, implementasi Etika akan berbentuk
sikap/perbuatan/perilaku yang baik dalam kaitan interaksi dengan orang
lain.
Definisi
10
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi
publik (Pasolong, 2007 :193) diartikan sebagai filsafat dan professional
standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang
benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau
administrasi publik.
12
“the process by which the execution of a given purposes is put into
operation and supervised” (proses dengan mana pelaksanaan dari suatu
tujuan tertentu dijalankan dan diawasi). Manajemen mempunyai fungsi-
fungsi yang sebagian sarjana berbeda klasifikasi. Menurut Henry Fayol,
yaitu: Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pemberian komando (comanding), pengkoordinasian (coordinating),
pengawasan (controlling). G.R. Terry dengan akronim POAC
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling). The Liang Gie dengan
fungsi perencanaan, pengambilan putusan, pembimbingan,
pengkoordinasian, pengendalian dan penyempurnaan.
13
kerjasama. Penelaahan terhadap unsur ini menimbulkan sekelompok
pengetahuan yang dicakup dengan nama Administrasi Kepegawaian
(Personnel Administration) yang dewasa ini kecenderungan
menggunakan istilah sumber daya manusia. Administrasi ini pada
pokoknya mempelajari segenap proses penggunaan tenaga manusia itu
dari penerimaannya (recruiting) sampai pemberhentiannya (retirement).
Termasuk pula di sini ialah analisis dan klasifikasi jabatan (job analysis
and classification) serta pengembangan tenaga itu melalui latihan-
latihan (training)
14
Hubungan Masyarakat, Ini merupakan segi yang menggambarkan
pada pihak luar segala sesuatu yang berlangsung mengenai usaha
kerjasama itu, demikian pula sebaliknya menyalurkan sesuatu hasrat,
cita atau pendapat dari luar ke dalam sesuatu usaha bersama, dengan
demikian tercapai pengertian yang sebaik-baiknya antara suatu
administrasi dengan keadaan sekelilingnya. Aspek ini justru amat
pentingnya bagi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun perusahaan agar mendapat dukungan dari rakyat
bagi pemerintah dan kesukaan konsumen bagi perusahaan. Pada akhir-
akhir ini timbullah pengetahuan dalam bidang ini, yaitu hubungan
masyarakat (publik relation), keprotokolan, dan dalam bidang
perusahaan dengan periklanan (advertising).
15
Prinsip Keadilan Sosial dan Pemerataan
16
Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun
tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat mendefinisikan
kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan
kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab. Padahal etika
merupakan dimensi yang penting dalam administrasi publik.
17
tinggi justru mendikte perilaku seorang aparatur. Birokrat dalam hal ini
tidak memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau dengan kata
lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.
18
6. Implementasi Etika Administrasi Publik
19
Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah
tindakan
21
Adanya ‘budaya’ korupsi yang telah sejak lama menodai
penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan bahwa
etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para
penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang
berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka
dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama sekali tidak
diperhatikan.
22
pemerintah agar tercipta suatu koordinasi yang kontekstual dan
berdampak positif bagi rakyat dan pemerintah.
24
baik, tercela, buruk baik menurut nilai-nilai sosial, maupun menurut
ajaran agama mereka.
25
sebagainya, maka akan memberikan peluang (kesempatan) pegawai
untuk melakukan tindakan tersebut.
D. Peraturan Etika
28
The Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD) dan World Bank mensinonimkan good
governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan
pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
30
merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi
negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh.
BAB III
31
A.KESIMPULAN
B.SARAN
32
Meyakini masih banyak aparatur negara yang bekerja baik sesuai
etika dan aturan, hanya saja tidak cukup seksi untuk disorot media. (bad
news is good news, good news is no news).
Daftar Pustaka
33
Sadhana, Kridawati. 2010. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan
publik. Penerbit Percetakan CV. Citra Malang.
34