Anda di halaman 1dari 152

BAB 1

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

DALAM INTERAKSI SOSIAL BERBANGSA

Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia,


untuk memberikan pedoman bagi seluruh warga negara
Indonesia dalam bersikap dan berperilaku. Pancasila sebagai
sistem etik dimaksudkan agar mengembangkan dimensi
moralitas pada setiap individu agar mempunyai kemampuan
serta menanamkan sikap spiritualitas dalam hidup, baik itu
dilingkungan masyarakat, berbangsa maupun bernegara.
Pancasila adalah tuntunan moral yang dapat diaktualisasikan
ke dalam tingkah laku nyata, yang menyangkut berbagai
aspek kehidupan. Oleh sebab itu, Sila-Sila Pancasila perlu
dinyatakan lebih lanjut menjadi keputusan-keputusan agar
dapat mencerminkan pribadi yang bertaqwa, utuh, serta
berwawasan moral-akademik.

A. Pengertian Pancasila
Pancasila berasal dari 2 kosakata yakni Panca dan
Sila. Panca bermakna lima dan Sila bermakna dasar atau
aturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang
baik. Jadi, Pancasila merupakan lima landasan yang

1
digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam bersikap
dan berperilaku.

B. Pengertian System
Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari
komponen-komponen atau elemen-elemen yang dirangkai
untuk memperlancar arus informasi, material atau energi
sehingga menghasilkan suatu tujuan. Sistem nilai dalam
pancasila merupakan kesatuan nilai-nilai yang ada dalam
pancasila yang satu sama lain saling terkait, tidak dapat
dipisahkan atau dipertukarkan karena saling terkait satu
sama lain. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:
1. Nilai KeTuhanan: Secara hirarki, nilai ini bisa
dikatakan sebagai nilai tertinggi sebab menyangkut
nilai absolut. semua nilai yg baik asal berasal nilai ini
(nilai ketuhanan). Suatu perbuatan dikatakan baik Jika
tidak bertentangan dengan nilai, aturan, dan hukum
yang kuasa. Pandangan demikian bisa dibuktikan
secara realitas bahwa setiap perbuatan yang
melanggar nilai-nilai, hukum-aturan, dan hukum-
hukum tuhan, baik yang berkaitan menggunakan
korelasi afeksi antar insan, akan mengakibatkan
perseteruan serta permusuhan. dari nilai-nilai
ketuhanan membentuk nilai-nilai spiritualitas,

2
ketaatan, dan toleransi. (Ngadino Surip, dkk, 2015:
180).
2. Nilai kemanusiaan: Suatu perbuatan dikatakan baik
Bila sesuai dengan nilai humanisme. Prinsip dasar
nilai humanisme Pancasila ialah keadilan dan
keadaban. Keadilan menuntut keseimbangan, antara
tubuh dan jiwa, tubuh dan roh, individu dan sosial,
makhluk tuhan yang berdikari dan mandiri yang
terikat oleh hukum-hukum ilahi. Peradaban
menunjukkan keunggulan insan dibandingkan
menggunakan makhluk lain mirip binatang, tanaman
serta benda mangkat . oleh sebab itu, suatu perbuatan
dikatakan baik Bila sinkron dengan nilai-nilai
kemanusiaan sesuai konsep keadilan dan keadaban.
Nilai kemanusiaan membentuk nilai-nilai moral mirip
gotong royong, menghargai, menghormati, kerjasama,
serta lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 180).
3. Nilai Persatuan: Suatu perbuatan dikatakan baik Jika
dapat memperkokoh persatuan serta kesatuan. Egois
serta menang sendiri merupakan perbuatan yang tidak
baik, sekaligus sikap yg memecah belah persatuan.
Sangat mungkin seseorang terkesan mendasarkan
tindakannya atas nama agama (sila 1), tetapi Jika
tindakan tadi dapat Mengganggu persatuan serta

3
kesatuan maka dalam pandangan etis pancasila
bukanlah perbuatan baik. dari nilai persatuan itu
menghasilkan nilai-nilai cinta tanah air, pengorbanan,
serta sebagainya. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015:
180).
4. Nilai Kemasyarakatan pada kaitannya dengan
demokrasi, terdapat nilai lain yang sangat krusial
yaitu nilai kearifan atau kearifan dan musyawarah.
kata hikmat atau hikmah berorientasi pada perbuatan
yg mengandung kebaikan tertinggi. Atas nama
mencari kebaikan, pandangan minoritas tidak dan
merta kalah menggunakan pandangan mayoritas.
Pelajaran yang sangat baik, misalnya, artinya insiden
penghilangan tujuh istilah dalam sila pertama Piagam
Jakarta. Sebagian akbar anggota PPKI setuju dengan
ke 7 kata tersebut, namun menggunakan
memperhatikan beberapa grup (dari daerah Timur)
yang bisa diterima secara argumentatif serta realistis,
maka pandangan minoritas 'menang' atas pandangan
dominan. menggunakan demikian, suatu tindakan
belum tentu baik Jika disetujui atau berguna bagi
orang banyak, namun suatu tindakan itu baik Bila
berdasarkan di musyawarah berdasarkan konsep
hikmah atau pesan yang tersirat. asal nilai-nilai sosial

4
membuat nilai-nilai menghargai disparitas,
kesetaraan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk,
2015: 181).
5. Nilai Keadilan: Jika pada sila kedua disebutkan istilah
adil, maka istilah tersebut dicermati dalam konteks
manusia menjadi individu. Nilai keadilan dalam sila
kelima lebih menunjuk pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik Bila sinkron menggunakan
prinsip keadilan bagi banyak orang. berdasarkan
Kohlberg (1995: 37), keadilan adalah kebajikan
primer bagi setiap orang serta masyarakat. Keadilan
mengandaikan orang lain sebagai kawan yg bebas dan
memiliki derajat yang sama menggunakan orang lain.
dari nilai tersebut dikembangkan tindakan-tindakan
luhur yang mencerminkan perilaku serta suasana
kekeluargaan dan gotong royong. buat itu
dikembangkan perilaku adil terhadap orang lain,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
serta menghormati hak orang lain. dari nilai keadilan
itu juga melahirkan nilai kepedulian, pemerataan
ekonomi, kemajuan beserta, dan lain-lain. (Ibid,
Ngadino Surip, dkk, 2015: 181).

C. Pengertian Etika

5
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq),
kumpulan prinsip atau nilai yang berkaitan dengan
moralitas, nilai tentang benar dan salah yang dianut oleh
sekelompok orang. Secara garis besar etika
dikelompokkan menjadi:
a. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip
yang berlaku pada setiap tindakan manusia.
b. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut
di atas dalam kaitannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia, baik sebagai individu
(individu ethics) maupun sebagai makhluk sosial
(social ethics).

D. Pancasila sebagai Sistem Etika


Sila pancasila, bagian dari filsafat pancasila yang
mengatur bagaimana orang berperilaku dalam
masyarakat, bangsa, dan negara di Indonesia,
menggambarkan etika. Etika Pancasila sering
mempertimbangkan gagasan etika kebajikan dalam sistem
politik. Hal ini karena Pancasila mengandung gagasan
deontologis dan teologis.
Menurut deontologi, warga negara dituntut untuk
menjunjung tinggi komitmen tertentu yang terkandung

6
dalam Pancasila. Teleologi mengatakan bahwa Pancasila
adalah apa yang ingin dicapai oleh negara Indonesia.
Pancasila masih dibangun di atas prinsip-prinsip moral.
Tidak hanya terfokus pada tugas dan tujuan. Konsep ini
berasal dari semacam etika yang terkait erat dengan
bagaimana perilaku manusia yang baik ditampilkan.
Etiket bersifat universal, berbeda dengan tata krama yang
dipraktikkan di lokasi tertentu (misalnya, mengunjungi
orang Jawa berbeda dengan mengunjungi orang Batak).
Standar moral yang berasal dari hati nurani untuk tujuan
saling kenyamanan termasuk dalam etika.
Etika mengacu pada prinsip, perilaku, dan keyakinan
moral. Definisi etimologis etika adalah "pengetahuan
tentang apa yang adat." Kebiasaan baik dan cara hidup
untuk diri sendiri dan orang lain terkait erat dengan etika.
Etika sering melibatkan kata moral, menunjukkan bahwa
itu berasal dari hati nurani setiap orang. Pada dasarnya,
etika adalah cara berpikir yang diatur untuk memberikan
instruksi kepada orang-orang tentang bagaimana
bertindak dan berperilaku.
Gaya hidup dari banyak suku bangsa di Indonesia
adalah tempat Pancasila sebagai kerangka etika dimulai.
Selain itu, norma dasar (grundnorm), yang berfungsi
sebagai rekomendasi saat menyusun peraturan perundang-

7
undangan, mengandung unsur Pancasila sebagai kerangka
etika. Perilaku politisi diatur oleh Pancasila sebagai kode
etik ketika menyangkut isu-isu yang melibatkan
penerapan lembaga sosial, hukum, dan masyarakat.

E. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika dalam


Kehidupan
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etik terkait
dengan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia
antara lain:
1. Korupsi terus melemahkan sendi-sendi kehidupan
bangsa.
2. Terorisme yang dilakukan atas nama agama terus
menurunkan toleransi dan menghambat integrasi
nasional.
3. Definisi hak asasi manusia masih dilanggar dalam
masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, dan
kelompok-kelompok terpinggirkan tertentu terus
tinggal di lokasi di mana mereka merasa terisolasi.
5. Sistem peradilan Indonesia terus melakukan praktik
ketidakadilan hukum.
6. Banyak penolakan untuk membayar pajak, dll.

8
F. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika dalam
Kehidupan
Pancasila sebagai sistem etik memerlukan kajian
kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup agar
tidak terjebak dalam pandangan mitis. Misalnya, korupsi
terjadi karena seorang pejabat diberi hadiah oleh orang
yang membutuhkan agar urusannya lancar. Dia menerima
hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut
membantu. Sehingga mereka tidak tahu jika tindakan
mereka dikategorikan sebagai suap.
Hal-hal yang sangat penting dalam mengembangkan
Pancasila sebagai sistem etika antara lain:
1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan
penentu sikap, tindakan dan keputusan yang harus
diambil oleh setiap warga negara.
2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga
negara untuk memiliki orientasi yang jelas dalam
hubungan kedaerahan, nasional dan internasional
3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang
dibuat oleh penyelenggara negara sehingga
mencerminkan jiwa negara dengan jiwa Pancasila
4. Pancasila sebagai penyaring pluralitas nilai yang
berkembang di berbagai bidang kehidupan.

9
G. Hakikat Pancasila menjadi Sistem Etika dalam
Kehidupan
Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal
menjadi berikut:
1. Sila KeTuhanan mencerminkan bahwa tuhan artinya
penjamin prinsip-prinsip moral. perilaku setiap rakyat
negara berdasarkan pada prinsip-prinsip moral yang
bersumber berasal norma-norma agama. ketika
prinsip-prinsip moral berdasarkan pada adat-tata cara
kepercayaan , mereka akan memberi kekuatan di
prinsip-prinsip yang akan diterapkan sang
pengikutnya.
2. Sila kemanusiaan memiliki prinsip acta humanus.
Perbuatan humanisme tersirat melalui perilaku adil
dan mudun guna mengklaim tatanan sosial antar
insan serta antar makhluk sesuai nilai-nilai
humanisme yang tertinggi (kebajikan serta
kebijaksanaan).
3. Asas Persatuan ialah kemauan untuk hayati bersama
pada atas kepentingan perseorangan dan golongan
pada kehidupan berbangsa. Landasannya adalah nilai
solidaritas dan semangat kebersamaan yg melahirkan
kekuatan dalam menghadapi ancaman yang memecah
belah bangsa.

10
4. Sila kerakyatan menjadi sistem etik terletak di konsep
musyawarah buat konsensus.
5. Sila keadilan menjadi perwujudan sistem etik tidak
hanya menekankan kewajiban (deontologi) atau
tujuan semata (teleologi). tetapi lebih menekankan
pada kebijaksanaan (etika kebajikan).

H. Sumber Sejarah, Sosiologi, Politik Tentang Pancasila


1. Sumber Historis
Di masa Orde lama , Pancasila menjadi
sistem etika masih berbentuk Philosofische Grondslag
atau Weltanschauung. ialah, nilai-nilai pancasila
belum diteguhkan pada sistem etika, tetapi nilai moral
sudah menjadi pandangan hidup masyarakat. warga
di masa Orde lama mengenal nilai-nilai
kemerdekaan bangsa yg oleh Presiden Soekarno
disebut dengan istilah swasembada (berdiri pada atas
kaki sendiri). di masa Orde Baru, Pancasila menjadi
sistem etik disosialisasikan melalui penataran P-4 dan
dilembagakan pada wadah BP-7. poly buah-buah
Pancasila yang diterjemahkan asal kelima sila
Pancasila hasil temuan peneliti BP-7, menjadi berikut:
a. Sila Ketuhanan yg Maha Esa, cara
mengamalkannya:

11
 Masyarakat Indonesia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai
menggunakan agama serta kepercayaannya
masing-masing menurut asas humanisme yg
adil dan mudun.
 Menghormati menghormati dan bekerja sama
antar pemeluk agama serta agama yang tidak
selaras sebagai akibatnya bisa menumbuhkan
keharmonisan dalam kehidupan.
 Saling menghormati kebebasan beribadah
dari agama serta agama.
 Tidak memaksakan suatu agama serta agama
kepada orang lain.
b. Sila kemanusiaan yang Adil dan beradab, cara
mengamalkannya:
 Mengakui persamaan, persamaan hak dan
kewajiban yg sama pada antara manusia
sesuai dengan harkat serta martabatnya
menjadi makhluk yang kuasa yg Maha Esa.
 Saling mengasihi.
 Membuatkan perilaku toleransi.
 Tidak sewenang-wenang terhadap orang lain.
 Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
 Melakukan aktivitas kemanusiaan.

12
 Berani membela kebenaran serta keadilan.
c. Sila Persatuan Indonesia, cara mengamalkannya:
 Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan, keselamatan bangsa serta negara
di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
 Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan
negara.
 Cinta tanah air dan bangsa Indoneisia.
 Bangga menjadi bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia.
 Menggalang pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang majemuk pada
keberagaman.
d. Sila Kerakyatan Dipimpin oleh Kebijaksanaan
Kebijaksanaan dalam Musyawarah/ Perwakilan,
cara mengamalkan:
 Jangan memaksakan kehendak Anda di orang
lain.
 Musyawarah buat mencapai mufakat diisi
menggunakan semangat kekeluargaan.
 Dengan itikad baik serta rasa tanggung jawab
mendapatkan dan melaksanakan akibat
keputusan musyawarah.

13
 Musyawarah dilakukan menggunakan logika
sehat serta sinkron dengan hati nurani yang
mulia.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
cara mengamalkannya:
 Bersikap adil.
 Menjaga ekuilibrium antara hak serta
kewajiban.
 Menghormati hak orang lain.
 Senang membantu orang lain.
 Berjuang Bersama-sama agar dapat mencapai
kemajuan yg adil dan berkeadilan social.

Di era reformasi, Pancasila menjadi sistem etika


tenggelam dalam hiruk pikuk perebutan kekuasaan
yang berujung pada pelanggaran etika politik. salah
satu bentuk pelanggaran etika politik ialah
penyalahgunaan kekuasaan, baik oleh penyelenggara
negara di forum legislatif, eksekutif, juga yudikatif.
Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang inilah
yang melahirkan korupsi pada berbagai kalangan
penyelenggara negara.

2. sumber Sosiologis

14
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika
dapat ditemukan pada kehidupan masyarakat banyak
sekali etnis pada Indonesia. misalnya masyarakat
Minangkabau dalam hal musyawarah menggunakan
prinsip “setuju air menggunakan bejana, kata sepakat
menggunakan musyawarah”. Masih poly mutiara
kearifan lokal yg tersebar pada Indonesia yg
membutuhkan penelitian mendalam.
3. Sumber Politis

Asal politik Pancasila menjadi sistem etika


terkandung pada norma-adat dasar sebagai sumber
perumusan banyak sekali peraturan perundang-
undangan pada Indonesia. Hans Kelsen mengatakan
bahwa teori hukum merupakan istiadat yg
menghasilkan piramida. adat yang lebih rendah
menerima kekuatannya dari istiadat yg lebih tinggi.
semakin tinggi suatu adat, semakin tak berbentuk
norma itu, serta sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, semakin konkret juga adat itu.
Pancasila menjadi sistem etik adalah tata cara
tertinggi yang bersifat abstrak, sedangkan peraturan
perundang-undangan artinya adat yg berada pada
bawahnya yg bersifat konkrit.

15
Etika politik mengatur perilaku politisi, jua terkait
menggunakan praktik institusi sosial, aturan,
komunitas, struktur struktur sosial, politik, ekonomi.
Etika politik mempunyai 3 dimensi, yaitu:

a. Dimensi Tujuan, dirumuskan dalam upaya


mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup
tenang berlandaskan kemerdekaan dan keadilan.
b. Dimensi sarana, yg memungkinkan tercapainya
tujuan yg meliputi sistem serta prinsip dasar
penyelenggaraan praktek ketatanegaraan serta yg
melandasi pranata sosial.
c. Dimensi tindakan politik berkaitan dengan aktor-
aktor yang berperan menjadi pihak yang
menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas
politik terdiri dari rasionalitas tindakan serta
kebajikan. Tindakan politik dianggap rasional
Jika aktor mempunyai orientasi situasi dan tahu
problem.
I. Mendefinisikan Esensi serta Urgensi Pancasila
menjadi Sistem Etika
1. Esensi Pancasila menjadi Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etik terletak pada
hal-hal sebagai berikut:

16
a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan
bangsa Indonesia bahwa tuhan ialah penjamin
prinsip-prinsip moral. ialah, setiap perilaku
masyarakat negara harus dilandasi sang nilai-nilai
moral yang bersumber asal tata cara-adat agama.
Setiap asas moral yg didasarkan di tata cara-
istiadat kepercayaan , maka asas ini mempunyai
kekuatan buat dilaksanakan sang pemeluknya.
b. Hakikat sila humanisme terletak pada actus
humanus, yaitu perbuatan manusia yg
mengandung akibat dan dampak moral yang
dibedakan menggunakan actus homini, yaitu
perbuatan manusia biasa. Tindakan kemanusiaan
yg mengandung akibat moral dinyatakan
menggunakan cara dan perilaku yg adil serta
mudun sehingga mengklaim tatanan sosial antar
manusia serta antar makhluk sesuai nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan
kebijaksanaan.
c. Inti dari sila persatuan terletak di kemauan buat
hidup beserta sebagai masyarakat negara yang
mengutamakan duduk perkara kebangsaan di atas
kepentingan individu atau golongan. Sistem etika
yg dilandasi semangat kebersamaan dan

17
kesetiakawanan sosial akan melahirkan kekuatan
buat menghadapi penetrasi nilai-nilai yang
memecah belah bangsa.
d. Esensi sila populis terletak di prinsip musyawarah
buat konsensus. adalah, menghargai diri sendiri
sama menggunakan menghargai orang lain.
e. Hakikat sila keadilan sosial bagi semua rakyat
Indonesia artinya perwujudan sistem etika yang
tidak menekankan kewajiban belaka atau
menekankan tujuan belaka, melainkan lebih
menekankan di nilai-nilai kebajikan yg
terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
2. Urgensi Pancasila menjadi Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat mendesak bagi
pengembangan Pancasila menjadi sistem etik meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Menempatkan sila-sila pancasila menjadi sistem
etik berarti menempatkan pancasila menjadi asal
serta ide moral buat memilih sikap, tindakan, dan
perilaku keputusan yang dirancang oleh setiap
rakyat negara.
b. Pancasila menjadi sistem etika menyampaikan
pedoman bagi setiap masyarakat negara agar
memiliki orientasi yg kentara pada korelasi sosial,

18
baik lokal, nasional, regional maupun
internasional.
c. Pancasila menjadi sistem etik dapat sebagai dasar
analisis banyak sekali kebijakan yg didesain sang
penyelenggara negara agar tidak keluar dari
semangat negara-bangsa yang berjiwa Pancasila.
d. Pancasila menjadi sistem etik dapat sebagai filter
untuk menyaring pluralitas nilai-nilai yg
berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai
dampak asal globalisasi yg menghipnotis
pemikiran warga negara.

J. Alasan Perlunya Pancasila menjadi Sistem Etika


Pancasila menjadi sistem etik sangat diharapkan pada
kehidupan politik buat mengatur sistem ketatanegaraan.
Bayangkan Bila dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara tidak terdapat sistem etika yg menjadi pedoman
bagi penyelenggara negara, sudah absolut negara akan
musnah. Beberapa alasan mengapa Pancasila menjadi
sistem etik diperlukan pada penyelenggaraan kehidupan
bernegara di Indonesia, diantaranya adalah sebagai
berikut:
Pertama, korupsi akan merajalela sebab
penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu

19
normatif dalam menjalankan tugasnya. Penyelenggara
negara tidak bisa membedakan mana yang boleh dan
tidak, pantas dan tidak pantas, baik dan jelek (good and
bad). Pancasila menjadi sistem etik terkait menggunakan
pemahaman kriteria baik (baik) dan buruk (jelek).
Archie Bahm pada Axiology of Science menjelaskan
bahwa baik dan jelek merupakan 2 hal yg terpisah. tetapi,
baik serta buruk terdapat dalam kehidupan manusia,
merupakan godaan buat melakukan hal jelek selalu
muncul. waktu seseorang sebagai pejabat serta
mempunyai kesempatan buat melakukan perbuatan jelek
(korupsi), maka hal ini bisa terjadi pada siapa saja. sang
karena itu, kesimpulan Archie Bahm, “Maksimalkan yg
baik, minimalkan yg buruk ” (Bahm, 1998: 58).
Kedua, dekadensi moral yg melanda kehidupan
rakyat, khususnya generasi muda, sudah membahayakan
kelangsungan hidup bangsa. Generasi muda yg tidak
menerima pendidikan karakter yang memadai dihadapkan
pada pluralitas nilai yg melanda Indonesia dampak
globalisasi sehingga kehilangan arah. kemerosotan moral
moral ini terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan
menggunakan nilai-nilai Pancasila, melainkan nilai-nilai
eksternal yg mendominasi. contoh kemerosotan moral
moral antara lain penyalahgunaan narkoba, kebebasan

20
tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua,
berkurangnya rasa kejujuran, serta tawuran antar pelajar.
seluruh itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral
dalam kehidupan bangsa Indonesia. oleh karena itu,
Pancasila menjadi sistem etik perlu kehadirannya
semenjak dini, terutama dalam bentuk pendidikan
karakter pada sekolah.
Ketiga, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam
kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan
melemahnya rasa hormat seorang terhadap hak pihak lain.
perkara-kasus pelanggaran HAM diberitakan di aneka
macam media, seperti penganiayaan terhadap Pembantu
tempat tinggal Tangga (PRT), penelantaran anak yatim
oleh pihak yg seharusnya melindunginya, kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT), serta lain-lain. seluruh ini
memberikan bahwa kesadaran warga terhadap nilai-nilai
Pancasila menjadi sistem etika belum berjalan optimal.
oleh karena itu, selain sosialisasi sistem etik pancasila,
perlu jua diterjemahkan sistem etik tadi ke pada peraturan
perundang-undangan tentang hak asasi manusia.
Keempat, kerusakan lingkungan yg berdampak di
banyak sekali aspek kehidupan insan, mirip kesehatan,
kelancaran penerbangan, nasib generasi mendatang,
pemanasan global, perubahan iklim, dan sebagainya.

21
perkara-masalah tersebut menunjukkan bahwa pencerahan
akan nilai-nilai Pancasila menjadi sistem etika belum
menerima kawasan yg tepat pada hati masyarakat. warga
Indonesia ketika ini cenderung merogoh keputusan sesuai
sikap emosional, ingin menang sendiri, laba sesaat, tanpa
memikirkan akibat berasal tindakannya. contoh paling
jelas adalah pembakaran hutan pada Riau yg
menimbulkan kabut asap. sang sebab itu, Pancasila
menjadi sistem etik perlu diimplementasikan ke dalam
peraturan perundang-undangan yg menindak tegas pelaku
kebakaran hutan, baik perorangan juga perusahaan yang
terlibat.

K. Menciptakan Argumen Sebagai Dinamika dan


Tantangan Pancasila menjadi Sistem Etis
1. Argumen perihal dinamika Pancasila sebagai system
etika
Beberapa argumentasi wacana dinamika
Pancasila sebagai sistem etik dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia bisa diuraikan menjadi
berikut:
Pertama, pada masa Orde lama , pemilu
diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang
diikuti sang banyak partai politik, namun empat partai

22
politik yang menang, yaitu Partai Nasional Indonesia
(PNI), Partai Muslim Indonesia (PARMUSI), Partai
Nahdhatul Ulama. (PNU), serta Partai Komunis
Indonesia (PKS). PKI). tidak dapat dikatakan bahwa
pemerintahan di masa Orde usang mengikuti sistem
etik Pancasila, bahkan terdapat tudingan asal Orde
Baru bahwa pemilu di masa Orde lama dianggap
terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno
menganut sistem demokrasi terpimpin, yang
cenderung otoriter.
Kedua, di masa Orde Baru, sistem etika
Pancasila diwujudkan dalam bentuk menaikkan P-4.
pada masa Orde Baru, konsep insan Indonesia
seutuhnya ada menjadi cerminan insan yang
berperilaku dan berakhlak mulia sinkron
menggunakan nilai-nilai Pancasila. dalam pandangan
Orde Baru, manusia Indonesia itu utuh, artinya insan
artinya makhluk ciptaan yang kuasa yg Maha Esa yg
kodratinya monodualistik, yaitu makhluk rohani
sekaligus makhluk jasmani, serta makhluk individual
sekaligus makhluk sosial. insan menjadi makhluk
langsung memiliki emosi yg mempunyai pengertian,
afeksi, harga diri, pengakuan, dan tanggapan
emosional berasal insan lain pada hayati beserta.

23
insan sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan yg
semakin maju serta sejahtera. Tuntutan tersebut hanya
bisa dipenuhi melalui kerjasama dengan pihak lain,
baik secara pribadi maupun tidak langsung. buat itu
fitrah insan menjadi makhluk individu serta sosial
wajib dikembangkan secara harmonis, serasi, dan
seimbang (Martodihardjo 1993: 171). insan Indonesia
seutuhnya (artinya makhluk mono-jamak yang terdiri
atas susunan kodrati: jiwa dan raga; kedudukan
kodrati: makhluk ilahi serta makhluk yang berdiri
sendiri; kodrat kodrati: makhluk sosial dan makhluk
individu. Keenam unsur manusia itu saling
melengkapi dan adalah satu kesatuan. kesatuan utuh,
insan Indonesia merupakan sentra permasalahan,
subjek primer serta pelaku primer pada kebudayaan
Pancasila (Notonagoro pada Asdi, 2003:17-18).
Ketiga, sistem etika Pancasila di era
reformasi tenggelam pada euforia demokrasi. namun
seiring berjalannya ketika, disadari bahwa demokrasi
tanpa dilandasi sistem etika politik akan
mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan serta
machiavelism (menghalalkan segala cara buat
mencapai tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas
Gadjah Mada dalam sambutannya di pembukaan

24
Simposium Nasional Perkembangan Pancasila
menjadi kerangka berpikir Ilmu Pengetahuan serta
Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan
menjadi berikut. “Bahwa moral bangsa semakin hari
semakin merosot serta semakin hanyut pada arus
konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan
keserakahan sebab bangsa Indonesia belum menyusun
cetak biru yg berakar pada sila Ketuhanan yang Maha
Esa.”
2. Argumen ihwal Tantangan Pancasila menjadi Sistem
Etis
Poin-poin berikut bisa mendeskripsikan
beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika
Pancasila.
Pertama, tantangan terhadap sistem etik
Pancasila di masa Orde lama berupa perilaku otoriter
dalam pemerintahan yg tercermin pada
penyelenggaraan negara yg menerapkan sistem
demokrasi terpimpin. Hal ini tidak sesuai dengan
sistem etika Pancasila yang mengutamakan semangat
musyawarah buat konsensus.
Kedua, tantangan terhadap sistem etik
Pancasila pada masa Orde Baru terkait menggunakan
duduk perkara NKK (Nepotisme, kongkalikong , dan

25
Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara.
Hal ini tidak sejalan dengan keadilan sosial karena
nepotisme, kongkalikong serta korupsi hanya
menguntungkan segelintir orang atau golongan
tertentu.
Ketiga, tantangan terhadap sistem etika
Pancasila pada era Reformasi berupa euforia
kebebasan politik sebagai akibatnya mengabaikan
norma-norma moral. misalnya munculnya anarkisme
yg memaksakan kehendaknya atas nama kebebasan
demokrasi.

26
BAB II

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DALAM


INTERAKSI SOSIAL BERBANGSA

1. Pengertian Filsafat

Bahasa Arab mengandung sejumlah frasa dan idiom


filosofis, seperti C.S.T. Kansil menjelaskan dalam The
Understanding of Philosophy: A Trace Through the Origins of
Formation of the Word Philosophy. Kata filsafat berasal dari
kata Yunani dua suku kata philosophia, yang juga berarti
"mencari", "mencintai", dan "kebenaran" atau "kebijaksanaan".
dari "Philos'" dan "Sophia" atau "Philos" dan "Shopos". Namun,
mereka semua identik secara semantik.3 Dewan Filsafat Yunani
pertama kali didirikan untuk bersaing dengan Sophos, yang
namanya berarti "orang yang tahu" atau "orang pintar yang
tahu", karena dianggap telah gagal, khususnya menurut pendapat
Muhammad Yamin yang disebut-sebut oleh C.S.T.

Terbukti dari banyak perspektif yang disebutkan di atas bahwa


filsafat termasuk mengevaluasi pengetahuan. Karena pencarian
etimologis sebelumnya untuk definisi istilah tersebut tidak
memberikan pemahaman tentang bagaimana atau bahkan apa itu
filsafat, kami akan menunjukkan upaya para spesialis dalam
definisi ini. Arti kata "mencintai kebijaksanaan" (filsafat)
diperjelas dengan kutipan Kaelan tentang Gazalba. Menurut
Gazalba, frasa tersebut memiliki arti sebagai berikut: Seseorang
berjuang untuk filsafat karena itu adalah keinginan untuk
pengetahuan yang bijaksana.

Kita dapat menyimpulkan dari apa yang dikatakan Gazalba di


atas bahwa filsafat dikaitkan dengan pengetahuan dan
kebijaksanaan. Tindakan berpikir adalah faktor dalam segala
sesuatu yang terkait. Padahal Jelas Filsafat Berkaitan Dengan
Berpikir. Jenis pemikiran apa yang terlibat dalam filsafat adalah
pertanyaan berikut.

Sebagaimana dituturkan Kansil dari Muhammad Yamin,


“Filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia
menjumpai kepribadiannya sekaligus mengalami keikhlasan
dalam kepribadiannya.” Konsentrasi pikiran adalah upaya tulus
untuk memusatkan perhatian kita pada hal tertentu. Filsafat juga
dapat dilihat sebagai kebijaksanaan welas asih, seperti yang
dikemukakan beberapa pandangan di atas. Karena pencarian
etimologis sebelumnya untuk definisi istilah tersebut tidak
memberikan pemahaman tentang bagaimana atau bahkan apa itu
filsafat, kami akan menunjukkan upaya para spesialis dalam
definisi ini. Arti kata "mencintai kebijaksanaan" (filsafat)
diperjelas dengan kutipan Kaelan tentang Gazalba. Dikatakan
oleh
Menurut definisi kata, filsafat adalah cinta pengetahuan cerdas
dan pengejarannya.

A. Pancasila Sistem Filsafat

Dalam berbagai karya sastra, para pakar dan guru besar kita
telah menguraikan dan memperdebatkan Pancasila sebagai
sistem filsafat secara mendalam. Spesialis dan akademisi kami
mengkaji aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis
Pancasila sebagai teori filosofis. Tema-tema lain menganalisis
teori filosofis landasan sejarah, sosial, dan politik Pancasila.
Subjek yang diangkat dalam percakapan ini tidak akan
dieksplorasi lebih lanjut. Diskusi akan dilakukan dengan benar-
benar mempraktikkan argumen yang dibuat oleh para dosen dan
profesional kami sebelumnya.

Pancasila adalah filsafat yang berbeda dari sistem filsafat


lainnya dalam beberapa hal. Lainnya, seperti sila-sila Pancasila,
merupakan suatu sistem yang utuh dan terpadu. Tergantung
pemahamannya, ada sesuatu yang bukan pancasila jika kedua
ordo itu dipisah atau tidak bulat dan utuh..

B. Memaknai Nilai Sila-Sila Dalam Pancasila

Dapat kita lihat dari penjelasan sebelumnya bahwa sila-sila


pancasila sebagai suatu sistem mempunyai tujuan-tujuannya
sendiri-sendiri walaupun saling bergantung satu sama lain. Kami
akan mempelajari dan menafsirkan setiap perintah dalam
Pancasila dalam upaya untuk menafsirkannya sebagai sistem
pengembangan filsafat Pancasila. Menemukan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila pancasila merupakan tujuan dari
upaya untuk memahami setiap silanya. Kami akan berbicara
tentang apa arti nilai sebagai hasilnya.

Menilai memerlukan pertimbangan; itu adalah aktivitas


manusia untuk membandingkan satu item dengan item lainnya
sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Pilihannya adalah salah
satu nilai dan dapat dikategorikan sebagai bermanfaat atau tidak
berguna, benar atau salah, baik atau buruk, atau indah atau tidak
indah. Penilaian nilai penilai tidak diragukan lagi dipengaruhi
oleh aspek tubuh, akal, rasa, kemauan, dan keyakinan. Nilai-
nilai itu sendiri mencakup ambisi, aspirasi, komitmen, dan tugas.
Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang nilai, kita benar-
benar berbicara tentang cita-cita, seperti cita-cita, mimpi, dan
tugas

a. Prinsip kedua dari kemanusiaan yang adil dan beradab


adalah b.

Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Berasal dari


Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini menunjukkan bagaimana orang
Indonesia belajar dari Tuhan untuk menghargai satu sama lain
sebagai sesama makhluk ilahi.

Tingkah laku manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip


moral, serta dengan fitrah dan fitrah manusia, itulah yang
menentukan manusia yang adil dan beradab. Setiap orang
memiliki potensi; tidak ada pengecualian. Mereka harus
diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan kodratnya
sebagai ciptaan Tuhan. Prinsip kedua adalah bahwa keinginan
manusia yang rasional dan beradab adalah perwujudan dari
semua yang benar-benar manusiawi. Manusia keadilan dan
kesopanan. Rumusan Nasional Indonesia tentang Sifat Mulia
Kemanusiaan. 16

b. Prinsip ketiga Perhimpunan Indonesia

Untuk memahami sepenuhnya prinsip-prinsip dalam paragraf


keempat, arahan dari sebelumnya harus ditinjau kembali. Dalam
bagian ini, Kaelan menyebutkan hal berikut:

Ikatan Pancasila Indonesia mendukung gagasan bahwa sifat


ganda seseorang—yaitu sebagai individu dan anggota
masyarakat—adalah apa yang digunakan negara-bangsa untuk
keuntungannya. Negara mereka adalah lokasi terbaik bagi
mereka untuk hidup bersama, terlepas dari preferensi agama,
warisan etnis, kebangsaan, atau warna kulit mereka. Ada
kesejajaran dalam situasi ini antara sifat manusia dan sifat
bangsa lain. Alhasil, negara ini disebut sebagai "Beragam"
namun "Satu" dan "tetap setia" dalam bahasa daerah.

c. Prinsip demokrasi keempat adalah representasi dan dialog


harus fleksibel.
Pentingnya sila keempat Pancasila sangat terkait dengan tiga
sila pertamanya. Notonagoro dikutip menyatakan hal berikut
dalam hal ini oleh Backy Krisnayudha:

Sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk sosial untuk hidup,


melaksanakan, dan menikmati persamaan,
kebebasan/kemerdekaan, dan kekuasaan untuk rakyat, maka
semua warga negara adalah pendukung kekuasaan dalam bentuk
hak politik demokrasi wajib dan sebagai pendukung kekuasaan
dalam bentuk dari supremasi hukum. Esensi Manusia Indonesia
adalah fitrah yang melekat pada Warga Negara Indonesia,
perwujudan hakikat ciptaan Tuhan yang juga diwujudkan
sebagai Hak Asasi Manusia Wajib dalam Menjalani Hubungan
dengan Individu.

Demokrasi yang dibangun atas dasar musyawarah dan


mufakat, kebersamaan dan kerjasama, serta kekeluargaan dan
kerjasama timbal balik, sejalan dengan falsafah keberadaan
negara Indonesia. Karena musyawarah dan mufakat bergantung
pada ketidaksepakatan. Perbedaan pendapat dihormati dan
diterima, tetapi tidak ditentang. Untuk membangun konsensus,
perbedaan harus didiskusikan dan ditangani. Yang paling
penting adalah kita bertindak secara bertanggung jawab dan
menahan diri untuk tidak memaksakan pendapat kita kepada
orang lain.

C. Nilai Sila-Sila Dalam Pancasila Sebagai Kesatuan Sistem


Filsafat

Kita telah berbicara tentang bagaimana prinsip-prinsip yang


membentuk sistem filsafat Pancasila dipahami masing-masing
dari sesi sebelumnya. Penafsiran ini juga memberi kita gagasan
bahwa masing-masing prinsip ini memiliki tujuan dan nilai
tertentu di dalam sistem..

Sila-sila Pancasila Organik, Berjenjang, Dan Berbentuk Seperti


Piramida, Saling Melengkapi Dan Melengkapi Menurut Kaelan.
21 Sila-sila Pancasila Sebenarnya Merupakan Penjelmaan Sifat
Manusia “Monopluralis”, Yang Bersatu Organik, Maka Sifat
Organik Dimaksudkan. Bersifat hierarkis berarti bahwa prinsip-
prinsip di atas berfungsi sebagai landasan bagi prinsip-prinsip di
bawah. Keterkaitan antara sila-sila Pancasila baik secara urutan
luas (kuantitas) maupun kualitas digambarkan dengan ciri
piramidal. Untuk Lebih Jelasnya, Pancasila Dapat Digambarkan
Sebagai Satu Kesatuan Yang Tidak Terpisahkan Sebagai Berikut

D. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara

1. Makna Pancasila sebagai Landasan Filsafat Negara

Nilai-nilai Pancasila perlu dikembangkan dan diterapkan dalam


setiap aspek kehidupan bernegara karena merupakan falsafah
dasar (Philoshofische Grondslag) negara. Kaelan memberikan
pemikirannya tentang hal tersebut sebagai berikut:

Pada hakekatnya, Pancasila berfungsi sebagai landasan intelektual bagi


kehidupan bernegara, hukum, dan ketertiban Indonesia. Dengan rincian
sebagai berikut:

1. Filsafat negara (asas spiritual negara), sikap hidup, dan falsafah


hidup semuanya berdasarkan Pancasila.

2. Dengan landasan politik negara (statehood), artinya sebagai republik


rakyat yang berdaulat, Negara Indonesia berdiri di atas landasan
tersebut.

3. Penyelenggaraan dan pengelolaan negara yang dituangkan dalam


hukum positif Indonesia, sebagaimana termaktub dalam undang-
undang dasar negara Indonesia, merupakan landasan bagi
kemerdekaan bangsa Indonesia.

4. Di samping itu, Undang-Undang Dasar menjadi landasan bagi


susunan pemerintahan serta segala peraturan hukum positif
lainnya yang berlaku bagi seluruh negara Indonesia dalam suatu
kehidupan bersama berdasarkan kekeluargaan.

5. Segala sesuatu yang telah dikatakan selama ini dilakukan untuk


mencapai satu tujuan, yaitu kenikmatan bersama jasmani dan
rohani rakyat Indonesia seluruhnya.

Pembenaran di atas menunjukkan bahwa semua aspek


ketatanegaraan menganut nilai-nilai Pancasila yang merupakan
landasan ideologi negara. Nilai-nilai Pancasila akan dibahas
sebagai landasan ideologi negara dalam berbagai aspek
kehidupan bangsa pada pembahasan berikut.
a. Aspek Ekonomi

Saat ini, cukup sulit untuk membahas struktur ekonomi berbasis


Pancasila. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 secara tegas menentukan dalam ayat (1) pasal 33
bahwa perekonomian didirikan sebagai badan usaha koperasi
berdasarkan konsep kekeluargaan.

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 tersebut di atas tidak secara tegas
mendefinisikan apa artinya, dan Negara Indonesia belum
berupaya untuk menjelaskan dan menerapkannya. Hal ini
menunjukkan bahwa ada struktur komersial yang nyata, dengan
perusahaan yang menjadi mayoritas daripada koperasi. Dalam
perjanjian hukum yang berkaitan dengan ekonomi, seperti
Undang-Undang Perusahaan, peraturan yang mengatur investasi
internasional dan domestik, dll., korporasi lebih diutamakan
daripada koperasi. Semua yang dibahas selama ini adalah
tentang peran modal sebagai aktor utama, bukan bagaimana
negara dapat mengontrol peran modal sehingga semua struktur
korporasi di Indonesia tunduk pada peraturan yang sama..

b. Dimensi Politik

Terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh warga negara


Indonesia menuntut Indonesia memiliki sistem politik yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, memperlakukan warga
negara Indonesia dengan hormat dan secara adil dan beradab,
kehidupan politik yang berupaya mewujudkan orang-orang
bersama-sama daripada memecah belah mereka, dan dilakukan
dengan nilai-nilai permusyawaratan.

Dari perspektif ini, para pemain politik di Indonesia harus


menggunakan strategi yang memperkuat, bukan melemahkan
negara. upaya untuk menggunakan pembagian yang ada di
negara Indonesia, seperti yang berdasarkan agama, suku, ras,
dan golongan, untuk memajukan tujuan politik

c. Masalah Hukum

Dari segi hukum, Attamimmi mengklasifikasikan Pancasila


sebagai Rechtsidee (Cita-Cita Hukum) dalam hukum Indonesia.
Piramida di bawah ini memberikan informasi lebih lanjut
tentang hal ini: Grafik tersebut menunjukkan bahwa Pancasila
menduduki peringkat pertama, bahkan melebihi status hukum
Indonesia saat ini. Sebagai seperangkat asas hukum, Pancasila
mengatur hukum dasar negara, baik tertulis maupun tidak
tertulis. Cita-cita hukum bertindak sebagai panduan untuk
mencapai tujuan masyarakat (Leitstern). Prinsip hukum
memiliki dua sisi, yang membuatnya berharga bahkan ketika itu
adalah tujuan akhir yang tidak praktis. Pengujian hukum positif
yang relevan dimungkinkan berkat prinsip-prinsip hukum pihak
pertama. Yang lain: Hukum positif sebagai strategi untuk
mencapai cita-cita hukum

Dengan kata lain, semua sumber peraturan perundang-


undangan yang sekarang berlaku di Indonesia berakar pada
Pancasila. Ini menunjukkan bahwa Pancasila adalah sumber dan
tidak boleh bertentangan dengan hukum atau peraturan
Indonesia. Semua penilaian hukum di Indonesia harus
didasarkan pada Pancasila sebagai konsep filosofis; Silla-Persila
saja tidak cukup.

2. Pancasila sebagai Landasan Kerohanian Bangsa Indonesia

Tidak hanya cita-cita luhur yang tercakup dalam penjabaran


Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa. Menurut Azhary,
Pancasila adalah corak hidup, kadang disebut sebagai pandangan
hidup, sikap hidup, atau bahkan kepribadian negara Indonesia,
menurut Backy Krisnayuda. Pandangan hidup, kadang disebut
sebagai pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah
pancasila (asas filosofis), merupakan satu kesatuan yang utuh
yang tidak dapat dipisahkan. Negara-Negara Yang Ditandai
Pergerakan Bangsa Indonesia Dulu, Kini, dan Mendatang. 25
Berikut kutipan dari Kaelan yang penulis sertakan untuk
membantu pembaca memahami uraian di atas Pancasila,
pandangan hidup kebangsaan, mengandung keyakinan dan
konsep mendasar tentang jenis kehidupan yang diinginkan, serta
gagasan mendasar tentang keberadaan yang ideal. Warganya
mendukung cara hidup ini karena tertanam dalam budaya dan
pandangan hidup bangsa karena Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa dan puncak dari cita-cita yang ada dalam
masyarakat Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, Pandangan Hidup
Pancasila bagi Bangsa Indonesia, harus menjadi asas pemersatu
negara untuk menjaga kebhinekaan.Dasar kehidupan yang ideal
adalah a.

Keyakinan Pancasila adalah salah satu yang harus dijunjung


tinggi. Tujuan tersebut harus dikejar oleh setiap warga negara
Indonesia. Dengan kata lain, negara Indonesia hidup dengan
keyakinannya dalam segala hal. Indonesia bercita-cita untuk
membangun masyarakat yang senantiasa mengedepankan nilai-
nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, menolak segala upaya
untuk menabur perpecahan, dan menganut konsep musyawarah
untuk mufakat dalam menentukan pilihan untuk kepentingan
umum. Bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak ada konsep keadilan
alternatif, misalnya. Seluruh generasi muda bangsa, termasuk
generasi muda, harus mempraktekkan hal ini. Pemuda Indonesia
harus memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari dengan:

a. Terciptanya nilai-nilai yang lestari dalam masyarakat


Indonesia

“Identitas bangsa Indonesia” dan “kristalisasi nilai-nilai yang


hidup dalam masyarakat Indonesia” adalah sebutan tambahan
untuk Pancasila. Lagu kebangsaan Indonesia, Pancasila,
melukiskan gambaran tentang bagaimana seharusnya dan
bagaimana sebenarnya orang Indonesia.

Pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa Pancasila


adalah produk dari prinsip-prinsip Indonesia dan bukan
merupakan karya asli. mampu memahami Pancasila dengan
pemahaman Indonesia yang menyeluruh dan mendalam

Penulis menantang kita semua, sebagai warga negara


Indonesia, untuk melihat kembali keadaan negara berdasarkan
uraian di atas. Mengapa Begitu Banyak Masalah Yang Dihadapi
Negara Ini Yang Tidak Pernah Terselesaikan? Isu-isu ini
termasuk terorisme, pendidikan berkualitas rendah, penggunaan
narkoba, konflik horizontal yang dipicu oleh rasisme, korupsi,
dan banyak lagi.

Untuk mengatasi masalah ini, sangat membantu untuk meninjau


kembali Pancasila dan memahaminya dengan lebih baik.
Pancasila, asal usul identitas, dicari di masa lalu.

negara kami. Hampir tidak mungkin semua persoalan ini


muncul akibat kita kehilangan pandangan bahwa kita adalah
bangsa Indonesia dan memerlukan Pancasila.

Korupsi muncul sebagai akibat dari pengingkaran terhadap


nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang
adil dan beradab, nilai persatuan, nilai musyawarah untuk
mufakat, dan nilai keadilan sosial yang hanya slogan untuk
menutupi. praktek kepentingan diri sendiri.

Indonesia adalah orang baik yang suka membantu satu sama lain
dalam menyelesaikan kesulitan.
3. Pengertian Pancasila
Awalnya, etimologis
Meskipun Prakerta adalah bahasa masyarakat umum, nama
"Pancasila" secara etimologis terkait dengan bahasa Sanskerta,
bahasa Brahmana yang digunakan di India. Menurut
Muhammad Yamin, kata “Pancasila” dalam bahasa Sansekerta
memiliki dua makna leksikal yang terpisah: “panca” berarti
“lima”
Vokal pendek i dalam "syila" adalah singkatan dari "alas",
"fondasi", atau "sendi batu".
Vokal panjang "i" dalam kata "sila" menunjukkan "aturan
perilaku yang baik, signifikan atau tidak senonoh".

a. Di masa lalu

Pada konferensi BPUPKI pertama, Dr. Radjiman


Widyodiningrat mengidentifikasi masalah yang akan dibahas
secara khusus di persidangan. Ini adalah awal dari proses
pengembangan Pancasila. Isu ini melingkupi perantara untuk
struktur dasar negara Indonesia di masa depan. Acara kemudian
menghadirkan tiga pembicara: Mohammad Yamin, Soepomo,
dan Soekarno.

Ir. Soekarno melakukan pemaparan lisan mengenai calon


pembentuk dasar negara Indonesia pada sidang 1 Juni 1945.
Kemudian, atas anjuran salah seorang temannya, seorang ahli
bahasa yang tidak boleh disebutkan namanya, Soekarno
memberikan istilah “Pancasila, " yang diterjemahkan menjadi
"lima prinsip

b. . Menggunakan kata-kata yang benar

Setelah kemerdekaan diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus


1945, negara Republik Indonesia telah berdiri. Seperti kebiasaan
negara-negara merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) langsung bertemu untuk menyelesaikan
pembangunan infrastruktur pemerintahan. Pada tanggal 18
Agustus 1945, ia berhasil meratifikasi UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Ada 37 pasal dalam UUD 1945.Empat
pasal ditambah Peraturan Tambahan dua paragraf membentuk
Pasal 1 Peraturan Peralihan.

4. Definisi Filsafat

Kebijaksanaan hidup (filsafat) adalah pemberian pengetahuan


hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi pengalaman hidup
dan pengalaman ilmiah. Filsafat adalah ilmu karena
menggunakan logika, proses, dan sistem. Tetapi tidak seperti
ilmu-ilmu hidup lainnya, filsafat memiliki tujuannya sendiri
yang luas.Misalnya, psikologi meneliti bagaimana orang
berperilaku, namun filsafat tidak terbatas pada satu aspek
kehidupan.
alih-alih berfokus pada satu aspek kehidupan, ia menawarkan
perspektif holistik tentang apa sebenarnya kehidupan itu.
Perspektif tentang kehidupan ini adalah hasil dari organisasi
kognitif yang metodis dan berbasis logika.

Seseorang yang mempraktekkan filsafat akan menelaah apa


yang telah dipelajari melalui pengalaman hidup dan penelitian
ilmiah dari sudut pandang yang lebih luas, yaitu sebagai
komponen penting dalam kehidupan manusia.

D. Pendapat Para Ahli

Menurut para ahli, ada perbedaan dalam bagaimana filsafat


didefinisikan menurut kepatuhan mereka terhadap berbagai
implikasi filosofis dan gagasan cara hidup. Pendapat berbeda
karena evolusi filsafat itu sendiri, yang akhirnya mengarah pada
pemisahan berbagai bidang dari filsafat.

Berikut adalah beberapa gagasan filosofis yang diyakini benar


oleh para profesional dengan pemahaman yang jauh lebih dalam
daripada pemahaman linguistik.

(950 M) Al Farabi Studi tentang hakikat alam adalah tujuan


filsafat, yang merupakan bidang studi aktif.

Thomas Hobbes hidup dari tahun 1588 hingga 1679. Filsafat


adalah disiplin yang menjelaskan hubungan antara akibat dan
sebab, atau alasan dari akibat, sehingga terus berubah.
John Gotlich Fickte (1762–1814) Ilmu yang menopang semua
disiplin lain disebut filsafat, khususnya ilmu umum. Dalam
upaya menemukan kebenaran semua fakta, filsafat mengkaji
semua disiplin ilmu dan bentuk pengetahuan.

Kant, Immanuel (1724–1804) Empat topik antropologi,


metafisika, etika agama, dan agama semuanya termasuk dalam
studi filsafat, yang merupakan dasar dan fondasi dari semua
pengetahuan. Paul Nartorp hidup dari tahun 1854 hingga 1924.
Dengan menunjukkan landasan akhir yang sama, filsafat
berupaya menegakkan kesatuan pengetahuan manusia.

Driyakarya: filsafat sebagai refleksi mendalam tentang


penyebab realitas menjadi dan melakukan, termasuk "mengapa"
yang terakhir.

Sidi Gazalba: Filsafat adalah proses pencarian kebenaran yang


radikal, metodis, dan menyeluruh tentang segala sesuatu yang
dipertanyakan.

Menurut Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang mengkaji


secara menyeluruh semua aspek Tuhan, kosmos, dan manusia
untuk mengembangkan informasi tentang bagaimana manusia
sebenarnya berperilaku setelah mereka memiliki pengetahuan
itu.

Prof. Dr. Ismaun, M.Pd. says philosophy is an effort to think and


contemplate people with their minds and hearts in earnest,
specifically in a critical, systematic, fundamentalist, universal,
integral and radical way to achieve and discover the fundamental
truth (knowledge, and wisdom or truth that is true ).

• Professor Mr. Mumahamd Yamin: Philosophy is a mental


focus that allows people to experience their personalities while
experiencing sincerity inside their personalities
5. Mazhab Pancasila
Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah konsepsi
kebangsaan yang bersumber dari gagasan bersama seluruh
rakyat Indonesia. Tepatnya apa yang memenuhi syarat
Pancasila sebagai filsafat? Hal ini disebabkan karena Pancasila
merupakan produk refleksi yang dilakukan oleh sistem optimal.
Notonagoro menegaskan bahwa falsafah Pancasila
memberikan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, khususnya
yang berkaitan dengan hakekat Pancasila.
Tujuan dari definisi falsafah pancasila adalah untuk mencapai
pengetahuan yang mendasar dan menyeluruh tentang pancasila
sebagai dasar negara dan realitas budaya bangsa. Pancasila
adalah sistem yang diakui sebagai filosofi karena merupakan
hasil refleksi mendalam para founding fathers bangsa
Indonesia (Abdul Gani 1998).
Gagasan dasar falsafah pancasila merupakan hasil pemikiran
rakyat Indonesia yang paling dalam, yang dianggap sebagai
standar dan nilai-nilai yang murni, jujur, adil, bijaksana, dan
paling sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadiannya.
Antara tahun 1955 dan 1965, ketika pemerintahannya berakhir,
Sukarno mengembangkan ideologi Pancasila. Saat itu, Sukarno
sering disebut-sebut mengklaim bahwa Pancasila adalah
filosofi yang eksklusif Indonesia, berasal dari budaya dan
tradisi Indonesia, dan memasukkan unsur-unsur India (Hindu-
Buddha), Barat (Kristen), dan peradaban lainnya. bahasa arab
dalam islam.
Filsafat Pancasila menurut Salam (1988:23-24) termasuk dalam
kategori filsafat praktis karena berfungsi sebagai pedoman
hidup sehari-hari (atau weltanschauung) bukan sekedar
kumpulan ide-ide yang mendalam atau cara mengejar
kebahagiaan. Rakyat Indonesia kini dan akhirat bisa hidup
bahagia karenanya.
6. Tujuan Filsafat Pancasila

Manusia, kosmos, Tuhan, dan konsepsi serupa lainnya adalah


contoh nyata atau dianggap nyata dan diyakini ada gagasan
filosofis. Ragam item filosofis

A. Benda material B. Benda formal

Khususnya, isu-isu filosofis meliputi Kebenaran, Materi,


Pikiran, dan Hubungan antara Materi dan Pikiran. E.C. Ewing
mengklaim dalam bukunya Fundamental Issues of Philosophy
(1962) bahwa ini adalah subjek penting yang ingin dibahas
oleh filsafat. Matter and Mind (materi dan pikiran), Cause
(penyebab), Freedom (kebebasan), Monisme vs Pluralisme
(tunggal vs banyak), dan Tuhan (God) adalah contoh konsep
yang saling terkait satu sama lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang


berwujud dari sudut pandang dan penelitian mendalam
(radikal) adalah obyek filsafat. Sudut pandang yang disebutkan
di atas menunjukkan betapa luas dan menyeluruhnya subjek
filsafat, baik dari segi elemen inti masalah maupun konteksnya
yang lebih luas. Topik filosofis dibagi oleh para ahli ke dalam
kategori yang lebih formal dan nyata. Objek material adalah
objek yang dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk
mempelajari pikiran, sedangkan objek formal adalah objek
yang menyangkut sudut pandang dalam memahami materi
tertentu.
Endang Saefudin Anshori (1981) mengatakan bahwa sarwa,
atau “segala sesuatu yang berwujud” merupakan obyek material
filsafat. Ketiga kesulitan utama tersebut adalah sebagai berikut:
Hakikat Tuhan, hakikat alam, dan hakikat manusia adalah objek
formal filsafat, sedangkan objek material filsafat adalah subjek
pencarian pengetahuan baru. Dengan demikian, objek formal
filsafat menggambarkan cara dan sifat berpikir tentang objek
material, atau dengan kata lain sudut pandang yang digunakan
dalam berpikir tentang objek material, sedangkan objek material
filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada. yang
dapat dipikirkan manusia. filsafat.

7. Pancasila Menggunakan Landasan Pendekatan Ontologi,


Epistemologi, dan Aksiologi
Landasan Ontologis Sila-sila Pancasila (Sifat Manusia)
Manusia adalah pembela utama sila-sila Pancasila, dan mereka
memiliki tiga kebenaran yang tak terbantahkan: kodrat manusia
sebagai makhluk sosial dan pribadi yang otonom; status kodrat
manusia sebagai ciptaan Tuhan; dan susunan fisik dan spiritual
dari alam, tubuh, dan jiwa. Mahakuasa. Ketuhanan Yang Maha
Esa mendasari dan menjiwai empat sila lainnya karena
pentingnya hakikat manusia sebagai makhluk individu yang
otonom dan sebagai ciptaan Tuhan (Notonagoro, 1975:53).
1. Ide dasarnya adalah bahwa Tuhan adalah sumbernya.
Menurut dalil kedua tentang kemanusiaan yang adil dan
beradab, negara adalah organisasi kemanusiaan milik rakyat
(Notonagoro, 1975:55).
Persatuan Indonesia adalah prinsip ketiga. Manusia adalah
anggota utama negara karena merupakan produk kesatuan yang
dihasilkan oleh keberadaannya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Kaidah selanjutnya adalah: Sila utama yang diambil dari sila
keempat adalah demokrasi, yaitu bagaimana menyesuaikan diri
dengan norma-norma masyarakat.
Sila kelima, yaitu tentang keadilan sosial, tentu dibangun dan
dijiwai oleh sila kedua, yaitu tentang kemanusiaan yang adil dan
beradab (Notonagoro, 1975:140,141).

8. Pengetahuan (Dasar Epistemologis) Sila-sila Pancasila


Falsafah Pancasila memiliki tiga bagian utama yang bekerja
sama untuk menarik takwa dan pengikut, yaitu:
1. Logos, biasanya disebut dengan logika atau nalar
2. Pathos, atau kagum
3. Etos, khususnya moralitas (Wibisono, 1996, hlm. 3).

Landasan ontologis Pancasila dari landasan


epistemisnya sulit dipisahkan. Falsafah pancasila
merupakan ideologi penuntun sistem (Soeryanto,
1991:51). Ada tiga pokok persoalan dalam
epistemologi: yang pertama tentang awal mula
pengetahuan manusia, dan yang kedua tentang
Ilustrasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi,
ilham, dan ilham hanyalah sebagian kecil contoh
(Notonagoro, tak bertanggal: 3).
landasan aksiologis pancasila
Aksiologi adalah bidang filsafat ilmiah yang
mengeksplorasi bagaimana orang memanfaatkan
pengetahuan. Kata "aksiologi" berasal dari kata
Yunani "axios", yang berarti "sesuai" atau "masuk
akal". Sedangkan logos adalah bahasa Yunani untuk
"pengetahuan". Filsafat nilai adalah aksiologi.
Aksiologi, menurut Jujun S. Suriasumantri, adalah
filsafat nilai yang berkaitan dengan penerapan
informasi yang dipelajari. Menurut John Sinclair,
gagasan atau sistem seperti politik, sosialisme, atau
agama termasuk dalam bidang studi filsafat nilai.
Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
dihargai dan dicari oleh setiap manusia. Aksiologi
adalah ilmu yang berbicara tentang tujuan ilmu yang
menyeluruh. Aksiologi adalah bidang ilmiah yang
mempelajari manfaat dan susunan pengetahuan.
Ternyata, jika digunakan dengan bijak dan benar,
pengetahuan bukannya tidak berharga. karena ada
begitu banyak orang yang menyalahgunakan
peningkatan pengetahuan mereka saat ini.
Topik aksiologi diangkat dalam kaitannya
dengan nilai sains sebagai alat. Tetapi pengetahuan
datang dengan biaya. Hal ini menunjukkan bahwa
agar individu dapat menghargai dan memanfaatkan
pengetahuan, informasi terkadang harus disesuaikan
pada tahap tertentu untuk mencerminkan norma
budaya dan moral suatu komunitas.
BAB III
PENERAPAN NILAI-NILAI DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI DAN SEBAGAI PENDIDIKAN
KARAKTER BANGSA

A. Pengertian Nilai
Nilai melambangkan suatu set pandangan, norma,
keyakinan, dan prinsip yang dipegang oleh suatu komunitas.
Nilai-nilai ini menjadi dasar dalam menentukan tindakan dan
sikap individu dalam masyarakat. Dengan demikian, nilai-
nilai memberikan pedoman bagi perilaku individu. Banyaknya
anggota masyarakat yang mengadopsi dan menghargai nilai-
nilai tersebut menunjukkan apa yang dianggap benar, pantas,
terpuji, dan baik oleh masyarakat tersebut.
fungsi nilai:
1. Nilai membentuk pola pikir dan perilaku yang
diinginkan dalam suatu masyarakat.
2. Nilai-nilai memberikan motivasi kepada individu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Nilai-nilai bisa digunakan sebagai penanda untuk
mengawasi tindakan individu dalam masyarakat.

51
4. Nilai memiliki potensi untuk memotivasi,
membimbing, dan mengendalikan individu agar
berperilaku positif.
5. Nilai berperan sebagai sarana untuk memperkuat
ikatan sosial antara anggota masyarakat.

B. Makna Dan Nilai Yang Terdapat Dalam Pancasila


Pancasila merujuk pada dasar-dasar prinsip yang
menjadi landasan negara Indonesia, memberikan petunjuk
bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap sila dalam
Pancasila mengungkapkan nilai-nilai yang telah ada sejak
zaman dahulu. Nilai-nilai dan makna yang terkait dengan
masing-masing sila tersebut meliputi:
1. Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai-nilai religius merupakan prinsip-prinsip hidup
yang mencerminkan perkembangan spiritual seseorang
dan hubungannya dengan sesuatu yang dianggap suci,
sakral, luhur, dan mulia. Pengertian akan Tuhan menjadi
landasan pandangan hidup untuk menciptakan masyarakat
yang beriman kepada Tuhan, dengan tujuan membangun
jiwa dan semangat dalam upaya mencapai ridha Tuhan
melalui perbuatan baik yang dilakukan. Dalam konteks
etika keagamaan, negara yang berlandaskan pada sila
kedua Pancasila menekankan bahwa manusia adalah

52
makhluk yang memiliki nilai moral yang setara dengan
Tuhan. Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia,
diharapkan memiliki keyakinan dan berpraktik agama
sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
2. Kemanusiaan (Moralitas)
Nilai-nilai religius adalah prinsip-prinsip kehidupan
yang berkaitan dengan hubungan individu dengan hal
yang dianggap memiliki akhlak yang menjadi panduan
perilaku. Memahami keberadaan Tuhan sebagai prinsip
etis berarti menciptakan warga negara yang mempercayai
kekuasaan-Nya, dengan tujuan membentuk individu yang
memiliki semangat dan komitmen untuk mencapai ridha
Tuhan melalui tindakan yang baik. Dalam perspektif etika
agama, negara yang mengakui Keesaan Tuhan Yang Maha
Esa menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dan setiap
masyarakatnya memiliki hubungan yang erat dengan
Tuhan yang dipercaya sebagai sumber kebaikan.
3. Persatuan Indonesia (Berkebangsaan)
Persatuan merupakan gabungan dari beberapa kata,
keberadaan Indonesia dan masyarakatnya di bumi ini
tidak dapat dipertentangkan Bangsa Indonesia hadir
dengan tujuan untuk mewujudkan rasa cinta terhadap
semua suku bangsa. Persatuan Indonesia tidak bersifat
dogmatis atau sempit dalam sikap dan pandangannya.

53
4. Permusyawaratan dan Perwakilan
Sebagai individu yang hidup dalam masyarakat,
manusia selalu bergantung pada orang lain, dan dalam
hubungan tersebut terdapat norma-norma yang diikuti
serta saling menghormati berdasarkan tujuan dan
kepentingan yang umum. Prinsip utama dalam
pembangunan demokrasi yang menjadi landasan penting
bagi bangsa Indonesia memaksimalkan potensinya di
dunia baru, adalah warga negara yang dapat
mengendalikan dirinya, sabar dalam menguasai dirinya,
meskipun berada di tengah pergolakan besar untuk
melakukan perubahan dan perubahan. reformasi.
Kebijaksanaan adalah kebutuhan sosial yang
menampilkan pemikiran masyarakat pada tingkat yang
lebih baik untuk menjadikan suatu masyarakat, dan
melepaskan diri dari pemikiran menurut anggota dan
kalangan yang sedikit.
5. Keadilan Sosial
Nilai keadilan merupakan nilai yang mendukung
norma-norma yang adil, seimbang, dan merata dalam
penyelesaian suatu masalah. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan kesatuan sosial yang inklusif, di mana setiap

54
masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
kehidupan sesuai dengan potensi mereka yang
sebenarnya. Semua upaya dan perjuangan ditujukan untuk
mengembangkan potensi masyarakat, membentuk
karakter, dan meningkatkan kualitas kehidupan sehingga
kesejahteraan dapat tercapai secara merata. Ketika kita
menguraikan nilai-nilai dari kelima sila Pancasila, kita
dapat melihat keindahan dan kedalaman nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Sayangnya, nilai-nilai ini
seringkali hanya menjadi perbincangan belaka dan tidak
diwujudkan sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari
akibat kurangnya kesadaran dan keengganan untuk
menerapkan Pancasila secara tulus. Untuk nilai-nilai ini
dapat merasuk secara lebih dalam ke dalam hati dan jiwa
setiap individu Indonesia, penting untuk menanamkan
nilai-nilai ini sejak dini melalui keluarga, pendidikan, dan
interaksi dalam masyarakat.

C. Penerapan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari.


Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila
I sampai Sila V yang harus diterapkan atau dijabarkan dalam
setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai
berikut:

55
Nilai-nilai yang ada dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
meliputi:
Keyakinan dalam keberadaan Tuhan Yang Maha Esa
adalah keyakinan bahwa ada entitas ilahi yang
menciptakan segala sesuatu Sebagai contoh:
Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap
tumbuhan serta memberikan perawatan yang memadai;
secara konsisten memelihara kebersihan dan sejenisnya.
Ajaran agama Islam bahkan menyatakan bahwa Allah
tidak meridai individu yang menyebabkan kerusakan di
bumi, namun Allah menyukai mereka yang selalu berhati-
hati dalam menjalankan perintah-Nya dan terus
melakukan kebaikan. Keadaan lingkungan hidup di
Indonesia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia merupakan anugerah yang harus
dilestarikan dan ditingkatkan agar dapat terus menjadi
sumber kehidupan bagi bangsa Indonesia dan negara ini.
Prinsip Kemanusiaan yang Adil dan beradab mengandung
nilai-nilai kemanusiaan yang harus diperhatikan dalam
kehidupan sehari-hari.

1. Pengakuan akan adanya harkat dan martabat manusia


dengan menggunakan segala hak dan kewajiban dasarnya

56
Dengan tetap memperhatikan hak-hak setiap orang,
seperti hak atas lingkungan hidup yang aman dan sehat,
hak atas informasi tentang aspek-aspek biologi
lingkungan yang relevan dengan pekerjaannya dalam
pengelolaan lingkungan hidup, dan hak untuk berperan
serta secara aktif dalam upaya-upaya tersebut sesuai
dengan undang-undang, maka tindakan dapat dilakukan
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000: 558). Pada bagian
kedua, dijelaskan bahwa ketentuan yang tercantum pada
bagian pertama dapat dilaksanakan melalui penggunaan
a) Memperkuat kemandirian dan memberdayakan
masyarakat serta membangun hubungan kemitraan.
b) Mengembangkan kemampuan dan kepemimpinan
warga negara.
c) Mendorong responsifnya warga dalam melakukan
pengawasan sosial.
d) Memberikan ruang bagi warga untuk menyampaikan
saran dan pendapat mereka
2. Persatuan dalam Pancasila Indonesia memiliki makna
penting tentang solidaritas dalam menjalin kehidupan
berbangsa, yang mencakup elemen-elemen seperti:
a) kesatuan Indonesia adalah kesatuan bangsa yang
hidup di bagian wilayah Indonesia yang harus dijaga
dan dijunjung tinggi.

57
b) Mengakui perbedaan suku bangsa dalam negeri
(suku).
c) Kasih sayang dan rasa bangga terhadap tanah air
Indonesia (nasionalisme
Dalam rangka memperoleh keterampilan dan
mengupayakan pemerataan lingkungan di seluruh daerah,
serta mengembangkan pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan, penting untuk mengidentifikasi nilai-nilai
tradisi yang berperan dalam mempromosikan kesadaran
akan alam dan lingkungan. Di berbagai daerah, masih
banyak perilaku yang mengikuti larangan dan aturan adat
yang mengatur tindakan yang melanggar nilai-nilai
tradisional setempat. Misalnya, ada larangan menebang
pohon tanpa izin atau konsepsi daerah, serta larangan
mengonsumsi hewan tertentu yang dihormati dalam
kehidupan masyarakat setempat. Pada tingkat individu,
pengamalan ajaran nenek moyang ini sebenarnya
berkontribusi secara aktif terhadap pelestarian alam dan
lingkungan di daerah tersebut. Dengan demikian, hal ini
dapat dianggap sebagai penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang
bersangkutan.
3. Pada Sila Kerakyatan Dipimpin oleh Kebijaksanaan
Kebijaksanaan dalam Musyawarah Perwakilan

58
mengandung nilai kerakyatan. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
a. Melakukan dan memperluas pengetahuan, serta
meningkatkangkesadaran dan tanggunggjawab para
pengambil keputusanndalam mengurus lingkungan
alam.
b. Mengimplementasikan upaya membangun,
menyosialisasikan, dan meningkatkannkesadaran
mengenai hakkdan kewajiban warga negara dalam
menjaga kelestarian lingkungan alam.
c. Menciptakan, mengembangkan, dan meningkatkan
kerjasama dalam usaha pelestarian lingkungan alam.
d. Kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah
dalammmenjaga daya dukunggdan kapasitas
lingkungan alam.
4. Prinsip Keadilan SosiallBagi seluruhhmasyarakat
Indonesia mengandunggnilai keadilan sosial. Aspek
berikut wajib diperhatikan, diantaranya:
a. Mengoperasikan sumber daya alam dengan menjaga
kelangsungannya agar memberikan manfaat dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari generasi
ke generasi berikutnya.
b. Melestarikan sumber dayaaalam dan lingkungan
hidup melalui upaya konservasi, rehabilitasi, dan

59
penggunaannteknologi yang ramah lingkungan untuk
menghemat penggunaan sumber daya.
c. Pada tahap transfer kewenangan dari pemerintah
pusat ke pemerintahhdaerah dalam pengelolaan
sumber dayaaalam dan pelestarian lingkungan,
dilakukan dengan selektif agar kualitassekosistem
tetap terjaga sesuai dengan peraturan undanggundang.
d. Pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan
kesejahteraan manusia dengan memperhatikan
kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi
dan budaya masyarakat setempat, serta penataan
ruang yang memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.

D. Penerapan Nilai Pancasila dalam Pendidikan Karakter


Sebagian masyarakat tidak memperhatikan
pentingnya signifikansi yang terkandung dalam Pancasila.
Faktor ini dapat dilihat dari kurangnya perhatian terhadap
implementasi nilai-nilai Pancasilaadalam kehidupan sehari-
hariidan perkembangan karakter individu. Karena itu,
sangatlah penting untuk mengartikan kembali nilai-nilai
tersebut agar dapat diaplikasikan secara lebih efektif dan
relevan dalam berbagai aspek kehidupan. seperti kepercayaan

60
kepada Tuhan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan melalui pendidikan karakter, sehingga setiap warga
Indonesia dapat menjadi individu yang beragama, manusiawi,
adil, dan berkontribusi positif bagi diri sendiri.
Tujuan dari pendidikan budayaadan karakter nasional adalah
untuk mempersiapkan siswa agar menjadiiwarga negaraayang
lebih baik. Fokusnya adalah mengembangkan kemampuan,
keinginan, dan penerapan nilai-nilai Pancasila
dalammkehidupan sehari-hari, dengan harapan mereka akan
menjadi warga negara yang taat terhadap ajaran agama
mereka sendiri, menghormati dan menerima praktik
keagamaan yang berbeda, serta menjalin kehidupan yang
harmonis dengan penganut keyakinan lain Selain itu,
pendidikan karakter juga menekankan pentingnya integritas
yang berakar pada pengendalian diri, sehingga individu
tersebut bisa diandalkan dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan yang mereka lakukan.
Toleransiimelibatkan sikap dan perilaku yang
menghormati perbedaanndalam keyakinan, budaya, ras,
pendapat, sikap, dan tindakan orangglain yang mungkin
berbeda dengan kita sendiri. Disiplin mencakup tindakan yang
menunjukkan ketaatan dan peraturanndalam mengikuti
berbagai aturan dan peraturan. Kerja keras adalah sikap yang
melibatkan usaha nyata dalam menghadapi tantangan

61
belajarrdan tugas, serta menyelesaikanntugas dengan dedikasi
penuh. Kreativitas melibatkan proses berpikir dan tindakan
untuk menciptakan pendekatan baru atau memberikan dampak
baru terhadap hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Kemandirian adalah pola pikir dan cara hidup yang tidak
mudah bergantung pada orang lain untuk melakukan hal-hal
yang harus dilakukan sendiri. Demokrasi, di sisi lain,
mengacu pada gaya berpikir, bertindak, dan berperilaku yang
mengakui dan menghormati hak dan kewajiban orang serta
orang lain.
Ramah melibatkan tindakan berbagi kebahagiaan
dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan bekerjaasama
dengan orangglain. Cinta diam merujuk pada perilaku,
ucapan, dan tindakan yang menciptakan kegembiraan dan
memberikan rasa aman bagi orang di sekitar mereka.
Semangat nasionalisme meliputi sikap, perbuatan, dan
paham yangymengutamakan kepentingannbangsaadan negara
di atasskepentingan pribadi dan kelompok lain.
Menghargaiiprestasi berarti mengakui dan menghargai
keberhasilan orang lain, serta terlibat dalam perilaku dan
kegiatan yang menginspirasi orang lain untuk menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagiemasyarakat. Ketika datang
untuk mencegah kerusakan pada alam di sekitar kita serta
mencoba untuk membatalkan kerusakan yang telah dilakukan,

62
merawat lingkungan adalah sikap dan tindakan yang
berkelanjutan. Tanggung jawab adalah menjunjung tinggi
komitmen dan kewajiban terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), pemerintah, dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Untuk memastikan bahwa sikap dan perilaku sejalan dengan
moralitas yang mulia bagi bangsa dan nilai-nilaiiPancasila,
menjadi sangatt penting untuk menerapkan dan menanamkan
nilai-nilaih yang terkandung dalammsetiap silaaPancasila.
Dalam usaha mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada
individu, penting untuk menerapkan nilai-nilaiiberikut sesuai
dengan prinsip-prinsip Pancasilaa
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Selalu menjaga keteraturan dalammmelaksanakan
ibadahhmerupakan suatu sikap yang patut dijunjung
tinggi. Tidaklah pantas untuk berbohong kepada guru atau
teman-teman kita. Kami merasa berterima kasih kepada
Tuhan karena diberikan keluarga yang penuh dengan
kasih sayang. Sangat krusial untuk tidak mencontoh
perilaku teman ketika menghadapi ujian atau mengerjakan
tugas di sekolah. Lebih baik menghormati teman yang
memiliki keyakinan agama yang berbeda dalam
melaksanakan ibadah mereka. Ketika bercerita tentang
suatu kejadian, sebaiknya kita mengemukakan apa yang

63
kita ketahui tanpa menambah atau mengurangi cerita
tersebut. Adapula tidak benar jika kita meniru pekerjaan
teman dalam menyelesaikan tugas rumah. Dalam
menjalani kehidupan, penting untuk percaya pada
kemampuan diri sendiri, karena setiap individu diberkahi
dengan kekuatan dan kelemahan yang unik oleh Tuhan.
Ketuhanan yang maha esa adalah konsep yang mengacu pada
kepercayaan akan adanya satu Tuhan yang memiliki keesaan
dan keberadaan yang mutlak. Konsep ini umumnya ditemukan
dalam berbagai agama monoteistik, seperti agama Islam,
Kristen, dan Yahudi. Di bawah ini adalah beberapa tambahan
materi yang berkaitan dengan ketuhanan yang maha esa:
a. Atribut Tuhan: Ketuhanan yang maha esa sering kali
dikaitkan dengan atribut-atribut Tuhan yang dianggap
maha sempurna. Beberapa atribut ini meliputi
kekuasaan, kebijaksanaan, keadilan, kasih sayang, dan
keabadian. Konsep-konsep ini memberikan pandangan
mengenai sifat-sifat Tuhan yang diakui oleh penganut
berbagai agama monoteistik.
b. Hubungan manusia dengan Tuhan: Penganut ketuhanan
yang maha esa meyakini bahwa manusia memiliki
hubungan yang intim dengan Tuhan. Hubungan ini bisa
meliputi ibadah, doa, meditasi, atau tindakan-tindakan
spiritual lainnya. Manusia dianggap sebagai makhluk

64
ciptaan Tuhan yang bertujuan untuk mengenal-Nya,
mematuhi-Nya, dan mencapai kesempurnaan spiritual.
c. Tanggung jawab moral: Konsep ketuhanan yang maha
esa seringkali menyertakan aspek tanggung jawab
moral dalam kehidupan manusia. Penganutnya
meyakini bahwa Tuhan adalah sumber otoritas moral
dan memberikan petunjuk mengenai apa yang benar dan
salah. Oleh karena itu, manusia diharapkan untuk hidup
sesuai dengan ajaran-Nya dan bertanggung jawab atas
perbuatan-perbuatan mereka.
d. Keberagaman dalam persepsi Tuhan: Meskipun konsep
ketuhanan yang maha esa mengacu pada kepercayaan
akan adanya satu Tuhan, pengertian tentang Tuhan bisa
bervariasi di antara agama-agama yang berbeda. Setiap
agama dapat memiliki pemahaman yang unik tentang
sifat dan karakteristik Tuhan, serta cara berhubungan
dengan-Nya.
e. Kesatuan dalam keberagaman: Meskipun terdapat
perbedaan dalam pemahaman tentang Tuhan, konsep
ketuhanan yang maha esa juga mencerminkan
pemahaman bahwa di balik keberagaman tersebut, ada
kesatuan yang mendasar. Penganut berbagai agama
monoteistik meyakini bahwa meskipun nama, atribut,
dan cara beribadah mungkin berbeda, hakikatnya,

65
Tuhan yang disembah adalah satu dan sama. Penting
untuk diingat bahwa konsep ketuhanan yang maha esa
dapat bervariasi tergantung pada agama, kepercayaan,
dan tradisi yang berbeda. Materi di atas hanya
memberikan gambaran umum dan tidak mencakup
semua aspek yang mungkin ada dalam konsep tersebut.
2. Kemanusian Yang Adil dan Beradab
Membantu teman yang sedang menghadapi kesulitan
adalah perbuatan yang terpuji. Tidak sepatutnya kita
melakukan diskriminasi dalam memilih teman. Tidak
pantas menggunakan teman lain sebagai alat dalam hal
kegiatan makan di hadapan teman lainnya. Menginginkan
untuk mengajar teman yang mengalami kesulitan dalam
mata pelajaran tertentu. Memberikan kursi kepada lansia,
ibu hamil, atau mereka yang membutuhkan lebih banyak
waktu di transportasi umum sebagai bentuk
penghormatan. Tidaklah tepat untuk mengutuk teman
yang telah melakukan kesalahan terhadap kita.
Memintaamaafgatau izin saat kita melakukannkesalahan.
Menghormati dan patuh pada guru, tanpa melakukan
tindakan yang tidak pantas. Menghormati dan mematuhi
orang tua.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah konsep
yang menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan

66
etika yang baik terhadap sesama manusia. Konsep ini
melibatkan aspek moral, sosial, dan budaya dalam
interaksi manusia dengan sesama manusia. Berikut adalah
beberapa tambahan materi yang berkaitan dengan
kemanusiaan yang adil dan beradab:
a) Keadilan sosial: Kemanusiaan yang adil dan beradab
mendorong keadilan sosial di dalam masyarakat. Ini
melibatkan memastikan bahwa setiap individu
memiliki kesempatan yang adil untuk hidup dan
berkembang, tanpa diskriminasi berdasarkan ras,
agama, gender, atau latar belakang sosial-ekonomi.
Prinsip ini melibatkan distribusi sumber daya yang
adil, perlindungan hak asasi manusia, dan
penanggulangan kesenjangan sosial.
b) Empati dan solidaritas: Kemanusiaan yang adil dan
beradab juga mendorong adanya empati dan
solidaritas terhadap sesama manusia. Ini melibatkan
kemampuan untuk memahami dan merasakan
pengalaman orang lain serta berempati terhadap
penderitaan dan kebutuhan mereka. Dengan memiliki
sikap empati dan solidaritas, kita dapat membantu
meringankan penderitaan orang lain dan bekerja
bersama untuk mencapai kebaikan bersama.

67
c) Etika dan moralitas: Kemanusiaan yang adil dan
beradab melibatkan perilaku yang mencerminkan
etika dan moralitas yang tinggi. Ini termasuk
integritas pribadi, tanggung jawab sosial, dan
penghormatan terhadap hak-hak individu. Dalam
interaksi dengan sesama manusia, penting untuk
mempraktikkan kejujuran, kesopanan, kerjasama, dan
menghindari perilaku yang merugikan atau menyakiti
orang lain.
d) Pendidikan dan kesadaran: Pendidikan dan kesadaran
memainkan peran penting dalam mencapai
kemanusiaan yang adil dan beradab. Pendidikan yang
baik mempromosikan pemahaman yang lebih baik
tentang hak asasi manusia, keragaman budaya, nilai-
nilai universal, dan etika yang baik. Kesadaran akan
pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab dapat
mendorong tindakan yang bertujuan untuk
meningkatkan kondisi sosial dan mempromosikan
perdamaian.
e) Konflik dan perdamaian: Kemanusiaan yang adil dan
beradab juga mencakup penanganan konflik dan
promosi perdamaian. Ini melibatkan penyelesaian
konflik dengan cara yang adil dan damai, serta upaya
untuk membangun hubungan yang harmonis di antara

68
individu dan kelompok yang berbeda. Tujuan
akhirnya adalah menciptakan masyarakat yang damai,
inklusif, dan saling mendukung.

3. Persatuan Indonesia
upacara benderasdengannketeraturan yang baik.
Bersama-sama berpartisipasi dalam kegiatan kebersihan
lingkungan sekolah. Hindari konflik dan jangan
memanfaatkan orang lain. Prioritaskan penggunaan
produk-produk yang diproduksi di dalam negeri. Hargai
setiap teman, terlepas dari perbedaan ras dan budaya.
Merasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Jauhkan
sikap sombong dan kesombongan yang berlebihan
terhadap diri sendiri. Menghargai keindahan geografiss
dan kesuburanntanahhdi Indonesia.
4. Karakyatan Yang Di Pimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Biasakanlah untuk melakukan diskusi bersama teman
dalam mencari solusi atas permasalahan. Melaksanakan
hak suara dalam pemilihan umum. Mengerti bahwa Anda
tidak dapat memaksa kehendak Anda kepada orangglain.

69
Menerimaakekalahan dengan sikap yang ikhlas. Jika tidak
dapat bersainggdengannteman lain dengan baikhdan
bertanggung jawab, serta menerima konsekuensi dari
keputusannyang dihasilkan melalui musyawarah. Berani
memberikan kritik kepada teman, pemimpin, dan guru
yang berperilaku sewenang-wenang. Berani
menyampaikan pendapat di hadapan publik.
Melaksanakan semua hukum dan keputusannbersama
dengannkesadaran dan tanggung jawabnyang tinggi.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Hormatilah setiap individu dengan penuh keadilan.
Bagikan makanan dengan adil kepada semua teman.
Sebagai koordinator, berikan tugas yang terbagi rata dan
sesuaindengan kemampuannanggota tim. Seorang guru
seharusnya memberikan pujian kepada siswa yang bekerja
keras dan memberikan nasihat kepada siswa yang kurang
bersemangat. Jangan ada selektivitas dalam bergaul
dengan orang lain. Jangan menyalahgunakan hak milik
untuk kepentingan pribadi yang merugikan kepentingan
umum. Merasa senang dalam melakukan kerja keras.
E. Pentingnya Penerapan Nilai Pancasila dalam Pendidikan
Karakter Bangsa
Untuk menghasilkan generasi yang memiliki
moralitas dan kualitas yang unggul, diperlukan beberapa

70
langkah dalam proses pembentukannya. Salah satunya adalah
memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tinggi yang
terdapat dalam Pancasila, karena Pancasila adalah dasar
negara dan panduan hidup bangsa dalam menjalani kehidupan
mereka. Generasi ini harus memahami, menghayati, dan
mengamalkan semua nilai yang terkandung dalam Pancasila,
karena nilai-nilai tersebut menjadi dasar dan benteng bagi
mereka dari pengaruh negatif yang dapat merusak moralitas
mereka. Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
pendidikan karakter, sikap dan perilaku yang menyimpang
dapat diperbaiki. Individu yang memiliki jiwa nasionalis dan
patriotik tidak akan mengalami distorsi dalam kepribadian
mereka. Berikut adalah pentingnya menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari: Menanamkan rasa
cinta kepada Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Membangun rasa cinta terhadap anggota keluarga.
Mengembangkan rasa cinta dan hormat kepada orang tua dan
orang yang lebih tua. Mempromosikan perilaku yang adil
terhadap sesama. Membangun sikap toleransi. Membangun
semangat gotong royong dan kerja sama. Mengembangkan
sikap yang bijaksana dan toleran. Mempromosikan cinta tanpa
diskriminasi. Mempromosikan budaya musyawarah.
Mendorong keinginan untuk membantu mereka yang
membutuhkan. Membangun rasadpersaudaraan. Berorientasi

71
pada masa depanndan menghargai perubahanndan kemajuan.
Mendorong demokrasi dan mewujudkan masyarakat madani.
Melalui penerapan nilai-nilai Pancasila, kita dapat mencegah
segala bentuk kekerasan dan pemaksaan. Kita juga dapat
menghormati kualitas dan menghindari tindakan rasialidan
diskriminatif. Menghargai kerja keras, kreativitas,
danmproduktivitas. Menumbuhkan disiplin dan ketaatan yang
tinggi terhadap aturanndan hukum. Memupuk rasa
nasionalismendan patriotismehyang kuat. Mengembangkan
moralitas sosial dan budaya.

72
PANCASILA DAN SOSIAL PERSPEKTIF
FILSAFAT INDIVIDU DAN STRUKTUR DALAM
DINAMIKA INTERAKSI SOSIAL

Sejak reformasi bergulir hingga saat ini, Pancasila


telah mulai dilupakan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan Pancasila.
Apabila terdapat kekeliruan, hal itu dikarenakan
adanya pihak yang membuat pemaknaan tunggal atas
Pancasila yang kemudian dipaksakan sebagai alat
politik untuk mempertahankan status quo kekuasaan.
Meskipun demikian, terdapat keyakinan, bahwa
persatuan dan kesatuan nasional baik yang bernuansa
struktural maupun kultural (solidaritas sosial) tetap
dapat dipertahankan di negeri ini. Sebab Indonesia
didirikan atas dasar rasa penderitaan yang sama (sense
of common suffering) akibat penjajahan asing ratusan
tahun, bukan atas dasar falsafah non-primordialisme.

73
Pancasila merupakan paham yang berpendirian,
bahwa suatu bangsa adalah semua orang yang
berkeinginan membentuk masa depan bersama di
bawah lindungan suatu negara, tanpa membedakan
suku, ras, agama ataupun golongan. Pancasila bukan
semata-mata sebagai ideologi negara, melainkan
vision of state yang dimaksudkan untuk memberi
landasan filosofis bersama (common philosophycal
ground) sebuah masyarakat plural yang modern, yaitu
masyarakat Indonesia yang maju, berdaulat, adil dan
makmur. Tantangan utama dalam membangun bangsa
adalah bagaimana negara memberikan identitas yang
kuat agar dapat memberikan perasaan istimewa, lain
dari pada yang lain. Dengan prinsip-prinsip Pancasila,
bangsa Indonesia diharapkan dapat memiliki karakter
yang memiliki nilai tambah jika dibandingkan dengan
bangsa-bangsa lain.

Terkait dengan hal tersebut, penulisan tinjauan ini


dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran Pancasila
sebagai visi bangsa yang dianalisis sebagai arah
perubahan sosial dalam perspektif interaksi sosial
masyarakat. Namun demikian, keinginan pragmatis

74
ini akan mengalami kesulitan, jika persoalan ini
semata-mata ditempatkan sebagai persoalan analisis
moral Pancasila belaka. Dengan menempatkannya
sebagai dasar bagi perubahan sosial, melalui
perspektif interaksi sosial yang memandang sekaligus
relasi individu dan struktur sosial, diharapkan mampu
menganalisis secara cermat fenomena sosial yang
terjadi sejak masa reformasi. Menempatkan Pancasila
sebagai dasar dan arah perubahan sosial akan
mendukung eksistensi masyarakat Indonesia yang
memiliki sustainibility yang mantap dan dinamis.
Implementasi Pancasila sebagai dasar bagi perubahan
sosial membutuhkan landasan sosiologis yang dapat
diterjemahkan dalam visi, misi, dan tujuan negara.
Harapan ini dapat terwujud, apabila masa depan
Indonesia dibangun dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut: (1) menginventarisir nilai-nilai
unggul apa saja yang dapat kita kembangkan; (2)
menciptakan interaksi yang sehat dalam masyarakat
yang memungkinkan nilai-nilai unggul itu terwujud;
dan (3) menanggapi segala persoalan yang muncul
secara proaktif, bukan reaktif atau represif, sehingga

75
dapat menepis berbagai potensi kekerasan dimulai
dari diri kita sendiri demi terwujudnya kedamaian
antara sesama manusia.

Pendekatan sosiologi yang digunakan dalam tinjauan


ini, mengasumsikan bahwa relasi Antara anggota
masyarakat bersifat saling bergantung, tidak mungkin
dapat mencapai tujuannya tanpa menggunakan
sumber masyarakat lainnya. Interaksi yang muncul
akan terjadi secara berulang-ulang dan terus-menerus
dalam jangka waktu yang lama dalam kehidupan
keseharian. Kesinambungan proses ini pada akhirnya
akan memunculkan suatu tata aturan yang mengatur
perilaku mereka, dari yang daya ikatnya paling rendah
sampai yang lebih kuat. Tata aturan itu berupa
nilainilai yang dibagi bersama yang dianggap sebagai
perekat dan pengikat bangsa. Nilai-nilai yang dibagi
bersama itu, dipersepsi menjadi nilai-nilai yang
sifatnya universal antaretnis bahkan antarbangsa,
sesuai dengan konteks dan setting sosial yang
berbeda. Akibatnya, jika Pancasila dijadikan arah bagi
perubahan sosial, maka diperlukan redefinisi dengan
mengadopsi nilai-nilai dalam masyarakat yang

76
mengarah kepada konsep-konsep demokrasi, HAM,
partisipatif, egaliter, lokalitas, kemandirian, dan
gender.

Disamping itu, pendekatan sosiologi ini juga


mengasumsikan bahwa penafsiran terhadap Pancasila
dibangun melalui interaksi yang bersifat sukarela dari
para pelaku yang otonom, sehingga pemahaman
terhadap Pancasila merupakan proses yang tidak
pernah selesai. Oleh karena itu, interaksi sosial yang
dibangun bersifat konstitutif1yang preferensinya tidak
sepenuhnya ditentukan oleh struktur, karena pada saat
yang sama interaksi hanya dapat terjadi melalalui
interaksi yang bersifat sukarela dari para pelaku yang
otonom, sehingga pemahaman terhadap pancasila
merupakan proses yang tidak pernah selesai. Oleh
karena itu, interaksi sosial yang dibangun bersifat
konstitutif oleh struktur, karena pada saat yang sama
interaksi hanya dapat terjadi melalui perjumpaan yang
terus-menerus antar pelaku.

77
Masyarakat Indonesia

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai kelompok


etnik atau disebut ethnic nation (Suryadinata, 2000
dalam Wirutomo, 2012), yaitu sebuah masyarakat
negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku
bangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem
nasional dari masyarakat negara tersebut (Suparlan,
2008). Penekanan keanekaragaman dalam masyarakat
majemuk terletak pada sukubangsa dan kebudayaan
suku bangsa. Setiap sukubangsa mempunyai wilayah
tempat hidup yang diakui sebagai hak ulayatnya dan
merupakan tempat sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup mereka.Oleh
karena itu, bangsa Indonesia harus mampu mengelola
dan mempersatukan keragaman etnik ini, serta
mengeliminasi kemungkinan terjadinya konflik.

Menurut Suparlan (2000:5), suku bangsa merupakan


sebuah kategori atau golongan sosial askriptif. Suku
bangsa didefinisikan sebagai suatu pengorganisasian
sosial yang askriptif, di mana pengakuan terhadap
warga suku bangsa dilakukan berdasarkan kelahiran

78
dan keturunan. Sifat askriptif ini, mengakibatkan
jatidiri suku bangsa atau kesukubangsaan tidak dapat
dibuang atau diganti dengan jati diri lainnya. Jati diri
suku bangsa atau asal yang askriptif ini tetap melekat
pada seseorang sejak kelahirannya.

Setiap interaksi antara individu dalam hubungan


sosial, akan memperlihatkan jatidiri yang muncul
karena adanya atribut-atribut yang digunakan dalam
mengekspresikan jatidiri. Dalam hubungan antara
sukubangsa, atribut dari jatidiri suatu sukubangsa
menjadi kebudayaannya. Kebudayaan sukubangsa
juga bersifat askriptif, karena diperoleh seseorang
melalui proses pembelajaran yang ‘dipaksa’. Dengan
kata lain, pembelajaran kebudayaan sukubangsa
merupakan suatu keyakinan oleh masyarakatnya.
Keyakinan menjadi nilai-nilai budaya sebagai inti dari
kebudayaan sukubangsa yang primordial bagi seorang
anak. Nilai-nilai utama yang pertama dipelajari dan
diyakini dalam kehidupannya.

79
Secara teoritik, untuk mewujudkan harmoni antaretnik
dalam interaksi sosial, dibutuhkan adanya faktor
sosial yang berfungsi positif untuk mengeliminasi
perbedaan etnis yang ada, agar tidak meruncing dan
menjadi gesekan sosial yang bersifat manifes. Salah
satu bentuk eliminasi tersebut, antara lain yaitu pola
hubungan yang bersifat “simbiosis mutualisme” antar-
etnis yang berbeda, dalam kegiatan produksi. Artinya,
meskipun tidak terjadi asimilasi kultural, namun akan
tetap terjalin hubungan sosial yang erat dan saling
membutuhkan, apabila terbangun pola hubungan
patront-client yang adil dalam hubungan produksi.

Adanya komunikasi dan hubungan sosial yang


intensif, akan menyebabkan karakter masingmasing
etnis semakin mudah dipahami. Pemahaman ini dapat
menumbuhkan adanya kesadaran terhadap perbedaan
antar-etnis, sehingga tidak perlu saling
menyubordinasi. Selain itu, dukungan dan sense of
belonging yang tinggi dari tokoh masyarakat dan
agama, serta lembaga sosial dapat menjaga dan
mencegah kemungkinan terjadinya konflik horizontal
yang terbuka.

80
Menurut Wirutomo (2012:3), masyarakat yang
memiliki beragam etnik memiliki dua ciri, yaitu:
pertama, hot etnicity yang cenderung menonjolkan
identitas etniknya, memiliki kecenderungan untuk
selalu ingin merdeka; dan kedua, cold etnicity yang
sifatnya kurang fanatik, kurang emosional dan hanya
digunakan untuk mencari keuntungan sesaat.
Indonesia memiliki kedua ciri ini. Situasinya sangat
tergantung bagaimana negara mengelola integrasi
masyarakatnya, sehingga diperlukan satu identitas
bersama yang bersifat nasional yang dapat
merangkum semua kepentingan. Dalam kaitan ini,
Pancasila merupakan strategi integrasi yang relevan,
karena memberikan kebebasan kepada semua etnik
untuk tetap hidup, sekaligus mengembangkan sistem
budaya dan kesetiakawanan sosialnya, serta saling
menghargai secara setara, yang dikukuhkan dalam
prinsip Bhineka Tunggal Ika.

81
Pancasila sebagai Visi Bangsa

Sebagai vision of state, Pancasila dapat dijadikan


dasar perubahan sosial, yaitu terbentuknya masyarakat
multikultural yang berdaulat, adil, dan makmur. Hal
ini memang tidak mudah untuk dilakukan. Mengingat
kondisi saat ini yang cenderung mengabaikan
Pancasila yang dinilai sebagai warisan Orde Baru.
Terutama dengan terjadinya reformasi yang mulai
meragukan gagasan-gagasan ideal masyarakat
Pancasila. Fakta yang dihadapi pada masa itu adalah
situasi konflik etnik dan agama, tawuran antar
kampung, perebutan kekuasaan, konflik komunal
akibat pemilihan kepala daerah, korupsi dan berbagai
persengketaan lain. Struktur toleransi dengan nilai
keselarasan yang mendasarinya perlahan hilang,
sementara struktur reformasi yang dibangun masih
sangat lemah menopang struktur sosial, dan belum
mendapatkan pengakuan. Akibatnya, terjadi
ambivalensi dalam penerapan Pancasila. Di tengah
situasi ini, kemudian muncul dua sikap dalam
menempatkan Pancasila sebagai dasar perubahan

82
struktur sosial masyarakat Indonesia, yaitu sikap yang
konservatif dan sikap yang lebih progresif.

Sikap yang konservatif memperlihatkan pendiriannya


yang cemas terhadap perkembangan masyarakat, yang
mengarah pada lenyapnya nilai-nilai masyarakat, dan
menempatkan Pancasila dan UUD RI 1945 sebagai
kekuatan integratif antar kelompok masyarakat.
Penanganan ketika terjadi pertentangan dan
perpecahan antarkelompok sosial saat ini, ingin
dikembalikan seperti zaman Orde Baru. Keadaannya
tersusun secara hirarkis, dengan memahami hak dan
kewajiban masing-masing, demi pulihnya
keintegrasian dan kerukunan masyarakat. Sementara
itu, sikap progresif sesungguhnya juga menyesali
kondisi masyarakat yang chaos, akibat adanya
perpecahan dan anarki. Meskipun demikian, tatanan
masyarakat baru, yaitu masyarakat dengan pemerataan
di semua lapisan masyarakat, masih diyakini dapat
terwujud. Kelompok ini tetap percaya akan
keunggulan Hak Asasi Manusia dan nilai-nilai
humanitas lainnya dalam membangun masyarakat.
Masyarakat yang akan dibangun didasarkan atas suatu

83
perencanaan rasional dan dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah.

Kedua sikap tersebut perlu didamaikan dengan


mengedepankan nilai ke-Indonesia-an yang bersumber
dari berbagai nilai, sehingga dalam proses dialogis
akan ditemukan ke-Indonesia-an yang lebih utuh.
Nilai ke-Indonesia-an itu berbasis pada nilai yang
mengutamakan kehidupan dan kemanusiaan. Menjadi
ruang hidup masyarakat untuk memaknai hidup,
memberi arti sosialitas dan identitas dirinya, dalam
upaya saling memperkaya, hormat dan beradab, serta
adilnya kemanusiaan.

Dalam kaitan ini, terdapat empat asumsi yang perlu


dimanifestasikan dalam menempatkan Pancasila
sebagai dasar perubahan sosial, yaitu: (1) adanya
pattern maintenance di masyarakat, atau kemampuan
memelihara dan melestarikan sistem nilai yang dianut
sebagai endapan atau manifestasi tingkah laku
manusia; (2) adanya kemampuan masyarakat
beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat.
Masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan

84
perubahan dan memanfaatkan peluang yang timbul,
akan tetap eksis dan memiliki keberlanjutan
kehidupan kebangsaan yang mantap; (3) adanya
fungsi integratif dari unsur-unsur masyarakat yang
beragam secara terus-menerus dan berkesinambungan,
sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang kian
menyatukan masyarakat itu; dan (4) masyarakat perlu
memiliki goal attainment atau tujuan bersama yaitu
kesamaan cita-cita, pandangan, harapan, dan tujuan
tentang masa depannya.

Perubahan dan Struktur Sosial

Perubahan sosial terjadi di dalam atau mencakup


sistem sosial yang memperlihatkan perbedaan antara
keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu yang
berbeda (Prayitno, 2014:21). Perubahan sosial
merupakan sebuah proses yang selalu melekat dalam
perkembangan masyarakat. Tidak selalu terencana dan
menuju pada perkembangan yang diharapkan, karena
terbuka kemungkinan dimaknai sebagai suatu yang
negatif dan harus dihindari. Perubahan sosial yang
dimaknai sebagai sesuatu yang negatif, berkaitan

85
dengan anggapan bahwa masyarakat merupakan
sebuah sistem yang stabil. Sistem yang memiliki
tatanan sosial yang relatif stabil dan terintegrasi, yang
terus menerus dianggap sebagai kondisi yang normal.
Perubahan dalam pandangan ini dianggap sebagai
kondisi yang menyimpang, sehingga mengabaikan arti
penting perubahan sosial sebagai sarana menjaga
keutuhan sistem sosial. Perubahan sosial juga
dianggap sebagai sesuatu yang bersifat abnormal dan
traumatis, suatu perubahan yang dipandang sebagai
kondisi yang penuh krisis dan terdapat campur tangan
pihak diluar komunitas yang tidak dikehendaki.

Perubahan sosial itu dapat terjadi dalam: (a) struktur


dan fungsi masyarakat, (b) dalam hubungan sosial
atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan, (c)
perubahan kondisi geografis kebudayaan materiil,
komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan dalam
masyarakat, (d) modifikasi pola kehidupan manusia,
(e) tidak terulang dari sistem sosial sebagai satu
kesatuan, (f) lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya,

86
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat, dan (g) fenomena sosial di berbagai
tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individu
sampai dengan tingkat dunia (Prayitno, 2014:21). Di
samping itu, perubahan sosial merupakan perubahan
yang terjadi dalam struktur sosial dalam kurun waktu
tertentu yang mengandung beberapa jenis, yaitu (a)
perubahan peran individu dalam sejarah kehidupan
yang menyangkut keberadaan struktur yang bersifat
gradual; (b) perubahan dalam cara bagaimana struktur
sosial saling berhubungan; (c) perubahan dalam fungsi
struktur yang berkaitan dengan apa yang dilakukan
masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut
melakukannya; dan (d) perubahan dalam bentuk
interaksi antarindividu.

Individu merupakan hal yang paling penting dalam


konsep sosiologi, sebagai obyek yang bisa secara
langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya
dengan individu yang lain. Dalam perspektif ini,
dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–
1931), Charles Horton Cooley (1846–1929), yang

87
memusatkan perhatiannya pada interaksi antara
individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa
individu-individu tersebut berinteraksi dengan
menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi
tanda-tanda, isyarat dan kata-kata. Sosiolog
interaksionisme simbolik kontemporer lainnya adalah
Herbert Blumer (1962) dan Erving Goffman (1959).
Interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada
hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari
tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi
individu dalam masyarakat antara lain termanifestasi
dalam hubungan institusi-institusi sosial, yang muncul
dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial.
Interaksi ini dimediasi oleh penggunaan
simbolsimbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan
makna dari tindakan orang lain. Semua interaksi
antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran
simbol. Ketika antarindividu saling berinteraksi,
biasanya secara konstan mereka mencari “petunjuk”
mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam
konteks itu dan mengenai bagaimana

88
menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh
orang lain.

Sementara itu, struktur sosial merupakan ikatan


antarmanusia sebagai bangunan utama dari bangunan
sosial, yang menjadi simpul yang menyatukan jalinan
masyarakat. Struktur sosial berkaitan dengan
hubungan atau interaksi sosial yang bersifat imperatif
dengan membangun hubungan antarsesama dan
menjaganya agar terus berlangsung. Struktur sosial
memungkinkan individu agar dapat bekerja bersama-
sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat
dilakukan seorang diri. Struktur sosial termanifestasi
dalam jaringan, yaitu sarana bagi seseorang yang
dilakukan karena adanya kesamaan nilai dengan
anggota lain dalam jaringan yang
bersangkutan.Jaringan ini dapat menjadi sumber daya
yang dapat bermanfaat langsung dan dapat dipandang
sebagai modal sosial. Jaringan sosial merupakan aset
yang sangat bernilai, yang memberikan dasar bagi
kohesi sosial dan mendorong orang bekerjasama
untuk mendapat manfaat timbal balik. Paling tidak,
seperti ditegaskan oleh Putnam (2000:19) dan

89
Woolcock (1998) hubungan kerjasama membantu
orang memperbaiki kehidupan mereka Jaringan yang
dimiliki seseorang perlu dipandang sebagai bagian
dari hubungan dan norma yang lebih luas yang
memungkinkan orang mencapai tujuan-tujuannya, dan
mengikat bersama. Seperti yang disampaikan Giddens
(1984:169) dalam teori strukturasinya, bahwa struktur
selalu mendorong sekaligus mengekang, ditinjau dari
hubungan inheren antara struktur dan agensi,
termasuk hubungan agensi dengan kekuasaan. Oleh
karena itu, terdapat anggapan bahwa disatu pihak
pilihan seseorang itu terikat atau terkekang oleh
sumber daya, sehingga koneksi menentukan
keberhasilan seseorang. Meskipun demikian, dipihak
lain, seseorang akan menggunakan jaringannya untuk
dapat membebaskan diri dari hambatan-hambatan, dan
menggunakan modal sosialnya untuk mengakses
sumber daya yang sama. Keyakinan atas kualitas
jaringan dan hubungannya dengan nilai bersama
mendominasi pemikiran sosiologi --terutama sosiologi
klasik karena sosiologi merupakan disiplin ilmu yang
lahir sebagai upaya untuk menjelaskan asal-usul dan

90
sifat tatanan sosial. Sosiologi berupaya untuk
memberikan pemahaman, bagaimana manusia
menciptakan struktur sosial dan pola perilaku stabil di
dunia tempat urbanisasi, industrialisasi, dan solidaritas
ilmiah menggerogoti basis tatanan tradisonal, seperti
perilaku, iman, dan kepatuhan buta.

Setidaknya, kualitas jaringan ditentukan oleh tingkat


kepercayaan para anggota masyarakat yang terlibat di
dalamnya. Orang bekerjasama untuk mencapai tujuan-
tujuan mereka, tidak hanya harus mengenal satu sama
lain sebelumnya, tetapi juga harus saling percaya dan
berharap bahwa mereka bekerjasama untuk
mendapatkan manfaat yang setimpal. Putnam dan
Coleman adalah diantara teoritisi utama yang
mendefinisikan kepercayaan sebagai komponen utama
bagi bekerjanya sebuah sistem sosial. Lebih lanjut
lagi, Fukuyama menjelaskan arti penting kepercayaan
dalam sistem sosial, yaitu sebagai kapabilitas yang
muncul dari kepercayaan abadi ditengah-tengah
masyarakat atau pada bagian tertentu dari masyarakat
tersebut (Fukuyama, 1995:122). Pada bagian lain
Fukuyama juga menjelaskan, bahwa kepercayaan

91
adalah dasar dari tatanan sosial, komunitas itu
tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak
akan muncul secara spontan tanpanya (Fukuyama,
1995:25). Arti kepercayaan dapat dilihat dari
keterpercayaan anggota masyarakat yang dapat
dipandang sebagai “pelumas” yang memperlancar
berbagai transaksi sosial dan ekonomi menjadi murah,
tidak birokratis, dan tidak memakan banyak waktu.
Kepercayaan memainkan peranan penting dalam
memeroleh akses manfaat jaringan sosial. Oleh karena
itu, jaringan dengan kepercayaan tinggi akan
berfungsi lebih baik dan lebih mudah, jika
dibandingkan dengan jaringan dengan kepercayaan
rendah.

Relasi Individu dan Struktur

Relasi individu dan struktur sosial bekerja dalam


suatu interaksi sosial yang dapat diartikan sebagai
hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Dalam
interaksi juga terdapat simbol yang biasanya diartikan
sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan
kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

92
Proses interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah
pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas
dasar makna yang dimiliki manusia, yang berasal dari
interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Makna
tidak bersifat tetap namun dapat diubah. Perubahan
terhadap makna dapat terjadi melalui proses
penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai
sesuatu sebaagai interpretative process. Interaksi
sosial yang sehat dan bermakna bagi setiap individu
yang terlibat, membutuhkan nilai dan norma yang
diakui bersama yang dijadikan dasar bagi hubungan
antarindividu, individu dengan kelompok, ataupun
antar kelompok. Dalam terminologi sosiologi modern,
makna hubungan sosial tergantung pada ketersediaan
modal sosial yang ada dalam masyarakat.

Utilitarianisme sebagai paradigma individualisme


radikal, memandang individu sebagai aktor yang
berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya, yang
secara rasional memilih sarana yang terbaik untuk
melayani tujuan-tujuannya sendiri. Inti pandangannya
adalah bahwa individu yang berdiri sendiri adalah unit
yang mengambil keputusan, yaitu yang memberikan

93
keputusannya sendiri. Asumsinya adalah bahwa orang
berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya (apakah
berupa kesenangan, kebahagiaan, konsumsi, atau
sekedar pendapat formal tentang tujuan bersama),
orang mengejar sekurang-kurangnya dua “utilitas”
yang tidak dapat direduksi dan mempunyai dua
sumber penilaian, yaitu kesenangan dan moralitas
(Etzioni,1986). Sementara, strukturalisme
berargumentasi bahwa moralitas merupakan suatu
sistem kaidah dan nilai yang diberikan oleh
masyarakat, tertanam dalam budayanya, sebagai
bagian dari internalisasi budaya. Berkumpulnya
individu-individu di dalam komunitas yang
kompetitif, yang sama sekali tidak mengakibatkan
konflik yang menyeluruh, dikatakan menciptakan
efisiensi dan kesejahteraan maksimum.

Menyadari dikotomi tersebut, studi-studi sosiologi


yang lebih kemudian menganalisis adanya penyatuan,
terutama antara pandangan yang menekankan
pentingnya individu dan pandangan yang lebih
mementingkan pengaruh struktur. Wacana penyatuan
dua ekstrem teoritik ini sudah mulai dilakukan,

94
terutama pada tahun 1980-an, sebagian besar dalam
sosiologi Amerika, menuju konsensus luas kearah
sintesis atau pertalian, teori agen-struktur dan atau
tingkat analisis sosial (Ritzer, 1996:474). Meskipun
demikian, terdapat dua arus utama dalam upaya
penyatuan ini, yaitu yang memusatkan perhatian pada
pengintegrasian teori mikro dan makro, dan yang lain
lebih memusatkan pada hubungan antara tingkat
mikro dan makro dari analisis sosial.

Upaya sintesis atau pertalian mikro-makro dalam


paradigma sosiologi telah dilakukan oleh Ritzer
(1979,1981) dalam sosiologi berparadigma ganda.
Pandangan integratif menyatakan bahwa, struktur
mikro atau makro tak dapat dianalisis secara
tersendiri, keduanya berinteraksi sepanjang waktu,
meski ada yang hanya menekankan pada salah satu
tingkat analisis saja. Coleman (1990, 1994) meskipun
mengembangkan teori pilihan rasional, sebenarnya
juga mengembangkan integrasi mikro ke makro,
meskipun ia kurang memberikan penjelasan yang
cukup atas hubungan makro ke mikro. Demikian pula
dengan Granovetter (1985:481-510). Ia memperluas

95
konsep kemelekatan sebagai landasan tengah antara
pandangan tentang tindakan ekonomi sebagai yang
ditetapkan oleh norma-norma budaya dan analisis
pilihan rasional perilaku ekonomi. Granovetter
memfokuskan diri pada saling penetrasi dari keduanya
dalam struktur hubungan sosial.

Peningkatan perhatian atas pengintegrasian mikro-


makro, ternyata sejajar dengan peningkatan perhatian
di kalangan teoritisi Eropa atas masalah hubungan
antara agen dan struktur (Ritzer dan Goodman,
2004:505). Tampaknya, antara integrasi mikro-makro
dan agen-struktur seolah mirip dan sering dibahas
seakan-akan masalah itu serupa satu sama lain, tetapi
sebenarnya memiliki perbedaan substansial. Konsep
agen (agency), pada umumnya memang merujuk pada
tingkat mikro atau aktor manusia individual. Tetapi,
konsep inipun merujuk kepada kolektivitas (makro),
Burns (1987:9), misalnya, memandang pengertian
agen sebagai, “individu maupun kelompok
terorganisir, organisasi dan bangsa.”Demikian pula
dengan struktur yang biasanya mengacu pada konsep
berskala besar, konsep inipun dapat mengacu pada

96
struktur mikro seperti yang terlibat dalam interaksi
individual. Oleh karena itu, baik agen maupun
struktur dapat mengacu kepada fenomena tingkat
mikro atau makro, atau pada keduanya.

Menempatkan Pancasila sebagai Arah Perubahan


Sosial

Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia


sebagai sistem nilai yang dapat membedakannya
dengan bangsa-bangsa yang lain. Sebagai Identitas,
Pancasila merupakan suatu perangkat konsep dan
nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia
dan Tuhan, antar-sesama manusia, serta antara
manusia dan alam semesta, yang terwujud dalam nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan sosial. Hubungan ini, bersifat dinamis dan
terbuka terutama pada upaya pembentukan karakter
bangsa. Pembangunan karakter bangsa ini
membutuhkan kerja keras yang persisten dan
konsisten agar dapat mengatasi semua persoalan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Sinergi segenap komponen bangsa

97
dalam melanjutkan pembangunan karakter bangsa
diperlukan untuk mewujudkan bangsa yang
berkarakter, maju, berdaya saing, dan mewujudkan
bangsa Indonesia yang bangga terhadap identitas
nasional yang dimiliki, seperti nilai budaya dan
bahasa.

Revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila sebagai aras


perubahan sosial dan pranata sosial kemasyarakatan
merupakan upaya yang perlu dilakukan melalui upaya
mendefinisikan Pancasila secara sosiologis untuk
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa. Hal ini
dapat dilakukan, antara lain melalui: (1) aktualisasi
nilai-nilai dan penguatan ketahanan Pancasila dalam
menghadapi derasnya arus budaya global; (2)
peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengapresiasi pesan moral yang terkandung pada
setiap sila Pancasila sebagai kekayaan dan nilai-nilai
luhur; serta (3) mendorong kerjasama yang sinergis
antarpemangku kepentingan dalam
mengimplementasikan Pancasila sebagai visi bersama
mewujudkan Indonesia baru. Bangunan Indonesia
Baru dari hasil reformasi yang diharapkan adalah

98
sebuah ‘masyarakat multikultural Indonesia’, yang
bercorak ‘masyarakat majemuk’ (plural society).
‘Bhineka Tunggal Ika’ bukan lagi keanekaragaman
Corak masyarakat Indonesia yang sukubangsa dan
kebudayaannya, melainkan keanekaragaman
kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
Dalam upaya ini, harus dipikirkan adanya ruang-ruang
fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan
yang ada setempat pada tingkat lokal, atau pada
tingkat nasional serta berbagai corak dinamikanya.
Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman
etika dan pembakuannya sebagai acuan bertindak.
Sesuai dengan adab dan moral dalam berbagai
interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban
pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Hal ini disadari betul oleh para founding father kita,


sehingga mereka merumuskan konsep
multikulturalisme ini dengan semboyan “Bhineka
Tunggal Ika.” Sebuah konsep yang mengandung
makna yang luar biasa. Baik makna secara eksplisit
maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan ini

99
mampu mengangkat dan menunjukkan akan
keanekaragaman bangsa kita. Bangsa yang
multikultural dan beragam, akan tetapi bersatu dalam
kesatuan yang kokoh. Selain itu, secara implisit
“Bhineka Tunggal Ika” juga mampu memberikan
semacam dorongan moral dan spiritual kepada bangsa
Indonesia. Terutama pada masamasa pasca
kemerdekaan, agar senantiasa bersatu melawan
ketidakadilan para penjajah, meskipun berasal dari
suku, agama dan bahasa yang berbeda.

Penutup

Perspektif sosiologi menempatkan Pancasila sebagai


dualitas yang memandang relasi individu dan struktur
secara timbal balik. Hubungan timbal-balik antara
“individu dan struktur” ini sangat memengaruhi
kualitas perubahan sosial yang dirasakan masyarakat.
Dalam kaitan ini, setiap manusia atau pelaku dalam
bertindak selalu memproduksi pola-kelakuan tertentu
yang sesuai bagi sesamanya sedemikian rupa,
sehingga selanjutnya pola tersebut terinternalisasi
menjadi nilai dan norma Pancasila yang membatasi

100
kelakuan yang akan direproduksi selanjutnya. Visi
Pancasila dalam perubahan sosial sesungguhnya
merepresentasikan proses interaksi pola formedand-
reformed of action secara bolak-balik yang “tak
berkesudahan” antara dua entitas yang saling tidak
terpisahkan yaitu ”tindakan manusia” dan “nilai moral
Pancasila.” Relasi dinamik inilah yang mendorong
perubahan sosial yang sangat dipengaruhi oleh
kualitas manusia yang membentuk dan
memeliharanya dan begitu pula sebaliknya, perubahan
sosial akan mempengaruhi kualitas tindakan
manusianya dan sebaliknya. pada pengakuan akan
kebebasan dan persamaan sebagai hak individual yang
menjamin perdamaian dan kesejahteraan kolektif. (2)
Nilai dan moral Pancasila yang mendasari perilaku
pada tataran kolektif, yang terwujud sebagai hak atas
pekerjaan, keadilan, beragama, dan kesejahteraan
yang tetap menjamin kebebasan dan persamaan hak
individu.

BAB 5

101
Pengenalan Pancasila sebagai Sistem
Filsafat Dan Etika Pancasila dalam
Interaksi Sosial

Pancasila, sebagai dasar negara


Republik Indonesia, memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk identitas
dan karakter bangsa Indonesia. Pancasila
bukan hanya sekadar sebuah konstitusi
politik, tetapi juga menjadi sistem filsafat
yang melandasi segala aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam konteks
sosial, Pancasila memiliki signifikansi yang
mendalam sebagai sistem filsafat dan etika
yang mempengaruhi interaksi sosial
berbangsa.

1.1 Pentingnya Pancasila sebagai Sistem


Filsafat
Sebagai sistem filsafat, Pancasila
memberikan landasan dan panduan dalam
memahami hakikat kehidupan, tujuan
hidup, serta nilai-nilai yang menjadi dasar

102
kebenaran dan keadilan. Pancasila
menawarkan pandangan tentang eksistensi
manusia, hubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, manusia sebagai makhluk sosial,
serta hubungan manusia dengan lingkungan
alam dan alam semesta. Dalam konteks
ini, Pancasila berfungsi

103
sebagai pijakan yang memberikan kerangka berpikir dan
orientasi moral dalam kehidupan bermasyarakat.

1.2 Peran Etika Pancasila dalam Interaksi Sosial

Etika Pancasila merupakan salah satu


komponen penting dalam interaksi sosial yang sehat dan
harmonis. Etika Pancasila mengajarkan prinsip-prinsip
moral yang meliputi keadilan, kebersamaan, tanggung
jawab sosial, kesetaraan, serta menghormati hak asasi
manusia. Dengan menginternalisasi dan mengamalkan
etika Pancasila, individu dapat membangun hubungan
yang saling menghargai, saling menguntungkan, serta
membentuk lingkungan sosial yang adil, harmonis, dan
berkeadilan.

1.3 Dampak Pancasila sebagai Sistem Filsafat dan


Etika dalam Konteks Sosial

Penerapan Pancasila sebagai sistem filsafat dan


etika dalam konteks sosial memiliki dampak yang
signifikan bagi pembangunan masyarakat yang beradab.
Pertama, Pancasila membentuk landasan moral yang
kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, serta
membangun
104
masyarakat yang beradab dan bermartabat. Kedua,
Pancasila menjadi pedoman dalam pengambilan
keputusan sosial dan politik yang berorientasi pada
kepentingan bersama. Ketiga, Pancasila mendorong
adanya keadilan sosial, kesetaraan hak, serta
menghormati keragaman dan pluralitas dalam
masyarakat.

1.4 Tantangan dan Upaya Penguatan Pancasila


dalam Konteks Sosial
Meskipun Pancasila memiliki signifikansi yang
besar, tantangan dalam mengamalkan dan menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masih
ada. Tantangan tersebut meliputi pengaruh globalisasi
yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional, munculnya
polarisasi sosial dan konflik antarindividu, serta
kurangnya pemahaman mendalam tentang Pancasila
sebagai sistem filsafat dan etika.

Oleh karena itu, diperlukan upaya penguatan


dan peningkatan pemahaman tentang Pancasila sebagai
sistem filsafat dan etika dalam konteks sosial.
Pendidikan Pancasila yang holistik dan komprehensif
perlu diperkuat agar generasi muda dapat
menginternalisasi dan
105
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, peran pemimpin, lembaga
pendidikan, keluarga, dan masyarakat secara
keseluruhan juga penting dalam memperkuat penerapan
Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika dalam
interaksi sosial.

Pancasila memiliki peran yang sangat penting


dalam membentuk identitas dan karakter bangsa
Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi
fondasi yang menyatukan keragaman suku, agama,
budaya, dan bahasa di Indonesia menjadi satu kesatuan
yang kokoh. Berikut adalah beberapa peran penting
Pancasila dalam membentuk identitas dan karakter
bangsa:

1. Menyatukan Keragaman

Pancasila dijadikan sebagai landasan untuk


menyatukan keragaman suku, agama, budaya, dan
bahasa di Indonesia. Dalam Pancasila, terdapat
prinsip persatuan dan kesatuan, sehingga warga
negara Indonesia diharapkan dapat mengedepankan
persatuan dan saling menghargai perbedaan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pancasila membantu

106
membentuk identitas nasional yang inklusif,
menghormati keragaman, dan mempromosikan
semangat persaudaraan.

2. Meneguhkan Nilai-Nilai Kebangsaan

Pancasila sebagai sistem nilai memberikan pedoman


dan prinsip-prinsip moral yang mendasari kehidupan
berbangsa. Nilai-nilai seperti gotong royong,
keadilan, kesetaraan, persatuan, dan kebinekaan
merupakan nilai-nilai kebangsaan yang diperkuat
oleh Pancasila. Pancasila membantu membentuk
karakter bangsa yang menghargai solidaritas sosial,
kejujuran, tanggung jawab, dan semangat
berkontribusi untuk kemajuan bangsa.

3. Mengukuhkan Kedaulatan dan Kemerdekaan

Pancasila sebagai ideologi negara juga mengandung


nilai-nilai kemerdekaan dan kedaulatan. Pancasila
menekankan pentingnya memiliki martabat,
kebebasan, dan hak asasi manusia yang dijamin oleh
negara. Dalam konteks ini, Pancasila membantu
membangun rasa kebanggaan dan kesadaran kolektif
akan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa, serta

107
menguatkan semangat untuk melindungi dan
mempertahankan kemerdekaan tersebut.

4. Membentuk Etos Kerja dan Kejujuran

Pancasila juga berperan dalam membentuk etos kerja


dan kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai- nilai seperti kedisiplinan, tanggung jawab,
kerja keras, dan kejujuran merupakan bagian integral
dari Pancasila. Pancasila mengajarkan pentingnya
memiliki sikap profesionalisme, integritas, dan
dedikasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk
dalam dunia kerja. Dengan demikian, Pancasila
membentuk karakter bangsa yang berintegritas,
bertanggung jawab, dan memiliki semangat kerja
yang tinggi.

Melalui peran-peran ini, Pancasila berfungsi


sebagai pijakan moral yang kuat dalam membentuk
identitas dan karakter bangsa Indonesia. Pancasila
mengingatkan warga negara tentang nilai-nilai luhur
yang harus dijunjung tinggi dalam setiap tindakan dan
interaksi sosial, serta membantu membangun
masyarakat yang beradab, berkeadilan, dan
berkebersamaan.

108
Menerapkan Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika
dalam interaksi sosial tidaklah tanpa tantangan.
Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi adalah:

1. Ketidakpahaman atau Kurangnya Pemahaman

Salah satu tantangan utama adalah ketidakpahaman


atau kurangnya pemahaman yang mendalam tentang
Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika. Banyak
orang mungkin hanya memiliki pemahaman yang
dangkal tentang Pancasila sebagai dasar negara,
namun belum sepenuhnya memahami nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
Ketidakpahaman ini dapat menghambat
implementasi dan pengamalan Pancasila dalam
interaksi sosial.

2. Tantangan dalam Menginternalisasikan Nilai

Menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam


kehidupan sehari-hari juga merupakan tantangan
yang perlu dihadapi. Terkadang, terdapat
kesenjangan antara pengetahuan tentang Pancasila
dan praktik nyata dalam interaksi sosial. Menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam situasi yang kompleks
dan bervariasi bisa menjadi tantangan yang
109
membutuhkan kesadaran

110
dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang
sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

3. Pengaruh Globalisasi dan Modernisasi

Pengaruh globalisasi dan modernisasi juga menjadi


tantangan dalam menerapkan Pancasila sebagai
sistem filsafat dan etika dalam interaksi sosial.
Perubahan budaya, pengaruh media sosial, dan arus
informasi yang cepat dapat mempengaruhi nilai-nilai
tradisional dan moral dalam masyarakat. Nilai-nilai
individualisme, konsumerisme, atau pandangan yang
bertentangan dengan Pancasila dapat mengaburkan
pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila.

4. Konflik Nilai dan Perbedaan Pendapat

Tantangan lainnya adalah adanya konflik nilai dan


perbedaan pendapat dalam masyarakat. Setiap
individu atau kelompok mungkin memiliki
pandangan yang berbeda tentang apa yang
dikandung oleh Pancasila dan bagaimana
menerapkannya dalam interaksi sosial. Konflik nilai
ini bisa menjadi hambatan dalam mencapai
kesepakatan dan

111
konsensus tentang bagaimana nilai-nilai Pancasila
dapat diimplementasikan secara konkret.

5. Perlunya Kesadaran dan Komitmen

Menerapkan Pancasila sebagai sistem filsafat dan


etika dalam interaksi sosial juga membutuhkan
kesadaran dan komitmen yang kuat dari setiap
individu dan masyarakat. Penting untuk memiliki
kesadaran akan pentingnya mempraktikkan nilai-
nilai Pancasila dalam segala aspek kehidupan, serta
memiliki komitmen yang kokoh untuk menjadikan
Pancasila sebagai pedoman dalam bertindak dan
berinteraksi dengan orang lain.

Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan


upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan
pemahaman, pendidikan, dan kesadaran masyarakat
tentang Pancasila. Pendidikan yang holistik, termasuk
pendidikan Pancasila, nilai-nilai moral, dan etika,
menjadi penting dalam mengatasi tantangan ini. Selain
itu, peran pemimpin, lembaga pendidikan, dan
masyarakat dalam mendukung penerapan dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila juga sangat penting.

112
Pancasila merupakan dasar negara Republik
Indonesia yang memiliki peran sentral dalam
membentuk identitas, karakter, dan kehidupan
berbangsa. Selain sebagai panduan politik dan
konstitusional, Pancasila juga memiliki dimensi sebagai
sistem filsafat dan etika yang mengatur interaksi sosial
dalam masyarakat. Dalam konteks ini, pengenalan
Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika sangat
penting untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan
menjelaskan konsep Pancasila sebagai sistem filsafat
dan etika serta pentingnya menerapkannya dalam
interaksi sosial.

I. Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Definisi dan Konsep Dasar

Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung


pemikiran dasar yang menjadi pijakan dalam memahami
realitas dan kehidupan. Pancasila mengintegrasikan
prinsip-prinsip moral, sosial, dan politik yang mendasari
kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip
tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
113
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

2. Landasan Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai sistem filsafat didasarkan


pada beberapa landasan filosofis yang meliputi agama,
humanisme, nasionalisme, demokrasi, dan keadilan
sosial. Agama menjadi landasan moral dan spiritual
yang memberikan pedoman etis dalam kehidupan
masyarakat. Humanisme menggarisbawahi pentingnya
menghormati martabat manusia dan membangun
keadilan sosial. Nasionalisme menekankan persatuan
dan kesatuan dalam keragaman bangsa Indonesia.
Demokrasi menjadi landasan politik yang
mengutamakan partisipasi rakyat dalam pengambilan
keputusan. Keadilan sosial menekankan perlunya
keadilan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan.

3. Implikasi Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila memiliki implikasi yang luas dalam


kehidupan berbangsa. Pertama, memberikan landasan

114
moral yang kuat untuk mengatur hubungan
antarindividu dan antara individu dengan masyarakat.
Kedua, membentuk kesadaran kolektif akan identitas
dan nasionalisme sebagai landasan persatuan dan
kesatuan bangsa. Ketiga, mengarahkan arah kebijakan
politik dan pembangunan yang berorientasi pada
kesejahteraan sosial dan keadilan bagi semua lapisan
masyarakat.

II. Pancasila sebagai Etika dalam Interaksi Sosial

Etika Pancasila mencakup sejumlah prinsip dan


nilai-nilai yang mengatur interaksi sosial dalam
masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut meliputi kejujuran,
toleransi, gotong royong, keadilan, tanggung jawab
sosial, menghormati kebebasan individu dalam batas
yang ditentukan, dan memelihara keharmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat.

Etika Pancasila dapat diimplementasikan dalam


berbagai aspek interaksi sosial. Dalam lingkup keluarga,
etika Pancasila mengajarkan pentingnya menghormati
orang tua, saling menyayangi, dan berbagi tanggung
jawab dalam membangun kehidupan keluarga yang
harmonis. Dalam lingkup masyarakat, etika Pancasila

115
mengajarkan nilai-nilai gotong royong, saling
menghormati, dan menolong sesama. Dalam lingkup
negara, etika Pancasila mendorong partisipasi aktif
dalam proses demokrasi, menjunjung tinggi keadilan
sosial, dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

III. Pentingnya Menerapkan Pancasila sebagai


Sistem Filsafat dan Etika dalam Interaksi Sosial

A. Memperkuat Kesatuan dan Persatuan

Dengan menerapkan Pancasila sebagai sistem filsafat


dan etika dalam interaksi sosial, masyarakat dapat
memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa.
Pancasila sebagai landasan moral dan etis
membentuk ikatan yang kuat antarindividu dan
antaranggota masyarakat, sehingga memperkuat rasa
kebersamaan dan solidaritas dalam membangun
bangsa.

B. Membentuk Karakter yang Kuat

Penerapan Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika


membantu membentuk karakter yang kuat pada
individu dan masyarakat. Nilai-nilai seperti

116
integritas,

117
kejujuran, tanggung jawab sosial, dan semangat
kebersamaan yang terkandung dalam Pancasila
menjadi landasan untuk membangun karakter yang
baik dan berkualitas.

C. Mengembangkan Etika dalam Berinteraksi

Menerapkan Pancasila sebagai etika dalam interaksi


sosial membantu memperbaiki kualitas hubungan
antarindividu dan antargrup dalam masyarakat. Etika
Pancasila mendorong sikap saling menghormati,
toleransi, dan keadilan dalam berinteraksi, sehingga
memperkuat hubungan sosial yang sehat dan
harmonis.

D. Membangun Masyarakat yang Beradab.

Dengan menerapkan Pancasila sebagai sistem filsafat


dan etika dalam interaksi sosial, masyarakat dapat
membangun budaya yang beradab dan bermartabat.
Etika Pancasila menjadi pedoman dalam berperilaku
dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi, sehingga menciptakan masyarakat
yang berkeadilan, berbudaya, dan bermartabat.

118
Pengenalan Pancasila sebagai sistem filsafat dan
etika Pancasila dalam interaksi sosial memiliki peran
yang sangat penting dalam membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harmonis dan
berkeadilan. Melalui pemahaman dan penerapan nilai-
nilai Pancasila dalam interaksi sosial, masyarakat dapat
memperkuat persatuan, membentuk karakter yang kuat,
mengembangkan etika dalam berinteraksi, dan
membangun masyarakat yang beradab dan bermartabat.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dan
masyarakat untuk mengenal, memahami, dan
mengamalkan Pancasila sebagai sistem filsafat dan etika
dalam kehidupan sehari-hari.

Landasan Filsafat Pancasila dan Implikasi Filsafat


Pancasila

I. Landasan Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki landasan


filosofis yang menjadi dasar pemikiran dan nilai-
nilainya. Berikut adalah beberapa landasan filsafat
Pancasila:

119
1. Agama

Agama merupakan salah satu landasan utama dalam


filsafat Pancasila. Pancasila mengakui adanya Tuhan
yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Maha Esa) sebagai
prinsip pertama. Agama memberikan pijakan moral
dan spiritual dalam kehidupan, mengajarkan nilai-
nilai kebaikan, dan mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan.

2. Humanisme

Pancasila menganut prinsip kemanusiaan yang adil


dan beradab. Humanisme dalam Pancasila
menghargai martabat manusia, mengakui hak asasi
manusia, dan menempatkan kepentingan
kemanusiaan di atas segala hal. Prinsip ini
memperkuat pentingnya penghargaan terhadap hak-
hak individu dan membangun masyarakat yang
berkeadilan.

3. Nasionalisme

Nasionalisme merupakan landasan penting dalam


Pancasila. Pancasila menggarisbawahi pentingnya

120
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri
dari beragam suku, budaya, dan agama.
Nasionalisme mengajarkan cinta tanah air,
kebanggaan akan identitas nasional, dan semangat
kerja sama untuk memajukan bangsa.

4. Demokrasi

Pancasila menjunjung tinggi prinsip demokrasi.


Demokrasi mengutamakan partisipasi rakyat dalam
pengambilan keputusan dan memastikan keadilan
dalam distribusi kekuasaan. Prinsip demokrasi dalam
Pancasila melibatkan rakyat dalam proses pembuatan
kebijakan dan memastikan kebebasan berpendapat
serta menghormati perbedaan pendapat.

5. Keadilan Sosial

Keadilan sosial merupakan prinsip penting dalam


Pancasila. Pancasila menekankan perlunya adanya
keadilan dalam distribusi sumber daya dan
kesempatan. Prinsip ini mengajarkan pentingnya
mengurangi kesenjangan sosial, memberikan
perlindungan sosial kepada warga negara yang
membutuhkan, serta memastikan kesempatan yang

121
adil untuk setiap individu dalam mencapai
kesejahteraan.

II. Implikasi Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila memiliki implikasi yang luas dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa implikasi
pentingnya adalah sebagai berikut:

1. Landasan Moral dan Etika

Filsafat Pancasila memberikan landasan moral dan


etika dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai
Pancasila, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung
jawab sosial, menjadi panduan dalam bertindak dan
berinteraksi dengan sesama. Implikasi ini
membentuk karakter dan perilaku yang baik pada
individu serta menciptakan lingkungan sosial yang
lebih adil dan beradab.

2. Identitas dan Persatuan Bangsa

Pancasila sebagai sistem filsafat memperkuat


identitas dan persatuan bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila, seperti nasionalisme dan persatuan
Indonesia, mengingatkan kita akan pentingnya

122
menjaga keutuhan negara dan menghormati
keberagaman dalam masyarakat. Implikasi ini
memperkuat kesadaran kolektif akan identitas
nasional dan membangun semangat kebersamaan
dalam membangun bangsa.

3. Panduan Kebijakan Politik dan Pembangunan

Filsafat Pancasila menjadi acuan dalam merumuskan


kebijakan politik dan pembangunan negara. Prinsip-
prinsip Pancasila, seperti keadilan sosial dan
demokrasi, membimbing pembuat kebijakan untuk
mengutamakan kesejahteraan sosial, menghormati
hak asasi manusia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi. Implikasi ini mengarahkan arah
kebijakan politik dan pembangunan yang
berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan keadilan
sosial.

4. Membentuk Etika Kepemimpinan

Filsafat Pancasila memberikan landasan etika bagi


para pemimpin dalam memimpin negara dan
masyarakat. Pemimpin diharapkan memiliki
integritas, kejujuran, dan keadilan dalam
menjalankan tugasnya. Implikasi ini menciptakan
123
kepemimpinan

124
yang bertanggung jawab, adil, dan berorientasi pada
kepentingan masyarakat.

5. Pembangunan Masyarakat yang Beradab

Filsafat Pancasila memiliki implikasi dalam


membangun masyarakat yang beradab dan
bermartabat. Nilai-nilai Pancasila, seperti gotong
royong, saling menghormati, dan toleransi,
membentuk budaya sosial yang beradab. Implikasi
ini menciptakan masyarakat yang menghargai
perbedaan, saling tolong-menolong, dan menjaga
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Penerapan dan pemahaman yang mendalam terhadap


landasan filsafat Pancasila dan implikasinya membantu
membangun masyarakat yang adil, beradab, dan
berkeadilan sosial dalam interaksi sosial yang harmonis.

Konsep-konsep Filsafat yang Terkandung dalam


Pancasila dan Etika dalam Hubungan Antarindividu
dalam Masyarakat

Konsep-konsep Filsafat yang Terkandung dalam


Pancasila:

125
1. Ketuhanan Yang Maha Esa:

Konsep ini menggarisbawahi adanya kepercayaan


kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai sumber
kehidupan dan kebenaran. Konsep ini menekankan
pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan, dan
mengajarkan nilai-nilai spiritualitas, tanggung jawab
moral, serta ketaatan terhadap ajaran agama.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:

Konsep ini menempatkan manusia sebagai makhluk


yang memiliki martabat dan hak-hak asasi yang
harus dihormati. Konsep ini mendorong kesetaraan,
keadilan, dan keberadaban dalam interaksi sosial.
Melalui konsep ini, Pancasila mengajarkan
pentingnya menghargai hak dan martabat setiap
individu.

3. Persatuan Indonesia:

Konsep ini menekankan pentingnya persatuan dan


kesatuan bangsa Indonesia. Pancasila mengakui
keberagaman suku, budaya, dan agama sebagai
kekayaan yang harus dijaga dan disatukan. Konsep
ini

126
mendorong semangat nasionalisme, kecintaan
terhadap tanah air, dan kerjasama untuk membangun
bangsa.

4.Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan:

Konsep ini menekankan pentingnya partisipasi


rakyat dalam proses pembuatan keputusan. Pancasila
menghargai prinsip demokrasi, di mana kebijakan
yang diambil harus mempertimbangkan kepentingan
dan aspirasi rakyat. Konsep ini mengajarkan
pentingnya keterlibatan aktif rakyat dalam
membangun negara.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:

Konsep ini menekankan perlunya adanya keadilan


dalam distribusi sumber daya dan kesempatan.
Pancasila mengajarkan pentingnya mengurangi
kesenjangan sosial dan memastikan setiap individu
memiliki akses yang adil terhadap kebutuhan dasar,
layanan publik, dan peluang untuk berkembang.

127
Etika dalam Hubungan Antarindividu dalam
Masyarakat:

1. Keadilan:

Etika keadilan menekankan perlunya


memperlakukan semua individu dengan adil dan
setara. Dalam hubungan antarindividu dalam
masyarakat, penting untuk memastikan bahwa
keputusan dan tindakan yang diambil tidak
merugikan pihak lain secara tidak adil, dan
memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada
setiap individu.

2. Tanggung Jawab Sosial:

Etika tanggung jawab sosial menekankan pentingnya


individu untuk bertanggung jawab terhadap
keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara
umum. Setiap individu memiliki tanggung jawab
untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat
yang lebih baik melalui tindakan positif dan
partisipasi aktif.

3. Empati dan Toleransi:

128
Etika hubungan antarindividu dalam masyarakat juga
melibatkan kemampuan untuk memahami dan
menghormati perbedaan antarindividu. Kemampuan
untuk berempati dan bersikap toleran terhadap
keberagaman dalam masyarakat membantu
menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis.

4. Kejujuran dan Integritas:

Etika kejujuran dan integritas mengajarkan


pentingnya berperilaku dengan jujur, adil, dan
memiliki integritas moral. Dalam hubungan
antarindividu, penting untuk membangun
kepercayaan dengan berperilaku yang jujur,
menghormati janji, dan menjaga integritas dalam
tindakan dan kata-kata.

5. Gotong Royong:

Etika gotong royong menggarisbawahi pentingnya


kolaborasi dan saling tolong-menolong dalam
masyarakat. Dalam hubungan antarindividu, etika ini
mendorong individu untuk saling membantu, bekerja
sama, dan berbagi dalam rangka mencapai kebaikan
bersama.

129
Melalui penerapan etika dalam hubungan antarindividu
dalam masyarakat, diharapkan tercipta interaksi yang
saling menghormati, adil, dan harmonis, sehingga
masyarakat dapat berkembang secara positif dan
berkelanjutan.

130
BAB 6
Sistem Etika Pancasila dalam Kehidupan
Kebangsaan dan Negara Bagian

A. Pengertian, Fungsi, dan Sejarah Sejarah Pancasila


a. Memahami Pancasilaa
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Kesatuan
Republik Indonesiaa. Secara harfiah, “Pancasila”
berasall dari bahasa Sansekertaa yang terdiri dari duaa
kataa, yaitu “panca” yangy berartii “lima” dann “sila”
yang berarti “asas” atauu “dasar”. Jadi, Pancasilaa dapat
diartikann sebagai “lima asas” atau “lima asas”.
Pancasila pertama kalii diungkapkan oleh Bung Karno
(Ir. Soekarno), Presiden pertama Indonesia, dalam
pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945a. Pancasila
kemudian menjadi dasar filosofis negaraa Indonesia dan
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945a.
Lima sila Pancasila adalah sebagai berikutt:
Ketuhanan Yang Maha Esaa: Prinsip inii
mengungkapkan kepercayaann kepada satu Tuhan Yang
Maha Esaa. Pancasila mengakui adanya keragaman
agamaa di Indonesia, dan sila ini mengajarkan
pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilaii spiritual dan
moral dalam kehidupan berbangsa dann bernegaraa.
Kemanusiaan yang adil dan beradabb: Prinsip ini
menekankan penghormatan terhadap harkat dan
martabat manusiaa, kesetaraan, keadilan dann
penghormatan terhadap hak asasi manusia.

131
Persatuan Indonesia: Prinsip ini mengajarkan
pentingnya membangun persatuan, baik secara politik,
sosial dan budayaa.
Demokrasi yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratann/perwakilann: Prinsip inii
menekankan pentingnya partisipasi aktif rakyat dalam
prosess pengambilan keputusann politik dan
pemerintahan, baikk secara langsung maupunn melalui
perwakilann yang dipilihh.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyatt Indonesiaa: Prinsip
inii menekankan pentingnyaa pemerataan dan keadilan
sosial dalam segala aspek kehidupann, termasuk dalam
bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan
lingkungan.
Pancasila merupakan ideologi negara Indonesia yang
mengikat seluruh warga negaraa dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dann bernegaraa. Pancasila jugaa
menjadi pedoman dalamm pembentukan hukum,
kebijakan publik, dan pengambilan keputusan di
Indonesia.
b. fungsi Pancasilaa
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesiaa yang
tercantumm dalamm Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Fungsii-fungsi Pancasila adalah sebagaii berikut:
1. Dasar Negaraa: Pancasilaa berfungsi sebagai dasar
negara Indonesiaa. Artinya, semua kebijakan, hukum,
dan tindakan pemerintah harus sesuai dengan nilai-nilaii
Pancasilaa. Hal ini menjamin adanya kesatuan dan
kestabilan dalam kehidupan berbangsa dann bernegaraa.

132
2. Ideologii Nasional: Pancasilaa merupakan ideologi
nasional Indonesia. Ideologi ini membawa nilai-nilai
kebhinekaan, persatuan, dan kesatuan dalam
keberagaman. Pancasila memperkuat semangat
nasionalisme, mempersatukan seluruh elemen
masyarakat Indonesia, dan menjaga integritas wilayah
negara.
3. Pemersatu Bangsa: Pancasila berfungsi sebagai
perekat sosial yang mempersatukan berbagai suku,
agama, dan budaya yang ada dii Indonesiaa. Nilai-nilai
Pancasila, seperti persatuan, musyawarah, keadilan
sosial, dan gotong royong, menjadi pijakan bersama
bagi masyarakat Indonesia dalam menjaga persatuan
dan kesatuan.
4. Pedoman Etika: Pancasila menjadi pedoman etika
bagi seluruh warga negara Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila, seperti kejujuran, toleransi, kesopanan, dan
tanggung jawab sosial, membentuk dasar moral dan
etika dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Landasan Hukum: Pancasila menjadi landasan hukum
dalam pembentukan undang-undang dan peraturan di
Indonesia. Hukum yang dibentuk harus sejalan dengan
nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan,
persamaan, dan kebebasan.
6. Pendidikan Nasional: Pancasila menjadi salah satu
komponen dalam sistem pendidikan nasional di
Indonesia. Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menginternalisasi nilai-nilai Pancasilaa kepada generasi
muda sebagaii upaya pembentukan karakter bangsaa
yang berkualitas.

133
7. Identitas Nasional: Pancasila berfungsi sebagai
identitas nasional Indonesia di mata dunia. Melalui
Pancasila, Indonesia dikenal sebagai negara yang
menganutt prinsipp persatuan, demokrasii, keadilan
sosial, dann keberagaman.
Dengann demikian, Pancasilaa memiliki peran yangg
sangat penting dalamm kehidupan berbangsaa dan
bernegaraa dii Indonesiaa, baik sebagai landasan
ideologi negara, dasar moral, panduan sosial, landasan
hukum, maupun perekat persatuan bangsa.
C. sejarah pancasilaa
Pancasila adalah dasarr falsafah negara Indonesia yangg
dicanangkan oleh Soekarno, Presiden pertama
Indonesia. Kataa "Pancasila" berasall dari bahasa
Sanskerta yangg berartii "lima prinsip" atauu "lima
dasar". Pancasila dijadikan sebagai ideologi negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesiaa.
Sejarah Pancasila dimulai pada masa perumusan dasar
negara Indonesia setelah kemerdekaan dari penjajahan
Belanda. Pada tahun 1945, Badann Penyelidik Usaha-
usahaa Persiapann Kemerdekaann Indonesiaa
(BPUPKIi) dibentuk untukk menyusunn dasarr negara
yang akan menjadi dasar bagi negaraa merdeka
Indonesia. BPUPKI bekerja secara intensif dalam
menyusun naskah dasar negara, yangg akhirnya dikenal
sebagai Piagam Jakartaa.
Piagam Jakartaa berisi dasar-dasar negara dan prinsip-
prinsip yang akan menjadi landasan bagi negara
Indonesia yang baru. Soekarno menyampaikan pidato
yang dikenal sebagai "Pidato Pancasila" di hadapan

134
sidang BPUPKI. Dalam pidatonya, Soekarno
memaparkan lima prinsipp dasar yang menjadi dasar
negaraa Indonesiaa. Kelima sila tersebut kemudian
dikenal dengan nama Pancasilaa.
Pancasila terdiri dari limaa prinsip dasar, yaituu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esaa : ini menegaskan
ketuhanann yang Mahaa Esaa .
2. Kemanusiaan yangg Adil dann Beradabb: Prinsip ini
menekankan pentingnya penghormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusiaa serta hak
asasi manusiaa. Setiapp individu diakui sebagai manusia
yang setara dan memiliki hak yangg sama.
3. Persatuan Indonesia : Prinsip ini menekankan
pentingnya persatuan dan kesatuan bangsaa Indonesia.
Negara Indonesiaa harus menjaga keutuhan wilayah dan
menghormati keberagaman suku, agama, ras dan
golongan dalam menjaga persatuan.
4. Demokrasi yangg Dipimpin oleh Kebijaksanaann
dalam Permusyawaratann/Perwakilann:
5. Keadilann Sosial Bagii Seluruh Rakyatt Indonesiaa:
Prinsipp inii menekankan pentingnya berbagi kekayaan
dann keadilan sosialll bagi seluruh Rakyatt Indonesiaa.
Prinsip ini mengusung semangat untuk mengurangi
kesenjangan sosial dan memastikan kesejahteraan bagi
seluruh warga negara. Pancasila kemudian dijadikan
dasar negaraa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
19455 (UUD 19455), konstitusi Indonesiaa. Pancasilaa
menjadi ideologi negara yang mele
B. Sistem Etika Pancasilaa

135
Sistem Etika Pancasila merujuk pada pandangan etika
yang berakar dari falsafah Pancasila, yang merupakan
dasar negara Indonesia. Pancasila adalah ideologi dasarr
yang mengatur nilai-nilai morall, politik, dann sosial
Indonesia. Etika Pancasila bertujuan untuk memandu
perilaku individu dan masyarakat dalam menghadapi
berbagai situasi kehidupan.
Prinsip-prinsip utama dalam Etika Pancasila meliputi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengakui dann
menghormati keberadaan Tuhann serta menjalankan
ibadahh sesuai dengan agama dan keyakinann masing-
masingg. Prinsip ini mengajarkan pentingnya integritas
moral dan spiritual.
2. Kemanusiaann yang Adil dan Beradabb: Menghargai
martabatt manusiaa, memperlakukan semua orang
secara adil tanpa membedakann suku, agama, ras, dann
status sosial. Prinsip ini mengedepankan persamaan hak,
keadilan, dan perlindungan terhadap hak asasi
manusiaa.
3. Persatuan Indonesia: Mempertahankan persatuann
dan kesatuan bangsa Indonesia, menghormati
kebhinekaan, dan menghindari segala bentuk tindakan
yang dapat memecah belah masyarakat. Prinsip ini
menekankan pentingnyaa persatuan dalam menjaga
stabilitas dan harmoni sosial.
4. Kerakyatann yang Dipimpin olehh Hikmatt
Kebijaksanaan dalamm
Permusyawaratann/Perwakilann: Menghormati
demokrasi, mengutamakan kepentingann rakyat, serta
memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.

136
Prinsip ini menekankan pentingnya partisipasi aktif
masyarakat dalam pengambilan keputusann.
5. Keadilann Sosial bagi Seluruhh Rakyat Indonesiaa:
Mewujudkan kesejahteraan sosial dan mengurangi
kesenjangan dalam masyarakat. Prinsip ini mengajarkan
pentingnya distribusi yang adil dan pemerataan
kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Etika Pancasila menekankan pentingnya nilai-nilai
moral, seperti kejujuran, integritas, keadilan, solidaritas,
dan rasa tanggung jawab sosial. Selain itu, Etika
Pancasila juga menghormati keberagaman budaya,
agama, dan adat istiadat dalam masyarakat Indonesia.
Dalam penerapannya, Etika Pancasila menjadi landasan
dalam berbagai bidang, termasuk pemerintahan, hukum,
pendidikan, bisnis, dan kehidupan sehari-hari. Tujuan
dari Etika Pancasila adalah menciptakan masyarakat
yang beretika, adil, dan harmonis, serta
mempromosikan kesejahteraan bersama.
a. Sistem
Sistem berasal dari kata systema dalam bahasa
latin dan susema dalam bahasa yunani yang berarti
beberapa unsur yang bersatu dan berhubungan untuk
memperlancar arus informasi atau energi (M. Putri,
2005). Sedangkan Murdik berpendapat bahwa sistem
adalah suatu kegiatan yang dibentuk oleh unsur-unsur
dengan melalui prosedur tertentu sehingga dapat
menghasilkan informasi, tenaga, atau barang (Kadir,
2003).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu
kesatuan dari beberapa elemen atau komponen yang

137
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam sistem, setiap elemen memiliki fungsi dan peran
masing-masing. Namun masing-masing elemen tersebut
tidak akan berbenturan karena semua elemen dalam
sistem tersebut saling membutuhkan dan saling
melengkapi. Karakteristik sistem meliputi (1) memiliki
komponen tertentu; (2) memiliki batasan; (3) ditemukan
di lingkungan tertentu; (4) memiliki hubungan dengan
komponen lain; (5) memiliki masukan, proses dan
keluaran; (6) memiliki maksud dan tujuan; dan (7) ada
umpan balik (Rachman, 2018).
b. Sistem Etika Pancasila
Sistem etika Pancasila mengacu pada prinsip-prinsip
moral yang mendasari ideologi negara Indonesia, yaitu
Pancasila. Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang
terdiri dari lima sila atau prinsip, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengakui dan
mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa. Prinsip ini
menekankan pentingnya hubungan individu dengan
Tuhan dan menghormati kebebasan beragama.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab: Menghargai
martabat setiap individu dan mempromosikan
kesetaraan, keadilan, dan martabat manusia dalam
segala aspek kehidupan.
3. Persatuan Indonesia: Mempertahankan persatuan,
kesatuan, dan kebhinekaan Indonesia. Prinsip ini
menekankan pentingnya persatuan di tengah perbedaan
suku, agama, ras, dan golongan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan: Menjunjung tinggi

138
demokrasi dan mengutamakan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan
politik.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
Menjamin pemerataan, keadilan sosial, dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip ini
menekankan pentingnya mengurangi kesenjangan sosial
dan ekonomi.
Sistem etika Pancasila menekankan nilai-nilai moral
yang tercermin dalam lima sila tersebut. Prinsip-prinsip
ini digunakan sebagai pedoman moral dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Sistem ini mendorong individu untuk berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, seperti menjunjung tinggi
keadilan, kesetaraan, persatuan, dan menghormati
kebebasan beragama.

c. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Pancasila adalah dasar dan ideologi negara Indonesia.
Secara umum, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai
landasan politik, tetapi juga sebagai sistem etika yang
mencerminkan nilai-nilai moral dan norma-norma yang
dianggap penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa
Pancasila dapat dianggap sebagai sistem etika:
1. Prinsip Kebijakan Etis: Pancasila mengandung
prinsip-prinsip dasar yang mencerminkan nilai-nilai
etika. Misalnya, prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
menekankan pentingnya hubungan yang baik dengan
Tuhan dan etika religius. Prinsip Kemanusiaan yang

139
Adil dan Beradab menegaskan pentingnya menghormati
martabat manusia, mempromosikan keadilan, dan
bertindak dengan sikap yang baik. Prinsip Persatuan
Indonesia memandang pentingnya kerukunan,
persaudaraan, dan toleransi antarwarga negara.
2. Norma-Norma Moral: Pancasila juga mencakup
norma-norma moral yang membentuk sistem etika.
Misalnya, norma-norma seperti kejujuran, tanggung
jawab, disiplin, gotong royong, kesederhanaan, dan
menghormati hak asasi manusia tercakup dalam nilai-
nilai Pancasila. Norma-norma ini memberikan pedoman
tentang perilaku yang baik dan dianggap etis dalam
masyarakat Indonesia.
3. Keselarasan dengan Budaya Lokal: Pancasila juga
mencerminkan nilai-nilai budaya lokal yang ada di
Indonesia. Meskipun Pancasila tidak mengacu pada satu
agama atau kepercayaan tertentu, nilai-nilai yang ada di
dalamnya terkait erat dengan budaya Indonesia, seperti
gotong royong, kebersamaan, keadilan, dan sikap
menghormati sesama. Ini membantu menciptakan
sistem etika yang sesuai dengan konteks budaya dan
nilai-nilai masyarakat Indonesia.
4. Keberlanjutan dan Fleksibilitas: Pancasila sebagai
sistem etika memiliki kelebihan dalam hal keberlanjutan
dan fleksibilitas. Dalam arti, nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Pancasila dapat
diinterpretasikan dan diterapkan sesuai dengan
perkembangan zaman dan tantangan yang dihadapi oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini memungkinkan Pancasila

140
untuk tetap relevan dan efektif dalam mengatasi isu-isu
etika yang muncul seiring berjalannya waktu.
Meskipun Pancasila dapat dianggap sebagai sistem etika
yang penting dalam konteks Indonesia, penting untuk
diingat bahwa pemahaman dan penerapannya dapat
berbeda-beda antar individu dan kelompok. Beberapa
isu etika dapat menimbulkan perdebatan dan interpretasi
yang beragam. Oleh karena itu, diskusi terus-menerus
dan pengembangan pemahaman yang lebih mendalam
tentang nilai-nilai Pancasila penting untuk menjaga
integritas sistem etika ini.
d. Urgensi Sistem Etika Pancasila
Sistem etika Pancasila memiliki urgensi yang sangat
penting dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah
ideologi yang memandu nilai-nilai moral dan etika yang
harus diadopsi oleh warga negara Indonesia.
Berikut adalah beberapa urgensi sistem etika Pancasila:
1. Keharmonisan dan keutuhan bangsa: Pancasila
sebagai dasar negara mengedepankan nilai-nilai
persatuan dan kesatuan. Sistem etika Pancasila
mendorong masyarakat untuk hidup dalam harmoni,
menghargai perbedaan, dan bekerja sama demi
kepentingan bersama. Dengan menerapkan sistem etika
Pancasila, kita dapat meminimalisir konflik dan
memperkuat persatuan bangsa.
2. Menghargai keberagaman: Indonesia adalah negara
yang kaya akan keberagaman budaya, agama, dan suku.
Sistem etika Pancasila menganjurkan penghormatan
terhadap keberagaman ini. Etika Pancasila

141
mempromosikan sikap inklusif, menghargai perbedaan,
dan menolak diskriminasi. Hal ini penting untuk
menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.
3. Mengembangkan kualitas moral: Sistem etika
Pancasila memberikan landasan untuk mengembangkan
kualitas moral masyarakat. Nilai-nilai seperti kejujuran,
integritas, tanggung jawab, dan keadilan tercermin
dalam Pancasila. Dengan menerapkan sistem etika
Pancasila, kita dapat membentuk masyarakat yang
memiliki moralitas yang kuat dan menghormati prinsip-
prinsip yang baik.
4. Membangun keadilan sosial: Salah satu aspek utama
dari Pancasila adalah keadilan sosial. Sistem etika
Pancasila mendorong distribusi yang adil dan merata
dari sumber daya dan kesempatan. Ini berarti setiap
warga negara memiliki hak yang sama untuk mengakses
pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan keadilan di
sistem hukum. Dengan menerapkan sistem etika
Pancasila, kita dapat menciptakan masyarakat yang
lebih adil dan mengurangi kesenjangan sosial.
5. Membentuk kepemimpinan yang berkualitas: Sistem
etika Pancasila juga menekankan pentingnya
kepemimpinan yang berkualitas dan berintegritas. Etika
Pancasila mendorong para pemimpin untuk
mengutamakan kepentingan rakyat dan bertindak
dengan keadilan. Dengan menerapkan sistem etika
Pancasila, kita dapat membentuk pemimpin yang
bertanggung jawab, adil, dan mengedepankan
kepentingan bangsa.

142
Secara keseluruhan, urgensi sistem etika Pancasila
terletak pada perannya sebagai pedoman moral dan
etika yang mengarahkan masyarakat Indonesia menuju
kehidupan yang harmonis, adil, dan bermartabat.
Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, kita dapat membangun
masyarakat yang lebih baik dan menjaga keutuhan
bangsa Indonesia.
e. Alasan Membutuhkan Pancasila sebagai Sistem
Etika
Pancasila adalah dasar filsafat dan ideologi negara
Indonesia. Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga
memiliki peran yang penting sebagai sistem etika.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Pancasila
dibutuhkan sebagai sistem etika:
1. Nilai-nilai universal: Pancasila mengandung nilai-
nilai universal yang relevan untuk kehidupan sosial dan
etika. Nilai-nilai seperti keadilan sosial, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan gotong royong merupakan
nilai-nilai yang sangat penting dalam membentuk sistem
etika yang baik. Pancasila menyediakan kerangka kerja
untuk menghargai dan menerapkan nilai-nilai ini dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Mengakomodasi keberagaman: Indonesia adalah
negara yang memiliki keberagaman budaya, agama, dan
suku. Pancasila sebagai sistem etika mengakomodasi
keberagaman ini dengan menempatkan kesetaraan dan
persatuan sebagai nilai inti. Hal ini membantu
mewujudkan masyarakat yang inklusif dan adil, di mana

143
setiap individu dan kelompok dihormati dan diakui
sebagai bagian integral dari negara.
3. Kerangka moral yang kuat: Pancasila memberikan
kerangka moral yang kuat untuk mengorientasikan
perilaku dan tindakan individu dalam masyarakat.
Dalam Pancasila, terdapat nilai-nilai moral seperti
kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan toleransi.
Dengan mengadopsi dan menginternalisasi nilai-nilai
ini, masyarakat dapat hidup dengan integritas dan
bertanggung jawab, serta membangun hubungan yang
saling menghormati antara individu dan kelompok.
4. Menghindari relativisme moral yang berlebihan:
Pancasila memberikan landasan objektif bagi sistem
etika yang dapat diterima oleh semua warga negara.
Dalam era globalisasi dan pluralisme nilai, penting
untuk memiliki kerangka etika yang dapat dijadikan
acuan bersama untuk menghindari relativisme moral
yang berlebihan. Pancasila menyediakan prinsip-prinsip
dasar yang tetap relevan dan bermanfaat dalam
menghadapi perubahan zaman.
5. Kepatuhan terhadap hukum dan aturan: Pancasila
sebagai sistem etika juga mempromosikan kepatuhan
terhadap hukum dan aturan. Nilai-nilai Pancasila
mengajarkan pentingnya ketaatan terhadap norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan adanya
kesadaran dan penghargaan terhadap hukum, individu
dan masyarakat dapat hidup secara tertib, menghormati
hak-hak orang lain, dan mendorong keadilan sosial.
Pancasila sebagai sistem etika memberikan pedoman
moral yang kuat, mengakomodasi keberagaman, dan

144
mengarahkan perilaku yang baik dalam masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, Pancasila memiliki peran
penting dalam membangun persatuan, menghormati
keberagaman, dan mewujudkan keadilan sosial.
C. Menggalii Sumber Historiss, Sosiologiss, Politik
pada Pancasilaa sebagaii Sistem Etikaa
Pancasila, sebagaii dasar filsafat negara Indonesia,
merupakan sistem nilai etika yang menggabungkan
unsur-unsur historis, sosiologis, dan politik. Dalam
memahami sumber historis, sosiologis, dann politik
pada Pancasila sebagai sistem etikaa, kita perlu melihat
beberapa faktor yang membentuknya.

Sumber Historis:
1. Sejarah Indonesia: Pancasila memiliki akar historis
yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pembentukannya dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
idealisme para tokoh pergerakan nasional seperti
Soekarno dan Hatta, serta gerakan-gerakan keagamaan
dan kebudayaan pada masa itu.
2. Pembentukan Pancasila: Pancasila resmi diadopsi
sebagai dasar negaraa Indonesia dalam sidang Badann
Penyelidik Usaha-Usahaa Persiapan Kemerdekaann
Indonesia (BPUPKIi) pada tahun 1945i. Sidang tersebut
merupakan hasil dari proses perundingan dan diskusi di
kalangan tokoh-tokoh nasional pada masa itu.

Sumber Sosiologis:
1. Keanekaragaman Budaya: Pancasila mencerminkan
keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Prinsip

145
Bhinnekaa Tunggal Ika, yangg berarti "berbeda-beda
tetapi tetap satu," menggarisbawahi pentingnya
menghormati perbedaan dan mempertahankan
kerukunan sosial dalam masyarakat yang beragam.
2. Persatuan dan Kesatuan: Pancasila mengedepankan
prinsip persatuan dan kesatuan sebagai fondasi dari
kehidupan sosial Indonesia. Nilai-nilai persaudaraan,
gotong royong, dan semangat kebersamaan menjadi
aspek penting dalam mewujudkan sistem etika
Pancasila.

Sumber Politik:
1. Konsensus Nasional: Pancasila diadopsi sebagai
konsensus nasional, yang berarti mencerminkan
kesepakatan politik antara berbagai kepentingan dan
pandangan di masyarakat Indonesia. Hal ini mencakup
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan sosial, dan
supremasi hukum.
2. Konstitusi dan Hukum: Pancasila sebagai sistem etika
juga tercermin dalam konstitusi dan hukum negara
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar
pembentukan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan publik yang mencerminkan nilai-nilai
keadilan, persamaan, dan kebebasan.
Dalam keseluruhan, Pancasila sebagai sistem etika
mengintegrasikan sumber historis, sosiologis, dan
politik untuk mencapai tujuan pembangunan sosial,
ekonomi, dan politik yang adil dan berkelanjutan di
Indonesia. Dalam praktiknya, Pancasila
diimplementasikan melalui institusi-institusi negara,

146
kebijakan publik, pendidikan, dan kesadaran masyarakat
untuk mewujudkann nilai-nilai yang terkandungg dalam
sistem etikaa ini.
D. Membangunn Argumen tentang Dinamikaa dan
Tantangann Pancasila sebagai Sistemm Etis
Pancasila adalahh dasar negara Republikk Indonesia
yangg mencakup lima prinsip yaituu Ketuhanan Yang
Maha Esaa, Kemanusiaan yangg Adil dan Beradabb,
Persatuan Indonesia, Kerakyatann yang Dipimpinn oleh
Hikmatt Kebijaksanaann dalam
Permusyawaratann/Perwakilan, serta Keadilann Sosial
bagi Seluruhh Rakyat Indonesiaa. Sebagai sistem etis,
Pancasila memiliki dinamika dan tantangan yang perlu
diperhatikan dan dihadapi.
Salah satu dinamika Pancasila sebagai sistem etis adalah
perubahan sosial dan nilai-nilai yang terjadi seiring
waktu. Sebagai konsep yang lahir pada tahun 1945,
Pancasila dihadapkan pada tantangan dalam
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
perubahan nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai etis yang
dianut oleh Pancasila perlu diinterpretasikan dan
diaplikasikan secara kontekstual agar tetap relevan
dengan kondisi sosial, budaya, dan politik yang ada saat
ini. Hal ini dapat menjadi tantangan karena persepsi dan
pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut dapat berbeda
di antara individu dan kelompok.
Selain itu, tantangan lainnya adalah dalam
menerjemahkan prinsip-prinsip Pancasila ke dalam
kebijakan dan tindakan konkret yang menghargai dan
mewujudkan nilai-nilai etis yang terkandung di

147
dalamnya. Implementasi Pancasila sebagai sistem etis
memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak,
termasuk pemerintah, lembaga negara, dan masyarakat
secara keseluruhan. Namun, dalam praktiknya, terdapat
risiko adanya perbedaan antara retorika dan realitas
dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Korupsi, ketidakadilan sosial, intoleransi, dan
pelanggaran hak asasi manusia adalah beberapa contoh
tantangan yang perlu diatasi agar Pancasila dapat
berfungsi secara efektif sebagai sistem etis.
Dinamika dan tantangan Pancasila sebagai sistem etis
juga terkait dengan pluralitas dan keragaman dalam
masyarakat Indonesia. Negara Indonesia adalah negara
yang majemuk, terdiri dari beragam suku, agama, dan
budaya. Membangun kesepahaman dan harmoni antara
kelompok-kelompok yang berbeda adalah tugas yang
kompleks dan menantang. Pancasila harus mampu
mengakomodasi dan menghormati perbedaan-perbedaan
ini sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip etis
yang menjadi landasan negara. Mencapai keseimbangan
ini memerlukan dialog, toleransi, dan kompromi yang
sering kali sulit dicapai dalam praktiknya.
Dalam era globalisasi dan modernisasi, Pancasila juga
dihadapkan pada tantangan dari arus-arus pemikiran dan
nilai-nilai yang berasal dari luar. Pengaruh budaya asing
dan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan nilai-
nilai Pancasila dapat mempengaruhi pemahaman dan
penghargaan terhadap sistem etis ini.
E. Argumen tentang dinamika Pancasila sebagai
sistem etika

148
Berikut adalah beberapa argumen yang dapat diangkat
dalam konteks ini:
1. Relevansi Kontekstual: Pancasila sebagai sistem etika
dinamis harus tetap relevan dengan perkembangan
sosial, budaya, dan politik. Argumen ini berpendapat
bahwa Pancasila harus mampu beradaptasi dengan
dinamika masyarakat untuk tetap efektif sebagai
pedoman moral. Misalnya, dalam menghadapi isu-isu
baru seperti teknologi, lingkungan, atau hak asasi
manusia, Pancasila harus menggali dan menerapkan
nilai-nilai yang sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Fleksibilitas Nilai: Pancasila sebagai sistem etika
harus mampu mengakomodasi perbedaan dan
keanekaragaman nilai-nilai dalam masyarakat. Argumen
ini berpendapat bahwa Pancasila harus memungkinkan
dialog dan penyelesaian konflik antara nilai-nilai yang
berbeda, dengan tetap mempertahankan esensi prinsip-
prinsipnya. Misalnya, dalam masyarakat yang
pluralistik, Pancasila harus mampu menghormati dan
melindungi kebebasan beragama atau keyakinan.
3. Kesepadanan dan Keberlanjutan: Pancasila sebagai
sistem etika harus konsisten dan koheren dalam
penerapannya. Argumen ini berpendapat bahwa
Pancasila harus digunakan sebagai dasar dalam
pembuatan kebijakan dan praktik-praktik sosial yang
berhubungan dengan etika. Misalnya, prinsip-prinsip
Pancasila harus tercermin dalam undang-undang,
kebijakan pendidikan, atau praktik-praktik bisnis.

149
4. Kesetaraan dan Keadilan: Pancasila sebagai sistem
etika harus mempromosikan kesetaraan dan keadilan
bagi seluruh warga negara. Argumen ini berpendapat
bahwa Pancasila harus menjamin perlindungan hak-hak
individu dan kelompok, serta mengatasi ketidakadilan
sosial. Misalnya, prinsip keadilan sosial dalam Pancasila
harus tercermin dalam upaya mengurangi kesenjangan
ekonomi, mengatasi diskriminasi, dan memperjuangkan
keadilan bagi semua lapisan masyarakat.
5. Tanggung Jawab Individu dan Masyarakat: Pancasila
sebagai sistem etika harus mendorong individu dan
masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap tindakan
dan keputusan mereka. Argumen ini berpendapat bahwa
Pancasila harus mempromosikan integritas,
kepemimpinan yang baik, dan partisipasi aktif dalam
membangun masyarakat yang lebih baik. Misalnya,
prinsip kepemimpinan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Pancasila harus mendorong
pembentukan pemimpin yang jujur
F. Konsep-konsep dalam Pancasila sebagai Sistem
Etika
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
mengandung beberapa konsep yang merupakan sistem
etika dalam hubungan antarindividu, antarindividu
dengan masyarakat, dan antara masyarakat dengan
negara. Berikut adalah beberapa konsep dalam
Pancasila sebagai sistem etika:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa:
Konsep ini menyatakan bahwa manusia harus
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang

150
Maha Esa. Hal ini mendorong setiap individu untuk
menjalankan kehidupan dengan penuh rasa takut akan
Tuhan dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam
segala tindakan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab:
Konsep ini menekankan pentingnya menghargai dan
menghormati martabat serta hak asasi setiap individu.
Manusia harus diperlakukan secara adil, tanpa
diskriminasi berdasarkan ras, agama, suku, jenis
kelamin, atau faktor lainnya. Konsep ini juga
mengajarkan pentingnya berperilaku sopan, santun, dan
beradab dalam interaksi sosial.
3. Persatuan Indonesia:
Konsep ini menegaskan bahwa setiap warga negara
Indonesia harus membangun persatuan dan kesatuan
dalam keragaman. Toleransi, gotong royong, dan
semangat saling membantu dianggap penting dalam
menciptakan masyarakat yang harmonis. Konsep ini
mendorong individu untuk memahami perbedaan dan
menghargai diversitas dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan:
Konsep ini menekankan pentingnya partisipasi aktif
warga negara dalam pengambilan keputusan politik dan
pemerintahan. Masyarakat harus dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat. Konsep ini juga
menggarisbawahi perlunya kepemimpinan yang
bijaksana, adil dan bertanggung jawab dalam memimpin
rakyat.

151
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
Konsep ini menekankan perlunya distribusi sumber
daya dan kesempatan yang adil kepada semua warga
negara. Masyarakat harus menciptakan kesetaraan
dalam hak dan kewajiban, serta mengurangi
kesenjangan sosial-ekonomi antara kelompok
masyarakat. Konsep ini mendorong pemerintah dan
masyarakat untuk memperhatikan kebutuhan dan
kesejahteraan bersama.
Konsep-konsep dalam Pancasila sebagai sistem etika
tersebut bertujuan untuk membangun moralitas yang
kuat dalam masyarakat Indonesia, serta menciptakan
landasan yang kokoh bagi pembangunan sosial, politik,
dan ekonomi yang berkelanjutan.

152

Anda mungkin juga menyukai