DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
2021
i
ABSTRAK
Kontestasi Pemilu tidak luput dari permasalahan tindak pidana korupsi. Tindak
pidana korupsi yang terjadi tersebut cenderung merupakan tindak pidana korupsi
politik. Korupsi politik dalam perspektif institusional merupakan tindakan yang
menyimpang dari tugas-tugas peran publik yang formal untuk memperoleh uang
atau kekayaan pribadi (perseroangan, keluarga dekat, dan kelompok pribadi)
dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu
yang dapat mempengaruhi. Alasan pemilih memilih politisi korup yaitu karena
pemilih sering mencari mana yang lebih menguntungkan untuk memenuhi semua
kebutuhan mereka dan faksionalisme dalam sistem kepartaian yang lemah
menghalangi kemampuan perwakilan pemilih untuk membuat kebijakan yang
selaras dan mengurangi kesejahteraan pemilih yang menentang kebijakan
perwakilan pemilih tersebut. Bentuk-bentuk korupsi politik terdiri dari penyuapan
terhadap panjangnya prosedur dan antrian pelayanan publik, penyuapan terhadap
pengawasan birokrasi public, dan penyuapan untuk meningkatkan kekuasaan
ekonomi, menjajakan pengaruh pejabat public untuk menjamin pelaksanaan
pertukaran korupsi dari orang yang memberi suap, pembelian suara untuk
mempertahankan kekuasaan partai politik, nepotisme atau patronage untuk
mendapatkan pekerjaan tertentu, dan korupsi pembiayaan partai politik.Untuk
memberantas korupsi politik maka perlu disusun Undang-Undang keuangan partai
politik dan pendanaan kampanye sehingga terwujud suatu sistem keuangan partai
politik dan pendanaan kampanye yang transparan dan akuntabel
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, puji syukur kepada Allah SWT atas pertolongan Allah SWT,
penulis dapat menyelesai penulisan makalah yang berjudul “Korupsi Dibidang
Politik” tepat dalam waktu yang telah ditentukan. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dedi Paratama.
Maka dari itu Saya berharap kritik dari para pembaca dapat membantu penulis
dalam menyempurnakan makalah selanjutnya. semoga makalah ini dapat
membantu para pembaca untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang
Korupsi Dibidang Politik.
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
PENUTUP.......................................................................................................................11
3.1. Kesimpulan.....................................................................................11
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
rente. Hal ini berpendapat bahwa ketiadaan pengawasan dan pemantauan dalam
sistem politik menyebabkan korupsi. Kurangnya transparansi dalam administrasi
dan demokrasi, sektarianisme, favoritisme, dan untuk pembangunan yang
mewakili kepentingan diidentifikasi sebagai faktor-faktor penyebab dalam
korupsi. Desentralisasi dan sentralisasi yang berlebihan juga diperhatikan oleh
ilmuwan. Wade berpendapat bahwa struktur sentralisasi yang berlebihan dari atas
ke bawah bertanggung jawab terhadap korupsi di India, sedangkan Brueckner
menyatakan bahwa korupsi lebih cenderung menjadi permasalahan di antara
pemerintah daerah terkait dengan desentralisasi. Huntington secara umum
berpendapat bahwa modernisasi menyebabkan korupsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
4
salah satu bentuk korupsi ketika pejabat pemerintah yang
menyalahgunakan sumberdaya public atas nama masyarakat.
3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu
daya, penipuan atau kebohongan. Penipuan melibatkan manipulaso atau
distorsi informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat
pemerintah mendapatkan tanggungjawab untuk melaksanakan perintah.
Memanipulasi aliran informasi untuk keuntungan pribadi.
4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diekstraksi dengan
menggunakan paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah
transaksi korupsi dimana uang diekstraksi oleh mereka yang memiliki
kekuatan untuk melakukannya.
5. Favoritisme adalah kecende-rungan diri dari pejabat negara atau politisi
yang memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk
memutuskan pendistribusian sumberdaya tersebut. Favoritisme juga
memberikan perlakuan istimewa kepada kelompok tertentu. Selain itu,
favoritisme juga mengembangkan mekanisme penyalahgunaan
kekuasaan secara privatisasi.
6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritism, mengalokasikan
kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan.
5
menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan
bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik
kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki
pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar
berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi
segala apa yang
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan
hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud
suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia
barang dan jasa kepentingan
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika
seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan
melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi
setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa
yang telah
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan
di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu
pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan
untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak
lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi
tawarannya.
6
dan efisien serta,
6. Modernisasi yang menyebabkan pergeseran nilai-nila kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat. (Sjawie, Hasbullah F, 2015)
7. Kurangnya transparansi dalam administrasi dan demokrasi,
sektarianisme, favoritisme, dan untuk pembangunan yang mewakili
kepentingan diidentifikasi sebagai faktor-faktor penyebab dalam korupsi.
7
2.3. Korupsi dalam Bidang Politik
Korupsi politik mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan
kekuasaan, karena figur sentral dari korupsi politik adalah subyek hukum
yang memiliki kekuasaan politik, menerima amanat dari rakyat, memiliki
mandat konstitusional dan hukum untuk menegakkan demokrasi dan
keadilan di berbagai aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Korupsi
politik mengindikasikan ada penyalahgunaan amanat, mandat, kewenangan
yang dipercayakan oleh rakyat selaku pemegang kekuasaan tertinggi
didalam negara demokrasi. Korupsi politik dilakukan oleh pelaku dengan
menyalahgunakan kewenangan, sarana dan kesempatan yang melekat
kepada kedudukan dan posisi sosial politik yang ada padanya.
Penyalahgunaan posisi strategis pelaku korupsi politik berdampak pada
bidang politik, ekonomi, hukum dan pendidikan sosial yang negatif bagi
rakyat.
8
dan orang yang satu kelompok atau satu gagasan ditunjuk pada pekerjaan
tertentu, dan korupsi pembiayaan partai politik.
9
negara, pejabat public dan masyarakat sangat perlu diberikan pendidikan
anti korupsi yang dilakukan secara bereksinambungan. Di sisi lain
penegakan hukum tetap harus dilakukan untuk memberikan efek jera setiap
orang tidak melakukan tindak pidana korupsi.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Korupsi politik merupakan realitas yang dekat dengan jabatan, kekuasaan
dan wewenang, yang dimiliki pejabat negara atau penyelenggara negara.
Penegakan hukum terhadap korupsi politik dalam perspektif hukum, dapat
ditempuh oleh hakim dengan memaksimalkan pidana penjara serta penjatuhan
pidana tambahan; berupa pembayaran ganti rugi dan pencabutan hak politik.
Upaya tersebut, perlu diperkuat pula dengan pendekatan nilai, yang
berkelanjutan dan terintegral melalui revisi terhadap ketentuan pengulangan
tindak pidana/recedieve. Dalam perspektif kriminologi, korupsi politik
berkaitan dengan teori pertukaran sosial. Pejabat atau penyelenggara negara
mempertukarkan nilai-nilai moral, integritas, profesionalisme, jabatan,
kekuasaan maupun pengaruh dengan uang, barang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, pengobatan gratis, perjalanan wisata dan kemudahan
fasilitas lainnya secara tidak sah. Bahkan juga mempertinggi persahabatan,
kepuasan dan meningkatkan harga diri atau status sosial dengan kekuasaan
yang lebih besar atau dengan kekuasaan yang lebih tinggi darinya. Oleh
karenya dipandang perlu untuk merumuskan pasal memperdagangkan
pengaruh (trading in influence), dalam revisi Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di masa mendatang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arnold J Heidenheimer, Michael Johnston, and Victor T LeVine (eds), Political
Corruption, A Handbook, New Brunswick NJ, 1989 (cetakan ketiga 1993)
Transaction Publication.
12