Anda di halaman 1dari 20

Tugas Individu

MATA KULIAH PANCASILA

Nama :Rusman

NIM : S.0021.P2.034

Kelas : Non Reguler

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA KESEHATAN KENDARI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2021
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Pancasila sebagai Sistem Etika Etika merupakan cabang filsafat Pancasila yang
dijabarkan melalui sila-sila Pancasila dalam mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Etika Pancasila cenderung mendekati pada pengertian
etika kebajikan dalam sistem pemerintahan. Hal ini dikarenakan konsep deontologis dan
teologis terkandung di dalam Pancasila. Deontologi artinya Pancasila mengandung kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh warga negara. Teleologi artinya Pancasila menjadi tujuan dari
negara Idonesia. Namun, Pancasila tetap bersumber pada etika kebajikan. Tidak hanya
berorientasi pada kewajiban dan tujuan. Adapun pemaknaan tersebut di dapatkan dari jenis
etika yang mana senantiasa terkait erat dengan bagaimana manusia bertingkah laku yang
baik. Etika bersifat universal, berbeda dengan etiket yang berlaku pada tempat tertentu (misal
adat bertamu orang Jawa berbeda dengan adat bertamu orang Batak). Etika mencakup
norma moral yang bersumber dari hati nurani demi kenyamanan bersama.

Etika memiliki arti watak, sikap, adat atau cara berpikir. Secara etimologi, etika
mengandung arti ilmu mengenai segala sesuatu yang biasa dilakukan. Etika sangat erat
kaitannya dengan kebiasaan dan tata cara hidup yang baik pada diri sendiri serta orang lain.
Etika bertendensi dengan kata moral, berarti berasal dari hati nurani setiap orang. Pada
intinya, etika adalah struktur pemikiran yang disusun guna memberi tuntunan kepada
manusia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika bersumber dari
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indoensia. Selain itu, Pancasila sebagai sistem etika
terdapat dalam norma dasar (grundnorm) yang digunakan sebagai pedoman penyusunan
peraturan. Secara politis, Pancasila sebagai sistem etika mengatur masalah perilaku politikus
yang berhubungan dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur sosial, politik
dan ekonomi. Dengan kata lain, para penyelenggara negara harus mencerminkan etika dari
Pancasila.

Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia,
juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau
panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.
Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas
dalam diri setiap individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila sebagai sistem etika
merupakan moral guidance yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang
melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu
diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga mampu mencerminkan
pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.

Pancasila yang terdiri dari lima sila yaitu yang pertama adalah, Ketuhanan yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan yang terakhir
adalah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertama, Nilai Ketuhanan: Secara hierarkis, nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai
yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan
diturunkan dari nilai ini (nilai ketuhanan). Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak
bertentangan dengan nilai, kaidah, dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris
bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum Tuhan,
baik itu kaitannya dengan hubungan kasih sayang antarsesama, akan menghasilkan konflik
dan permusuhan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan
toleransi. (Ngadino Surip, dkk, 2015: 180)

Kedua, Nilai Kemanusiaan: Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan
dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin, jasmani dan
rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-
hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk
lain seperti hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu perbuatan dikatakan
baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan
dan keadaban. Dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan contohnya seperti
tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerja sama, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino
Surip, dkk, 2015: 180)

Ketiga, Nilai Persatuan: Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat


memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
yang tidak baik, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin
seseorang seakanakan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun
apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut
pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Dari nilai persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk,
2015: 180)

Keempat, Nilai Kerakyatan: Dalam kaitannya dengan kerakyatan, terkandung nilai


lain yang sangat penting, yaitu nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat atau kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah
dibandingkan dengan pandangan mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya pada
peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar
anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memerhatikan kelompok yang sedikit
(dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan
minoritas ‘dimenangkan’ atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum
tentu baik apabila disetujui atau bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik
jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah atau kebijaksanaan. Dari
nilai kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lainlain. (Ibid,
Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)

Kelima, Nilai Keadilan: Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata
tersebut dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila
kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbutan dikatakan baik apabila sesuai
dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan
merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan
sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain. Dari nilai ini
dikembangkanlah perbuatan yang luhur mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Dari nilai
keadilan juga menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dan
lainlain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)
Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika

dalam Kehidupan Pancasila sebagai sistem etika memerlukan kajian kritis-rasional


terhadap nilai moral yang hidup agar tidak terjebak dalam pandangan yang bersifat mitos.
Misalnya korupsi terjadi karena pejabat diberi hadiah oleh seorang yang membutuhkan
sehingga urusannya lancar. Dia menerima hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut
memberikan bantuan. Sehingga tidak tahu kalua perbuatannya dikategorikan dalam bentuk
suap. Hal yang sangat penting dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi:

1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan penentu sikap, tindakan serta
keputusan yang akan diambil setiap warga negara.

2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara agar memiliki orientasi yang
jelas dalam pergaulan regional, nasional dan internasional

3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat penyelenggara negara sehingga
mencerminkan semangat kenegaraan berjiwa Pancasila

4. Pancasila menjadi filter terhadap pluralitas nilai yang berkembang dalam berbagai
bidag kehidupan

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai system etika
meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai system etika berarti menempatkan Pancasila


sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan
yang diambil setiap warga negara.

2. Pancasila sebagai system etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga
memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan, baik local, nasional, regional,
maupun internasional.

3. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan
yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara
kebangsaan yang berjiwa Pancasila.

4. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai
yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang
memengaruhi pemikiran warga negara..
PANCASILA SEBAGAI SISTEM PENYELENGGARA
PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Pancasila sebagai dasar negara tentunya menjadi sebuah pedoman dalam hidup
berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya Pancasila mengandung nilai-nilai yang diambil dari
segi kehidupan bangsa Indonesia. Setiap nilai merupakan acuan untuk taraf hidup yang lebih
baik. Dalam setiap negara mempunyai sebuah sistem yang dianutnya sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Negara Indonesia merupakan negara Kesatuan, dimana pemerintahan
kita menganut sistem presidensial, yaitu sistem yang penyelenggaraan pemerintahannya
dipimpin oleh seorang presiden. Seorang Presiden mempunyai hak dan wewenang penuh
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Serta presiden pula yang bertanggungjawab
akan penyelenggaran pemerintahan untuk mencapai tujuan negara yang termaktub dalam
alinea IV pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Selain itu dalam penyelenggaraan pemerintahan, negara Indonesia mempunyai


hubungan antar Lembaga yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang tujuannya adalah untuk
memperlancar pembangunan. Maka terbagilah urusan pemerintahan kedalam pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah. Dalam setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan nilai-
nilai Pancasila tidak dapat dipisahkan, karena nilai sendiri merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi negara sehingga dapat menyadarkan akan harjat dan martabatnya. Nilai suatu

Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa
Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural,
dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila
mengandung nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas
kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan Bangsa
Indonesia merebut kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural mengandung makna bahwa
Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai
dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai
landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan
pemerintahan (Rozak, 2016)

1. Tata Nilai Spiritual

Spiritual erat kaitannya dengan perkembangan perilaku. Pembentukan perilaku


terjadi melalui proses interaksi manusia dengan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan
berperan dalam pembentukan perilaku manusia. (Istiana, Islamiah, & Sutjihati, 2018). Tata
nilai spiritual tergambar dari sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai ketakwaan dan keimanan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini diimplemetasikan sebagai segala bentuk kewajiban
dan larangan yang harus dipatuhi oleh masing-masing pemeluk agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menjadi landasan seluruh nilai dari falsafah
negara. Oleh karena itu, dituliskan sebagai sila pertama. Termasuk di dalam nilai ini adalah
bahwa perjuangan rakyat Indonesia sampai saat ini sejak perjuangan merebut kemerdekaan
Indonesia dan mempertahankan Indonesia, adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia
yang harus selalu dipegang erat.
2. Tata Nilai Kultural

Tata nilai kultural atau dimensi kultural mempunyai makna bahwa Pancasila
merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan dasar negara yang
terbentuk dari kebudayaan dan nilai-nilai luhurnya. Nilai-nilai tersebut dapat kita lihat dalam
implementasi kearifan lokal. Kearifan lokal adalah salah satu bentuk warisan budaya yang
ada di masyarakat dan dilaksanakan secara turun-menurun oleh masyarakat dalam wilayah
budaya tersebut (Hasselbalch, 1993). Salah satu kearifan lokal yang dipegang bangsa
Indonesia adalah gotong royong, melalui pemberdayaan kelembagaan gotong royong pada
masyarakat adat, akan membentuk kekuatan sinergis dalam masyarakat adat dan bangsa
Indonesia (Pranaji, 2009). Nilai kultural ini telah mengakar kuat sejak zaman nenek moyang
Indonesia. Terbukti bahwa kata Pancasila sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta yang
menjadi bahasa nenek moyang Indonesia. Dalam nilai kultural Pancasila tercantum bahwa
Bangsa Indonesia sejak dahulu merupakan Bangsa yang beradab, saling tolong menolong,
selalu bergotong royong dalam segala bidang, dan musyawarah untuk mencapai mufakat.

3. Tata Nilai Instisusional

Tata nilai atau dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila menjadi
landasan utama untuk mencapai cita-cita, ide atau gagasan, dan tujuan bernegara. Dengan
semangat Pancasila diharapkan semua tujuan pembangunan nasional dan tujuan bernegara
dapat tercapai. Cita-cita dan tujuan negara, yang juga tercantum dalam alinea 4 Pembukaan
UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan dan cita-cita tersebut secara institusinal dapat
tercapai dengan persatuan dan kesatuan Indonesia, ditambah dengan nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab. Di mana kerja keras dan semangat membangun menjadi ciri khasnya.
Nilai institusional juga berarti bahwa setiap tujuan berlandaskan Pancasila harus dicapai
dengan semangat juang yang keras yaitu bermula dari motivasi kerja. Motivasi kerja
merupakan dorongan untuk berkerja dari dalam dan luar diri seserang (Hidayati, 2010).
Setiap orang yang berkerja keras dengan motivasi tinggi mudah dalam mencapai sesuatu.
Begitupun dalam sebuah bangsa, dengan semangat kerja dan rasa persatuan tinggi dakam
nilai pancasila maka tujuan negara dapat direalisasikan.

Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah

Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia dilaksanakan dengan pembagian


kekuasaan. kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi
orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dihendaki atau diperintahkannya.
Adapun kekuasaan negara merupakan kewenangan negara mengatur seluruh rakyat untuk
mencapai Nilai Pancasila Dalam Pelaksaan Penyelenggaraan Pemerintah

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, bagaimana nilai-nilai


Pancasila dapat diterapkan dengan baik? Dalam penyelenggaraan Pemerintahan esensi atau
makna Pancasila harus ada di setiap perumusan kebijakan dan implementasinya. Artinya,
dalam penyelenggaraan pemerintahan harus mengandung tata nilai spiritual sehingga merasa
bahwa Tuhan Yang Maha Esa selalu mengawasi dan ada, menghindari praktek yang
menyimpang dan diskriminatif. Begitu pula dengan nilai kultural dan institusional Pancasila,
semua menjadi ruh pada penyelenggaraan pemerintahan.

Kemampuan analisis adalah kemampuan dalam menunjukkan hubungan antar


bagian dalam suatu permasalahan dan dapat melihat penyebab dari suatu kejadian (Nisa,
Nadiroh, & Siswono, 2018). Pengkajian Pancasila secara filosofis dapat diartikan bertujuan
untuk mencapai hakikat atau makna tedadalam dari Pancasila itu sendiri. Berdasarkan
analisis makna dari nilai-nilai Pancasila maka diharapkan akan diperoleh makna yang akurat
dan mempunyai nilai filosofis dalam penerapann penyelenggaraan pemerintahan

Nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diurai


berdasarkan masing-masing sila Pancasila, sebagai berikut:

1. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Setiap penyelenggaraan pemerintahan, dan semua individu yang terkait di dalamya


meyakini dan mengimani adanya Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaan
terhadap tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian diskriminasi, penyelewengan, dan segala
bentuk ketidakadilan dapat dihindari. Nilai sila pertama ini akan menjiwai seluruh sila lain
dan seharusnya menjiwai seluruh aktivitas penyelenggraan pemerintahanNilai-nilai tersebut
diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai berikut: (Rozak, 2016)

Pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.Menjamin
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.Tidak
memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum
yang berlaku. Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia. Menjamin berkembang
dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama.
Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi
mediator ketika terjadi konflik antar agama. (Rozak, 2016)

2. Nilai Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab

Penyelenggara pemerintahan harus mempunyai nilai kemanusiaan yang adil dan


beradab. Dengan demikian, pemerintah akan mengakui adanya martabat manusia, adil
terhadap manusia, dan tidak lupa untuk bersikap baik dengan lingkungan alam.. Masyarakat
adil dan makmur akan tercipta dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan. Nilai sila
kedua Pancasila, diimplemantsikan dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai berikut:
(Rozak, 2016)

Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makluk Tuhan. Karena


manusia mempunyai sifat universal.Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa, hal ini juga bersifat universal.Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak
lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan
peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika
terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena Keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.

3. Nilai Sila Persatuan Indonesia

Persatuan Indonesia adalah persatuan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia


dan seluruh suku, rasa dan agama yang ada seluruh wilayah tersebut. Bangsa yang memiliki
keanekaragaman seperti Indonesia, tentunya akan sulit untuk membangun bangsa dan
negaranya apabila tidak dibersamai oleh persatuan dan kesatuan. Makna nilai sila persatuan
Indonesia dalam penyelenggarana pemerintahan, antara lain: (Rozak, 2016)

Nasionalisme Cinta bangsa dan tanah air Menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan
warna kulit. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan.
4. Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan

Dalam sila keempat, nilai yang terkandung adalah makna demokrasi, di mana
kedaulatan berada di tangan rakyat dan musyawarah dalam setiap keputusan. Nilai-nilai
Pancasila dalam penyelenggaraan Pemerintahan sila keempat dalam penyelenggara
pemerintahan, yaitu: (Rozak, 2016)

 Hakikat Sila ini adalah demokrasi.

 Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.

 Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru


sesudah itu diadakan tindakan bersama.

 Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara
bulat.

Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat
bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran
bersama.Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu
terletak pada permusyawaratan rakyat.

5. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Perwujudan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah meliputi
seluruh rakyat Indonesia. dan mencakup semua bidang kehidupan seperti sosial, ekonomi,
ideologi, politik, sosial serta kebudayaan. Maka nilai-nilai sila kelima Pancasila dalam
penyelenggaraan pemerintahan, meliputi : (Rozak, 2016)

 Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan
berkelanjutan.

 Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama


menurut potensi masing-masing.

 Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai
dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari
nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan
norma hukum di Indonesia.

Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem
hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma
dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau
staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di
Indonesia. Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada.

Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-


program pembangunan, dan peraturanperaturan lain pada hakikatnya merupakan nilai
instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila. Kedudukan pancasila
sebagai dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 ini bersifat yuridis - konstitusional.
Artinya nilai pancasila sebagai norma dasar negara (Grundnorm, kaidah negara yang
fundamental) bersifat imperatif ; artinya mengikat dan memaksa semua yang ada didalam
wilayah kekuasaan hokum negara RI untuk setia melaksanakan, mewariskan,
mengmbangkan dan melestarikannya.

Pancasila sebagai dasar - dasar filosofis terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
yang merupakan kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme. Dengan tidak
diubahnya Pembukaan UUD 1945, maka tidak berubah pula kedudukan pancasila sebagai
dasar - dasar filosofis bangunan negara republik Indonesia, yang berubah adalah sistem dan
institusi untuk mewujudkan cita-cita berdasarkan nilai-nilai pancasila dan perkembangan
masyarakat. Pancasila mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak
masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi kita mengakui
secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme. Tujuan

Pancasila Sebagai Dasar Negara Dasar negara adalah landasan kehidupan


berbangsa dan bernegara yang keberadaannya wajib dimiliki oleh setiap negara dalam setiap
detail kehidupannya. Dasar negara bagi suatu negara merupakan suatu dasar untuk
mengatur semua penyelenggaraan yang terbentuk dalam sebuah negara. Negara tanpa dasar
negara berarti negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara, maka akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas,
sehingga memudahkan munculnya kekacauan.

Dasar negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup norma bernegara, cita-
cita negara, dan tujuan negara. Istilah dasar negara terbentuk dari dua kata yaitu dasar dan
negara. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata dasar berarti: bagian yang terbawah,
alas, fundamental, dan asas pokok atau pangkal (suatu pendapat atau aturan, dsb).
Sedangkan kata negara berarti: Persekutuan bangsa dalam satu daerah yang tentu batas -
batasnya yang diperintah dan diurus oleh badan pemerintahan yang teratur, dan Daerah
dalam lingkungan satu pemerintah yang teratur.

Sebagai suatu konsep norma hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber
hukum dalam suatu negara yang berintikan seperangkat nilai yang bersifat menyeluruh dan
mendalam sebagai fandemen yang kokoh dan kuat serta bersumber dari pandangan hidup
serta cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan kepribadian yang tumbuh
dalam sejarah perkembangan suatu negara dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum dapat
dijabarkannya suatu sistem dalam sturktur fungsi pancasila sebagai: Pancasila sebagai dasar
negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum)
Indonesia.

1. Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan
UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.

2. Mewujudkan cita - cita sebagai dasar hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.

3. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 dengan isi yang
mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara yang lain termasuk para
penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita rakyat yang
bermoral luhur.

4. Pancasila sebagi sumber semangat kebangsaan bagi UUD 1945, penyelenggara negara,
pelaksana pemerintah, termasuk penyelenggara parati dan golongan fungsional.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM PARADIGMA DALAM
PEMBANGUNAN

Paradigma adalah asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum


(merupakan suatu sumber nilai) yang merupakan sumber hukum, metode serta cara
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, dan karakter
ilmu pengetahuan tersebut. Paradigma adalah cara mendasar untuk memahami, berpikir,
menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas.
Harmon (dalam Moleong, 2004: 49):

Istilah tersebut berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia, serta ilmu
pengetahuan (politik, hukum, budaya, ekonomi, dll) Istilah paradigma mengandung konotasi
pengertian sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, arah, dan
proses dalam bidang tertentu termasuk bidang pembangunan.

Pancasila adalah paradigma, sebab Pancasila dijadikan landasan, acuan, metode,


nilai, dan tujuan yang ingin dicapai dalam program pembangunan. Pancasila sebagai
paradigma pembangunan, artinya Pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang
merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan nasional.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Pancasila sebagai paradigma dijabarkan dalam pembangunan sehingga proses dan


hasil pembangunan sesuai dengan Pancasila. Misalnya : Pembangunan tidak boleh bersifat
pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan
mengabaikan pertimbangan etis.

Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani Ideologi
tertentu dan mengabaikan manusia nyata. Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu
pembangunan tidak boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan
martabat bangsa. Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya melibatkan
masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
kebutuhan mereka. Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan
sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan
struktural. Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat malasnya
individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial
yang tidak adil.

Sebagai paradigma pembangunan, Pancasila mempunyai kedudukan sebagai:

• Cita-cita bangsa Indonesia

• Jiwa bangsa.

• Moral Pembangunan.

• Dasar negara Republik Indonesia.

Sistem dan kebijakan ekonomi merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi
keberhasilan pembangunan nasional. Falsafah yang menjadi landasan tindakan masyarakat
adalah falsafah yang telah berakar dalam masyarakat (tertuang dalam UUD serta menjadi
keyakinan masyarakat). Falsafah negara dapat mempengaruhi sistem ekonomi. Selanjutnya,
sistem ekonomi akan berpengaruh pada sistem pemilikan aset produktif, mekanisme
pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi, dan masalah kebijakan ekonomi serta
sasaran-sasarannya.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Demi memenuhi kebutuhan ekonominya, sekelompok masyarakat/bangsa memiliki


pemikiran dan cara-cara yang berlainan sehingga memberi corak tersendiri terhadap sistem
perekonomian yang dijalankan. Secara garis terdapat beberapa tipe sistem ekonomi di dunia:

1. Sosialis Komunis

2. Liberal Kapitalis

3. Campuran

 Liberal KapitalisUSA & MBE

1. Pemilikan faktor produksi oleh individu

2. Mekanisme pasar adalah kompetisi

3. Pengaruh pemerintah kecil

 Sosialis KomunisChina

1. Pemilikan faktor produksi secara bersama

2. Pengaruh pemerintah kuat

3. Perencanaan dari pusat

 Campurannegara-negara berkembang (emerging markets) seperti: Indonesia, Malaysia

1. Pemilikan faktor produksi oleh individu tetapi bersifat social


PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pancasila digali dari nilai-nilai sosio-budaya bangsa Indonesia dan diperkaya oleh
nilai-nilai dan masukan pengalaman bangsa-bangsa lain. Pancasila adalah weltanschauung
(way of life) bangsa Indonesia. Uniknya, nilai-nilai Pancasila yang bertumbuh kembang
sebagai kepribadian bangsa itu merupakan filsafat sosial yang wajar (natural social
philosophy).

Nilai-nilai itu bukan hasil pemikiran tunggal atau suatu ajaran dari siapa pun.
Lazim dipahami setelah menjadi konsensus nasional dan ditetapkan sebagai dasar negara
(filsafat negara) Republik Indonesia, Pancasila adalah pedoman sekaligus cita - cita bersama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara formal, yuridis -
konstitusional, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara bersifat imperatif.
Namun, kita juga menyadari bahwa pengamalannya dalam keseharian hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara masih akan selalu menghadapi berbagai ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan. Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah
bermetamorfosa dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran
yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin
terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian
bangsa.

Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya
akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa
dan negara Indonesia. Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila
terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain
memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian
masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha
bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa
yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama,
bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar
setiap manusia Indonesia. Oleh karena itu Pancasila sebagai system filsafat dapat ditinjau
dari 3 (tiga) Aspek, yakni : Aspek Ontologis, Aspek Epistemologis dan Aspek Aksiologis

1. Aspek Ontologis Penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu : alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah
mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain :

 Tuhan yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan


bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;

 Ada - kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur,
pertambangan, dan sebagainya;

 Eksistensi subyek / pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia


(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional,
merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak
dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial - horisontal dengan alam
dan sesama manusia), sekaligus secara sosial - vertikal universal dengan Tuhan.
Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani - rohani, karya dan
kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;

 Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang
unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan
kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga,
masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan
teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita - cita sehingga kreatif, produktif,
etis, berkebajikan;

 Eksistensi bangsa - negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang
merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan
nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi
perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.

2. Aspek Epistemologis Sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai - nilai dan azas-azas:

 Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat


dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan.
Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra,
akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia
sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan / keagamaan.

 Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:

 Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosial -
budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;

 Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada / berkembang, kepustakaan,


dokumentasi;

 Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.

 Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis: atas Pengetahuan


indrawi, Pengetahuan Ilmiah, Pengetahuan filosofis dan Pengetahuan Religius.

 Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah
perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya
umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya
adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan
para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk
kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara
lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu
menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan
berkarya.

 Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk


menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan
kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam
semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan
kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan
kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur.
Berilmu / berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia
dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara „melampaui
tapal batas‟ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang
dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional
adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.

3. Aspek Aksiologis Menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok - pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:

 Tuhan yang mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi
beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat
manusia secara psikologis - spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut
ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan
pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi
keharmonisan dan kelestarian hidup.

 Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup
manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).

 Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi:
Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri
(kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan
sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula
dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai
dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya

 Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan


dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau „konsumen‟ nilai yang
bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama
sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual
maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to
be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam
keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.

 Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuh kembang dari


hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan,
tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal
kebajikan bagi sesama.

 Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani
sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat
metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur
itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara
sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah
produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan
karyanya.
 Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat
kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam
aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).

 Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud


dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai
ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI NEGARA

Ideologi berasal dari kata „idea‟ = gagasan, konsep, pengertian dasar, citacita.
„logos‟= ilmu. Kata idea berasal dari kata bahasa Yunani „eidos‟=bentuk. „Idein‟= melihat.
Secara harfiah, Ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ideide (the science of ideas), atau
ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Ideologi menurut Kamus Umum Bhs Indonesia
adalah keyakinan yang dicita - citakan sebagai dasar pemerintahan negara. Sedangkan
pengertian „ideologi‟ secara umum adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide - ide, keyakinan -
keyakinan, kepercayaan - kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut
dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam pelbagai bidang kehidupan
yang menyangkut bidang politik (termasuk bidang pertahanan dan keamanan), bidang sosial,
bidang kebudayaan, dan bidang keagamaan. Di dalam Pancasila telah tertuang cita-cita, ide-
ide, gagasan-gagasan yang ingin dicapai bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila
dijadikan Ideologi Bangsa., dikenal 2 (dua) Ideologi, yaitu : Ideologi Terbuka dan Ideologi
Tertutup.

A. Ideologi Terbuka

Ideologi Terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka sedangkan ideologi


tertutup merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri khas Ideologi tertutup :

1. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-cita
satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan
membaharui masyarakat. Hal ini berarti demi ideologi masyarakat harus berkorban
untuk menilai kepercayaan ideologi dan kesetiaannya sebagai warga masyarakat.

2. Isinya bukan hanya berupa nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan terdiri dari
tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras. Jadi ideologi tertutup bersifat
totaliter dan menyangkut segala segi kehidupan. Ciri khas ideologi terbuka :

 Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil
dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.

 Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil


musyawarah.

 Tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dan ditemukan masyarakat itu
sendiri.

 Isinya tidak operasional. Menjadi operasional ketika sudah dijabarkan ke dalam


perangkat peraturan perundangan. Jadi ideologi terbuka adalah milik seluruh
rakyat dan masyarakat dalam menemukan dirinya, kepribadiannya di dalam
ideologi tersebut

B. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideologi terbuka maksudnya adalah Pancasila bersifat aktual,


dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Sebagai suatu ideologi terbuka, Pancasila memiliki dimensi :
1. Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yang
bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikat nilai yang terkandung dalam lima sila
Pancasila.

2. Dimensi normatif, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan


dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

3. Dimensi realistis, harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan
sehari - hari sehingga bersifat realistis artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan
nyata dalam berbagai bidang.

Keterbukaan Pancasila dibuktikan dengan keterbukaan dalam menerima budaya


asing masuk ke Indonesia selama budaya asing itu tidak melanggar nilai-nilai yang
terkandung dalam lima sila Pancasila. Misalnya masuknya budaya India, Islam, barat dan
sebagainya. Pancasila Sebagai Sumber Nilai Nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan,
nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Makna Nilai dalam
Pancasila

 Nilai Ketuhanan Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan
beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat
beragama.

 Nilai Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.

 Nilai Persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam


kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..

 Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan / Perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan.

 Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan
Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke
dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut
menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas
dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara
Indonesia.
 Pentingnya Paradigma Dalam Pembangunan Pembangunan yang sedang
digalakkan memerlukan paradigma, suatu kerangka berpikir atau suatu model
mengenai bagaimana hal-hal yang sangat esensial dilakukan. Pembangunan dalam
perspektif Pancasila adalah pembangunan yang sarat muatan nilai yang berfungsi

PENGARUH ASPEK KETAHANAN NASIONAL DI KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT

Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia


yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, melalui pengatuaran dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam
seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila,
UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.

Tiap-tiap aspek, terutama aspek-aspek dinamis, di dalam tata kehidupan nasional


relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan sehingga interaksinya menciptakan
kondisi umum yang sangat kompleks dan amat sulit. Dari pemahaman tentang hubungan
tersebut tentang gambaran bahwa Konsepsi Ketahanan Nasional akan menyangkut hubungan
antara aspek yang mendudung kepribadian yaitu :

1. Aspek yang berkaitan dengan alam besifat stasti, yang meliputi Aspek Geografi, Aspek
Kependudukan, dan aspek Sumber Kekayaan Alam.

2. Aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis, yang meliputi Aspek Ideologi, Aspek
Politik, Aspek Sosial Budaya, dan Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Ketahanan pada Aspek Ideologi

1. Konsepsi tentang Ketahanan Ideologi Ketahanan ini mengandung keuletan dan


ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan serta gangguan dari luar maupun dari dalam secara langsung
maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi
bangsa dan negara Republik Indonesia. Pelaksanaan obyektif adalah pelaksanaan nilai-
nilai yang secara surat terkandung dalam ideologi atau paling tidak secara tersirat dalam
UUD 1945 serta secara peraturan perundang-undangan dibawahnya dan nsegala kegiatan
penyelenggaraan negara. Pelaksanaan subyektif adalah pelaksanaan nilai-nilai tersebut
oleh masing-masing individu dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan warga negara. Pancasila mengandung sipat idealistik, realistik dan
pleksibel, serhingga terbuka terhadap perkembangan yang terjadi. Pancasila sebagai dasar
negara Republlik Indonesia terhadap dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, ketetapan
MPR RI No. 2 XVIII/MPR/1998. Pancasaila sebagai ideologi nasional terhadap dalam
ketetapan MPR RI no.2 XVIII/MPR/1998. Pancasila sebagai pandangan hidup dan sumber
hukum terhadap ketetapan MPR RI no.2 XX/MPRS/1966 yo ketetapan MPR RI no.2
IX/MPR/1978.
2. Pembinaan Ketahanan Ideologi

Upaya memperkuat ketahanan Ideologi memerlukan langkah pembinaan berikut:

a) Pengamalan Pacasila secara obyektif dan subyektif terus dikembangkan serta


ditingkatkan.
b) Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlefansikan dan di aktualisasikan
nilai instrumentalnya agar tetap mampu membimbing dan mengarahkan
kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, selaras dengan
peradaban dunia yang berubah dengan cepat tanpa kehilangan jati diri bangsa
Indonesia.

c) Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep wawasan Nusantara yang bersumber dari
Pancasila harus terus di kembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat yang
majemuk sebagai upaya untuk selalu menjaga persatuan bangsa dan kesatuan
wilayah serta moralitas yang royal dan bangga terhadap bangsa dan negara.
Disamping itu anggota masyarakat dan pemerintah perlu bersikap wajar terhadap
kebhinekaan.

d) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia
harus dihayati dan diamalkan serta nyata oleh setiap penyelenggaraan negara,
lembaga kenegaraan, lembaga kemasyarakatan, serta setiap warga negara
Indonesia, agar kelestarian dak keampuhannnya terjaga dan tujuan nasional serta
cita-cita bangsa Indonesia terwujud, dalam hal ini suri tauladan para pemimpin
panyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat merupakan hal yang sangat
mendasar.

e) Pembangunan, sebagai pengamalan Pancasila, harus menunjukan keseimbangan


antara Fisik material dcngan mental spiritual untuk menghindari tubuhnya
materialisme dan skuarisme. Dengan memperhatikan kondisi geografi Indonesia,
pembangunan harus adil dan merata di seluruh wilayahuntuk memupuk rasa
persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.

f) Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara
mengintegrasikannya. Ke dalam mata pelajaran lain seperti pendidikan budi
pekerti, pendidikan sejara perjuangan bangsa, bahasa Indonesia dan
kepramukaan. Pendidikan Moral Pancasila juga perlu diberikan kepada masyarakat
luas secara non formal.

Anda mungkin juga menyukai