Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

OLEH :

KELOMPOK 5

ANJANI MAULAYA NUNQAF (M0219011)

BIGGAR CORNELLIUS NOVEMBRY (M0218021)

LATIFAH FIRDHAUS ‘AINI (M0218044)

PROGAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2021/2022


ABSTRAK
Etika merupakan suatu pandangan moral, cara berpikir serta norma-norma. Dalam
kehidupan bangsa Indonesia etika yang berlaku yaitu secara umum yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan suatu susunan norma dasar yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Pancasila tentunya dijadikan suatu rambu-rambu bagi
setiap warga negara untuk menjalankan segala kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika maka suatu warga negara tentunya perlu
memahami tentang esensi dan urgensi yang ada di Pancasila sehingga tidak
menimbulkan sikap-sikap yang berkesampingan dengan etika yang ada di norma-
norma Pancasila.

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan cabang falsafah dan juga merupakan cabang ilmu humaniora
(kemanusiaan). Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir. Etika berdasarkan cabang falsafah menelaah sistem serta
pemikiran mendasar mengenai ajaran dan pandangan moral. Sedangkan, etika sebagai
cabang ilmu menelaah tentang bagaimana dan mengapa manusia harus mengikuti
suatu ajaran moral tertentu dalam menjalani kehidupan.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sebagaimana kedudukannya
dilegalkan oleh Instruksi Presiden No.12/1968. Pancasila dijadikan sebagai norma
dasar atau kaidah negara yang fundamental. Hal tersebut tercantum dalam alinea
keempat UUD Republik Indonesia 1945. Pancasila sebagai dasar negara memiliki arti
bahwa Pancasila menjadi pedoman dalam penyelenggaraan segala norma-norma
hukum dan negara.
Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi rambu-rambu bagi politik
hukum nasional. Nilai-nilai dasar itu kemudian menghasilkan kaidah penuntun hukum
yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum. Kaidah itu meliputi,
bahwa hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa, baik secara
teritorial maupun ideologis. Pancasila adalah norma fundamental negara
(Staatfundamentalnorm) Republik Indonesia. Pancasila memegang peranan penting
dalam perwujudan sistem etika yang baik. Sebagaimana hal tersebut tercantum dalam
sila kedua pancasila yaitu “kemanusian adil dan beradab” sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa mempunyai
perananan yang berarti.
Oleh sebab itu, kami akan memaparkan kedudukan serta implementasi
Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan masyarakat di Indonesia yang tertulis
ke dalam bentuk makalah dengan judul “Pancasila sebagai Sistem Etika Negara”
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat lebih memahami eksistensi Pancasila sebagai sistem etika

2
2. Mahasiswa dapat mengimplementasikan sila dalam pancasila sebagai
pedoman dalam beretika
3. Memberikan gambaran secara teoritis tentang Pancasila sebagai sistem etika

3
BAB II

PEMBAHASAN

I. Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika


A. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya adalah watak
kesusilaan atau adat. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam
pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitas
digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk
mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1990: 13). Secara etimologis, etika berarti
ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang
baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini
dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Etika pada umumnya
dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik
atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan
prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika. Etika
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya adalah watak kesusilaan atau
adat.

Terdapat dua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus. Etika
Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung didalamnya
(Amri, 2018). Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika
individual) maupun makhluk sosial (etika sosial) . Etika khusus dibagi menjadi 2
macam yaitu Etika Individual dan Etika Sosial. Etika Individual membahas kewajiban
manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta
kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya. Etika Sosial membahas
norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia,
masyarakat, bangsa dan Negara.

4
B. Aliran-aliran Etika
1. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang
mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang
perbuatan manusia itu baik atau buruk. Beberapa watak yang
terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya,
belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar,
percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama,
berani, santun, jujur,terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja),
disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran. Orang yang
memelihara metabolisme tubuh untuk mendapatkan kesehatan
yang prima juga dapat dikatakan sebagai bentuk penguasaan
diri dan disiplin.
2. Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari
tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran
tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang
mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral
yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya
atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai
tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai
moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas
tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika teleologis
ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang
diinginkan. Aliran-aliran etika teleologis, meliputi
eudaemonisme,hedonisme, utilitarianisme.
3. Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan
kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya
membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral bertalian
dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral atau
kelayakan, kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian
untuk melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban
moral lebih diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai
moral. Konsep-konsep nilai moral (yang baik) dapat
didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan

5
rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat
dianalisis.
C. Etika pancasila
Etika Pancasila merupakan salah satu cabang dari filsafat yang
kemudian dijabarkan melalui sila-sila Pancasila untuk mengatur
perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia. Pada dasarnya bangsa Indonesia telah mempunyai nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusia, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sejak
ribuan ratusan tahun yang lampau, ketika negara Indonesia belum
berdiri (Nur & Ningsih, 2019)
Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai
spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta,
ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan
mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih
manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam
pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai
solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan
mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau
mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada
orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas
nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.
II. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan permaslahan
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia diantaranya:
A. Masih terdapat kasus korupsi yang melemahkan sendi kehidupan
negara
B. Masih terdapat kasus terorisme yang mengatasnamakan agama
sehingga menurunkan sikap toleransi dan menghambat integrase
nasional
C. Masih terjadinya pelanggaran atas arti HAM dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
D. Terdapat kesenjangan antara kelompok miskin dan kaya serta masih
terdapatnya kaum marginal di beberapa wilayah yang merasa
terasingkan

6
E. Masih adanya ketidakadilan hukum dalam sistem peradilan di
Indonesia
F. Banyak terjadi pengingkaran dalam pembayaran pajak, dan sebagainya.
Semua masalah diatas memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran
dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan
atau sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun,
diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut
agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos
III. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai
Sistem Etika
A. Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih
berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung.
Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika,
tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat.
Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai
kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan
istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman Orde Baru,
Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4
dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7
B. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat
ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia.
Contohnya, orang Minangkabau pada saat bermusyawarah
menggunakan prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh
mufakat”. Yang artinya Ketika ada permasalahan, hendaknya
dilakukan mufakat atau musyawarah untuk mencapai kebulatan
pendapat, tekad, dan satu dalam pemahaman kata.
C. Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam
norma- norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan

7
berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Hans Kelsen
mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang berbentuk
piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari
suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan
semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011:
487). Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi
(Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan
merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
IV. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Sistem Etika
a. Argumen Tentang Dinamika Pancasila Sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen mengenai dinamika Pancasila sebagai
sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pada zaman Orde Lama, pemilu diselenggarakan dengan
semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi
dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PKI). Tidak dapat
dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti
sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde
Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap
terlalu liberal karena pemerintah Soekarno menganut sistem
demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
2. Pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam
bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru muncul konsep
manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang
berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan
Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, yang secara kodrat memiliki sifat
monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk
jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk pribadi mempunyai emosi yang

8
memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan
tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan
hidup. Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan
kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut
hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain,
baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus
dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang
(Martodiharjo, 1993 : 171)
3. Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam
euforia demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu,
disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik
akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta
machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam
sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan
Pembangunan Nasional (2006 : xiv) mengatakan sebagai
berikut : “Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot
dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme,
eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak
mengembangkan blueprint yang berakar pada sila Ketuhan
Yang Maha Esa”
b. Argumen Tentang Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika
Hal-hal berikut yang dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan
terhadap sistem etika Pancasila sebagai berikut :
1. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde
Lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana
yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak
sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan
semangat musyawarah untuk mufakat.
2. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde
Baru terkait dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan

9
Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut
tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi,
dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau
kelompok tertentu.
3. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era reformasi
berupa euforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan
norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang
memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan
berdemokrasi.
V. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
A. Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika Hakikat Pancasila
sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut :
1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa
Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral.
Artinya, setiap perilaku warga negara harus didasarkan atas
nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap
prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka
prinsip tersebut memiliki kekuatan untuk dilaksanakan oleh
pengikut-pengikutnya.
2. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu
tindakan manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi
moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan
manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung
implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil
dan beradab sehingga menjamin tata pergaulan antar manusia
dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan
yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
3. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup
bersama sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah
bangsa diatas kepentingan individu atau kelompok. Sistem
etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan,
solidaritas sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi
penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.

10
4. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah
untuk mufakat,. Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya
dengan menghargai orang lain.
5. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
merupakan perwujudan dari sistem etika yang tidak
menekankan pada kewajiban semata atau menekankan pada
tujuan belaka, tetapi lebih menonjolkan keutamaan yang
terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
B. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila
sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti
menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi
bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil
setiap warga negara.
2. Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap
warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata
pergaulan, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional
3. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi
berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara
sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang
berjiwa Pancasila.
4. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk
menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat sebagai dampak globalisasi yang mempengaruhi
pemikiran warga negara
VI. Kasus Pancasila Sebagai Sistem Etika
Korupsi secara harfiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Benny
Susetyo mengatakan, mengapa korupsi dianggap budaya? karena korupsi
seringkali dibiarkan. Jika berbicara mengenai budaya maka itu adalah nilai.
Nilai itu yang tertanam seperti budaya gotong royong atau budaya kerja keras.

11
Berdasarkan Undang-undang No.31/1999 dan Undang-undang
No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan :
1. Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan
keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
2. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat
merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3).
3. Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11).
4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10).
5. Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12) • Delik yang berkaitan
dengan pemborongan (pasal 7).
6. Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C).
Perilaku korupsi yang terjadi inilah yang kemudian telah merusak etika
Pancasila bahkan tidak mengamalkannya. Jika kita telisik pada nilai-nilai etika
pada sila pertama Pancasila, bahwa korupsi sangat bertentangan dengan ajaran
agama. Semua agama sepakat bahwa mengambil hak yang bukan miliknya
dan menimbulkan kerugian bagi banyak orang merupakan perbuatan yang
dilarang dan berdosa. Telah dijelaskan di atas bahwa nilai religius merupakan
nilai ketuhanan yang bersumber langsung dari kepercayaan agama, yang
menjadikannya nilai tertinggi dan mutlak. Sehingga para koruptor jelas telah
menentang sila pertama yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan, dan dapat
dikatakan bahwa mereka telah menafikan ajaran agama. (Suwarno Yoseph,
www.kompasiana.com)
Kemudian perilaku korupsi tidak mencerminkan keadilan dalam
memperlakukan manusia, tidak menghargai manusia karena telah mengambil
hak milik orang lain. Pada dasarnya sesama manusia memiliki hak dan
kewajiban serta kedudukan yang sama. Pelaku korupsi telah melanggar hal
tersebut karena merasa memiliki jabatan, kekuasaan, harta sehingga dapat
membeli hukum dan semaunya mengambil hak yang seharusnya diberikan
kepada masyarakat
Tindakan tersebut bukanlah perbuatan yang diindahkan oleh etika
Pancasila, karena tidak ada termuat dalam Pancasila yang memuat nilai-nilai
yang mengizinkan warga negaranya melakukan tindakan pencurian,
mengambil hak orang lain dan menimbulkan kerugian bagi bangsa dan negara.
Korupsi merupakan hal yang mengancam bagi bangsa Indonesia, karena

12
secara langsung akan merugikan kas negara. Hal ini kemudian membuat
Indonesia tertinggal dari negara lain.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi rambu-rambu bagi
politik hukum nasional. Nilai-nilai dasar itu kemudian menghasilkan kaidah
penuntun hukum yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum.
Pancasila adalah norma fundamental negara (Staatfundamentalnorm)
Republik Indonesia. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang
artinya adalah watak kesusilaan atau adat. Moral atau moralitas digunakan
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk
mengkaji sistem nilai yang ada. Etika Pancasila merupakan salah satu cabang
dari filsafat yang kemudian dijabarkan melalui sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia. Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang
hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral
yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat
mitos. Esensi dan urgensi Pancasila sebagai sistem etika inilah yang patut
diperhatikan sebagai tuntutan perilaku masyarakat berdasarkan norma -
norma pancasila agar tidak terjadinya suatu penyimpangan-penyimpangan
dari norma-norma yang ada di Pancasila.

14
DAFTAR PUSTAKA
Amri, S. R. (2018). Pancasila Sebagai Sistem Etika. Voice of
Midwifery, 8(01), 760-768.
Kaelan. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Nur, S. M., & Ningsih, R. 2019. Korupsi Mendegradasikan Nilai Etika
Pancasila.
Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. 2016. Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Zubair & Achmad Charris. 1990. Kuliah Etika. Rajawali Pers : Jakarta
Undang-undang No.31/1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang No.20/2001 Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999
https://www.kompasiana.com/suwarno_yoseph/5528be87f17e6144028
b4582/pancasila-dan-korupsi (diakses tanggal 13 November 2021)

15

Anda mungkin juga menyukai