Anda di halaman 1dari 21

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

Oleh :

Kadek Novar Setiawan

1504505023 

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat TuhanYang Maha Esa yang telah memberikan limpahan

rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Etika

Politik Berdasarkan Pancasila” selesai tepat waktu, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pendidikan Pancasila.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran

yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak

terima kasih.

                                                                                    Badung, November 2015

                                                                                                 Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di

Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam

dalam jiwa Pancasila. Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan

suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum,

norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya

suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif

(menyeluruh) dan sistem pemikira ini merupakan suatu nilai.

Nilai-nilai pancasila dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu

pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku

manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma

hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Maka pancasila

berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila merupakan suatu cita-

cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum

membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa

materialis).

Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi

norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam

norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun

kebangsaan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah yang ada di makalah ini adalah :

1. Apa pengertian etika?

2. Apa pengertian nilai, norma dan moral?

3. Apa itu hierarkhi nilai?

4. Apa itu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis?

5. Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?

6. Bagaimana pengertian etika politik dan politik?

7. Apa definisi dimensi politisi manusia?

8. Nilai-nilai apa yang tergandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?

1.3. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dalam makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila

sebagai etika politik.

2. Untuk mengetahui pengertian nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis dalam

konteks pancasila sebagai etika politik.

3. Untuk mengetahui hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks

pancasila sebagai etika politik.

4. Untuk mengetahui pengertian pengertian etika politik dan politik.

5. Untuk mengetahui definisi dimensi politisi manusia.

6. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber

etika politik.
 

BAB  II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Etika

Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat.

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan
masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat

teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan

kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.

Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang

pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi.dua kelompok yaitu etika umum

dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran

danpandangan-pandangan moral.itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan

manusia. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita

mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita  harus menggambil sikap yang

bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.

Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan

etika khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi  menjadi etika individu yang

membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang

kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu

bagian terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan

masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan

“buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang

berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak

susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam

hubungan  dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika

berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
 

2.2. Pengertian Nilai,  Norma, dan Moral

2.2.1. Pengertian Nilai

Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang

nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of

value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang

filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau

kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai

atau melakukan penilaian.

Di dalam Dictonary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan nilai adalah kemampuan

yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Pada hakikaknya nilai

adalah sifat atau kualitas yang melekat pada  suatu objek, bukan objek itu sendiri. Nilai itu

sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “ tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.

Ada nilai itu karena adanya kenyatan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.

Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan

manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang  berfungsi mendorong dan

mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan

salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.Cita-cita, gagasan, konsep dan

ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.

            Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu

dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan nilai yang

dilakukan oleh subyek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia

sebagai subyek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa ( kehendak) dan
kepercayaan. Sesuatu itu bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan

lain sebagainya.

Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan

menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi

mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu system

merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya.Oleh karena itu, 

Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam

macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.

2.2.2. Pengertian Norma

Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan

religi.Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk

dipatuhi. Oleh sebab itu, norma  dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma

filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk

dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:

1. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan

2. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,

3. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan

masyarakat,

4. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang

dipaksakan oleh alat Negara.

2.2.3. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.Moral adalah

ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam

masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi,

pribadi itu dianggao tidak bermoral.  Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,

prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia.

Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan

seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan

sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam

berbagai aspeknya.

2.3. Pengertian Hierarkhi Nilai

Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat

terhadap sesuatu obyek.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah

nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan

luhurnya. Menurutnya  nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :

1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang

memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,

2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan

serta kesejahteraan umum,

3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan

pengetahuan murni,

4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas  nilai dari yang suci.

Walter G .everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1. Nilai – nilai ekonomis (ditunjukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang

dapat dibeli)

2. Nilai – nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari

kehidupan badan)

3. Nilai – nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat

menyumbangkan pada pengayaan kehidupan)

4. Nilai – nilai social (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan social yang

diinginkan)

5. Nilai – nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan social yang

diinginkan)

6. Nilai – nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni)

7. Nilai – nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran)

8. Nilai – nilai keagamaan.

Sedangkan menurut ahli yang lain yakni Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu :

1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia

atau kebutuhan material ragawi manusia.

2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat

mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai

kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam :

 Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia (ratio, budi, cipta).

 Nilai keindahan (estetis), yang bersumber pada unsur perasaan manusia

(esthetis, gevoel, rasa).


 Nilai kebaikan (moral), yang bersumber pada unsur kehendak manusia

(will, wollen, karsa).

 Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian teringgi dan mutlak.

Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan

manusia.

Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang

mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu

yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai

pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui

adanya nilai material dan vital.

Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital,

nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang

sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai

dengan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.

2.4. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis

2.4.1. Nilai Dasar

Nilai memiliki sifat yang abstrak yang tidak dapat diamati indra manusia namun realisasinya

bersifat nyata (real). Setiap nilai memiliki nilai dasar (onotologis) yang merupakan hakikat,

esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut dimana sifatnya adalah

universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu. Nilai dasar dapat juga

disebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu

kehidupan yang bersifat praksis.  Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan

sumber penjabaran norma serta realisasi praksis tersebut.

2.4.2. Nilai Instrumental

Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus

memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang

merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai instrumental yang

berkaitan dengan tingkah laku manusia merupakan suatu norma moral. Sedangkan yang

berkaitan dengan organisasi maupun negara merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi

yang bersumber pada nilai dasar.  Dengan kata lain nilai instrumental merupakan suatu

eksplisitasi dari nilai dasar. 

2.4.3.Nilai Praksis

Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam

suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai

instrumental itu sendiri. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian

tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar,

nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh

menyimpang dari sitem tersebut.

2.5. Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral

Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang  seharusnya tetap

terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris

bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat

tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap
dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga

memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh

integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang

mengawalnya.Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali

disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang

menentukan apa yang boleh dan tidak  boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang

berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

2.6. Pengertian Etika Politik Dan Politik

2.6.1.Pengertian Etika Politik

Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan

Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur

dalam aturan secara legal formal. Karena itu,  etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa

aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya

bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah.Ditunjang dengan

alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat,

rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Etika politik tidak diatur dalam

hukum tertulis secaralengkap akan tetapi melalui moralitas yang bersumberpada hati nurani, rasa

malu kepada masyarakat dan rasatakut kepada Tuhan yang Maha Esa.Dalam kehidupan politik

bangsa Indonesia banyak suaramasyarakat yang menuntut dibentuknya dewankehormatan pada

institusi kenegaraan dankemasyarakatan dengan harapan etika politik dapatterwujud dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.


Terwujudnya etika politik dengan baik dalam kehidupanberbangsa dan bernegara sangat

ditentukan oleh kejujuran dan keikhlasan hati nurani dari masing-masingwarga negara yang telah

memiliki hak politiknya untukmelaksanakan ajaran moral dan norma-norma aturanberpolitik

dalam negara. Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai

manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain

sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis

untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab.Jadi, tidak

berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative.

Etika politik tidak langsung mencampuri politik  praktis.

Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama dan

untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik

membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan

struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman

etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam

bernegara.

Etika politik pancasila mengamanatkan bahwa pancasila sebagai nilai dasar kehidupan

bernegara, berbansa dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan,

peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum

yang berlaku diindonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat pancasila. Etika

politik ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang

toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan

kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

2.6.2. Pengertian Politik


Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam – macam

kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘ negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan –

tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian –

pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep –

konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan

keputusan ( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta alokasi

( allocation). Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan

para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik

serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara.Pengertian politik

yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang

disebut masyarakat negara.

 Dimensi Politis Manusia

2.7.1. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial

Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat mungkin memenuhi segala

kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa sifat kodrat manusia hanya

bersifat individu atau sosial saja. Dalam kapasitas moral kebebasan manusia akan menentukan

apa yang harus dilakukannya dan apa yang tidak harus dilakukannya.

Dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga

senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua

segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental

itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa

berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga manusia mengerti dan memahami akan

suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat
dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan

masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh

manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu

pembatasan secara normatif.

Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri mampu mengembangkan pikirannya dalam hubungan

dengan tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannyadan sejauh ia dapat mencoba untuk

bertindak sesuai dengannya. Dengan kebebasannya manusia dapat melihat ruang gerak dengan

berbagai kemungkinan untuk bertindak, sehingga secara moral senantiasa berkaitan dengan

orang lain. Oleh karena itu bagaimanapun juga ia harus memutuskan sendiri apa yang layak atau

tidak layak dilakukannya secra moral. Ia dapat memperhitungkan tindakannya serta bertanggung

jawab atas tindakan-tindakan tersebut.

2.7.2.Dimensi Politis Kehidupan Manusia

Dalam Kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai

individu maupun makhluk sosial suit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan

kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam

masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu

menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu berdasarkan

sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, dimensi politis mencakup

lingkaran kelembagaan hukum dan negara, system-sistem nilai serta ideologi yang memberikan

legitimasi kepadanya.

Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhuk sosial,

dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga

senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu
pendekatan etika politik senantiasa berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam hubungannya

dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala

diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan

demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan

dirinya sendiri sebagi anggota masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka

kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindakan-tindakannya.

Dimensi Politik Manusia Manusia sebagai makhluk Individu dan makhluk sosial. Berbagai

paham Antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia dari kacamata yang

berbeda. Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme memandang

manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan

masyarakat, bangsa maupun negara. Dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara.

Sedangkan paham kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme

memandang manusia sebagai makhluk sosial saja.

Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin

hak-haknya, dan }masyarakat itulah yang disebut sebagai Negara Pengertian dimensi politis

manusia ini memiliki dua segi fundamental yaitu Pengertian dan kehendak untuk bertindak

(inilah yang senantiasa berhadapn dengan }tindakan moral manusia). Manusia mengerti dan

memahami akan suatu kejadian atau akibat dari kejadian tertentu, akan tetapi hal itua dapat

dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Namun

sebalikny jika manusia tidak bermoral maka ia tidak akan perduli dengan orang lain

 Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik


Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satukesatuan nilai yang

tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu

dari masing-masing sila itu dapat sajaditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya.

Namun, makna Pancasilaterletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan

yang tidak  bisa ditukar balikan letak dan susunannya.  Etika politik berdasarkan Pancasila

sebagai bagian dari konsep etika Pancasila secara umum mengacu kepada hakikat nilai pancasila.

Hakikat manusia Indonesia adalah sifat dan keadaan yang berperi-Ketuhanan Yang Maha Esa,

berperi-Kemanusiaan, berperi-Kebangsaan, berperi-Kerakyatan, dan berperi-Keadilan sosial.

Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan

kenegaraan.

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam

negeri di jalankan sesuai dengan:

1. Asas legalitas ( legitimasi hukum).

2. Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)

3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya

(legitimasi moral).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan

penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik,

pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral

kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam

hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan

dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum

yang berlaku.Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang

dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula

kekuasan negara.Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan,

kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu

manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini

berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai

subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya,

karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.

Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap

meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika

politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagi makhluk yang

beradab dan berbudaya.

 Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga

merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun

norma kenegaraan laianya.

Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap

tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat

“susila” dan “tindak susila”, “baik” dan “buruk”.

Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku

praktis dalam kehidupan manusia. Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia

yang secara harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, H.2014.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

https://www.academia.edu/5299055/Pancasila_Sebagai_Etika_Politik

http://weloveblitar.blogspot.co.id/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etika-politik.html
https://intanjulianaa.wordpress.com/2014/11/10/pengertian-etika-politik-dan-penerapan-etika-

politik-di-indonesia/

https://mohamadhidayatulloh.wordpress.com/2014/11/05/pancasila-dalam-sistem-etika-dan- pen

gertian-nilai-norma-serta-moral/

Anda mungkin juga menyukai