Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

DISUSUN OLEH :

SAFIRA ROSMANIAR (C1I019020)


RANI RACHAYU (C1I019023)
GUNAWAN AJI SASONGKO (C1I019029)
NOVIFAHCIPTA ANGGRAENI (C1I019037)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI KELAS INTERNASIONAL


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pancasila sebagai
moral bangsa ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Ayusia Tsabita pada Bidang Studi State Ideology . Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pancasila sebagai moral bangsa bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ayusia Tsabita selaku Dosen Bidang
Studi State Ideology yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil
dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya “Pancasila
sebagai suatu sistem etika”.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif.
Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan
nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma
yang kemudian menjadi pedoman.
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan
waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-
nilai etika yang merupakan sumber norma.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang didapat adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
2. Apa itu Etika Pancasila?
3. Apa perbedaan antara Nilai, Norma dan Moral?
4. Apa itu Nilai Dasar, Nilai Praksis dan Nilai Implementasi?
5. Bagaimana makna dari nilai-nilai setiap silaPancasila?
6. Bagaimana Perwujudan Praktik Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat

Indonesia
7. Bagaimana Perwujudan Resolusi Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat

Indonesia

C. TUJUAN
Adapun tujuan penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
2. Untuk mengetahui tentang Etika Pancasila?
3. Untuk mengetahui perbedaan antara Nilai, Norma dan Moral?
4. Untuk mengetahui pengertain dari Nilai Dasar, Nilai Praksis dan Nilai
Implementasi?
5. Untuk mengetahui makna dari nilai-nilai setiap silaPancasila?
6. Untuk mengetahui Perwujudan Praktik Pancasila Sebagai Landasan Moral
Masyarakat Indonesia
7. Untuk mengetahui Perwujudan Resolusi Pancasila Sebagai Landasan Moral
Masyarakat Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Etika


Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana kita dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari
ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas
sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika
sebagai ilmu dibagi dua yaitu :
1. Etika umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di
dalamnya.
2. Etika khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
a. Etika indvidual, membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya,
kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
b. Etika sosial, membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika
keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika
kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik
sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan
norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam
suatu masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu)
berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain.

B. Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan
aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak
bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-
nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai
yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa
Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat
diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini
bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat
mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan
demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar
nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia
maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah
Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan
konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan
menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai Kemanusiaan
Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan
antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas
mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan,
tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan
keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan
perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat
mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila
ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan
maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai
yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung
nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata
dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh
kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur)
yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
“dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika
atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata
adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu.
Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak.
Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap
pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas
dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat
menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi
dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang
harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai
yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar
bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai
Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai
Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan,
penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta
tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai
menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai
kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.
C. Pengertian Nilai, Norma dan Moral
a. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai
suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya.
Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan
dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
b. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang
dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam
perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan
norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat
yang bersumber pada agama
Norma : adalah ketentuan hidup yang
kesusilaan bersumber pada hati nurani, moral
atau filsafat hidup.
Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis
yang berlaku dan bersumber pada UU
suatu Negara tertentu
Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku
dalam hubungan antara manusia
dalam masyarakat
c. Pengertian Moral
Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral.
Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip
yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
D. Pengertian Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Dan Nilai Praktis
a. Nilai Dasar
Setiap orang miliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna
yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar berifat universal karena karena
menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu. Contohnya tentang hakikat
Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya. Nilai Dasar yang menjadi sumber
etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai
dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
makan itu akan menjadi norma moral. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik
Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-
undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai praksis
Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar.

E. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya.
Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja
ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai
dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak
dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat
sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama
dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa
setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan
ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah
dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh
ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan
memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia
pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan
martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya,
sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai
keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai
makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup
persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi.
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam
dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia
menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam
hirarki kekuasaan. Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang
sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa,
kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab
serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan
adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan
yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tat cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara
melalui lembaga perwakilan.
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan
pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima
mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan
manusia sebagai bagian dari masyarakat.

F. Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia


Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting
dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka
melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup
diukur hanya dari kepandaian warga negaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang
dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut
memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah
tindakan suatu bangsa.
Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial
dan moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang
prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Moralitas sosial juga tercermin dari
moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral
individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada
bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas
dari ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah
yang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan
tersebut, apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau
untuk kesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan rohaniah yang lebih
abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan. Alinea pertama pada Pembukaan Undang
Undang Dasar yang berbunyi, bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,
oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang
kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita.
Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral
mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan
telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia. Moralitas individu dan sosial yang
begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-
cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah
perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
yang termuat dalam alinea-alineanya.

G. Praktik Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia


Dalam paktiknya sendiri, Moralitas Pancasila saat ini menjadi barang yang sangat
mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas
tersebut. Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang
menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan
antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar
sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan
harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama. Lalu
bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?
Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, tidak
adanya kebebasan memeluk agama, serta korupsi yang merajalela merupakan sedikit
polemik yang dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Korupsi sendiri secara harafiah
diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti
korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa ini semakin
menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Banyak kesan yang didapat rakyat dari
masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungkapkannya.
Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan adanya Pancasila.

H. Resolusi Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia


Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu
mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan,
tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan
melakukan korupsi. Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila
adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut
dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan
melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral
besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan
diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam
pemberantasan korupsi.
Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan
Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan
Negara. Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di
implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan
di negara kita namanya ketidakadilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena
di dalam Pancasila sudah tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan
ideologi bangsa dan negara.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan dari hasil pembelajaran penulis selama penyusunan karya ilmiah ini,
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan
dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil
dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir
Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam
masyarakat maupun bangsa dan negara

B. Saran
Indonesia sebagai masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila sudah
seharusnya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar
dan pijakan serta nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan
kesatuan antar warga Indonesia.
Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://melisamurzanita.blogspot.com/2018/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-
etika.html

http://makalah-download.blogspot.com/2011/10/pengertian-nilai-norma-dan-
moral.html

http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html

https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-etika.html

Anda mungkin juga menyukai