Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM MONEY POLITIC


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Kontemporer

Dosen Pengampu :
Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag.

Oleh :

Aidar Syahmahasadika

NIM. 210101210054

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hukum Money
Politic sesuai waktu yang ditentukan. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada
bapak Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag. selaku dosen mata kuliah Fikih Kontemporer dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis telah berupaya menyelesaikan makalah ini sesuai dengan ketentuan waktu
yang ditetapkan dan berupaya memenuhi kriteria penulisan serta konteks materi sesuai
dengan bimbingan dan arahan dosen pengampu sebagai syarat mengikuti perkuliahan fikih
kontemporer. Harapannya makalah ini bisa berguna untuk meningkatkan pengetahuan
sekaligus wawasan terkait hukum money politic.

Kami juga sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih ditemukan banyak
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik dan
saran untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Malang, 28 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Money Politic ................................................................................... 3
B. Hukum Money Politic.................................................................................... 5
C. Dampak Money Politic .................................................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan
mengusung konsep negara demokrasi (berkedaulatan rakyat). Sistem demokrasi
merupakan konsep atau perangkat yang mekanisme pengelolaan negaranya bersarkan
kehendak suara rakyat mayoritas. Konsep demokrasi tersebut mengusung komponen
prinsip kebebasan, prinsip kesamaan, dan prinsip kehendak rakyat mayoritas dengan
kekuasaan diamanatkan kepada paea wakil serta dipillih melalui pemilihan umum yang
bebas, jujur dan berkeadilan.1 Namun dalam praktiknya belakangan ini konsep pemilihan
umum dalam menentukan pemimpin diciderai dengan tindakan-tindakan yang melanggar
kode etik. Sehingga sering mengakibatkan kegaduhan politik baik antar partai sampai
membias antar masyarakat umum.
Salah satu praktik pelanggaran kode etik dalam pemilihan umum yaitu praktik
money politic. Hal ini seakan telah menjadi kebiasaan buruk dari politik tidak sehat
masyarakat Indonesia mulai dari ruang lingkup mikro pemilihan kepala desa sampai
ruang lingkup makro pemilihan kepala negara atau presiden. Budaya money politic
sebagai upaya praktis dalam mencapai tujuan politik tertentu telah membentuk iklim
politik yang tidak sehat karena menimbulkan hilangnya prinsip keadilan atas hak dan
kewajiban dalam pemilihan umum.
Praktik money politic dewasa ini semakin banyak mendapatkan ekspose media
pemberitaan karena dampak globalisasi dalam kemudahan akses informasi. Dalam
mengatasi permasalahan tersebut pemerintah telah berupaya memelihara iklim politik
yang sehat dan memberikan tindakan konkrit terhadap para pelaku money politic yang
telah melanggar kode etik demokrasi. Upaya pemerintah tersebut telah tertuang dalam
Money politic dalam Hukum Positif terdapat dalam Pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No.
3 Tahun 1999 yang berbunyi : “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan
umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang,
baik supaya orang itu menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara
paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap

1
Hendra Nurtjahyo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 87.

1
berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”2 Praktek money politic dalam sejarah
Indonesia diantaranya telah diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2008 dan
Undang-Undang Anti Korupsi atau Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, misalnya tindak pidana suap adalah bagian dari tindak pidana korupsi. Dalam
KUHP yaitu pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku politik uang. Ayat (1)
berbunyi “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan
umum dengan memberi atau menjanjikan sesuatu menyuap seorang supaya tidak
memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu diancam
dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu
lima ratus rupiah”. Sedangkan ayat (2) berbunyi “Pidana yang sama diterapkan kepada
pemilih yang dengan menerima pemberian atau janji mau disuap”.3
Berdasarkan pada permasalahan diatas maka kajian fiqih kontemporer perlu
memberikan solusi melalui fatwa yang diharapkan mampu menjadi bahan edukasi
masyarakat secara umum terkait money politic sehingga dengan kajian fiqih kontemporer
tersebut dapat ikut mendorong penyelesaian konflik politik yang terjadi.

B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang permasalahan diatas penulis perlu menentukan rumusan
masalah sebagai batasan pembahasan yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep money politic?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terkait money politic?
3. Bagaimana dampak praktik money politic?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis konsep money politic
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perspektif hukum Islam terkait money
politic
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis dampak praktik money politic

2
Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
3
Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Money Politic


1. Pengertian Money Politic
Money Politic dikenal masyarakat luas sebagai politik uang maksudnya adalah
menggunakan uang untuk kepentingan agenda politik seperti pemilihan Kepala Desa,
Bupati, Gubernur, DPR, hingga Presiden. Praktik money politic mempunyai kesamaan
atau identik dengan praktik suap dan korupsi. Jika ketiga praktik tersebut disamakan
praktik money politic bisa juga terjadi diluar agenda atau kegiatan politik. Namun
selama ini penggunaan istilah money politik sering digunakan dalam perbuatan suap
dan korupsi yang terjadi dalam ruang lingkup kegiatan politik (pemilihan umum).
Menurut Juliansyah, bahwa money politic adalah upaya mempengaruhi orang
lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat diartikan jual beli suara pada
proses politik dan kekuasaan dan membagikan uang baik milik pribadi atau partai
untuk mempengaruhi suara pemilih atau voters.4 Sedangkan menurut Ismawan, money
politic adalah upaya dalam rangka memberikan pengaruh terhadap perilaku orang lain
dengan menggunakan imbalan tertentu. Selain itu money politic juga disebut sebagai
jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Tindakan ini bisa terjadi dalam
ruang lingkup makro pemilihan presiden dan ruang lingkup mikro pemilihan kepala
desa.5 Yuzril Ihza Mahendra sebagai pakar hukum tata negara menyatakan dengan
tegas bahwa money politic yakni mempengaruhi masa pemilu dengan imbalan
materi.6
Dari beberapa pernyataan diatas istilah money politic dapat dimaknai sebagai
aktivitas atau tindakan dalam rangka mempengaruhi hak suara pemilih (voters)
menggunakan alat berupa imbalan materi, barang ataupun uang yang terjadi dalam
ruang lingkup kegiatan politik. Praktik money politic tersebut merupakan tindakan
kecurangan yang dapat memicu hilangnya prinsip demokrasi dengan dasar sikap
bebas, jujur, dan adil. Sehingga menimbullkan stigma negatif dan hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

4
Elvi Juliansyah, PILKADA: Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
(Bandung: Mandar Maju, 2007), hal. 19
5
Indra Ismawan, Money Politics Pengaruh Uang dalam Pemilu, (Yogyakarta: Media Presindo, 1999), hal. 11.
6
Ikhsan Ahmad, Pilar Demokrasi Kelima, (Yogyakarta: Budi Utama, 2015), hal. 7.

3
2. Unsur-Unsur Money Politic
Menurut Abdullah, dalam praktik money politic terdapat beberapa unsur
didalamnya, diantara unsur-unsur dalam money politic adalah sebagai berikut:
a. Penerima uang, harta, atau barang
Penerima suap adalah pihak yang telah menerima sesuatu dari pihak lain
berupa uang, harta atau barang dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pihak
penyuap. Pada umumnya praktik suap terjadi pada subjek pejabat tinggi untuk
mempengaruhi keputusan krusial. Namun dalam money politic suap sering
dilakukan pada masyarakat umum dengan tujuan membeli hak suara dan
sebagainya.
b. Pemberi uang, harta atau barang
Penyuap adalah pihak yang telah memberikan uang, harta atau barang
kepada pihak penerima dengan tujuan untuk memenuhi keinginan penyuap.
Pemberian suap dalam money politic identik dengan pembelian hak suara terhadap
masyarakat umum sebagai pemilih (voters).
c. Suapan berupa uang, harta, atau barang
Dalam unsur ini yang dimaksudkan adalah materi yang digunakan sebagai
alat untuk melakukan tindakan money politic baik berupa uang, harta, atau
barang.7
3. Bentuk-Bentuk Money Politic
Adapun dalam pelaksanaannya tindakan money politic mempunyai berbagai
bentuk tindakan yang beragam tidak hanya transaksi personal antara penyuap dan
subjek yang disuap tetapi terdapat ragam bentuk yang diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pembelian Suara (vote buying)
Vote buying adalah pemberian imbalan materi berupa uang atau barang
kepada individu maupun keluarga dengan kepemilikan sah hak suara pada hari
dilaksanakannya atau sehari sebelum pemungutan suara oleh penyelenggara
pemilu. Pratik vote buying yang terjadi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah
serangan fajar yaitu praktik jual beli suara yang dilakukan pada fajar hari
bertepatan dengan penyelenggaraan pemungutan suara.

7
Abdullah Bin Abdul Muhsin, Jariimatur-Rasyati Fisy-Syarii‟atil Islamiyyati (terj. Muchotob Hamzah dan
Subakir Saerozi). (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 37.

4
b. Pemberian Pribadi (individual gift)
Individual gift adalah upaya pembelian hak suara secara sistematis yang
dilakukan oleh para kandidat dengan memberikan pemberian pribadi kepada
pemilih. Biasanya tindakan ini dilakukan ketika melakukan kunjungan pada saat
kampanye. Selain itu pemberian ini sering kali dibahasakan sebagai perekat
hubungan sosial pribadi kandidat dengan pemilih.
c. Pelayanan dan Aktivitas (services and activities)
Dalam hal ini kandidat biasanya memfasilitasi atau membiayai beragam
aktivitas dan pelayanan untuk pemilih (voters). Bentuk yang umum terjadi adalah
kampanye pada aktivitas perayaan kelompok organisasi masyarakat. Seperti
turnamePn olahraga, pengajian dan berbagai layanan kesehatan gratis.
d. Barang-barang kelompok (club goods)
Club goods didefinisikan sebagai praktik politik uang yang diberikan lebih
untuk keuntungan bersama bagi kelompok sosial tertentu ketimbang bagi
keuntungan individual. Sebagian besar dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu
donasi untuk asosiasi-asosiasi komunitas dan donasi untuk komunitas yang tinggal
di lingkungan perkotaan, pedesaan atau lingkungan lain. Kandidat melakukan
kunjungan ke komunitas-komunitas tersebut disertai dengan barang atau
keuntungan lainnya yang dibutuhkan komunitas tersebut. Misalnya perlengkapan
ibadah, peralatan olahraga, peralatan pertanian, sound system dan lain-lain yang
sejenis.
e. Proyek Gentong Babi (pork barrel project)
Berbeda dengan bentuk politik uang yang telah dijelaskan sebelumnya
yang pada umumnya merupakan strategi para kandidat dalam rangka
memenangkan suara secara privat (baik oleh kandidat atau donor dari pihak
swasta). Bentuk pork barrel projects didefinisikan sebagai proyek-proyek
pemerintah yang ditujukan untuk wilayah geografis tertentu. Kegiatan tersebut
ditujukan kepada publik dan didanai dengan dana publik dengan harapan publik
akan memberikan dukungan politik kepada kandidat tertentu.8
B. Hukum Money Politic
Di dalam sebuah pemilu, tidak asing lagi kita mendengar dengan istilah Politik
Uang atau money politic. Politik Uang dalam Islam berarti risywah menurut Ibnu Hajar

8
Aspinall dan Sukmajati, Politik Uang di Indonesia, (Yogyakarta: Polgov, 2015), hal. 42.

5
al-Asqalani di dalam kitabnya Fath al-Baari telah menukil perkataan Ibnu al-Arabi ketika
menjelaskan tentang makna risywah yang artinya sebagai berikut :
“Risywah atau suap-menyuap yaitu suatu harta yang diberikan untuk membeli
kehormatan/kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong/melegalkan sesuatu yang
sebenarnya tidak halal.”9

Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Risywah adalah pemberian yang
diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu
perbuatan yang batil (tidak benar menurut syari’ah) atau membatilkan perbuatan yang
hak. Pemberi disebut rasyi penerima disebut murtasyi dan penghubung antara rasyi dan
murtasyi disebut ra‟isy10
Jadi dalam hal money politic sebagai istilah lain yang sama dengan konsep
risywah dalam konteks fiqh dapat dimaknai sebagai tindakan suap dan korupsi yang dapat
merubah sifat haq menjadi batil dan sebaliknya sifat batil menjadi haq.
Dalam konsep risywah terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi diantaranya
adalah:
1. al-Murtasyi, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain berupa harta atau
uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap.
2. al-Rasyi, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai
tujuannya. Pemberi suap ini pada umumnya adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap penerima suap. Bisa kepentingan hukum, maupun pemilu,
karenanya melakukan segala cara untuk memperoleh tujuannya.
3. al-Risywah, Suapan atau harta yang diberikan. Harta yang dijadikan sebagai obyek
suap beraneka ragam, mulai dari uang, mobil, rumah, motor dan lain sebagainya.
4. Bertujuan membatalkan kebenaran (Ibtholul Haq) merealisasikan kebatilan (Ihqoqul
Bathil), mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (al-mahsubiyah bighoiri haq),
mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya (al-husnul „alal manafi‟) dan
memenangkan perkaranya (al-hukmu lahu).

Tindakan suap ini merupakan tindakan batil yang dibenci oleh Allah swt.
sebagaimana firmannya dalam al-Qur’an surah al-Baqarah [2] : 188:

9
Ahmad Jurin Harahap, Risywah dalam Perspektif Hadis, Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, vol. 2, no. 2, 2018, hal.
114.
10
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421
H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang Suap (Risywah) Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada Pejabat, 368

6
ِ ‫اط ِل َوتُ ْدلُْوا ِِبَآْ اِ ََل ا ْْلُ َّك ِام لِتَأْ ُكلُ ْوا فَ ِريْ ًقا ِّم ْن اَ ْم َو ِاِ الن‬
ِْْ ‫َّاِ ِِب َِْل‬ ِ ‫وََل ََتْ ُكلُْٓوا اَموالَ ُكم ب ي ن ُكم ِِبلْب‬
َ ْ َ َْ ْ َ ْ ْ َ
ࣖ ‫َواَنْتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.” (al-Qur’an surah al-Baqarah [2] : 188)

Sedangkan dalam hadits shahih menyebutkan:

‫اش َي َوال ُْم ْرتَ ِش َي‬


ِ ‫الر‬
َّ ‫صلى هللا َعلَْي ِو َو َسلّ َم‬ ِ ِ ‫و َعن ِأِب ُىريْ رة ر‬
َ ‫الر ُسوِ هللا‬
َّ ‫ لَ َع َن‬:ِ‫ض َى هللا َع ْنوُ قا‬ َ ََ ْ َ
.‫ وصححو ابن حبان‬،‫ وحسنو الرتمذى‬،‫ رواه اخلمسة‬.‫ِِف اْلُ ْك ِم‬

"Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw melaknat penyuap
dan orang yang disuap dalam perkara peradilan.” (Hadits Riwayat Lima Imam, serta
dihasankan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) 11

Atas dasar dua dalil diatas telah dijadikan pedoman dan kesepakatan hukum
bahwa ulama salaf empat madzhab sepakat bahwa praktik money politic dikategorikan
sebagai risywah dan hal tersebut diharamkan mutlak karena terdapat unsur membenarkan
yang batil dan membatilkan yang benar. Adapun Rasulullah SAW dengan tegas melaknat
orang-orang yang memberi suap, penerima suap, sekaligus broker suap yang menjadi
penghubung antara keduanya. Pelaku money politics/penyuap dianggap berdosa karena
telah membantu perbuatan haram dan ia pun harus dikenai hukum sesuai dengan
kebijakan hakim.12
Sedangkan ulama’ kontemporer memandang bahwa terdapat unsur-unsur
diperbolehkannya melakukan tindakan money politic. Akan tetapi praktik tersebut harus
serius dalam memperhatikan rambu-rambu ketentuan syariat. Mengacu pada kaidah
syara’ :

‫ات تُبِْي ُح ْحملظُْوَرات‬


ُ ‫َّرْوَر‬
ُ ‫الض‬
“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

11
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subul As-Salam Syarh Bulugh Al-Maram, Terj. Ali Nur
Medan., “Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram”, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2013, Cet. 8, hal. 665.
12
Nanda Firdaus, Praktik Money Politic dalam Pemilu di Indonesia Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum
Positif, Jurnal: Rechtenstudent Journal, vol. 2, no. 1, 2021, hal. 84

7
Menurut mereka jika memang seseorang memiliki hak yang terbengkalai atau
kemaslahatan yang tertunda, dan tidak akan dapat memperolehnya ataupun
merealisasikan kemaslahatan tersebut kecuali dengan melakukan Risywah/Money
Politics, maka dalam situasi demikian si penyuap tidak berdosa namun dosanya
dibebankan sepenuhnya kepada si penerima suap, dalam hal ini pengusung pendapat
kedua telah menyusun rambu-rambu syara’ yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang
terpaksa harus melakukan Risywah/Money politics sebagai berikut:

Pelaku telah menempuh seluruh jalur resmi, legal dan halal sebelum mencapai
titik nadir yang memaksanya untuk melakukan Risywah/money Politics. Risywah/Money
Politics tersebut dilakukan hanya untuk memperoleh haknya tanpa ada unsur melanggar
atau merampas hak orang lain. Kemaslahatan yang ingin dicapainya dengan
Risywah/Money politics tersebut harus legal dan sesuai dengan syara’. Menerjang yang
haram tidak asal menerjang, namun ada syarat-syarat berikut yang mesti diperhatikan:

1. Dipastikan bahwa dengan melakukan yang haram dapat menghilangkan dhoror


(bahaya). Jika tidak bisa dipastikan demikian, maka tidak boleh seenaknya menerjang
yang haram. Contoh: Ada yang haus dan ingin minum khomr. Perlu diketahui bahwa
khomr itu tidak bisa menghilangkan rasa haus. Sehingga meminum khomr tidak bisa
dijadikan alasan untuk menghilangkan dhoror (bahaya).
2. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menerjang larangan demi hilangnya dhoror.
Contoh: Ada wanita yang sakit, ada dokter perempuan dan dokter laki-laki. Selama
ada dokter wanita, maka tidak bisa beralih pada dokter laki-laki. Karena saat itu
bukan darurat.
3. Haram yang diterjang lebih ringan dari bahaya yang akan menimpa.
4. Yakin akan memperoleh dhoror (bahaya), bukan hanya sekedar sangkaan atau yang
nantinya terjadi.
Kezaliman yang memaksanya untuk melakukan Risywah/Money politics sudah
terjadi secara empirik, bukan hanya sekedar perkiraan. Selama melakukan hal tersebut ia
harus merasa tidak menginginkannya, tidak melampaui batas dan tidak pula mengikuti
hawa nafsunya. Dalam suap terkandung banyak unsur kezaliman, seperti mengambil hak

8
orang lain, menghalalkan yang haram atau sebaliknya, dan bisa memengaruhi keputusan
penguasa yang merugikan pihak lain.13

MUI DKI Jakarta dalam salah satu poin fatwanya pada 25 April 2000
menyebutkan jika ada suap yang diperbolehkan. Klausul ini hanya diperuntukkan bagi
yang memberi, bukan yang menerima. Jika seseorang melakukan suap karena terpaksa
untuk membela, mempertahankan, atau merebut hak, menurut MUI DKI Jakarta, hal itu
diperbolehkan. Namun, bagi penerima, suap tersebut tetaplah haram. Bagi pemberi
diperbolehkan karena jika tidak memberikan suap (risywah), dia tidak akan mendapatkan
haknya atau akan diperlakukan secara zalim. Sedangkan, bagi penerima hukumnya haram
karena dia tidak berhak menerima hal itu. Jika pekerjaan tersebut membuat terus-menerus
harus menyogok, sifat keterpaksaannya menjadi hilang. Hukumnya pun menjadi hukum
asal risywah baik pemberi maupun penerima mendapat dosa besar.14

C. Dampak Praktik Money Politic


Praktik dari money politic telah menimbulkan berbagai dampak yang mengarah
pada nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran agama Islam maupun norma atau aturan
pemilu yang berlaku. Diantara dampak yang ditimbulkan dari praktik money politic yaitu:
1. Dengan money politic, hanya orang yang mempunyai sumber dana besar yang dapat
mewujudkan keinginannya. Hal ini memperkecil atau memperbatas kesempatan bagi
orang lain dengan sumber dana yang terbatas untuk mewujudkan hak yang sama
sehingga money politic dapat melanggar sesuatu yang telah menjadi hak orang lain.
2. Praktik money politic telah diatur dengan tegas dalam peraturan pelaksanaan pemilu
yang tertuang dalam UU republik Indonesia. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
pemilu di Indonesia harus sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu bebas, jujur, dan adil
serta menjauhi tindakan kecurangan termasuk praktik money politic.
3. Money politic dapat mendorong seseorang untuk melakukan segala hal dalam upaya
memenangkan atau mencapai tujuan. Sehinggadapat memicu kecurangan menyeluruh
atau kompleks (terjadi pada seluruh anggota pemenangan di seluruh wilayah
Indonesia). Apabila hal ini terjadi maka telah terjadi kemudhorotan besar yang dapat
merugikan banyak pihak.15

13
Nanda Firdaus, Praktik Money Politic dalam Pemilu di Indonesia Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum
Positif, Jurnal: Rechtenstudent Journal, vol. 2, no. 1, 2021, hal. 90.
14
Nanda Firdaus, Praktik Money Politic dalam Pemilu di Indonesia Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum
Positif,…………………………., hal. 92
15
Aspinall dan Sukmajati, Politik Uang di Indonesia, (Yogyakarta: Polgov, 2015), hal. 49.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Money politic dapat dimaknai sebagai aktivitas atau tindakan dalam rangka
mempengaruhi hak suara pemilih (voters) menggunakan alat berupa imbalan materi,
barang ataupun uang yang terjadi dalam ruang lingkup kegiatan politik. Tindakan money
politic tersebut merupakan tindakan kecurangan yang dapat memicu hilangnya prinsip
demokrasi dengan dasar sikap bebas, jujur, dan adil. Praktik money politic dalam sudut
pandang kajian fikih termasuk dalam kategori risywah sedangkan dalam hukum positif
Indonesia termasuk dalam tindak pidana korupsi.
Hukum praktik money politic/risywah pada dasarnya adalah haram karena
terdapat unsur membenarkan yang batil dan sebaliknya menolak yang benar sehingga
dapat merugikan hak orang lain. Namun terdapat hukum lain yang memperbolehkan
praktik money politic/risywah dengan catatan memperhatikan berbagai syarat seperti
keadaan darurat atau melakukan suap karena terpaksa untuk membela, mempertahankan,
atau merebut hak. Namun, bagi penerima, suap tersebut tetaplah haram. Bagi pemberi
diperbolehkan karena jika tidak memberikan suap (risywah), dia tidak akan mendapatkan
haknya atau akan diperlakukan secara zalim. Sedangkan, bagi penerima hukumnya haram
karena dia tidak berhak menerima hal itu. Jika pekerjaan tersebut membuat terus-menerus
harus menyogok, sifat keterpaksaannya menjadi hilang. Hukumnya pun menjadi hukum
asal risywah baik pemberi maupun penerima mendapat dosa besar.

10
Daftar Pustaka

Ahmad, Ikhsan. 2015. Pilar Demokrasi Kelima. (Yogyakarta: Budi Utama)

Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir. 2013. Subul As-Salam Syarh Bulugh Al-
Maram, Terj. Ali Nur Medan., “Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram”, (Jakarta:
Darus Sunnah Press)
Aspinall dan Sukmajati. 2015. Politik Uang di Indonesia. (Yogyakarta: Polgov)

Firdaus, Nanda. 2021. Praktik Money Politic dalam Pemilu di Indonesia Perspektif Fiqih
Siyasah dan Hukum Positif. (Jurnal: Rechtenstudent Journal. vol. 2. no. 1)

Harahap, Ahmad Jurin. 2018. Risywah dalam Perspektif Hadis. (Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis.
vol. 2. no.2)

Ismawan, Indra. 1999. Money Politics Pengaruh Uang dalam Pemilu. (Yogyakarta: Media
Presindo)

Juliansyah, Elvi. 2007. PILKADA: Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. (Bandung: Mandar Maju).

Muhsin, Abdullah Bin Abdul. 2001. Jariimatur-Rasyati Fisy-Syarii‟atil Islamiyyati (terj.


Muchotob Hamzah dan Subakir Saerozi). (Jakarta: Gema Insani)

Nurtjahyo, Hendra. 2006. Filsafat Demokrasi. (Jakarta: PT Bumi Aksara)

Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27
Rabi’ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang Suap (Risywah)
Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada Pejabat.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum

11

Anda mungkin juga menyukai