DAMPAK KORUPSI
1. BETI OKTAVIANI
2. ELMIZA OCTAVIANA
4. FETI ANGGRAINI
5. IRA SARTIKA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang dampak
korupsi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang dampak korupsi dapat
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 26
B. Saran ..............................................................................................………. 26
BAB I
PENDAHULUAN
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari
sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih
berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab
korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah
faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri dari
aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku
misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong
seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi
misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas
politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen &
organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam
buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial
yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu,
sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah
dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi
harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi
sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu
mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara
ke jurang kehancuran.Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih
tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah
adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”.
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah
sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang
yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
BAB III
PEMBAHASAN
bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan
dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan,
misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan
produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya
menyumbangkan negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost
memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh
konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal
ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka
atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga kerja).
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi
korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi,
pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan
kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi
memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan
jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,
yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan
maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi
yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian
secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran
ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke
Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila
korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi,
yaitu:
dalam negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA)
yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana,
karena permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain
masalah stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC (Political and Economic Risk
Consultancy) pada akhirnya hal ini akan menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia,
khususnya investasi asing karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal ini jelas karena
terjadinya tindak korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan yang secara langsung
maupun tidak mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk
meninggalkannya, karena investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena
memiliki ‘biaya siluman’ yang tinggi. Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan
dampak korupsi pada pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara
langsung dan tidak langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi
ekonomi dan pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu
2. Penurunan Produktifitas
Dengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat
disanggah lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan
terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
yang lain, seperti tingginya angka PHK dan meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari
Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi
apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang
melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang
baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan
tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja
yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan
masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan
sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia
lebih banyak.
Pejabat birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk
menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi berakibat
menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintah.
Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat
penting untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa
publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara. Di
Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak
mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di
mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan
pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak
sangat penting bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga
pada akhirnya.
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa
banyak sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan memperkaya diri sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat
juga pada percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak
ketidakadilan tersebut.
negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut
untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena
resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang
semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang,
Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011
mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang
fantastis. Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar
(pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar
US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut
terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi
utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang
jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun). Posisi
utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar.
Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai
utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar
pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri
swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang
pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak
non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar
Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan
untuk kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk
menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa
membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini
digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-besara
menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko, dan Zambia.
Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang terus melanda.
yang lama berlangsung. Padahal, Singapura bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor
indeks persepsi korupsi Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss,
Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi
pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak tahun
1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah
tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi
2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat
tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan kualitas demokrasi di suatu
negara.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi.
demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan
pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan
korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu berlakunya kedua undang-undang
tersebut dinilai tidak mampu berbuat banyak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal
ini disebabkan karena undang-undang yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai
ditingkat legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun
keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika
melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan itu
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang yang dianggap
lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah
dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah
lembaga negara independen yang berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih sempurna, maka
diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau menjalankan hukum tersebut
dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah
menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai
pelaksanaan produk hukum di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-
undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai kekuatan
1960, gagalnya pemberantasan korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara
terlalu turut campur dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi
dan mengatur proses jalannya peradilan. Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum
tindak pidana di Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-
pejabat negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak berdaya untuk
mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam domen logos, pejabat tinggi yang
korup mendapat dan menikmati privilege karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan
pada domen teknologos, hukum pidana korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga
banyak koruptor yang diseret ke pengadilan dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.
Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh agen-agen
pemberantas kosupsi. Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi, baik uang
maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan
di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus
berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan
dan Keamanan.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria
Samego (1998) mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
1. Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan
nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI
2. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para
pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang
lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit
secara keseluruhan.
3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga
menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang
4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu,
sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal
bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih
menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah
ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan
terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara
perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi
komersial.
3.5 Dampak Korupsi Terhadap Kerusakan Lingkungan
eksploitasi untuk tujuan jangka pendek. Kondisi ini tentu sangat medesak untuk segera
dikendalikan. Perlu diadakan suatu sistem yang konkrit untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Jika tidak, kerusakan lingkungan hidup
sudah pasti akan menjadi ancaman besar bagi peradaban masyarakat dunia. Paradigma yang
fatal yang berujung kepada berbagai bencana alam yang sangat merugikan. Hal ini pun
dikuatkan oleh Emil Salim yang menyimpulkan bahwa ada lima tantangan besar yang harus
penyelematan air dari eksploitasi secara berlebihan dan pecemaran yang kian meningkat, baik
air tanah, sungai, danau, rawa, maupun air laut. Kedua, merosotnya kualitas tanah dan hutan
Ketiga, menciutnya keanekaan hayati akibat rusaknya habitat lingkungan berbagai tumbuh-
tumbuhan dan hewan. Keempat, perubahan iklim, dan yang terakhir adalah meningkatnya
Melihat kerusakan lingkungan hutan yang begitu parah seharusnya sudah membuat
negara ini menindak dengan keras terhadap pelaku-pelaku kejahatan kerusakan lingkungan,
terutama yang disertai praktik KKN. Dalam praktik KKN di ranah lingkungan hidup yang
patut diwaspadai adalah para pelaku perusak lingkungan yang datang dari kalangan pemodal
pertambangan. Hal ini ditegaskan oleh mantan wakil ketua KPK Chandra Hamzah dalam
perusahaan yang melakukan kerusakan terhadap alam umumnya sulit ditindak karena mereka
mengantongi izin usaha yang cukup. Karena itu menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah
proses kontrol administrasi dalam pemberian izin sebelum perusahaan-perusahaan tersebut
beroperasi. Baik itu izin usaha baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat.
Lalu menurut beliau, perusahaan-perusahaan kecil yang bergerak di bidang kehutanan namun
pada RKAT tahun berikutnya tercatat memiliki jumlah keuntungan yang sangat besar, maka
patut dicurigai perusahan tersebut mendapatkan hasil bukan dari pohon-pohon yang mereka
tanam melainkan dari hutan-hutan alam yang seharusnya tidak boleh ditebang.
Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan kerugian ekologis ini,
mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat. Memang benar ganti rugi itu perlu bahkan
itu kewajiban mereka, namun ganti kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas
ganti rugi materi kepada manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa
diperbaiki hanya dengan semalam perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran
terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara
dan publik.
4.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat
memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar
kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari
Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana.
http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dampak-tindakan-korupsi.html.
http://nothing-page.blogspot.co.id/2013/09/korupsi-data-makalah.html.