KELOMPOK 11
DHANI SETYA WIBAWA 19735014
M YOGA ARMANTO 1973523
A . Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait.
Dalam hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan
memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya
merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan
lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh
karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat,berbangsadanbernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka
diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman.
Norma-norma itu meliputi
Norma moral :Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau
tidak susila
Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan
hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, Pancasila pada
hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksut etika pacasila itu?
a. Pengetian etika pancasila
b. nilai nilai dalam etika pancasila
c. Studi kasus
2. Aliran-aliran besar etika
a. Etika deontologi
b. Etika teleologi
c. Egoisme :utilitarianisme :etika keutamaan
BAB II
PEMBAHASAN
studi kasus
Pegetian Deontologi
Deontologi adalah pendekatan etika yang berfokus pada kebenaran
atau kesalahan tindakan itu sendiri, yang bertentangan dengan
kebenaran atau kesalahan yang dihasilkan dari tindakan (konsekuensial)
atau dengan karakter dan kebiasaan pemain (etika moral). Jadi, bagi
seorang deontologis, apakah situasinya baik atau buruk tergantung
pada apakah tindakan yang menyebabkannya benar atau salah.
Etika Deontologi
Menurut etika ini, suatu tindakan dianggap baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai dengan kewajiban atau tidak. Karena etika
yang menjadi dasar tindakan baik dan buruk adalah kewajiban.
Dengan hal ini, suatu perbuatan dianggap menjadi baik karna tindakan
benar-benar baik ke dirinya pribadi, jadi itu adalah dimana menjadi suatu
kewajiban. Sebaliknya, suatu tindakan dianggap negatif secara moral,
jadi itu bukan kewajiban bagi kita.
Menjadi jujur adalah perbuatan baik dan itu adalah tugas kita untuk
melakukannya. Sebaliknya, melanggar hak orang lain atau menipu
orang lain adalah perbuatan buruk pada diri sendiri, oleh karena itu
harus dihindari.
a. Pengertian Etika Teleologi
Etika Teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan,
maksud, dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang
menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan
tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian
Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah
studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,
rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan
bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.
Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai
bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah.
Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang
eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral
akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan , Teleologi mengerti benar
mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran
yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.Betapapun
salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan
berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis dapat
menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian
tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut
hukum.Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar”
dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat
menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi
“yang baik bagi diri sendiri.
http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-
sistem-etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-
etika.html
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-
etika_8.html
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta