Anda di halaman 1dari 13

JENIS, SUMBER DAN HIERARKHI ETIKA

Dosen Pengampu: Dr. Drs. Mochammad Rozikin, M.AP

Oleh:

Nalendra Firman Sindhu Adji

205030100111055

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Etika administrasi publik merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi
negara/publik dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Manakala administrasi publik menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik,
maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada
etika administrasi publik. Etika administrasi publik selain digunakan sebagai pedoman, acuan,
referensi administrasi publik, dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan sikap,
perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk. Etika mempunyai peran yang sangat
strategis karena etikadapat menentukan keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan
organisasi, struktur organisasi, serta manajemen publik.

Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku manusia sehingga bisa
dipertanggungjawabkan. Dalammelaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam administrasi publik,
maka seorang administator harus mempunyai tanggung jawab kepada publik. Dalam perwujudan
tanggung jawab inilah etika tidak boleh ditinggalkan dan memang harus digunakan sebagai
pedoman bertingkah laku. Lebih jelas mengenai etika administrasi publik akan kami jelaskan di
bawah ini.

Di dalam ensiklopedia Indonesia, etika disebut dengan ilmu kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya menusia hidup dalam masyarakat; apa yang baik dan apa yang buruk.
Secara etimologis, etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang memiliki arti kebiasaan
atau watak. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah etika yang selalu
berhubungan kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu atau dalam kedudukan tertentu),
baik kebiasaaan atau watak yang baik maupun kebiasaan atau watak yang buruk.
Kebiasaan hidup yang baik ini dibekukan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang
di sebarluaskan dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Kaidah, norma atau aturan ini pada
dasarnya, menyangkut baik-buruk perilaku manusia. Atau, etika dipahami sebagai ajaran yang
berisikan perintah dan larangan tentang baik-buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang
harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari.
BAB II

PEMBAHASAN

Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan moral yang
menentukan perilaku seseorang dalam hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi
kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap serta pola perilaku baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh
bermacam-macam norma, diantaranya norma hukum, norma moral, norma agama,
dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-
undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati
dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.

Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat
untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan keterampilan etika
agar dapat memberikan orientasi, tak sekadar indoktrinasi. Sebagai aliran etis,
tradisionalisme dapat berpegang pada tradisi budaya/kultural yang ada dalam
masyarakat sebagai warisan nenek moyang, atau pada tradisi keagamaan yang
bersumber pada wahyu keagamaan. Tradisi etis itu tampak juga dalam bahasa,
seperti petuah, nasihat, pepatah, norma dan prinsip, dalam perilaku, seperti cara
hidup, bergaul, bekerja, dan berbuat, serta dalam pandangan dan sikap hidup secara
keseluruhan. Bentuk bahasa, perilaku, pandangan, dan sikap hidup merupakan
tempat menyimpan nilai-nilai etis, wahana pengungkapan, dan sarana
mewujudkannya. Dalam penerapannya, etika melandasi lahir dan berkembangnya
berbagai teori ilmu pengetahuan dan terapannya di berbagai bidang, yakni: hukum,
profesi, ekonomi, administrasi, seni, sosial, dan politik.
1. Jenis-jenis Etika

Etika memiliki beberapa jenisnya bila dilihat dari berbagai sudut pandang, berikut
merupakan jenis-jenis etika;

A. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku berdasarkan
pada ketentuan atau norma baik buruk yang tumbuh dalam kehiudupan bersama di dalam
masyrakat. Etika jenis ini mengajarkan sudut pandang untuk melihat sesuatu secara
rasional atau secara kritis terhadap perilaku manusia serta apa yang dikejar oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari agar kehidupannya lebih bernilai.
Etika deskriptif mempunya 2 bagian yang sangat penting. Bagian pertama ialah
sejarah kesusilaan. Bagian ini timbul apabila orang menerapkan metode historik dalam
etika deskriptif. Perubahan-perubahan apakah yang di alami kesusilaan dalam perjalanan
waktu, hal-hal apakah yang mempengaruhinya dan sebagainya. Sehingga bagaimanapun
sejarah etika penting juga bagi sejarah kesusilaan.
Bagian kedua yaitu fenomenologi kesusilaan dimana istilah fenomenologi
dipergunakan dalam arti seperti dalam ilmu pengetahuan agama. Fenomenologi agama
mencari makna keagamaan dari gejala-gejala keagamaan, mencari logos, susunan
batiniah yang mempersatukan gejala-gejala ini dalam keselarasan tersembunyi dan
penataan yang mengandung makna.
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang
bernilai. Dapat di artikan etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya,
yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi
dan realistas yang membudaya. Disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi
tertentu memungkinkan manusia dapat bertindah secara etis.

B. Etika Normatif
Kelompok ini mendasarkan pada sifar kahiki kesusilaan bahwa di dalam perilaku
serta tanggapan-tanggapan kesusilaanya, manusia menjadikan norma-norma kesusilaan
sebagai panutannya. Etika ini menetapkan bahwa manusia memakai norma-norma
sebagai panutannya, namun tidak memberikan tanggapan mengenai kelayakan ukuran-
ukuran kesusilaan. Dengan sah atau tidaknya nomra-norma tetap tidak dipersoalkan yang
di perhatakan hanya berlakunya saja.
Etika normative tidak dapat sekedar melukiskan susunan-susunan formal
kesusilaan. Ia harus menunjukkan perilaku manakah yang baik dan perilaku manakah
yang buruk. Etika normatif memperhatikan kenyataan-kenyataan yang tidak dapat di
tangkap dan diverifikasi secara empirik.

C. Etika Deontologi
Etika Deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuatu atau tidak dengan kewajiban. Atau dapat dikatakan, suatu tindakan
dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga
merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya suatu tindakan dinilai buruk
secara moral karena tindakan itu memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi
kewajiban untuk kita lakukan.
Etika deontology sama sekali tidak mempersoalkan akibat tersebut (baik atau
buruk). Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menilai atau
menentukan kualitas moral suatu tindakan. Atas dasar itu etika deontologu sangat
menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat untuk bertindak sesuai dengan
kewajiban.
Di dalam etika deontology menekankan bahwa kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik dapat disimpulkan bawah etika deontology yaitu tindkaan dikatakan
baik bukan karena tindakan tersebut mendatangkan akibat baik namun berdasarkan
tindakan itu baik untuk dirinya sendiri.

D. Etika Teleologi
Dalam etika teleology menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan tujuan
atau akibat dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik jika bertujuan baik dan
mendatangkan akibat baik. Jawaban dari teleology yaitu pilihlah tindakan yang
membawa akibat baik.
Dapat dikatakan bahwa etika teleology lebih bersifat situsional dan subyektif.
Kita bisa bertindak berbeda dalam situasi yang lain tergantung dari penilaian kita tentang
akibat dari tindakan tersebut.

E. Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan. Juga tidak
mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal. Etika
keutamaan lebih mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Etika keutamaan sangat menekankan pentingnya sejarah kehebatan moral pada
tokoh besar dan dari cerita dongeng ataupun sastra kita belajar tentang nilai dan
keutamaan, serta berusaha menghayati dan mempraktekkannya seperti tokoh dalam
sejarah, dalam cerita atau dalam kehiduapan masyarakat.
Etika keutamaan sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas manusia, karena
pesan moral hanya di sampaikan melalui cerita dan teladan hidup para tokoh lalu
membiarkan setiap orang untuk menangkap sendiri pesan moral itu.
2. Sumber-sumber Etika
A. Agama
Max Weber mengatakan dalam bukunya “The Protestant Ethic and The Spirit of
Capitalism” (1904) menjadi awal keyakinan adanya hubungan erat antara ajaran agama
dan etika kerja atau antara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Etika
yang bersumber dari ajaran agama mengandung prinsip yang berkaitan dengan nilai-nilai
kebenaran, sikap dan perilaku yang di “kasih” Tuhan. (Hanskung: 2005) Pada dasarnya
ada persamaan dalam tiap-tiap agama menyangkut hubungannya dengan dasar dalam
beretika.
 Keadilan: kejujuran untuk mempergunakan kekuatan untuk menjaga nilai-nilai
kebenaran
 Saling menghormati: cinta dan perhatian terhadap orang lain.
 Pelayanan: manusia hanya „pelayan‟, „pengawas‟ sumber-sumber alam.
 Kejujuran: kejujuran dan sikap dapat dipercaya dalam semua hubungan manusia, dan
integritas yang kuat.
B. Budaya
Budaya merupakan sebuah warisan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Dimana nilai-nilai atau aturan yang telah ada sebelumnya menjadi acuan dan dilestarikan
sesuai dengan ajaran-ajaran pendahulunya dan kemudian akan menjadi sebuah standar
dalam berperilaku sehari-hari. Sebagaimana ciri khas bangsa Asia, ciri khas yang paling
menonjol adalah budaya kekeluargaan, kerjasama dan hubungan kekeluargaan yang erat.
Hal ini juga berlaku sebagai budaya di Indonesia.
Semangat gotong royong diyakini menjadi salah satu akar budaya di Indonesia.
Diperkuat dengan semboyan kenegaraan kita Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
walaupun berbeda namun tetap satu. Seiring dengan perkembangan pembangunan dan
ekonomi, nilainilai gotong royong sudah banyak mengalami pergeseran. Nilai
individualistis dan mengutamakan kepentingan pribadi lebih menonjol dan menjadi
mayoritas perilaku bangsa kita saat ini.

C. Filosofi
Filosofi juga menjadi acuan-acuan yang berkembang dalam proses pengambilan
keputusan yang bersumber dari nilai-nilai etika. Ajaran-ajaran ini erkembang dari hasil
pemikiran manusia dan terus berkembang dari tahun ke tahun.
Perkembangan ajaran filsosfi terhadap kemunculan etika bisnis:
 Socrates (470 -399 SM) Socrates mempercayai bahwa manusia ada untuk satu
tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam
mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan terhadap diri dan pada
dasarnya manusia itu jujur.
 Munculnya sikap jahat merupakan sebuah bentuk salah pengarahan terhadap diri
sesorang. Dia juga memperkenalkan ide-ide hukum moral, bahwa hukum moral
lebih tinggi kedudukan nya dibanding hukum manusia.
 Plato (428-348 SM) Republik (dalam bahasa Yunani Politeia atau “negeri”)
merupakan suatu bentuk uraian pandangan Plato terhadap keadaan “ideal” dari
sebuah negara. Dalam bukunya, Plato menjelaskan bahwa pemerintahan yang
ideal mengalami pergantian dalam lima tahun sekali, dimana sistem ini banyak
diterapkan oleh kehidupan bernegara saat sekarang ini. Plato berpendapat bahwa
keadaan ideal muncul sebagai hasil dari pemikiran yang bersifat intelektual
dengan mendasarkan nilai-nilai kebajikan dan konsep kebenaran.
 Aristoteles Etika menurut Aristoteles adalah perilaku jiwa yang baik yang
menuntun kepada kebahagiaan dan kebenaran. Keterbatasan pengetahuan tentang
jiwa manusia tidak menjadi sebuah hambatan untuk mendalami konsep etika.
Filsuf Yunani kuno seperti Aristoteles berpendapat bahwa jiwa manusia
menginginkan sebuah kebahagiaan dan jiwa bahagia lahir dari perbuatan yang
bersumber dari kebajikan moral. Hal inilah yang menjadi dasar perkembangan
pola pemikiran barat dan keagamaan lain pada umumnya.

D. Hukum
Hukum merupakan perangkat aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-
ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta
mendorong pada perbaikan-perbaikan masalah yang dipandang buruk atau tidak baik
dalam komunitas.
Indonesia menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu
sistem hukum eropa kontinental yang dibawa oleh Belanda ketika menjajah Indonesia,
sedangkan dibeberapa daerah juga ada penerapan hukum yang berdasarkan hukum adat
dan hukum agama seperti di daerah Aceh.
Pada umumnya pebisnis lebih menerapkan hukum sebagai cermin etika mereka,
hal ini disebabkan oleh kejelasan mengenai aturanaturan serta hukuman yang diberikan
oleh perangkat hukum memiliki kedudukan yang lebih konkrit ketimbang hukum yang
hanya bersifat moral
3. Hierarki Etika
A. Moralitas Pribadi
 Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah terinternalisasi dalam diri individu.
 Produk dari sosialisasi nilai masa lalu.
 Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang hidup dalam jiwa dan
menuntun perilaku individu.
 Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas kepribadian individu.
 Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan sosial dan organisasi.
B. Etika Profesi
Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional.
Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis,
kualitas kerja, komitmen pada profesi). Dapat dirumuskan ke dalam kode etik
profesional yang berlaku secara universal (cth:PP No. 42 tahun 2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS). Penegakan etika profesi melalui sanksi
profesi (pencabutan lisensi).
C. Etika Organisasi
Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan kehidupan organisasi.
Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi modern (efisiensi,
efektivitas, keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi).
Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku secara universal.
Dalam praktek penegakan kode etik organisasi dipengaruhi oleh kepentingan sempit
organisasi, kepentingan birokrat, atau kepentingan politik dari politisi yang
membawahi birokrat. Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi.
D. Etika Sosial
 Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan hubungan-hubungan
sosial.
 Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika sosial.
 Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup dalam memori publik, dan
terinternalisasi melalui sosialisasi nilai di masyarakat.

Etika sosial menjadi basis tertib masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika sosial, yaitu
melalui penerapan sanksi-sanksi sosial [diberitakan sebagai tersangka].

Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-
tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan berkembang di
dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis
dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat
birokrasi itu sendiri. Munculnya etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat terbentuk
dalam dua macam proses, yaitu :

Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia karena pemahaman dan
keyakinan terhadap suatu nilainilai tertentu (khususnya agama/religi). Diciptakan oleh aturan-
aturan eksternal yang disepakati secara kolektif, misalnya: sumpah jabatan, disiplin, dan
sebagainya. Sumpah jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk etika
birokrasi. Contoh di Singapura menunjukkan bahwa etika berdisiplin (antri, membuang sampah)
dibentuk oleh denda sangat besar bagi pelanggar. Sementara, implementasi etika sebagai suatu
pedoman bertingkah laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (ke
dalam) dan eksternal (keluar). Aspek „kedalam‟, seseorang akan selalu bertingkah laku baik
meskipun tidak ada orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, etika lebih dimaknakan sebagai
moral. Sedangkan dalam aspek „keluar, implementasi Etika akan berbentuk
sikap/perbuatan/perilaku yang baik dalam kaitan interaksi dengan orang lain.

Implementasi Etika Administrasi Publik

/Etika administrasi publik dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para
birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu American Society for
Administration

(ASPA). Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas

pelayanan kepada diri sendiri;

1. Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada akhirnya
bertanggung jawab kepada rakyat

2. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah

3. Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi

4. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik akan
didukung, dijalankan dan dikembangkan

5. Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan, penyuapan,


hadiah, atau faviritisme yang merendahkan jabatan publik untuk kepentingan pribadi tidak
diterima.

6. Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan,
keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih saying.

7. Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Para administrator
publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tetapi juga untuk mengusahakan
hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh semangat dantepat pada
waktunya.

Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa.
Administrasi negara/publik tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa yang digunakan untuk
membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada suatu disiplin ilmu saja – putting
the ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson
(1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian – concern terhadap pelaksanaan suatu
konstitusi ketimbang upaya membuatnya. Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara
dikenal etika administrasi negara yang tujuannya adalah untukmenyelengarakan kegiatan
administrasi negara dengan baik, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti,
saat etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh parampenyelenggara negara
(administrator) maka etika kehidupan berbangsa pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya,
apabilaetika administrasi negara tidak secara benar melandasi setiap, pergerakan dalam
administrasi negara maka dapat diindikasikan begitu banyaknya masalah yang berdampak pada
kehidupan berbangsa.

Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa.
Administrasi negara/publik tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa yang digunakan untuk
membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada suatu disiplin ilmu saja – putting
the ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson
(1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian – concern terhadap pelaksanaan suatu
konstitusi ketimbang upaya membuatnya. Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara
dikenal etika administrasi negara yang tujuannya adalah untuk menyelengarakan kegiatan
administrasi negara dengan baik, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti,
saat etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh para penyelenggara negara
(administrator) maka etika kehidupan berbangsa pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya,
apabila etika administrasi negara tidak secara benar melandasi setiap pergerakan dalam
administrasi negara maka dapat diindikasikan begitu banyaknya masalah yang berdampak pada
kehidupan berbangsa. Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan
berbangsa. Khususnya Etika Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis
yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akannaspirasi rakyat; menghargai
perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar
walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar aparatur memiliki rasa kepedulian tinggi dalam
memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan
sistem nilai, atau tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara. Sebaliknya,
saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka tercipta suatu
ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit diselesaikan di
Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi
dapat lebih baik dengan perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk
karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya memikirkan
kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya
kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya etika administrasi negara yang
mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara
tersebut sangat menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan
pemerintah.

Namun pada kenyataannya, banyak sudah contoh kasus yang ada di Indonesia berkaitan
dengan etika administrasi negara/publik. Mulai dari hal terkecil saat pembuatan KTP, karena
organisasi pemerintah tidak melangsungkan hidupnya dengan etika, makadengan mudah terjadi
praktek pungutan liar yang merugikan masyarakat. Hal itu membuat penilaian tentang buruknya
manajemen pemerintahan yang ada. Seharusnya, dalam keberlangsungan negara, adanya
komunikasi sesuai etika dapat berlangsung dengan benar baik antara pejabat pemerintah sebagai
penyelenggara negara maupun antara rakyat dan pemerintah agar tercipta suatu koordinasi yang
kontekstual dan berdampak positif bagi rakyat dan pemerintah. Dalam etika administrasi negara
yang dapat dikatakan harus melingkupi semua proses penyelenggaraan negara. Namun, pada
prakteknya, kepegawaian di Indonesia seringkali berjalan tidak sesuai dengan etika yang ada.
Dapat dilihat dari awal, proses seleksi saja sudah mengindikasikan adanya kecurangan misalnya
dengan adanya kasus penyuapan untuk diterima sebagai PNS. Kecurangan ini kemudian
berdampak buruk, karena dengankecurangan ini akan timbul sumber daya manusia yang kurang
berkualitas.
BAB III

KESIMPULAN

Penerapan etika administrasi Publik memiliki banyak aspekyang harus dijalankan dengan
sebaik-baiknya, seperti menjalankan asas-asas birokrasi pemerintahan yang baik, dengan
mewujudkan prinsip demokratis, keadilan sosial dan pemerataan, serta mewujudkan
kesejahteraan umum.Etika administrasi publik terbentuk dari kondisi dimana kondisi tersebut
ada di dalam masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya
di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang berada dan
berkembang dalam masyarakat sangat mempengaruhi sikap dan perilaku yang akan dipandang
etis atau tidaknya dalam penyelanggaraan fungsi-fungsi pemerintah yang merupakan bagian dari
fungsi birokrasi sendiri.

Etika sendiri muncul sebagai pedoman bertingkah laku agar dapat terbentuk dalam dua
macam proses yaitu: secara ilmiah yang dimana terbentuknya dalam diri manusia karena
pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu (khususnya agama). Implementasi
etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek,
yaitu internal dan eksternal. Aspek internal, seseorang akan selalu bertingkah laku baik meskipun
tidak ada orang lain di sekitarnya. Dapat diartikan bahwa etika lebih dimaknakan sebagai moral.
Aspek eksternal dapat di implementasikan berbentuk sikap atau perbuatan atau perilaku yang
baik dalam katian interaksi dengan orang lain

Daftar Pustaka

ISMAIL NURDIN, M. S. (2017). Etika Pemerintahan: Norma, Konsep, dan Praktek bagi
Penyelenggara Pemerintahan. Lintang Rasi Aksara Books.

Keraf. A. Sonny. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur. (Yogyakarta:
Kasnisius, 1991). h.23

Wijaya, A.W, 1999. Etika Adminiatrasi Negara, Jakarta, Bumi Aksara

Henry,S. 1995. Kinerja dalam Organisasi. Yogyakarta:Kanisius.


Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu.
Yogyakarta. Gava Media.

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.

Rokhman, Ali. Presentasi: Etika Administrasi Publik. Sadhana, Kridawati. 2010. Etika Birokrasi
Dalam Pelayanan publik. Penerbit Percetakan CV. Citra Malang.

The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai