Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan. Ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada bapak Zakaria Habib Al-Ra’zie S.IP,M.Sos sebagai dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Y
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Y
1.3 RUMUSAN MASALAH
Y
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN PANCASILA


Pancasila berasal dari dua kata yaitu panca dan sila. Panca artinya lima,
sedangkan sila artinya dasar atau peraturan tingkah laku yang baik, yang penting
atau senonoh. Jadi, Pancasila adalah lima dasar yang dijadikan acuan dalam
bersikap dan bertingkah laku.

2.2 PENGERTIAN SISTEM

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk
mencapai suatu tujuan. Sistem nilai dalam pancasila adalah satu kesatuan nilai-nilai yang
ada dalam pamcasila yang saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan ataupun
ditukar tempatkan karena saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Nilai-nilai yang
dimaksud ialah :

Pertama, Nilai Ketuhanan:


Secara hierarkis, nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut
nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini (nilai
ketuhanan). Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah, dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa
setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya
dengan hubungan kasih sayang antarsesama, akan menghasilkan konflik dan permusuhan.
Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. (Ngadino
Surip, dkk, 2015: 180)

Kedua, Nilai Kemanusiaan:

Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip
pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan
mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan
sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain seperti
hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu perbuatan dikatakan baik
apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan
keadaban. Dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan contohnya seperti
tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerja sama, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino
Surip, dkk, 2015: 180)

Ketiga, Nilai Persatuan:

Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.
Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan yang tidak baik, demikian pula
sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakanakan
mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan
tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika
Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Dari nilai persatuan menghasilkan nilai
cinta tanah air, pengorbanan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015:180)

Keempat, Nilai Kerakyatan:

Dalam kaitannya dengan kerakyatan, terkandung nilai lain yang sangat penting, yaitu
nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat atau kebijaksanaan
berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama
mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibandingkan dengan
pandangan mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya pada peristiwa penghapusan
tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui
tujuh kata tersebut, namun memerhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur)
yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
‘dimenangkan’ atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila disetujui atau bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik
jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah atau kebijaksanaan.
Dari nilai kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan
lainlain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)

Kelima, Nilai Keadilan:

Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks
manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada
konteks sosial. Suatu perbutan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama
bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner
yang bebas dan sama d1erajatnya dengan orang lain. Dari nilai ini dikembangkanlah
perbuatan yang luhur mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama,menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Dari
nilai keadilan juga menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan
bersama, dan lain-lain.(Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)

2.3 PENGERTIAN ETIKA

Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlaq), kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlaq, nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
masyarakat. Secara garis besar etika dikelompokkan menjadi :

1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap


tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial)
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 MENDESKRIPSIKAN ESENSI DAN URGENSI PANCASILA


SEBAGAI SISTEM ETIKA

Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai


berikut :

1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa


Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku
warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada
norma agama. Setiap prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama,
maka prinsip tersebut memiliki kekuatan untuk dilaksanakan oleh
pengikut-pengikutnya.
2. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan
manusai yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang
dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa.
Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi moral diungkapkan
dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin tata
pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
3. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama
sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa diatas
kepentingan individu atau kelompok. System etika yang berlandaskan
pada semangat kebersamaan, solidaritas social akan melahirkan kekuatan
untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.
4. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat,.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang
lain.
5. Hakikat sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban
semata atau menekankan pada tujuan belaka, tetapi lebih menonjolkan
keutamaan yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

3.2 URGENSI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai


system etika meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai system etika berarti menempatkan


Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap,
tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara.
2. Pancasila sebagai system etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan, baik local,
nasional, regional, maupun internasional.
3. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar
dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasila.
4. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi filter untuk menyaring
pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai
dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.

3.3 ALASAN DIPERLUKANNYA PANCASILA SEBAGAI SISTEM


ETIKA

Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk


mengatur sistem penyelenggaraan negara. Bayangkan apabila dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi
guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara, Niscaya negara
akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu
diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia,
meliputi hal-hal sebagai berikut:

Pertama, korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara


negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan
tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan
yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad).
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik
(good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science,
menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah.
Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya
godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang
menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk
(korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu,
simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan,minimalkan keburukan”
(Bahm, 1998: 58).

Kedua, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama


generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara.
Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai
dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat
globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi
ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,
tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh
dekadensi moral, antara lainpenyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa
batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran,
tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya
tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini,
terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

Ketiga, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan


bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan
seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang
dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap pembantu
rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang
seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-
lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap
nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh
karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika pancasila,
diperlukan pula penjabaran sistem etika ke dalam peraturan perundang-
undangan tentang HAM.

Keempat, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek


kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib
generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain
sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap
nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang
tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung
memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri,
keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari
perbuatannya. Contoh yang paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau
sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan
yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi maupun
perusahaan yang terlibat.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari
sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima
nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek
kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia
ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam
kehidupan bernegara, seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat
diminimalkan.
DAFTAR PUSAKA

Anda mungkin juga menyukai