Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“KORUPSI DI BIDANG POLITIK”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Andini Nur Amilia (2011102415053-S1 Farmasi)


Annisa Nurul Safitri (2011102415077-S1 Farmasi)
Ariyanda Saputra (2011102411111-S1 Keperawatan)
Bayu Mitra Sanjaya (2011102415147-S1 Farmasi)
Happy Sefianty (2011102415083-S1 Farmasi)
Melda Mubina Ali (2011102415023-S1 Farmasi)
Muhammad Nor Ichsan (2011102415094-S1 Farmasi)
Sabina Guseynova (2011102415080-S1 Farmasi)
Wiyuniarta Syarifuddin (2011102415056-S1 Farmasi)
DOSEN PENGAMPU : Dedi Paratama

UNVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2021

i
ABSTRAK
Kontestasi Pemilu tidak luput dari permasalahan tindak pidana korupsi. Tindak
pidana korupsi yang terjadi tersebut cenderung merupakan tindak pidana korupsi
politik. Korupsi politik dalam perspektif institusional merupakan tindakan yang
menyimpang dari tugas-tugas peran publik yang formal untuk memperoleh uang
atau kekayaan pribadi (perseroangan, keluarga dekat, dan kelompok pribadi)
dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu
yang dapat mempengaruhi. Alasan pemilih memilih politisi korup yaitu karena
pemilih sering mencari mana yang lebih menguntungkan untuk memenuhi semua
kebutuhan mereka dan faksionalisme dalam sistem kepartaian yang lemah
menghalangi kemampuan perwakilan pemilih untuk membuat kebijakan yang
selaras dan mengurangi kesejahteraan pemilih yang menentang kebijakan
perwakilan pemilih tersebut. Bentuk-bentuk korupsi politik terdiri dari penyuapan
terhadap panjangnya prosedur dan antrian pelayanan publik, penyuapan terhadap
pengawasan birokrasi public, dan penyuapan untuk meningkatkan kekuasaan
ekonomi, menjajakan pengaruh pejabat public untuk menjamin pelaksanaan
pertukaran korupsi dari orang yang memberi suap, pembelian suara untuk
mempertahankan kekuasaan partai politik, nepotisme atau patronage untuk
mendapatkan pekerjaan tertentu, dan korupsi pembiayaan partai politik.Untuk
memberantas korupsi politik maka perlu disusun Undang-Undang keuangan partai
politik dan pendanaan kampanye sehingga terwujud suatu sistem keuangan partai
politik dan pendanaan kampanye yang transparan dan akuntabel

ii
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji syukur kepada Allah SWT atas pertolongan Allah SWT,
penulis dapat menyelesai penulisan makalah yang berjudul “Korupsi Dibidang
Politik” tepat dalam waktu yang telah ditentukan. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dedi Paratama.

Dalam penyusunan makalah ini saya memang mendapatkan banyak sekali


tantangan dan hambatan namun dengan bantuan banyak individu hambatan
tersebut dapat dilewati. Saya telah menyadari bahwa masih banyak kesalahan
yang ditemukan dalam proses penulisan makalah ini.

Maka dari itu Saya berharap kritik dari para pembaca dapat membantu penulis
dalam menyempurnakan makalah selanjutnya. semoga makalah ini dapat
membantu para pembaca untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang
Korupsi Dibidang Politik.

Samarinda, 29 Oktober 2021

Kelompok 3

iii
DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3. Tujuan Pembahasan.............................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN...............................................................................................................3

2.1. Penjelasan Tentang Korupsi..............................................................3


2.2. Penjelasan Tentang Politik................................................................7
2.3. Korupsi dalam Bidang Politik...........................................................7
2.4 Penegakan Korupsi Politik dalam Perspektif Hukum........................10
BAB III...........................................................................................................................11

PENUTUP.......................................................................................................................11

3.1. Kesimpulan.....................................................................................11

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan
oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi
juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu
jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki
kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Nye
mendefinisikan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas formal
sebagai pegawai publik untuk mendapatkan keuntungan finansial atau
meningkatkan status. Selain itu, juga bisa diperoleh keuntungan secara material,
emosional, atau pun simbol.

Persaingan yang ketat menduduki kursi eksekutif dan legislatif tersebut


sering tidak luput dari berbagai permasalahan, permasalahan serius yang terjadi
dalam Pemilu yaitu tindak pidana korupsi, mulai dari permainan anggaran,
pemberian perizinan usaha, jual beli jabatan, higga suap pemenangan sengketa
Pilkada. Sejumlah kasus yang ditangani penegak hukum, khususnya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), memiliki keterkaitan dengan persoalan elektoral.
Mulai dari permainan anggaran, pemberian perizinan usaha, jual beli jabatan,
hingga suap pemenangan sengketa Pilkada pada Hakim Konstitusi (Arnold, 1993)

Berdasarkan kondisi politik yang bersaing memperebutkan jabatan publik


tersebut maka penulis sangat tertarik untuk meneliti tentang “Bentuk-Bentuk
Korupsi Politik”. Penulis sangat berharap artikel ini menjadi materi pertimbangan
dalam merumuskan peraturan perundang-undangan terkait pemeberantasan tindak
pidana di Indonesia dan berkontribusi dalam menangani tindak pidana korupsi di
Indonesia.

Ilmuwan politik menyatakan bahwa suatu sistem politik irasional


merupakan penyebab sesungguhnya di balik korupsi. Pemerintah atau pejabat
memiliki kekuasaan yang sangat besar dan hal ini berguna bagi pejabat pencari

1
rente. Hal ini berpendapat bahwa ketiadaan pengawasan dan pemantauan dalam
sistem politik menyebabkan korupsi. Kurangnya transparansi dalam administrasi
dan demokrasi, sektarianisme, favoritisme, dan untuk pembangunan yang
mewakili kepentingan diidentifikasi sebagai faktor-faktor penyebab dalam
korupsi. Desentralisasi dan sentralisasi yang berlebihan juga diperhatikan oleh
ilmuwan. Wade berpendapat bahwa struktur sentralisasi yang berlebihan dari atas
ke bawah bertanggung jawab terhadap korupsi di India, sedangkan Brueckner
menyatakan bahwa korupsi lebih cenderung menjadi permasalahan di antara
pemerintah daerah terkait dengan desentralisasi. Huntington secara umum
berpendapat bahwa modernisasi menyebabkan korupsi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Korupsi dan Politik?
2. Bagaimana bentuk perwujudan, ciri-ciri dan penyebab dari korupsi?
3. Bagaimana Korupsi dibidang politik dan cara pemberantasannya?

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Dapat mengetahui Penjelasan dari Korupsi dan Politik.
2. Dapat mengetahui bentuk perwujudan, ciri-ciri dan penyebab dari korupsi.
3. Dapat mengetahui cara pemberantasan dari korupsi dibidang politik .

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penjelasan Tentang Korupsi


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mencari keuntungan,  dan
merugikan kepentingan umum. Menurut saya sendiri tindakan korupsi
merupakan tindakan dimana para pejabat public menggelapkan uang untuk
kepentingan pribadi sebagai pemuas kebutuhan dalah kehidupannya. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya
denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri
sendiri.

Menurut World Bank, definisi paling sederhana dari korupsi adalah


penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Berdasarkan pandangan hukum, dikatakan korupsi apabila memenuhi unsur-
unsur perbuatan yang melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi,
dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999


jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :

3
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan


jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi
dengan mengatas namakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan
teman. Hal itu akan masuk dalam dalam pembahasan saya mengenai
tindak korupsi Masyarakat Pancasila Dalam Persepektif Paradigma
Konflik Dan Sruktural Fungsional.

Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang serius, karena dapat


membahayakan stabilitas keamanan negara dan masyarakat, membahayakan
pembangunan social, ekonomi masyarakat, politik bahkan pula merusak
nilainilai demokrasi serta moralitas karena semakin lama tindak pidana
koorupsi, korupsi sudah menjadi budaya dan ancaman terhadap cita-cita
menuju masyarakat adil dan makmur.

Bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen dalam


Andvig et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat 6 karakteristik dasar
korupsi, yaitu :
1. Suap (Bribery) adalah pembayaran dalam bentuk uang atau barang yang
diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan
jumlah yang tetap, persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam
bentuk uang apapun. Biasanya dibayarkan kepada pejabat negara yang
dapat membuat perjanjuan atas nama negara atau mendistribusikan
keuntungan kepada perusahaan atau perorangan dan perusahaan.
2. Penggelapan (Embezzlement) adalah pencurian sumberdaya oleh
pejabat yang diajukan untuk mengelolanya. Penggelapan merupakan

4
salah satu bentuk korupsi ketika pejabat pemerintah yang
menyalahgunakan sumberdaya public atas nama masyarakat.
3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu
daya, penipuan atau kebohongan. Penipuan melibatkan manipulaso atau
distorsi informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat
pemerintah mendapatkan tanggungjawab untuk melaksanakan perintah.
Memanipulasi aliran informasi untuk keuntungan pribadi.
4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diekstraksi dengan
menggunakan paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah
transaksi korupsi dimana uang diekstraksi oleh mereka yang memiliki
kekuatan untuk melakukannya.
5. Favoritisme adalah kecende-rungan diri dari pejabat negara atau politisi
yang memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk
memutuskan pendistribusian sumberdaya tersebut. Favoritisme juga
memberikan perlakuan istimewa kepada kelompok tertentu. Selain itu,
favoritisme juga mengembangkan mekanisme penyalahgunaan
kekuasaan secara privatisasi.
6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritism, mengalokasikan
kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan.

Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri korupsi, terdiri atas :

1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak


mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.
Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama-
sama untuk menyulitkan pengusutan.
2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan
dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang
terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah
dilakukan.
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud
elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negara

5
menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan
bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik
kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki
pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar
berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi
segala apa yang
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan
hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud
suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia
barang dan jasa kepentingan
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika
seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan
melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi
setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa
yang telah
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan
di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu
pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan
untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak
lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi
tawarannya.

Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah :

1. Lemahnya pendidikan agama, moral, dan etika.


2. Tidak adanya sanksi yang keras terhadap pelaku korupsi.
3. Tidak adanya suatu sistem pemerintahan yang transparan (good
governance).
4. Faktor gaya hidup.
5. Manajemen yang kurang baik dan tidak adanya pengawasan yang efektif

6
dan efisien serta,
6. Modernisasi yang menyebabkan pergeseran nilai-nila kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat. (Sjawie, Hasbullah F, 2015)
7. Kurangnya transparansi dalam administrasi dan demokrasi,
sektarianisme, favoritisme, dan untuk pembangunan yang mewakili
kepentingan diidentifikasi sebagai faktor-faktor penyebab dalam korupsi.

2.2. Penjelasan Tentang Politik


Politik dalam Bahasa Arabnya disebut siyasah, selanjutnya kata ini
diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut
politics. dalam pengertian sederhana politik seakan-akan sebagai suatu cara
untuk mewujudkan tujuan, tetapi para ahli poltik sendiri mengakui bahwa
sangat sulit memberikan definisi untuk ilmu politik.

Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, karena teori


politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi
hidup masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain dari pada itu
politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan negara,
hakikat negara serta bentuk dan tujuan negara, disamping menyelidiki hal-
hal seperti kelompok elit, kelompok kepentingan, kelompok penekanan,
pendapat umum, peranan partai politik, dan kebenaran pemilhian umum.

Berikut ini adalah beberapa tujuan politik pada umumnya :

1. Untuk mengupayakan agar kekuasaan di masyarakat dan pemerintahan


dapat diperoleh, dikelola, dan diterapkan sesuai dengan norma hukum
yang berlaku.

2. Untuk mengupayakan agar kekuasaan yang ada di masyarakat dan


pemerintah dapat memperoleh, mengelola, dan menerapkan demokrasi
secara keseluruhan.

3. Untuk mengupayakan penerapan dan pengelolaan politik di


masyarakat dan pemerintahan sesuai dengan kerangka
mempertahankan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7
2.3. Korupsi dalam Bidang Politik
Korupsi politik mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan
kekuasaan, karena figur sentral dari korupsi politik adalah subyek hukum
yang memiliki kekuasaan politik, menerima amanat dari rakyat, memiliki
mandat konstitusional dan hukum untuk menegakkan demokrasi dan
keadilan di berbagai aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Korupsi
politik mengindikasikan ada penyalahgunaan amanat, mandat, kewenangan
yang dipercayakan oleh rakyat selaku pemegang kekuasaan tertinggi
didalam negara demokrasi. Korupsi politik dilakukan oleh pelaku dengan
menyalahgunakan kewenangan, sarana dan kesempatan yang melekat
kepada kedudukan dan posisi sosial politik yang ada padanya.
Penyalahgunaan posisi strategis pelaku korupsi politik berdampak pada
bidang politik, ekonomi, hukum dan pendidikan sosial yang negatif bagi
rakyat.

Dalam definisi yang lebih tegas, korupsi politik mencakup pembuatan


kebijakan politik. Korupsi politik atau korupsi besar terjadi pada sistem
politik tingkat tinggi. Korupsi politik terjadi ketika politisi dan badan negara
yang berhak membuat dan menegakkan Undang-Undang dalam nama
masyarakat merupakan mereka yang melakukan korupsi. Korupsi politik
terjadi ketika pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaan politik
yang dipegang oleh mereka untuk mempertahankan kekuasaan, status, dan
kekayaan mereka. Kemudian, korupsi politik dapat dibedakan dari korupsi
birokrasi atau korupsi kecil, dimana korupsi dalam administrasi negara,
dalam implementasinya diakhiri oleh politik.

Bentuk-bentuk korupsi politik terdiri dari penyuapan terhadap


panjangnya prosedur dan antrian untuk mendapatkan pelayanan publik,
pengawasan oleh birokrasi publik, dan meningkatkan kekuasaan ekonomi,
menjajakan pengaruh (trading in influence) pejabat public kepada orang
yang membuat keputusan untuk menjamin pelaksanaan pertukaran korupsi
dari orang yang memberi suap, pembelian suara untuk mempertahankan
kekuasaan partai politik, nepotisme atau patronage untuk membantu kerabat

8
dan orang yang satu kelompok atau satu gagasan ditunjuk pada pekerjaan
tertentu, dan korupsi pembiayaan partai politik.

Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Dalam


dunia politik, itu merusak demokrasi dan good governance (pemerintahan
yang baik) dengan menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan
umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di
pembentukan kebijaksanaan. korupsi di sistem pengadilan menghentikan
supremasi hukum. dan korupsi dalam administrasi publik mengakibatkan
ketidakseimbangan dalam pelayanan sipil.

Secara umum, korupsi mengikis kapasitas kelembagaan pemerintah,


karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat
atau mengangkat posisi bukan karena prestasi. Pada saat yang sama, korupsi
mempersulit pihak pemerintahan nilai demokrasi serta kepercayaan dan
toleransi.

Untuk memberantas korupsi politik maka perlu disusun regulasi atau


pengaturan keuangan partai politik dan pendanaan kampanye sehingga
terwujud suatu sistem keuangan partai politik yang transparan dan akuntabel
untuk menghindari pengumpulan dana dari berbagai sumber akibat besarnya
biaya politik di Indonesia. Disamping itu Indonesia dapat mencontoh
negara-negara demokrasi di Eropa yang memberikan bantuan dana yang
memadai kepada partai politik agar dapat membiayai kebutuhan operasional
partai dan bersaing dalam kampanye Pemilu. Kesejahteraan pejabat publik
juga harus diperhatikan karena tugas-tugas pejabat public yang besar dan
banyak “godaan” membutuhkan dana yang besar pula untuk menghindari
pejabat publik melakukan transaksi yang dilarang oleh peraturan perundang-
undangan. Pengawasan melekat dan pengawassan rutin dan regular baik dari
dalam institusi maupun dari luar institusi sangat perlu dilakukan untuk
menghindari terjadinya penyimpangan terhadap penggunaan uang dan
kekayaan negara. Selanjutnya pemerintah juga harus menambah anggaran
untuk penindakan dan pencegahan korupsi sehingga kedua fungsi
pemberantasan korupsi ini dapat dilakukan secara simultan. Aparatur

9
negara, pejabat public dan masyarakat sangat perlu diberikan pendidikan
anti korupsi yang dilakukan secara bereksinambungan. Di sisi lain
penegakan hukum tetap harus dilakukan untuk memberikan efek jera setiap
orang tidak melakukan tindak pidana korupsi.

2.4 Penegakan Korupsi Politik dalam Perspektif Hukum


Ketentuan sanksi pemidanaan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai berikut :

1) Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara


atau perekonomian negara, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3;
2) Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyuapan, diatur dalam
Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 12 huruf (a), (b), (c), (d), Pasal
12B, dan Pasal 13;
3) Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penggelapan, diatur dalam
Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10;
4) Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan permintaan paksa atau
pemerasan jabatan (kneveleraij) diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), (g),
(h);
5) Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir
dan rekanan diatur dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d
dan Pasal 7 ayat (2) Pasal 12 huruf (i);
6) Tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi adalah
perbuatan yang bukan merugikan keuangan negara atau penyalahgunaan
wewenang, kedudukan dan jabatan akan tetapi perbuatan-perbuatan yang
dapat menghambat upaya-upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
yang diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24.

10
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Korupsi politik merupakan realitas yang dekat dengan jabatan, kekuasaan
dan wewenang, yang dimiliki pejabat negara atau penyelenggara negara.
Penegakan hukum terhadap korupsi politik dalam perspektif hukum, dapat
ditempuh oleh hakim dengan memaksimalkan pidana penjara serta penjatuhan
pidana tambahan; berupa pembayaran ganti rugi dan pencabutan hak politik.
Upaya tersebut, perlu diperkuat pula dengan pendekatan nilai, yang
berkelanjutan dan terintegral melalui revisi terhadap ketentuan pengulangan
tindak pidana/recedieve. Dalam perspektif kriminologi, korupsi politik
berkaitan dengan teori pertukaran sosial. Pejabat atau penyelenggara negara
mempertukarkan nilai-nilai moral, integritas, profesionalisme, jabatan,
kekuasaan maupun pengaruh dengan uang, barang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, pengobatan gratis, perjalanan wisata dan kemudahan
fasilitas lainnya secara tidak sah. Bahkan juga mempertinggi persahabatan,
kepuasan dan meningkatkan harga diri atau status sosial dengan kekuasaan
yang lebih besar atau dengan kekuasaan yang lebih tinggi darinya. Oleh
karenya dipandang perlu untuk merumuskan pasal memperdagangkan
pengaruh (trading in influence), dalam revisi Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di masa mendatang.

11
DAFTAR PUSTAKA
Arnold J Heidenheimer, Michael Johnston, and Victor T LeVine (eds), Political
Corruption, A Handbook, New Brunswick NJ, 1989 (cetakan ketiga 1993)
Transaction Publication.

Andvig JC, Fjeldtad OH, Amundsen I, Sissener T, Søreide T. 2000. Reasearh on


Corruption: A Policy Riented Survey. [NORAD] Norwegian Agency for
Development Co-operation.

Sjawie, Hasbullah F, 2015. “Pertanggungjawaban pidana korporasi pada


tindakpidana korupsi”. Kencana, Jakarta.

Sulaiman, 2018, Penelitian Hukum Rasa Pleburan, Bandar Publishing, Banda


Aceh.

, 2015, Paradigma dalam Penelitian Hukum, Kanun Jurnal Ilmu Hukum,


Vol. 20 No. 2 April.

12

Anda mungkin juga menyukai