Anda di halaman 1dari 15

ADANYA MONE POLYTIC (POLITIK UANG) DALAM PEMILIHAN

UMUM (PEMILU) DI INDONESIA

Oleh:
I GEDE SAYOGA ADI PRANATA
NPM. 202232122107

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2023
Om Swastyastu,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas individu ini dengan baik dan tepat waktunya.
Tugas individu ini membahas tentang adanya money politic yang sering terjadi
dalam pemilihan umum di Indonesia serta mengidentifikasi penyebab-penyebab
adanya money politic dalam pemilihan umum (pemilu). Indonesia merupakan
negara demokratis, tindak kecurangan dalam pemilu ini tentu mencoreng citra nilai
luhur bangsa Indonesia dalam pelaksanaan pemilu.
Penulis menyadari sepenuhnya, karya ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Atas
perhatiannya, diucapkan terima kasih.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Denpasar, 25 Mei 2023


Penulis.

ii
RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena politik uang yang terjadi di
masyarakat, sangat sulit untuk dihentikan dan justru menjadi kebiasaan atau tradisi
yang dilakukan oleh calon atau kontestan politik tertentu kepada masyarakat
menjelang pelaksanaan pemilu untuk mendapatkan dukungan dan perolehan suara
terbanyak dari masyarakat. Tujuan dilakukannya penelitian untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab terjadinya politik uang, bagaimana proses terjadinya di
masyarakat dan dampak yang ditimbulkan dari praktik politik uang bagi
masyarakat. Penelitian ini menggunakan analisis paradigma perilaku sosial dengan
teori pertukaran untuk menggali fenomena politik uang yang sering terjadi di
masyarakat, dan didukung oleh beberapa teori dan konsep pendukung yaitu teori
kekuasaan, partisipasi politik dan politik uang. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif.

iii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................. Error! Bookmark not defined.

RINGKASAN .................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 3

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TINJAUAN TEORI .............................. 4

2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) .................................................................... 4

2.1.1 Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) ............................................ 4

2.1.2 Asas Pemilu .................................................................................... 5

2.2 Kecurangan (Fraud) ............................................................................... 6

2.2.1 Pengertian money polityc................................................................ 6

2.2.2 Penyebab terjadinya money polityc ................................................. 6

BAB III PEMBAHASAN................................................................................... 8

3.1 Hasil ...................................................................................................... 8

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 10

4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 10

4.2 Saran ................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11

iv
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang menganut sistem pemerintahan
demokratis diamana setiap pengambilan sebuah keputusan selalu melibatkan rakyat
di dalamnya. Salah satu bentuk nyata dari diterapkannya sistem demokrasi di
Indonesia adalah hak setiap warga negara Indonesia untuk ikut melakukan
pemilihan terhadap setiap pimpinan baik itu dalam pimpinan kabupaten, provinsi,
maupun pemimpin negara.
Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama
dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan
prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Pelanggaran yang seringkali terjadi
pada saat pelaksanaan pemilu diantarnya adalah maraknya praktek politik uang.
Politik uang dianggap sebagai suatu praktek yang mencederai demokrasi, bahkan
pada saat ini poltik uang yang sering terjadi dalam masa pemilu, seakan menjadi
syarat wajib, bagi setiap calon pejabat baik yang berada di tingkat pusat maupun
daerah, untuk mendapatkan dukungan dan suara terbanyak dari masyarakat,
tentunya jika hal ini terus dibiarkan begitu saja, maka tidak menutup kemungkinan
realita politik uang ini seolah akan menjadi budaya atau tradisi di dalam pemilu itu
sendiri, sehingga mencoreng arti dan makna dari demokrasi yang sebenarnya.
Menurut Damsar dan Indrayani (2015 : 64) berbagai pemikiran teori yang
dikemukakan oleh George Caspar Homans, Peter M. Blau, Richard Emerson, John
Thibout dan Harrold H. Kelly maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa teori
pertukaran memiliki asumsi dasar sebagai mahluk yang rasional, memperhitungkan
untung rugi. Teori pertukaran melihat bahwa manusia terus menerus terlibat dalam
memilih diantara perilaku-perilaku alternative, dengan pilihan mencerminkan cost
and reward (biaya dan ganjaran) yang diharapkan berhubungan dengan garis-garis
perilaku alternative tersebut, dimana dapat dikatakan bahwa suatu tindakan adalah
rasional berdasarkan perhitungan untung rugi.(Damsar, 2015 : 64) Menggunakan
teori pertukaran ini kita bisa melihat bahwa fenomena politik uang yang terjadi
tidak terlepas dari interaksi sosial antara individu dengan calon legislatif pada

1
pelaksanaan pemilu. Masyarakat sebagai aktor sosial dapat mempertimbangan
keuntungan ataupun kerugian yang bisa didapatkannya dari praktek politik uang
yang terjadi dalam pemilu yang akhirnya menjadi pertimbangan masyarakat dalam
menentukan pereferensi mereka dalam memilih calon legilatif dalam pemilu. Oleh
karena itu, semakin tinggi ganjaran (reward) yang diperoleh dalam politik uang
maka akan semakin besar kemungkinan perilaku tersebut akan diulang. Sebaliknya
semakin tinggi biaya atau ancaman hukuman (punishment) yang akan diperoleh
maka makin kecil kemungkinan perilaku yang sama akan diulang. Charles F.
Andrain (1992) dalam Damsar (2015 : 72) mengungkapkan bahwa kekuasaan
dimengerti sebagai penggunaan sejumlah sumber daya (aset kemampuan) untuk
memperoleh kepatuhan (tingkah laku menyesuaikan) dari orang lain. Mendapatkan
kekuasaan, seseorang membutuhkan sumber daya yang bisa digunakan untuk
menunjang dan membantunya dalam mendapatkan kekuasaan tersebut, bahkan
dengan sumber daya yang dimiliki seseorang bisa medapatkan kekuasaan, dan
mampu membuat orang lain tunduk dan patuh terhadap apa yang diinginkannya.
Salah satu sumber daya yang bisa digunakan untuk memperoleh kekuasaan tersebut
adalah sumber daya ekonomi, sperti yang dikatakan Charles F. Andrain dalam
Damsar (2015 : 72) bahwa salah stau sumber daya kekuasaan adalah ekonomi,
sebab dengan ekonomi seseorang akan mampu untuk melakukan berbagai usaha
dengan sumber daya ekonomi yang dimiliki tersbeut untuk mendapatkan apa yang
menjadi tujuannya dalam hal ini adalah kekuasaan. Partisipasi politik menuurt
Ikhsan Dermawan (2014 : 32) merupakan suau tindakan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah. Menggunakan hak pilih di dalam sebuah pemilu
hanyalah salah satu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik penting karena
warga negara telah menyerahkan hak berkuasa kepada lembaga politik melalui
pemilu dan tidak boleh kehilangan hak untuk membela diri dari kemungkinan
penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat sebenarnya tidak boleh ikut terpengaruh
dengan apapun yang bisa berdampak pada kehialngan hak mereka sebagai warga
negara, termasuk Ketika memberikan hak suara hingga melakukan pengawasan
terhadap pemerintahan yang selama ini telah mereka pilih dan percaya. Menurut M.
Abdul Kholiq dalam Gustia (2015 : 28) politik uang adalah suatu tindakan

2
membagi-bagikan uang atau materi lainnya baik milik pribadi dari seorang politisi
(calon Legislatif/calon presiden dan wakil presiden, calon kepala daerah) atau milik
partai untuk mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi politik uang
merupakan upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi
pada proses politik dan kekuasaan bernama pemilihan umum. Bumke
mengategorikan politik uang dalam tiga dimensi yaitu vote buying, vote broker dan
korupsi politik. Vote buying merupakan pertukaran barang, jasa, atau uang dengan
suara dalam pemilu, vote broker adalah orang yang mewakili kandidat/partai untuk
membeli suara. Korupsi politik adalah segala bentuk suap kepada politisi dalam
rangka mendapatkan kebijakan yang menguntungkan atau keuntungan lainnya.
Seperti yang dikemukakan Syarif Hidayat dalam Gustia (2015 : 30) praktik politik
uang dimulai dari proses nominasi kandidat, selama masa kampanye, hingga hari-
H pemilihan ketika suara dihitung. Ada dua jenis politik uang yaitu pertama, secara
langsung dengan memberikan uang kepada pemilih. Kedua, secara tidak langsung
dengan memberikan berbagai barang yang memiliki nilai guna dan nilai tukar yang
tinggi.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah pada
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Penyebab terjadinya politik uang
2. Proses terjadinya politik uang

1.3 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan penulisan tugas individu ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui money politic yang terjadi dalam pemilihan umum di
Indonesia.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab money politic dalam
pemilihan umum di Indonesia t

3
2 BAB II
LANDASAN KONSEP DAN TINJAUAN TEORI

2.1 Pemilihan Umum (Pemilu)


2.1.1 Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)
Pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya
dilaksanakan melalui Pemilihan Umum.Pasca perubahan amandemen UUD 1945,
semua anggota lembaga perwakilan dan bahkan presiden serta Kepala Daerah
dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum.Pemilihan umum menjadi agenda
yang diselenggarakan secara berkala di Indonesia.
Ibnu Tricahyo (2009:6), mendefinisikan Pemilihan Umum sebagai
berikut:”Secara universal Pemilihan Umum adalah instrumen mewujudkan
kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta
sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat”.
Definisi di atas menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan instrumen
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, membentuk pemerintahan yang sah serta
sebagai sarana mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat.Negara Indonesia
mengikutsertakan rakyatnya dalam rangka penyelenggaraan negara.Kedaulatan
rakyat dijalankan oleh wakil rakyat yang duduk dalam parlemen dengan sistem
perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect
democracy). Wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui Pemilu
(general election) secara berkala agar dapat memperjuangkan aspirasi rakyat.
Soedarsono (2005:1) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
pemilihan umum adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan
diselenggarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat, wakil daerah, presiden untuk
membentuk pemerintahan demokratis.
Penjelasan di atas menyebutkan bahwa pemilihan umum merupakan syarat
minimal adanya demokrasi yang bertujuan memilih wakil-wakil rakyat, wakil
daerah, presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis.Kedaulatan rakyat
dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga
perwakilan.Kedaulatan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan dijalankan oleh
presiden dan Kepala Daerah yang juga dipilih secara langsung. Anggota legislatif

4
maupun Presiden dan Kepala Daerah karena telah dipilih secara langsung, maka
semuanya merupakan wakil-wakil rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan
masing-masing. Kedudukan dan fungsi wakil rakyat dalam siklus ketatanegaraan
yang begitu penting dan agar wakil-wakil rakyat benarbenar bertindak atas nama
rakyat, maka wakil rakyat tersebut harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu
melalui pemilihan umum.
2.1.2 Asas Pemilu
Asas pemilu menurut UU No.23 tahun 2003, tentang Pemilihan Presiden dan
WakilPresiden meliputi:
a. Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikansuaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.
b. Umum
Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan
tanpa ada diskriminasi.
c. Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa ada
pengaruh, tekanan, atau paksaan dari siapa pun/dengan apa pun.
d. Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh
pihak siapa pun dan dengan jalan apa pun siapa yang dipilihnya atau kepada
siapa suaranya diberikan.
e. Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pelaksana, perintah dan
partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk
pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus
bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Adil Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.

5
2.2 Money politic
2.2.1 Pengertian money politic
adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya
orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang
adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye Politik uang umumnya
dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang
hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara
pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar
mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan

2.2.2 Penyebab terjadinya money politic


Faktor Keterbatasan Ekonomi Penyebab terjadinya politik uang tidak terlepas dari
faktor keterbatasan ekonomi yang hingga saat ini selalu memunculkan masalah-
masalah baru, termasuk membuka peluang bagi terjadinya politik uang di
masyarakat. Artinya bahwa kemiskinan selama ini membuat masyarakat berfiri
secara rasional untuk mendpatkan sejumlah keuntungan, termasuk ketika menerima
imbalan yang diberikan oleh calon atau kontestan politi dalam pemilu. Praktek
politik uang tidak kan mudah untuk diceag dan diberhentikan jika keterbatasan
ekonomi dan kemiskinan masih melanda masyarakat kita. Faktor Rendahnya
Pendidikan Penyebab dari rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat. Tentunya hal ini tidak terlepas dari rendahnya faktor ekonomi yang
membuat masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih baik, sheingga hal ini mempengaruhi pola fikir dan tingkah laku mereka
ketika melakukan sesuatu. Rendahnya kulitas pendidikan ini pada akhirnya
mneyebabkan masyarakat memiliki pengetahuan yang rendah terhadap politik dan
pelanggaran yang terjadi dalam pemilu. Ketidaktahuan masyarakat ini
mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikapi praktek politik uang yang terjadi,
hal ini terlihat dari mudahnya masyarakat dalam menerima sejumlah imbalan yang
diberikan, kemudian sangat mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu untuk
memilih calon atau kontestan politik, hingga adanya sikap pragmatis dalam diri

6
masyarakat membuat mereka semakin memiliki ketidakpedulian terhadap
pelanggaran yang terjadi, dan akhirnya berdampak pada rendahnya kesadran politik
hingga partisipasi politik yang masih sangat rendah. Faktor Lemahnya Pengawasan
Praktek politik uang juga akan sulit untuk dihentikan jika kerja sama antara
masyarakat dengan pihak-pihak terkait masih kurang dalam melakukan
pengawasan dari praktek politik uang, terutama mendekati hari pemilihan.
Lemahnya pengawasan ini lebih menitikberatkan kepada adaptasi individu terhadap
peraturan yang mengawasi praktek politik uang itu sedniri, dimana karena faktor
rendahnya pendidikan juga berpengaruh kepada pla fikir masyarakat, sehingga
belum mampu memahami dan menginternalisasi dengan baik terkait peraturan
pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya praktek politik uang di
masyarakat.
Faktor Kebiasaan dan Tradisi Praktek politik uang yang sering terjadi di tengah
masyarakat, jika terus dibiarkan akan menjadi kebiasaan terus menerus. Dampak
ini diakibatkan karena praktek politik uang yang terjadi selama ini, karena
rendahnya pengawasan yang dilakukan dan kurnangnya pengetahuan serta
kesdaran dari masyarakat yang tidak mengetahui praktek politik uang yang terjadi
dalam pemilu. Keteidaktahuan masyarakat akan hal itu, membuat praktek politik
uang ini menjadi terus berulangulang, bahkan menjadi kebiasaan dalam pemilu, dan
membuat masyarakat berfikir bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
Pola fikir masyarakat akan hal itu, menyebabkan praktek politik uang mnejadi
tsering dialakukan terutama saat masa pemilu
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

7
13 BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

13.1 Hasil

Pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya


dilaksanakan melalui Pemilihan Umum.Pasca perubahan amandemen UUD 1945,
semua anggota lembaga perwakilan dan bahkan presiden serta Kepala Daerah
dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum.Pemilihan umum menjadi agenda
yang diselenggarakan secara berkala di Indonesia. Masyarakat sebagai aktor sosial
dapat mempertimbangan keuntungan ataupun kerugian yang bisa didapatkannya
dari praktek politik uang yang terjadi dalam pemilu yang akhirnya menjadi
pertimbangan masyarakat dalam menentukan pereferensi mereka dalam memilih
calon legilatif dalam pemilu. Oleh karena itu, semakin tinggi ganjaran (reward)
yang diperoleh dalam politik uang maka akan semakin besar kemungkinan perilaku
tersebut akan diulang. Sebaliknya semakin tinggi biaya atau ancaman hukuman
(punishment) yang akan diperoleh maka makin kecil kemungkinan perilaku yang
sama akan diulang. Charles F. Andrain (1992) dalam Damsar (2015 : 72)
mengungkapkan bahwa kekuasaan dimengerti sebagai penggunaan sejumlah
sumber daya (aset kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan (tingkah laku
menyesuaikan) dari orang lain. Mendapatkan kekuasaan, seseorang membutuhkan
sumber daya yang bisa digunakan untuk menunjang dan membantunya dalam
mendapatkan kekuasaan tersebut, bahkan dengan sumber daya yang dimiliki
seseorang bisa medapatkan kekuasaan, dan mampu membuat orang lain tunduk dan
patuh terhadap apa yang diinginkannya. Salah satu sumber daya yang bisa
digunakan untuk memperoleh kekuasaan tersebut adalah sumber daya ekonomi,
sperti yang dikatakan Charles F. Andrain dalam Damsar (2015 : 72) bahwa salah
stau sumber daya kekuasaan adalah ekonomi, sebab dengan ekonomi seseorang
akan mampu untuk melakukan berbagai usaha dengan sumber daya ekonomi yang
dimiliki tersbeut untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya dalam hal ini
adalah kekuasaan. Partisipasi politik menuurt Ikhsan Dermawan (2014 : 32)
merupakan suau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

8
untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Menggunakan hak pilih di dalam sebuah pemilu hanyalah salah satu bentuk
partisipasi politik. Partisipasi politik penting karena warga negara telah
menyerahkan hak berkuasa kepada lembaga politik melalui pemilu dan tidak boleh
kehilangan hak untuk membela diri dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.
Masyarakat sebenarnya tidak boleh ikut terpengaruh dengan apapun yang bisa
berdampak pada kehialngan hak mereka sebagai warga negara, termasuk Ketika
memberikan hak suara hingga melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang
selama ini telah mereka pilih dan percaya. Menurut M. Abdul Kholiq dalam Gustia
(2015 : 28) politik uang adalah suatu tindakan
membagi-bagikan uang atau materi lainnya baik milik pribadi dari seorang
politisi (calon Legislatif/calon presiden dan wakil presiden, calon kepala daerah)
atau milik partai untuk mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi
politik uang merupakan upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
imbalan materi pada proses politik dan kekuasaan bernama pemilihan umum

9
14 BAB IV
PENUTUP

14.1 Kesimpulan
Kemurnian hasil pemilu adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan
dari suatu negara demokrasi, oleh karena itu untuk menjamin pemilihan umum
yang jujur dan adil sangatlah diperlukan perlindungan bagi para pihak yang
mengikuti pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala intimidasi,
penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik kecurangan lainnya yang akan
mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Beberapa faktor terjadinya
election fraud adalah pertama, kerangka hukum pemilu yang membuka ruang
terjadinya kegagalan pemilu, kedua, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh
badan Penyelenggara Pemilu, dan ketiga faktor ekonomi dan sumber daya manusia.

14.2 Saran
Kepada pemerintah hendaknya kecurangan ini menjadi perhatian khusus agar
tidak terulang kembali. Kepada masyarakat hendaknya lebih waspada dan peduli
agar tidak terlibat dengan fraud/kecurangan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afhita, Dias Rukmawati dan Anis, Chariri. 2011. Persepsi Manajer dan Auditor
Eksternal Mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan
Tindakan Kecurangan Keuangan. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Norris, P. (2014). Why Electoral Integrity Matters. New York: University of
Cambridge.
Soedarsono, Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Demokrasi, Penyelesaian
Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006).
Sulistyoningsih, D. (2015). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM
TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Terhadap Pelanggaran Pemilu Di
Indonesia). Mimbar Keadilan.
Tricahyo, Ibnu. (2009). Reformasi pemilu menuju pemisahan pemilu nasional dan
lokal. Malang: In Trans Publishing.
Tuanakotta, Theodorus M. (2014). Audit Berbasi ISA (International Standards on.
Auditing). Salemba Empat, Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai