Anda di halaman 1dari 17

ISU POLITIK UANG PADA PEMILIHAN KEPALA DESA DI

JAWA TIMUR

Disusun oleh:

Teguh Ananto Kusuma

30.0725

Kelas A-3

FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya

sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami

mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat

berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa

pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3. Tujuan....................................................................................................................3
II. PEMBAHASAN.............................................................................................................4
2.1. Memahami Isu Politik Uang..............................................................................4
2.2. Dinamika Politik Uang pada Pilkades di Jawa Timur.................................6
2.2.1. Politik Uang di Mata Masyarakat..............................................................6
2.2.2. Politik Uang Pilkades di Jawa Timur......................................................6
2.2.3. Uang Memacu Meningkatnya Partisipasi Masyarakat........................8
2.3. Dampak Politik Uang pada Pemilih.................................................................9
III. PENUTUP................................................................................................................11
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................11
3.2. Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13

ii
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Politik merupakan kegiatan dalam studi sistem politik atau negara yang

menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem dan melaksanakan

tujuan-tujuan itu yaitu menyangkut dari public goals dan bukan private goals.

Politik juga merupakan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat

dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengkat

tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal di dalam suatu wilayah

tertentu. Selain itu di dalam politik juga mempelajari pembentukan dan

pembagian kekuasaan. Studi tentang politik juga mempelajari tentang tata

cara di mana keputusan masyarakat yang dibuat dan dianggap mengikat

sebagian besar orang. Artinya untuk mencari dan memahami kehidupan

politik adalah untuk mengatasi diri pada studi tentang alokasi otoritatif nilai-

nilai untuk masyarakat di dalam dunia perpolitikan (Fadli, 2017).

Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat,

mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang

mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik

dan kerjasama. Politik adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan-tujuan

negara. Dan lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan

1
tersebut serta hubungan antara negara dengan warga negaranya serta

negara lain. Berdasarkan hal-hal tersebut politik merupakan pelembagaan

dari hubungan antar manusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam

badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik (Haboddin,

2017).

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana sekelompok orang atau

masyarakat bertempat tinggal dan berkuasa untuk mengadakan

pemerintahannya sendiri. Desa merupakan salah satu politik lokal yang

artinya penyangga politik nasional. Semakin baik keadaan demokratisasi di

lokal maka politik nasional akan berjalan lebih baik, dan sebaliknya. Kepala

desa merupakan penyelenggara dan pennaggung jawab utama dalam bidang

pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Untuk mewujudkan

demokrasi dalam pemerintahan desa, maka dilaksanakan pemilihan kepala

desa secara langsung oleh warganya. Namun tidak semua pemilihan kepala

desa dapat berjalan dengan baik sesuai prosedur (Pope, 1999).

Pemilu adalah wujud nyata dari demokrasi prosedural, meskipun

demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum, pemilihan umum merupakan

salah satu aspek demokrasi yang sangat penting yang juga harus

diselanggarakan secara demokratis. Namun di dunia perpolitikan Indonesia

masih sering ditemukan praktek-praktek yang dapat mencoreng demokrasi,

salah satunya adalah isu poltik mengenai politik uang. Politik uang

2
merupakan upaya mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan

imbalan tertentu (Jurdi, 2018).

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apa itu isu politik uang?

2. Bagaimana dinamika politik uang di pemilihan kepala desa di Pulau

Jawa?

3. Bagaimana dampak politik uang terhadap pemilih?

I.3. Tujuan

1. Untuk memahami isu politik uang.

2. Untuk memahami dinamika politik uang di pemilihan kepala desa di Pulau

Jawa.

3. Untuk memahami dampak politik uang terhadap pemilih.

3
II. PEMBAHASAN

II.1. Memahami Isu Politik Uang

Isu politik uang atau juga bisa disebut politik perut merupakan suatu

bentuk pemberian atu janji kepada seseorang dengan cara menyuap agar

orang tersebut tidak menjalankan atau melaksanakan hak politiknya dengan

cara tertentu, terkhusus di praktik pemilihan umum. Penyuapan yang

dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan uang atau barang. Politik

uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Tindakan politik uang

biasanya dilakukan oleh mereka yang sedang menjalani masa kaderisasi,

simpatisan, atau bahkan pengurus partai politik menjelang pemilihan umum.

Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang,

sembako seperti minyak, beras, dan gula kepada masyarakat dengan tujuan

untuk menarik simpati pemilih agar mereka memberikan suaranya untuk

partai yang bersangkutan. Berdasarakan pasal 73 ayat 3 Undang-Undang

No. 3 tahun 1999 berbunyi “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya

pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji

menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk

memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu,

4
dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu

dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau

janji berbuat sesuatu." (Kalakoe et al., 2020).

Politik uang bukanlah sesuatu yang baru di dalam dunia politik, isu

politik ini sudah ada sejak negara ini berdiri akan tetapi politik uang seakan-

akan menjadi hal yang tidak penting untuk dibahas. Uang atau pemberian

dalam konteks politik uang bukanlah hibah dan juga bukan uang zakat

ataupun hadiah, uang atau pemberian tersebut hanyalah sebuah media untuk

memikat atau mempengaruhi seseorang untuk memberikan suara maupun

dukungan dan ini sangat tidak diperbolehkan dalam suatu pemilihan umum.

Dengan memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang di bawah rata-rata

atau lemah sehingga masih banyak calon wakil rakyat yang memanffaatkan

kondisi tersebut ketika melaksanakan kampanye pemilihan legislatif supaya

mereka terpilih sehingga menjadikan itu senjata ampuh untuk menarik

simpatisan masyarakat. Mirisnya semakin banyak jumlah uang yang

diberikan kepada calon pemilih maka semakin besar peluang mereka terpilih.

Dari situlah politik uang mulai berjalan yang seharusnya masyarakat itu

mengetahui bahwa hal tersebut tidak diperkenankan di suatu pemilu legislatif

yang perlu digarisbawahi adalah sudahkah masyarakat itu mengetahui uang

itu sebenarnya dari mana, kenapa, dan bagaimana nantinya setelah uang itu

diberikan (Pahlevi dan Amrurobbi, 2020).

5
II.2. Dinamika Politik Uang pada Pilkades di Jawa Timur

II.2.1. Politik Uang di Mata Masyarakat

Bagi sebagian masyarakat politik uang adalah hal yang lumrah bahkan

dianggap sebagai tradisi. Berdasarkan informan penelitian yang dilakukan

oleh Salsabila & Agus (2021) menunjukan jika politik uang sesuatu yang

biasa dan menjadi kesenangan tersendiri bagi masyarakat. Walaupun dikenal

dengan politik uang bukan berarti suapan hanya berwujud uang saja, tetapi

apapun bentuk yang diberikan dengan maksud dan tujuan maka dapat

dianggap sebagai politik uang.

Berlangsungnya politik uang dalam Pilkades menunjukan jika kandidat

kepala desa itu memiliki ambisi untuk duduk dalam singgasana kekuasaan.

Sehingga timbul anggapan bahwa kesungguhan kandidat terlihat dari

seberapa getol mereka memberikan “uang” ke rakyat. Ada pula masyarakat

yang merasa dihargai jika mereka memperoleh uang dari kandidat karena

mereka akan merasa bahwa kandidat berada di antara mereka.

II.2.2. Politik Uang Pilkades di Jawa Timur

Masyarakat pedesaan sudah terbiasa dengan peyelengaraan

pemilihan umum secara langsung. Minimal dalam lima tahun, masyarakat

pedesaan mengikuti empat kali pemilu, yakni pemilu legislatif, pemilihan

presiden dan wakil presiden, pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta

6
pemilihan bupati/walikota dan wakil bupati/walikota. Keterlibatan masyarakat

dalam pemilu di atas sebagian besar lebih sebagai pemilih. Dalam jumlah

dan kewenangan terbatas beberapa masyarakat terlibat menjadi

penyelengara atau tim sukses. Persoalannya adalah pelaksanaan Pilkades

serentak yang ada di Kabupaten Tulungagung ini tidaklah selalu berjalan

dengan mulus tetapi terdapat kendala-kendala teknis dalam berbagai bentuk

kecurangan-kecurangan. Salah satunya yakni kecurangan dalam bentuk

politik uang. Misalnya pada Pilkades di desa Sumberingin Kidul, Kecamatan

Ngunut, Pulau Jawa (Susanto, 2018).

Proses pemilihan kepala desa yang ada di Desa Sumberingin Kidul,

Kecamatan Ngunut ini menghadirkan dua orang calon yaitu calon nomor urut

pertama bernama Arianto yang merupakan calon petahana dan ditantang

calon nomor urut ke dua bernama Saifuddin. Menjelang proses pemilihan,

kedua calon tersebut saling berlomba-lomba untuk meraih dukungan dan

simpati dari masyarakat desa. Salah satu cara yang digunakan untuk menarik

simpati tersebut yakni dengan cara memberikan politik uang kepada

masyarakat. Politik uang yang diberikan oleh kedua calon kepala desa ini

memang bagaikan sebuah perlombaan politik. Dalam penelitian ini, peneliti

berusaha menggali dan mengungkap lebih dalam lagi mengenai fenomena

praktik politik uang dalam proses Pilkades di desa Sumberingin Kidul,

Ngunut, Tulungagung (Ardianto, 2018).

7
II.2.3. Uang Memacu Meningkatnya Partisipasi Masyarakat

Masyarakat yang kurang berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa

dikarenakan beberapa hal. Umumnya sifat apatis masyarakat yang

mendominasi, mereka malas mengikuti pemilihan kepala desa. Adanya politik

uang menjadi daya tarik untuk mereka agar mau berpastisipasi. Apalagi

aktivitas ini bukan hal yang tabu untuk dilakukan di masyarakat. Walaupun

politik uang mendapat cap buruk, tetapi momen-momen tersebut selalu

ditunggu-tunggu oleh sebagian besar masyarakat. Apalagi dengan nominal

yang cukup besar. Mirisnya walaupun mereka penerima politik uang tahu

bobroknya kandidat kepala desa mereka mengindahkan hal tersebut dan

tetap memilih uang.

Sisi untung lebih banyak dirasakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu,

politik uang hingga saat ini masih bertahan di tengah-tengah masyarakat.

“Menyenangkan” merupakan perasaan yang dirasakan oleh masyarakat

menjelang pemilihan. Sebab, masing-masing tim sukses masing-masing

kandidat akan menyebar uang dengan nominal yang beragam hingga terlihat

mana kandidat yang memberikan nominal besar hingga yang tidak

memberikan nimunal sama sekali. Istilah serangan fajar pun dikenal sebagai

taktik jitu untuk mendapat angka suara.

Di balik masyarakat yang selalu menunggu-nunggu politik uang

dilakukan, disitulah ada masyarakat yang berada di ambang bimbang. Dilihat

8
dari tipe masyarakat, ada dua tipe yakni tipe masyarakat asli dan pendatang.

Bagi sebagian masyarakat asli desa aktivitas politik uang bukanlah sesuatu

yang mudah dilakukan. Sebab, rasa sungkan atau tidak enak juga masih

tertanam kuat dalam diri mereka. Mereka merasa jika tidak menerima uang

tersebut, sama artinya menolak rejeki yang datang kepada mereka. Faktor

lain yang paling ditakutkan ialah renggangnya hubungan jika uang yang

diberikan kandidat tidak diterima. Berbeda halnya dengan masyarakat

pendatang yang baru di wilayah tersebut, mereka menerima uang atas dasar

realistis. Mereka berpandangan jika uang tersebut merupakan imbal balik

atas waktu mereka yang hilang untuk mendatangi pemilihan. Jadi uang

adalah pengganti waktu mereka. Terlebih jika pemilihan dilangsungkan di hari

kerja yang tidak sejalan dengan jam kerja mereka, mau tidak mau mereka

harus mangkir dari kewajibanya yang dapat berimbas pada gaji mereka.

II.3. Dampak Politik Uang pada Pemilih

Kebanyakan orang menganggap politik uang suatu hal yang biasa saja

yang mungkin tidak menimbulkan dampak apapun, tetapi dalam

kenyataannya setelah terdapat banyak peristiwa yang terjadi, politik uang

sangat mempengaruhi daya pilih masyarakat terhadap para calon dalam

pemilu. Politik uang seharusnya tidak dijadikan sarana dalam menyukseskan

pemilihan umum baik di tingkat desa, kabupaten, provinsi maupun nasional.

Seharusnya para calon wakil rakyat bisa membuktikan bagaimana

9
dedikasinya sebagai calon wakil rakyat. Perkataan dipilih secara demokratis

bersifat luwes, sehingga mencakup pengertian pemilihan calon wakil rakyat

seperti yang pada umumnya sekarang dipraktekkan di daerah-daerah

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak harus

memberikan seikat uang untuk diiming-imingikan kepada masyarakat (al-

Rasyid, 2016).

Politik uang akan menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan

seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kekuasaan yang

semestinya diberikan melalui suatu kepercayaan yang telah dibeli dengan

uang bukan karena pemilih benar-benar secara hati nurani bersedia memilih

calon tersebut. Damapknya pembangunan tidak sejalan dan kompetisi

internasional tidak akan sesuai yang diharapkan, sehingga masyarakat harus

berpikir dua kali apabila menerima uang suap dari para kandidat kepala desa

yang menginginkan agar bisa terpilih (Debora et al., 2021).

10
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Politik uang adalah bentuk dari pemberian uang atau jaminan untuk

menyuap orang lain sehingga orang tersebut tidak melakukan atau

menggunakan haknya untuk memilih dan mengesampingkan sikap

demokratisnya karena pemberian dari salah satu calon kader. Politik uang

juga diartikan sebagai jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta

tindakan membagi-bagikan Di dalam masalah sosial, orang-orang yang

terdidik memiliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan terhadap

masalah tersebut, contohnya di dalam masalah politik.

Politik uang sudah menjadi sebuah tradisi di masyarakat. Dalam lingkup

pemilihan kepala desa pun tak terhindarkan, bahkan animo masyarakat sama

besarnya dengan pemilihan keanggotaan pemerintahan lainnya. Hal tersebut

diilatarbelakangi sikap apatis masyarakat. Mereka merasa jika lingkup kecil

seperti desa tidak terlalu penting sehingga merasa tidak perlu memberikan

suaranya saat pemilihan. Terlebih timbul pula pemikiran jika yang

memberikan hak suaranya pasti banyak, sehingga satu suara dari dirinya

merasa tak bernilai. Faktor lain datang dari hubungan antara masyarakat

11
dengan kandidat kepala desa yang jauh dan bahkan tidak saling kenal.

Terakhir, faktor waktu pemilihan yang dilangsungkan di hari kerja. Untuk itu,

adanya politik uang menjadi daya tarik masyarakat untuk memberika suara

mereka. Masyarakat pun merasa lebih dihargai dan dapat menilai tingkat

keseriusan kandidat melalui nomial uang yang diberikan. Sebagai perantara

tim sukses akan berperan menyukseskan kandidat dalam memperoleh suara.

Masih banyak warga Indonesia yang menganggap bahwa politik uang

merupakan hal yang sudah biasa terjadi di pesta demokrasi. Maka

diasumsikan bahwa setiap pemilihan umum selalu terjadi politik uang

sehingga tak dapat dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum pilihan

warga tergantung dari uang yang mereka terima. Hal tersebut tentunya

memiliki damapk negatif bagi nilai-nilai demokrasi dari warga itu sendiri.

III.2. Saran

Terkait dengan politik uang tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk

diperhatikan, seperti:

1. Memberikan sanksi pidana dan administratif bagi pelaku.

2. Merevisi dan memperjelas sanksi hukum mengenai pemilihan umum.

3. Melakukan tindakan pencegahan seperti pelaporan dana kampanye dan

pemetaan pihak-pihak yang punya relasi potensial menjadi donatur

terselubung di desa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, A. 2018. 235 Desa di Tulungagung Bakal Gelar Pilkades Serentak

2019. Diakses dari https://jatimnow.com/baca-7792-235-desa-di

tulungagung-bakal-gelar-pilkadesserentak-2019.

Al-Rasyid, H. 2017. Fikih Korupsi. Kencana Publisher, Jakarta.

Debora, S. L., Umagapi, J. L., Wasisto, A. 2021. Tantangan dalam

Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dalam Era Pandemi Covid-19.

Pusat Penelitian Badan Keahlian, Setjen DPR RI, jakarta.

Fadli, A. M. D. 2017. Buku Ajar Sistem Politik Indonesia. Deepublish

Publisher, Yogyakarta.

Haboddin, M. 2017. Memahami Kekuasaan Politik. UB Press, Malang.

Jurdi, F. 2018. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Kencana Publisher,

Jakarta.

Kalakoe, B., Darusman, Y. M., Gueci, R. S. 2020. Pencegahan Politik Uang

pada Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum. 1 (1): 1-16.

13
Pahlevi, M. E. T., Amrurobbi, A. A. 2020. Pendidikan Politik dalam

Pencegahan Politik Uang melalui Gerakan Masyarakat Desa. 6 (1): 1-

8.

Pope, J. 1999. Pengembangan Sistem Integrasi Nasional. Graffiti Pers,

Jakarta.

Susanto, E. 2018. Tulungagung Kucurkan Rp. 15 Miliar untuk Pemilihan

Pemilihan Kepala Desa Diakses dari

https://nasional.tempo.co/read/1135746/tulungagung-kucurkan-rp-15-

miliar-untuk-pemilihan-kepala-desa.

14

Anda mungkin juga menyukai