Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pancasila Menjadi Sistem Etika


Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat
penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu
sistem etika”. Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara
yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung
tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir
bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di
dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan
dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan
etika bukan hal yang susah dan bukan hal yang gampang, karena berasal dari tingkah laku
dan hati nurani.

Pancasila sebagai sistem etika merupakan way of life bangsa Indonesia, juga merupakan
struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap
warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai system etika,
dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga
memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang
dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam
putusan tindakan sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan
moral-akademis.

Pancasila sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima
nilai tersebut membentuk perilaku manusia indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Meskipun nilai-nilai Pancasila merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial,
keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai
pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika merupakan cabang filsafat Pancasila yang dijabarkan melalui sila-sila Pancasila dalam
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Etika
Pancasila cenderung mendekati pada pengertian etika kebajikan dalam sistem pemerintahan.
Hal ini dikarenakan konsep deontologis dan teologis terkandung di dalam Pancasila.
Deontologi artinya Pancasila mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga
negara. Teleologi artinya Pancasila menjadi tujuan dari negara Idonesia. Namun, Pancasila
tetap bersumber pada etika kebajikan. Tidak hanya berorientasi pada kewajiban dan tujuan.
Adapun pemaknaan tersebut di dapatkan dari jenis etika yang mana senantiasa terkait erat
dengan bagaimana manusia bertingkah laku yang baik. Etika bersifat universal, berbeda
dengan etiket yang berlaku pada tempat tertentu (misal adat bertamu orang Jawa berbeda
dengan adat bertamu orang Batak). Etika mencakup norma moral yang bersumber dari hati
nurani demi kenyamanan bersama. Etika memiliki arti watak, sikap, adat atau cara berpikir.
Secara etimologi, etika mengandung arti ilmu mengenai segala sesuatu yang biasa
dilakukan. Etika sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan tata cara hidup yang baik pada
diri sendiri serta orang lain. Etika bertendensi dengan kata moral, berarti berasal dari hati
nurani setiap orang. Pada intinya, etika adalah struktur pemikiran yang disusun guna
memberi tuntunan kepada manusia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai
sistem etika bersumber dari kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indoensia. Selain itu,
Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma dasar (grundnorm) yang digunakan
sebagai pedoman penyusunan peraturan. Secara politis, Pancasila sebagai sistem etika
mengatur masalah perilaku politikus yang berhubungan dengan praktik institusi sosial,
hukum, komunitas, struktur sosial, politik dan ekonomi. Dengan kata lain, para
penyelenggara negara harus mencerminkan etika dari Pancasila.

3.2 Nilai Yang Terkandung Pada Pancasila Sebagai Sistem Etika


Pancasila berasal dari dua kata yaitu panca dan sila. Panca artinya lima, sedangkan sila
artinya dasar atau peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau senonoh. Jadi,
Pancasila adalah lima dasar yang dijadikan acuan dalam bersikap dan bertingkah laku.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan
bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu
tujuan. Sistem nilai dalam pancasila adalah satu kesatuan nilai-nilai yang ada dalam
pamcasila yang saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan ataupun ditukar
tempatkan karena saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Nilai-nilai yang dimaksud
ialah:
1. Nilai Ketuhanan:
Secara hierarkis, nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut
nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini (nilai
ketuhanan). Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah, dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa
setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya
dengan hubungan kasih sayang antarsesama, akan menghasilkan konflik dan
permusuhan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan
toleransi.
2. Nilai Kemanusiaan:
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip
pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan
mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan
sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain seperti
hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu perbuatan dikatakan baik
apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan
keadaban. Dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan contohnya seperti
tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerja sama, dan lain-lain.
3. Nilai Persatuan:
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap
egois dan menang sendiri merupakan perbuatan yang tidak baik, demikian pula sikap
yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakanakan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat
memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan
merupakan perbuatan baik. Dari nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air,
pengorbanan, dan lain-lain.
4. Nilai Kerakyatan:
Dalam kaitannya dengan kerakyatan, terkandung nilai lain yang sangat penting, yaitu
nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat atau kebijaksanaan
berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama
mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibandingkan dengan
pandangan mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya pada peristiwa penghapusan
tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui
tujuh kata tersebut, namun memerhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur)
yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
‘dimenangkan’ atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik
apabila disetujui atau bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas
dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah atau kebijaksanaan. Dari nilai
kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lainlain.
5. Nilai Keadilan:
Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks
manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada
konteks sosial. Suatu perbutan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan
masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain. Dari nilai ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu
dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Dari nilai keadilan juga menghasilkan
nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dan lain-lain.

3.3 Masalah Atau Krisis Etika Di Indonesia


Akhir-akhir ini di beberapa media masa sering kita membaca tentang perbuatan kriminalitas
yang terjadi di negeri ini. Kerusakan moral sudah merebak di seluruh lapisan masyarakat,
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa serta orang yang sudah lanjut usia. Termasuk
yang tidak luput dari kerusakan moral ini adalah remaja. Para ahli pendidikan sependapat
bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah
melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan
dewasa. Ia berada pada masa transisi dan pencarian jati diri, yang karenanya sering
melakukan perbuatan-perbuatan yang dikenal dengan istilah kenakalan remaja. Kenakalan
remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang
dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di
sekitarnya. Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus
sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal.
Ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik
ketenangan orang lain. Kenakalan-kenakalan ringan yang mengganggu ketentraman
lingkungan sekitar seperti sering keluar malam dan menghabiskan waktunya hanya untuk
hura-hura seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi,
berjudi, dan lain-lainnya itu akan merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan orang lain yang
ada disekitarnya. Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja.
Berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor
eksternal. Berikut ini penjelasannya:
1. Faktor Internal
a. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena
remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat
diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'.
Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut,
namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.

2. Faktor Eksternal
a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih saying
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi
perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan
nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan
masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan
kepribadian anak.
b. Minimnya Pemahaman Tentang Keagamaan
Kurangnya Pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan
remaja. Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting
karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena
perubahan waktu dan tempat. Pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui
rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak
yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum
mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Maka pembinaan
moral harus dimulai dari orang tua melalui teladan yang baik berupa hal-hal yang
mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam rumah tangga
remaja akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan moral
dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka
dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan generasi yang
akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat negatif
terhadap remaja itu sendiri. Pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan
semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan pembinaan
moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya setelah mereka remaja bisa
memilah baik buruk perbuatan yang ingin mereka lakukan sesuatu di setiap harinya.

c. Pengaruh dari lingkungan sekitar


Pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering
mempengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya.
Lingkungan adalah faktor yang paling mempengaruhi perilaku dan watak remaja.
Jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti
itu adanya. Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi
baik pula. Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran
dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat
atau pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba.
Sebagaimana diketahui bahwa para remaja umumnya sangat senang dengan gaya
hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggalan
zaman jika tidak mengikutinya.
d. Tempat Pendidikan
Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga
pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada di
sekolah dan jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah melihat di
media adanya kekerasan antar pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah
bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan dan dekadensi moral
yang terjadi di negeri ini.
Selain permasalahan krisisnya etika pada remaja, pentingnya Pancasila sebagai sistem etika
terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia diantaranya:
1. Masih terdapat kasus korupsi yang melemahkan sendi kehidupan negara
2. Masih terdapat kasus terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga menurunkan
sikap toleransi dan menghambat integrase nasional
3. Masih terjadinya pelanggaran atas arti HAM dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
4. Terdapat kesenjangan antara kelompok miskin dan kaya serta masih terdapatnya kaum
marginal di beberapa wilayah yang merasa terasingkan
5. Masih adanya ketidakadilan hukum dalam sistem peradilan di Indonesia
6. Banyak terjadi pengingkaran dalam pembayaran pajak, dan sebagainya.

3.4 Pancasila Dapat Merubah Dan Mengatur Etika Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini.
Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah
laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian yang adil dan beradab” tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil
besar. Setiap sila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan
yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya,
diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia
monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat
(individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang
bersifat organis dan harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun
saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis
sebagai kesatuan organis. Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma
dan moral. Berikut pembahasan hubungan dan pengertian tiap-tiapnya.
a. Pengertian
Nilai: Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri
Norma: Aturan tingkah laku yang ideal
Moral: Integritas dan martabat pribadi manusia
Etika: memiliki makna suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan
pandangan moral.
b. Hubungan nilai, norma dan moral
Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup
erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat
diringkas sebagai berikut:
1. Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh
manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu
pertimbangan batiniah manusia. Nilai dapat bersifat subyektif bila diberikan oleh
subjek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepas arti penilaian
manusia.
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Norma hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya karena dapat
dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum.
3. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
4. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada
sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
5. Moral dan etika sangat erat hubungannya. Etika adalah ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas. Pada hakikatnya segala sesuatu itu
bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut
dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan
penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam
rangka penggolongan tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu:
a. Nilai kebenaran
b. Nilai keindahan
c. Nilai kebaikan
d. Nilai religious

Hal yang sangat penting dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika meliputi:
1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan penentu sikap, tindakan serta
keputusan yang akan diambil setiap warga negara.
2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara agar memiliki orientasi yang
jelas dalam pergaulan regional, nasional dan internasional.
3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat penyelenggara negara sehingga
mencerminkan semangat kenegaraan berjiwa Pancasila.
4. Pancasila menjadi filter terhadap pluralitas nilai yang berkembang dalam berbagai
bidang kehidupan

3.5 Alasan Bangsa Indonesia Memerlukan Pancasila Sebagai Sistem Etika


Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara
tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara,
niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu
diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Korupsi akan merajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu
normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk. Pancasila
sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik dan buruk. Archie
Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua
hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia,
maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang
menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi),
maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja.
2. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga
membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat
pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda
Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral
itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi
justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain
penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang
tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu
menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama
dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
3. Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia
ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-
kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak
yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain.
Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke
dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM.
4. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global
warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan
bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat
tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung
memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan
sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang
paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan
perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi
maupun perusahaan yang terlibat.

Anda mungkin juga menyukai