Disusun oleh :
Teguh Ananto Kusuma
30.0725
Kelas A-3
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3. Tujuan..............................................................................................................................3
II. PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS.............................................................................4
2.1. Dinamika Politik Lokal..................................................................................................4
2.2. Hubungan antar Aktor yang Terlibat dalam Pemilihan Kepala Desa......................5
2.3. Hubungan Calon Kepala Desa 1 dengan Basis Massa dalam Pelaksanaan Pemilu. 7
2.4. Dinamika Pemilihan Kepala Desa Ditinjau dari Konflik dan Kompetisi yang
Berlangsung selama Pemilihan Kepala Desa...........................................................................8
III. PENUTUP.........................................................................................................................10
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................10
3.2. Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11
I. PENDAHULUAN
Pada tataran lokal, tuntutan politik masyarakat atau kelompok kepentingan menjadi ambigu
akibat dari trauma politik masyarakat lokal slama tiga puluh dua tahun, dimana masyarakat
dibuat takut kepada kepala desa, camat, bupati, dan gubernur. Tidak ada dinamika individu
anggota masyarakat dan kelompok masyarakat berkepentingan, partai politik di daerah,
masyarakat menjadi statis atau tidak berkutik dalam hal ini. Pasca reformasi tahun 1998,
Indonesia mengalami perubahan sistem politik yang signifikan. Judul perubahan tersebut adalah
demokratisasi, baik dalam kehidupan politik maupun dalam kehidupan ekonomi (Seda, 1992).
Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana sekelompok orang atau masyarakat bertempat
tinggal dan berkuasa untuk mengadakan pemerintahannya sendiri. Desa merupakan salah satu
politik lokal yang artinya penyangga politik nasional. Semakin baik keadaan demokratisasi di
lokal maka politik nasional akan berjalan lebih baik, dan sebaliknya. Kepala desa merupakan
penyelenggara dan pennaggung jawab utama dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan. Untuk mewujudkan demokrasi dalam pemerintahan desa, maka dilaksanakan
pemilihan kepala desa secara langsung oleh warganya. Namun tidak semua pemilihan kepala
desa dapat berjalan dengan baik sesuai prosedur (Pope, 1999).
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional
dan berada di daerah kabupaten. Pembagian daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan
daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahan yang ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara
dan hak asal usul yang bersifat istimewa. Negara kesatuan RI menghormati kedudukan daerah-
daerah yang bersifat istimewa tersebut dengan segala peraturan negara yang mengenai daerah-
daerah itu akan mengingati hak asal usul daerah tersebut. Bagi desa, otonomi yang dimiliki
berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan
daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya,
bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-
istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat (Christian, 1984).
Pengertian tentang otonomi desa adalah ciptaan bangsa Belanda waktu mereka masih
memegang kekuasaan di sini, selanjutnya dikatakan pula, bahwa hak otonomi atau hak mengatur
dan mengurus rumah tangga desa sebagai daerah hukum yang diatur dalam hukum adat adalah
kewenangan dan kewajiban tiada hanya yang bersangkutan dengan kepentingan keduniawian,
akan tetapi juga yang bersangkutan dengan kepentingan kerohanian. Tidak hanya yang
berkenaan dengan pemerintah (kenegaraan) akan tetapi juga yang berkenaan dengan kepentingan
penduduk perseorang. Teranglah bahwa isi otonomi desa menurut hukum adat adalah sangat luas
(Kartohadikoesoemo, 1973).
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari dinamika politik lokal.
2. Untuk memetkan pola hubungan dari aktor-aktor yang terlibat dalam pemilihan Kepala Desa.
3. Untuk mengetahui diamika pemilihan kepala desa ditinjau dari konflik dan kompetisi yang
berlangsung selama pemilihan.
II. PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS
Menurut Dakidae (1999), politik lokal merupakan masalah masalah politik di tingkat lokal.
Istilah lokal ‐ menunjuk pada suatu wilayah geografis yang dibatasi kewenangan menurut
undang‐ undang. Secara geografis politik lokal dapat berupa politik di level Propinsi,
Kabupaten/Kota, atau bahkan desa. Isu isu yang dapat diangkat dalam politik lokal ‐ berupa
demokrasi, birokrasi, otonomi daerah, partisipasi warga, akuntabilitas pemerintah daerah,
rekrutmen elite politik, Pemilukada, relasi pusat dan daerah, konflik pusat dan daerah, kekerasan
di daerah hingga masalah disintegrasi. Dalam konteks lokal tersebut, peran tokoh dan pemimpin
lokal sangat menentukan terhadap keberlangsungan politik dan pemerintahan. Ketika Indonesia
menghadapi otonomi yang diperluas, sosok pemimpin daerah dan para elite lain sangat
menentukan. Dalam kajian ini para pemimpin tersebut dikenal sebagai sebutan elite politik lokal.
Mereka para tokoh, pemimpin yang memiliki kewenangan tertentu untuk menentukan nasib
daerah (lokal).
Konsep Lokal dalam Kajian Dinamika Politik Lokal memiliki arti ganda sebagai berikut:
1. Lokal dapat diartikan himpunaan individu dalam satu wilayah tertentu yang memiliki
keinginan untuk berintegrasi dan beradaptasi serta mewujudkan keinginan politik bersama.
Pengertian ini tidak memperlihatkan luas wewenang yang diperoleh dari suatu Lembaga Formal
Dinamika yang tumbuh pada tataran masyarakat lokal dominan bersifat sosial, begitu pula
keinginan dan kepentingan dominan bersifat sosial. Namun hal ini akan berpengaruh (politik)
terhadap pemerintah nasional.
2. Lokal dapat diartikan pemerintah daerah (pengertian sempit), yaitu: Kepala Daerah beserta
perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Pengertian lokal ini secara
konstitusi hanya mencakup eksekutif daerah dengan perangkat daerah otonom yang
mengabaikan unsur masyarakat legislatif dan kelompokkelompok kepentingan, sehingga masih
kurang mengkontribusi Dinamika Politik Lokal.
3. Lokal dapat diartikan seluruh pemerintah daerah, legislatif daerah, kelompok kepentingan, dan
masyarakat daerah yang saling berinteraksi dan beradaptasi pada wilayah tertentu yang
berlangsung secara sosial dan politis untuk mencapai keinginan dan kepentingan politik tertentu.
Pengertian ini memberi makna bahwa pada Tingkat Lokal dibutuhkan dinamika dari seluruh
unsur yang ada pada tingkat lokal dalam bentuk partisipasi politik, yang memberi keuntungan
pada masyarakat dan pembenahan kehidupan yang dinamik pada tingkat lokal.
II.2. Hubungan antar Aktor yang Terlibat dalam Pemilihan Kepala Desa
Objek dalam studi di makalah ini berupa masyarakat Batang, Provinsi Jawa Tengah yang
melaksanakan pemilihan kepala desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif literatur yaitu hanya memaparkan situasi atau peristiwa berdasarkan literatur
yang telah dibaca. Pada hakekatnya, penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran suatu gejala atau
hubungan antara dua gejala atau lebih (Soehartono, 2002).
Pemilihan umum dapat didefinisikan sebagai proses politik dimana warga negara yang
sudah memiliki hak pilih menyalurkan suaranya untuk memilih orang-orang tertentu yang akan
duduk mewakili mereka di lembaga perwakilan, baik itu berasal dari lembaga eksekutif maupun
lembaga legislatif. Orang-orang tersebut yang terpilih dari pemilihan umum tersebut yang
menjalankan roda pemerintahan. Pemilihan umum, hak pilih dan/atau hak memilih warga negara,
dan lembaga perwakilan merupakan sebagian ciri-ciri pemerintahan demokrasi. Dalam pemilihan
umum, apapun sistem dan metodenya, keputusan akhir para pemilih berada dua spektrum
pilihan, yakni: memilih dan/atau tidak memilih. Pertanyaan yang selalu memicu adrenalin
intelektual ilmuwan politik terhadap fenomena ini adalah mengapa para pemilih memilih
dan/atau tidak memilih dalam pemilihan umum. Penulis akan menguraikan beberapa teori yang
telah dikembangkan ilmuwan politik untuk menjelaskan persoalan perilaku pemilih ini (Liddle
dan Mujani, 2007).
Calon Kepala Desa Batang harus bisa menjalin hubungan kerja sama baik dengan basis
massa akan mendukung calon kepala desa tersebut yang akhirnya terpilih menjadi Kepala Desa
Batang. Hubungan yang terjalin anatara aktor-aktor yang terlibat dalam pemilihan kepala desa
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh jaringan sosial yang selama ini berlangsung di Desa Batang.
Hubungan sosial yang dijalin antara seseorang dengan sejumlah warga masyarakat lainnya
mempunyai tingkat keeratan dan keseringan yang bervariasi. Dengan demikian, ada sejumlah
individu yang memiliki hubungan-hubungan sosial yang erat dan kerap dengan seseorang. Ada
pula sejumlah orang lainnya yang jarang mengadakan interaksi sosial dengan orang tertentu,
sehingga hubungan sosialnya tidak erat. Selain itu, terdapat pula sejumlah orang yang tidak
mempunyai hubungan sosial dengan individu-individu tertentu.
Ciri khas dari sejumlah komunitas kecil seperti desa adalah adanya ikatan komunal yang
cukup kuat. Kekuatan komunal itu terutama terwujud dalam suatu kelompok sosial yang berupa
kehidupan bertetangga dekat, serta dalam kegiatan-kegiatan yang berdasarkan etos paguyuban.
Kegiatan itu misalnya berupa sumbangan, slametan, jagongan (pesta kenduri) dan sebagainya
(Kartodirdjo, 1987).
II.3. Hubungan Calon Kepala Desa 1 dengan Basis Massa dalam Pelaksanaan Pemilu
Berdasarkan literatur yang telah dibaca, Calon Kepala Desa 1 menjalin hubungan dengan
basis massanya yaitu atas dasar hubupertemanan dan ketetanggaan. Calon kepala desa tersebut
setiap sore mengikuti olahraga sepak bola, oleh karena itu banyak teman-teman dari kelompok
pemuda khususnya yang bermain sepakbola langsung mendukung calon kepala desa tersebut.
Sementara itu, kelompok sepermainan sepakbola ini akan berusaha semaksimal mungkin supaya
calon kepala desa tersebut terpilih untuk menjadi Kepala Desa. Selain hubungan basis massanya
atas dasar hubungan pertemanan, Calon Kepala Desa 1 ini menjalin hubungan dengan basis
massanya karena faktor ketetanggaan, dimana warga Desa Masin Timur ini mendukung
sepenuhnya kepada Calon Kepala Desa 1 agar terpilih menjadi Kepala Desa Masin yang pertama
kali di Dusun Masin Timur.
Calon Kepala Desa 2 yang paling muda menjalin hubungan dengan basisnya adalah atas
dasar persaudaraan, baik saudara dekat maupun saudara jauh. Saudara-saudaranya akan
memberikan dukungan supaya terpilih menjadi Kepala Desa Masin. Dengan adanya saudara
yang terpilih menjadi kepala desa maka akan memperoleh kemudahan-kemudahan. Semua
saudara Calon Kepala Desa 2 mendukungnya, hal ini dapat dilihat dari salah satu kakaknya yang
tinggal di dusun lain menjadi kader dan berusaha untuk mencari dukungan di dusun tersebut. Di
samping itu, ada juga hubungan Calon Kepala Desa 2 dengan basis massanya berdasarkan
hubungan pertemanan yaitu teman sewaktu menerima pendidikan di sekolah Madrasah
Tsanawiyah. Calon Kepala Desa Masin tersebut, menjadikan temannya sebagai kader untuk
mencari dukungan sebanyak-banyaknya dari warga Desa Masin.
Calon Kepala Desa 3, hubungan dengan basis massa yang dijalankan oleh Calon Kepala
Desa 3 tidak jauh berbeda dengan Calon Kepala Desa 2. Calon Kepala Desa 3 menjalin
hubungan kerjasama dengan basis massa yaitu berdasarkan atas hubungan persaudaraan. Warga
Desa Masin yang masih saudara dengan Calon Kepala Desa 3, baik saudara dekat maupun
saudara jauh tentunya akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada Calon Kepala Desa 3
supaya terpilih lagi menjadi Kepala Desa Masin. Di samping itu, dukungan dari basis massa yang
diberikan kepada Calon Kepala Desa Masrur atas dasar rasa simpatik terhadap kepemimpinan
sebelumnya, dimana Calon Kepala Desa 3 dalam memimpin Desa Masin sudah lumayan berhasil
dan tidak ada kasuskasus yang menjatuhkan martabat Desa Masin.
II.4. Dinamika Pemilihan Kepala Desa Ditinjau dari Konflik dan Kompetisi yang
Berlangsung selama Pemilihan Kepala Desa.
Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang melibatkan ketiga calon tersebut memiliki basis
massa yang berbeda-beda. Calon Kepala Desa 1 mempunyai massa di Dusun Masin Timur,
sementara Dusun Masin Tengah terbagi dua basis yaitu basis massa Calon Kepala Desa 2 dan
basis massa Calon Kepala Desa 3. Ketiganya berkompetisi untuk menjadi Kepala Desa Masin
dengan mencari dukungan dari warga Desa Masin sebanyak-banyaknya.
Calon Kepala Desa Masin 3 terdorong untuk mencalonkan diri terutama karena sebelumnya
sudah menjadi Kepala Desa Masin. Secara otomatis pengalaman dan pertimbangannya lebih
banyak. Pendorong utama pencalonan Cakades 3 adalah banyaknya warga Desa Masin dan
keluarganya yang mendukung, karena melihat kepemimpinan sebelumnya sudah lumayan tidak
ada kasus sesuatu. Hal lain yang juga melatarbelakangi dukungan kuat dari salah satu familinya
mendorong Cakades 3 untuk mencalonkan diri adalah dukungan keuangan. Bagi calon kepala
desa yang berasal dari mantan lurah, seperti Cakades 3, maka kader pendukungnya datang dari
aparat-aparat desa selama masa jabatan menjadi Kepala Desa Masin. Di samping dari aparat-
aparat lurah, kader-kader itu juga sebagian adalah tokoh-tokoh masyarakat desa. Strategi
persaingan justru dirancang oleh mereka. Pelaksanaan strategi persaingan yang dilakukan oleh
Calon Kepala Desa 3 menyelenggarakan istighosah (doa bersama). Di dusun, terutama di dusun
dengan jumlah minoritas calon pemilih, para kader berusaha memecah/merebut calon pemilih
calon kepala desa lawan. Inilah yang disebut upaya “memecah daerah”, yang dilakukan antara
lain dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan calon kepala desa sendiri dan mencegah
upaya kader calon kepala desa lawan memelihara dukungan dari calon pemilihnya. Strategi
persaingan yang dilakukan oleh kader calon kepala desa, Masrur adalah dengan melakukan
dudah ngamal, artinya mengungkapkan hal-hal yang baik yang pernah dibuat calon kepala desa
semasa menjabat sebagai Kepala Desa Masin sebelumnya. Cara lain juga diterapkan misalnya
membangun hubungan dengan warga Desa Masin dengan cara silaturrahmi. Calon kepala desa
menyediakan waktu dan rumahnya untuk menjamu tamu yang berkunjung ke tempat tinggalnya.
Memang efektivitasnya kecil, karena silaturrahmi itu seringkali dimanfaatkan oleh kaum muda
untuk mengunjungi rumah seorang calon kepala desa lalu ke rumah calon kepala desa lainnya
untuk menikmati hidangan dan acara hiburan/lagu-lagu yang diperdengarkan oleh penyelenggara
silaturrahmi.
III. PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
III.2. Saran
1. Perlunya diadakan kegiatan pemberdayaan dan pembekalan edukasi politik kepada
masyarakat secara intensif.
2. Perlu diadakan pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi penuh
mengawasi jalannya pemilu.
3. Dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa diperlukan pengawasan oleh masyarakat yang
lebih komprehensif dan independen dengan cara lebih terbuka atau bersifat transparansi agar
pengalaman Orde Baru dalam proses pemilihan Kepala Desa tidak terulang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Dakidae, D. 1999. Partai Politik Indonesia: Ideologi Strategi dan Program, Jakarta.
Kana. 2001. Perubahan di Dalam Dinamika Politik Lokal Pedasaan. Pustaka Percik, Salatiga.
Kartodirdjo, S. 1987. Pesta Demokrasi di Pedesaan: Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa
Tengah.
Kusmayadi, E. 2015. Realitas dan Dinamika Politik Lokal. Deepublish Publisher, Yogyakarta.
Liddle, R. W., dan Mujani, S. 2007. Leadership, Party and Religion: Explaining Voting
Behaviour ini Indonesia. 40 (7): 832-857.
Seda, F. 1992. Simfoni Tanpa Henti: Ekonomi Politik Masyarakat Baru Indonesia. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Soehartono, J. A. 1947. Capticalism, Socialism, and Democracy. Harper & Row Publisher, New
York.