Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

KELOMPOK 11
DHANI SETYA WIBAWA 19735014
M YOGA ARMANTO 1973523

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


REKAYASA KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat


dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini.Makalah  ini berjudul
“Pancasila Sebagai Dasar Negara ” yang disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila.
Kami sudah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin, akan
tetapi kami menyadari kesalahan  dan  kealfaan, makalah  ini masih jauh
dari kesempurnaan. Namun berkat arahan, bimbingan, dan bantuan dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan
bagi pembaca umumnya. Amin
BAB I
PENDAHULUAN

A .  Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait.
Dalam hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan
memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya
merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan
lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh
karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat,berbangsadanbernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata  dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka
diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman.
Norma-norma itu meliputi
   Norma moral   :Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik dan   buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau
tidak susila
 Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan
hukum.  Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, Pancasila pada
hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.

B.     Rumusan masalah
1. Apa yang di maksut etika pacasila itu?
a. Pengetian etika pancasila
b. nilai nilai dalam etika pancasila
c. Studi kasus
2. Aliran-aliran besar etika
a. Etika deontologi
b. Etika teleologi
c. Egoisme :utilitarianisme :etika keutamaan
BAB II
PEMBAHASAN

1. Apa yang di maksut etika pacasila itu


a. Pengertian etika pancasila
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan
buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan
dengan nilai-nilai dalam Pancasila, namun juga sesuai
yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif.
Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam
cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas
kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai
yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi
realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi
setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain.

 Hakikat Etika Pancasila


 Rumusan pancasila yang otentik dimuat dalam pembukaan
UUD1945 alenea
 Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan
bahwa pokok-pokok  pikiran yang termuat dalam pembukaan ada
empat yaitu: (persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan
menurut kemanusiaan yang adil dan beradab), dijabarkan kedalam
pancasila pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.
 Menurut tap MPRS NO.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa
pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
 Sebagai sumber segala sumber, pancasila merupakan satu-
satunya sumber nilai yang berlaku ditanah air.
 Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan yang
menjiwai setiap kebijakan yang dibuat oleh penguasa.
 Hakikat pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu
gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada
setiap insan, maka nilai-nilai pancasila identik dengan kodrat
manusia.
 Oleh sebab itu penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh
pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat
manusia, terutama manusia yang tinggal diwilayah Nusantara.

a. nilai nilai dalam etika pancasila


Nilai-nilai Etis pancasila (ketuhanan, Kemanusian, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan)
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar
dalam kehidupan manusia.Nilai yang pertama
adalah ketuhanan.Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai
nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat
mutlak.Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini.Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah dan hukum Tuhan. 

Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap


perbuatan yang melanggar nilai, kaidah dan hukum Tuhan, baik itu
kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti
akan berdampak buruk.  Misalnya pelanggaran akan kaidah Tuhan
tentang menjalin hubungan kasih sayang antarsesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaidah Tuhan
untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-
lain.

b. Nilai yang kedua adalah kemanusiaan.Suatu perbuatan dikatakan


baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.Prinsip pokok
dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan
keadaban.Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan
batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas
mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding
dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak
hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.

c. Nilai yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatan dikatakan


baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.Sikap
egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian
pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin
seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama
agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat
memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan
etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik.

d. Nilai yang keempat adalah kerakyatan. Dalam kaitan dengan


kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai
hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari
kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa
penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam
Jakarta.Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata
tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari
wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa
diterima, maka pandangan minoritas ‘dimenangkan’ atas
pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila  disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun
perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan
pada konsep hikmah/kebijaksanaan.

e. Nilai yang kelima adalah keadilan. Apabila dalam sila kedua


disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam
konteks manusia selaku individu.Adapun nilai keadilan pada sila
kelima lebih diarahkan pada konteks sosial.Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan
kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan
mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain.

f. Melihat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka


Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai
yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif.Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa
keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-
nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang
bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi
realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain.
Sebagai contoh, nilai ketuhanan akan menghasilkan nilai
spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai kemanusiaan,
menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan,
penghormatan, kerjasama, dan lain-lain.Nilai persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dll.Nilai
kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan,
kesetaraan, dll.Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian,
kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dll.

studi kasus

Maksudnya adalah setiap warga Negara berhak untuk memeluk


agama atau kepercayaan masing-masing, tanpa harus
mengganggu agama lainnya. Karena pada dasarnya, agama atau
kepercayaan mempunyai nilai penting untuk mengatur suatu
tatanan sistem yang elah terbentuk. Dengan berpedoman kepada
sila ini, sudah tidak ada pemaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain,
yaitu tidak boleh memaksakan orang lain memeluk agama kita
atau memaksakan seseorang untuk berpindah dari agama satu ke
agama yang lain. Negara memberikan jaminan kebebasan kepada
warga Negara untuk memeluk salah satu agama atau kepercayaan
sesuai dengan masing masing.

Kasus yang bertentangan dengan adanya sila pertama adalah :


       3 Gereja dibakar di Awal Ramadhan
“Ritual” bakar gereja kembali terjadi Kabupaten Kuantan Singingi,
provinsi Riau. Di hari pertama umat Muslim menjalankan ibadah puasa,
tiga gereja di kabupaten tersebut di bakar. Yaitu, gereja Pentakosta di
Indonesia (GPdI), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), dan Gereja
Methodist Indonesia (GMI). Motifnya relatif sama, ratusan massa
mendatangi gereja, menyiramnya dengan bensin lalu membakarnya.
Berdasarkan informasi, pembakaran yang dilakukan tersebut diduga
karena bangunan belum mengantongi izin, dan aktivitasnya menganggu
ibadah puasa. Pembakaran gerena mengatasnamakan rakyat bukan
pertama kalinya di kabupaten ini. Lagi-lagi perizinan menjadi alasan
pembenar mereka menghalangi orang untuk berbakti kepada Tuhannya.
Surat Keputusan Bersama Meneri Agama dan Menteri Dalam Negri
yang mengatur cara mendirian rumah ibadah lebih berperan sebagai
alat pemaksa disbanding memberi jalan untuk umat agama tersebut
mendekatkan diri kepada Tuhannya. Hal ini sangat ironis, mengingat
hubungan manusia dengan Tuhannya itu sangat penting, seperti dasar
Negara di awal sila yaitu, Ketuhan Yang Maha Esa. Seolah-olah,
peraturan yang dibuat manusia itu mempunyai kuasa yang lebih penting
daripada hubungan umat dengan Tuhannya. Bahkan seakan dipandang
melebihi kuasa dari Sang Khalik itu sendiri.
Sangat amat menyedihkan sekali bangsa ini, dimana bangsa yang hebat
adalah bangsa yang menghargai segala perbedaan yang ada. Dan ini
adalah sebuah renungan atau pukulan berat bagi setiap insan yang ada
di bumi Pertiwi ini. Jelas, hukum sangat disalahgunakan dalam kasus ini.
Pancasila dalam sila pertama tidak lagi menjadi pedoman utuh bagi
pengikutnya, yaitu warga Indonesia. Seharusnya, dalam Negara yang
luas dan besar ini, harus memiliki hati yang besar juga dalam
menghargai segala jenis perbedaan. Setiap warga berhak beribadah
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Toleransi beragama
sangat diperlukan dlam jiwa masing-masing individu. Tidak bergerak
atas nama kelompok golongan, namun atas bangsa dan Negara
Indonesia.

 1. 2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


           Pada sila kedua ini memiliki makna manusia diakui dan
diperlakukan susuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama
haknya dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku,,
keturunan, agama, dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling
saling mencintai sesama manusia, sifat menghargai juga sikap adanya
rasa kekeluargaan yang terjaga di antara sesama. Kemanusiaan yang
adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan,
melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela
kebenaran dan keadilan. Manusia adalah sederajat, maka bangsa
Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Kasus yang bertentangan dengan sila kedua ini adalah :
         Kasus Denis yang Pipinya Disertika
– Anggota DPR RI Komosi VIII, KH Maman Imanulhaq, menilai
kasus Denis Aprilian (10), anak yang disetrika oleh ibu tirinya
merupakan contoh fakta bahwa anak berkebutuhan khusus masih
dianggap sebelah mata. Kasus terebut meyita perhatian public lantaran
kejamnya perlakuan ibu tiri terhadap Denis. Ia menilai, karenma
berkebutuhan khusus, Denis kerap diperlakukan semena-mena
termasuk kekerasan fisik. Maman Menduga kasus Denis bukanlah satu-
satunya dari banyaknya kasus tentang ketidakadilan hak para
penyandang Disabilitas ini namun tidak muncul ke publik.
“Anak berkebutuhan Khusus rentan diperlakukan diskriminatif atau
mengalami tindak kekerasan, apalagi berusia anak-anak seperti Denis”,
kata Maman, Jumat (27/3/2015)
Bercermin dari kasus Denis, smeua pihak semestinya sadar, jika
siapapun, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus serta penyandang
Disabilitas ini memiliki kesetaraan hak, wajib belajar, dapat bekerja dan
memiliki harapan masa depan yang lebih baik. Karena itu sepatutnya di
hargai dan dilindungi.
Melihat sila kedua di Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, bahwa sudah seharusnya pemerintah mencanangkan hukum
yang mengatur untuk melindungi hak dan serta menyetarakan antara
manusia, tidak melihat bulu. Baik yang normal maupun yang tidak
normal. Dan adanya Undang-Undang untuk Anak Berkebutuhan Khusus
dan Penyandang Disabilitas. Sebab, mereka juga manusia, asas
manusia sebagai mahluk sosial yang butuh bantuan dari manusia lain
untuk hidup.

3. Aliran-aliran besar etika

Pegetian Deontologi
Deontologi adalah pendekatan etika yang berfokus pada kebenaran
atau kesalahan tindakan itu sendiri, yang bertentangan dengan
kebenaran atau kesalahan yang dihasilkan dari tindakan (konsekuensial)
atau dengan karakter dan kebiasaan pemain (etika moral). Jadi, bagi
seorang deontologis, apakah situasinya baik atau buruk tergantung
pada apakah tindakan yang menyebabkannya benar atau salah.
Etika Deontologi
Menurut etika ini, suatu tindakan dianggap baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai dengan kewajiban atau tidak. Karena etika
yang menjadi dasar tindakan baik dan buruk adalah kewajiban.
Dengan hal ini, suatu perbuatan dianggap menjadi baik karna tindakan
benar-benar baik ke dirinya pribadi, jadi itu adalah dimana menjadi suatu
kewajiban. Sebaliknya, suatu tindakan dianggap negatif secara moral,
jadi itu bukan kewajiban bagi kita.
Menjadi jujur adalah perbuatan baik dan itu adalah tugas kita untuk
melakukannya. Sebaliknya, melanggar hak orang lain atau menipu
orang lain adalah perbuatan buruk pada diri sendiri, oleh karena itu
harus dihindari.
a. Pengertian Etika Teleologi
     Etika Teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan,
maksud, dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang
menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan
tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian
Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah
studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,
rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan
bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.
Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai
bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah.
Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang
eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral
akan baik buruknya  suatu tindakan dilakukan , Teleologi mengerti benar
mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran
yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.Betapapun
salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan
berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis dapat
menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian
tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut
hukum.Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar”
dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat
menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi
“yang baik bagi diri sendiri.

b. Egoisme :utilitarianisme :etika keutamaan


Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat,
tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Contoh : melakukan kerja bakti yang di adakan di lingkungan sekitar,
sebagai upaya untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat
tersebut juga jadi nyaman dan sehat untuk masyarakatnya.
1. Teori Keutamaan (Virtue)
Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang
telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah 
laku baik secara moral. memandang  sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau
murah hati dan sebagainya.
Contoh keutamaan :
 Kebijaksanaan : seorang pemimpin yang memiliki sifat bijaksana
dalam segala urusan.
 Keadilan : mampu bersifat adil dalam menentukan pilihan.
 Suka bekerja keras  : mau terus berjuang dalam bekerja, sehingga
pada akhirnya dapat menikmati hasil jerih payahnya yang baik.
 Hidup yang baik : tidak pernah melakukan hal – hal yang dapat
merugikan sekitarnya,dapat menikmati hidup dengan tenang,
nyaman dan tentram.
BAB  IV
PENUTUP

Demikian penulisan makalah tentang Pancasila Sebagai Sistem


Etika. Harapan penulis semoga penulisan makalah ini bermanfaat dan
menambah pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Selama melaksanakan perkuliahan dan kegiatan ini, maka penulis atau
penyusun dapat membuat kesimpulan yaitu sebagai berikut:
     Simpulan
Dari hasil pembelajaran penulis selama melaksanakan penyusunan
makalah ini, penulis atau penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di
negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan
untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua
pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga
tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun
etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir
Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku
dalam masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA

http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-
sistem-etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-
etika.html
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-
etika_8.html
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai