Oleh :
1504505023
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat TuhanYang Maha Esa yang telah memberikan limpahan
rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Etika
Politik Berdasarkan Pancasila” selesai tepat waktu, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak
terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di
Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam
dalam jiwa Pancasila. Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum,
norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya
suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif
Nilai-nilai pancasila dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu
pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma
hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Maka pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila merupakan suatu cita-
cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa
materialis).
Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi
norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam
norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun
kebangsaan.
8. Nilai-nilai apa yang tergandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?
1. Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila
2. Untuk mengetahui pengertian nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis dalam
3. Untuk mengetahui hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks
etika politik.
BAB II
PEMBAHASAN
Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan
masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan
kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi.dua kelompok yaitu etika umum
dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
manusia. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan
etika khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang
membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan
masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan
“buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang
berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak
susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam
hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang
nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of
value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau
kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai
Di dalam Dictonary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan nilai adalah kemampuan
yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Pada hakikaknya nilai
adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Nilai itu
Ada nilai itu karena adanya kenyatan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan
salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.Cita-cita, gagasan, konsep dan
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan nilai yang
dilakukan oleh subyek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia
sebagai subyek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa ( kehendak) dan
kepercayaan. Sesuatu itu bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan
lain sebagainya.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu system
merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya.Oleh karena itu,
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan
religi.Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
2. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
masyarakat,
4. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.Moral adalah
ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi,
pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,
Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan
seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya.
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat
terhadap sesuatu obyek.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah
nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni,
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Walter G .everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1. Nilai – nilai ekonomis (ditunjukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang
dapat dibeli)
2. Nilai – nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari
kehidupan badan)
3. Nilai – nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat
4. Nilai – nilai social (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan social yang
diinginkan)
5. Nilai – nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan social yang
diinginkan)
6. Nilai – nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni)
Sedangkan menurut ahli yang lain yakni Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia (ratio, budi, cipta).
manusia.
Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu
yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai
pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui
Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital,
nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang
sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai
dengan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.
Nilai memiliki sifat yang abstrak yang tidak dapat diamati indra manusia namun realisasinya
bersifat nyata (real). Setiap nilai memiliki nilai dasar (onotologis) yang merupakan hakikat,
esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut dimana sifatnya adalah
universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu. Nilai dasar dapat juga
disebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu
kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang
merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai instrumental yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia merupakan suatu norma moral. Sedangkan yang
berkaitan dengan organisasi maupun negara merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi
yang bersumber pada nilai dasar. Dengan kata lain nilai instrumental merupakan suatu
2.4.3.Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai
instrumental itu sendiri. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian
tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar,
nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris
bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat
tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap
dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang
mengawalnya.Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang
Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan
Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur
dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa
aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya
bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah.Ditunjang dengan
alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat,
rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Etika politik tidak diatur dalam
hukum tertulis secaralengkap akan tetapi melalui moralitas yang bersumberpada hati nurani, rasa
malu kepada masyarakat dan rasatakut kepada Tuhan yang Maha Esa.Dalam kehidupan politik
ditentukan oleh kejujuran dan keikhlasan hati nurani dari masing-masingwarga negara yang telah
dalam negara. Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai
manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain
sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab.Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative.
Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama dan
untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik
membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan
struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman
etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam
bernegara.
Etika politik pancasila mengamanatkan bahwa pancasila sebagai nilai dasar kehidupan
peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum
yang berlaku diindonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat pancasila. Etika
politik ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan
kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘ negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan –
tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian –
pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep –
konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan
( allocation). Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan
para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik
serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara.Pengertian politik
yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat mungkin memenuhi segala
kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa sifat kodrat manusia hanya
bersifat individu atau sosial saja. Dalam kapasitas moral kebebasan manusia akan menentukan
apa yang harus dilakukannya dan apa yang tidak harus dilakukannya.
Dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga
senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua
segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental
itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa
berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga manusia mengerti dan memahami akan
suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat
dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan
masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh
manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu
Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri mampu mengembangkan pikirannya dalam hubungan
bertindak sesuai dengannya. Dengan kebebasannya manusia dapat melihat ruang gerak dengan
berbagai kemungkinan untuk bertindak, sehingga secara moral senantiasa berkaitan dengan
orang lain. Oleh karena itu bagaimanapun juga ia harus memutuskan sendiri apa yang layak atau
tidak layak dilakukannya secra moral. Ia dapat memperhitungkan tindakannya serta bertanggung
Dalam Kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai
individu maupun makhluk sosial suit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan
kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam
masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu
menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu berdasarkan
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, dimensi politis mencakup
lingkaran kelembagaan hukum dan negara, system-sistem nilai serta ideologi yang memberikan
legitimasi kepadanya.
Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhuk sosial,
dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga
senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu
pendekatan etika politik senantiasa berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam hubungannya
dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala
demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan
dirinya sendiri sebagi anggota masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka
Dimensi Politik Manusia Manusia sebagai makhluk Individu dan makhluk sosial. Berbagai
paham Antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia dari kacamata yang
berbeda. Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme memandang
manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan
masyarakat, bangsa maupun negara. Dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara.
Sedangkan paham kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme
Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin
hak-haknya, dan }masyarakat itulah yang disebut sebagai Negara Pengertian dimensi politis
manusia ini memiliki dua segi fundamental yaitu Pengertian dan kehendak untuk bertindak
(inilah yang senantiasa berhadapn dengan }tindakan moral manusia). Manusia mengerti dan
memahami akan suatu kejadian atau akibat dari kejadian tertentu, akan tetapi hal itua dapat
dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Namun
sebalikny jika manusia tidak bermoral maka ia tidak akan perduli dengan orang lain
tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu
dari masing-masing sila itu dapat sajaditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya.
Namun, makna Pancasilaterletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan
yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Etika politik berdasarkan Pancasila
sebagai bagian dari konsep etika Pancasila secara umum mengacu kepada hakikat nilai pancasila.
Hakikat manusia Indonesia adalah sifat dan keadaan yang berperi-Ketuhanan Yang Maha Esa,
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam
(legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam
hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan
dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum
yang berlaku.Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula
kekuasan negara.Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan,
kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya,
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagi makhluk yang
Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat
Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku
praktis dalam kehidupan manusia. Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/5299055/Pancasila_Sebagai_Etika_Politik
http://weloveblitar.blogspot.co.id/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etika-politik.html
https://intanjulianaa.wordpress.com/2014/11/10/pengertian-etika-politik-dan-penerapan-etika-
politik-di-indonesia/
https://mohamadhidayatulloh.wordpress.com/2014/11/05/pancasila-dalam-sistem-etika-dan- pen
gertian-nilai-norma-serta-moral/