Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KORUPSI, INTEGRITAS DAN FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi

Dosen Pengampu: Muklisin, M.H

Disusun Oleh Kelompok 1

1. Angga Hidayat
2. Fransiska Wulandari
3. Gulam Robbani

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM YAYASAN NURUL ISLAM

MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul ”Korupsi, Integritas dan Faktor
Penyebab Korupsi” dengan lancar dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini, untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi. Dalam penulisan makalah ini,
penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Muklisin, M.H selaku dosen pembimbing yang telah memberikan


masukan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini dari awal hingga
akhir.
2. Semua pihak yang belum tersebut namanya yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.

Sudah tentu dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka
saran dan kritik yang konstruktif akan penulis terima dengan tangan terbuka.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para


pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang takwa dan munafik.

Rimbo bujang, 3 Mei 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................... 3
2.1 Pengertian korupsi............................................................................ 3
2.2 ciri-ciri dari tindak pidan korupsi..................................................... 4
2.3 Sanksi pidana korupsi....................................................................... 6
2.4 Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia....... 9
2.5 Pengertian integritas......................................................................... 11
2.6 Faktor penyebab terjadinya korupsi................................................. 13
BAB III PENUTUP ..................................................................... 17
3.1.    Kesimpulan ............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi
salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini
disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas
sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah
melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Untuk itu
pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut harus dilakukan dengan cara
luar biasa dengan menggunakan cara-cara khusus. Korupsi bukanlah suatu
bentuk kejahatan baru dan bukan pula suatu kejahatan yang hanya
berkembang di Indonesia. Korupsi merupakan perbuatan anti sosial yang
dikenal di berbagai belahan dunia.
Korupsi di Indonesia sudah ada sejak lama, baik sebelum maupun
sesudah kemerdekaan, era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era
Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi,
namun hasilnya masih jauh dari memuaskan. Tindak pidana korupsi
adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), karena itu perlu
dihadapi dan ditangani dengan cara-cara yang luar biasa juga (extra
judicial action). Perlakuan dan penaganan hukumnya pun harus dengan
tindakan yang tegas dan berani dari para aparatur penegak hukumnya.
Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang serius, karena dapat
membahayakan stabilitas keamanan negara dan masyarakat,
membahayakan pembangunan social, ekonomi masyarakat, politik bahkan
pula merusak nilainilai demokrasi serta moralitas karena semakin lama
tindak pidana korupsi, korupsi sudah menjadi budaya dan ancaman
terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Korupsi dan integritas. Integritas merupakan antitesis dari korupsi
yang merupakan penggunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan tidak syah
atau ilegal  baik oleh individu maupun kelompok yang memegang
kekuasaan, otoritas dan wewenang. Karena itu, penciptaan dan penguatan

iv
integritas para pejabat publik merupakan salah satu faktor terpenting tidak
hanya dalam pemberantasan korupsi, tetapi juga dalam reformasi
administrasi guna terbentuknya good governance.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian korupsi?
1.2.2 Apa ciri-ciri dari tindak pinadan korupsi?
1.2.3 Apa sanksi pidana korupsi?
1.2.4 Bagaiman upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?
1.2.5 Apa pengertian integritas?
1.2.6 Apa faktor penyebab terjadinya korupsi?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian masalah yang dijelaskan diatas, dapat dirumuskan
tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian korupsi.
1.3.2 Untuk mengetahui ciri-ciri dari tindak pidan korupsi.
1.3.3 Untuk mengetahui sanksi pidana korupsi.
1.3.4 Untuk mengetahui upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
1.3.5 Untuk mengetahui pengertian integritas.
1.3.6 Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya korupsi.

v
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi


Di Indonesia, kita menyebut korupsi dalam satu tarikan nafas
sebagai “KKN” (korupsi, kolusi, nepotisme). “Korupsi” selama ini
mengacu kepada berbagai “tindakan gelap dan tidak sah” (illicit or illegal
activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
Definisi ini kemudian berkembang sehingga pengertian korupsi
menekankan pada “penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik
untuk keuntungan pribadi”.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi
adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi menurut Nurdjana, korupsi berasal dari bahasa Yunani
yaitu “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang,
dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar
norma-norma agama materiil, mental dan hukum.
Korupsi menurut Robert Klitgaard adalah suatu tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, di mana
untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri
pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan
melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.
korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi
yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.
Philip (1997) mengidentifikasi tiga pengertian luas yang paling
sering digunakan dalam berbagai pembahasan tentang korupsi :
1. Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public officecentered
corruption). Philip mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku dan
tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik

vi
formal. Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, atau orang-
orang tertentu yang berkaitan erat dengannya seperti keluarga, kerabat
dan teman. Pengertian ini juga mencakup kolusi dan nepotisme:
pemberian patronase karena alasan hubungan kekeluargaan
(ascriptive), bukan merit.
2. Korupsi yang berpusat pada dampaknya terhadap kepentingan umum
(public interest-centered). Dalam kerangka ini, korupsi sudah terjadi
ketika pemegang kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik,
melakukan tindakan-tindakan tertentu dari orang-orang dengan
imbalan (apakah uang atau materi lain). Akibatnya, tindakan itu
merusak kedudukannya dan kepentingan publik.
3. Korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered) yang berdasarkan
analisa korupsi menggunakan teori pilihan publik dan sosial, dan
pendekatan ekonomi dalam kerangka analisa politik. Menurut
pengertian ini, individu atau kelompok menggunakan korupsi sebagai
“lembaga” ekstra legal untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan
birokrasi. Hanya individu dan kelompok yang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi daripada
pihak-pihak lain.
2.2 Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi
Korupsi juga telah menjadi perilaku yang sangat sistematik dan
mendarah daging, oleh karena itu penanganan korupsi sangat rumit.
Tindak pidan korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
menetapkan bahwa tujuan korupsi adalah setiap orang yang secara tidak
sah melakukan tindakan peningkatan diri sendiri atau penindasan lain atau
korupsi yang dapat merusak keuangan atau ekonomi negara.
Adapun ciri-ciri korupsi di jelaskan oleh Sed Husein Alatas dalam
bukunya Sosiologi Korupsi, sebagai berikut:
1) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, hal ini tidak
sama dengan kasus pencurian atau penipuan.

vii
2) Korupsi pada umumnya di lakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu
telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa
dan mereka yang berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk
menyembunyikan perbuatannya. Namun, walau demukian motif
korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.
3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang.
4) Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha
untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik
pembenaran hukum.
5) Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas
dan mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu.
6) Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan
oleh badan politik atau umumnya (masyarakat).
7) Setiap bentuk korupsi adalah penghianatan kepercayaan.
Bahwa didalam perkara-perkara korupsi sering dipermasalahkan
siapa sebenarnya yang dimaksud pegawai negeri atau penyelenggara
negara. Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999
menentukan:
1) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
kepegawaian.
2) Pegawai negeri sebagaiman dimaksud dalam Kitan Undang-Undang
Hukum Pidana.
3) Orang mnerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.
4) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah.
5) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain
mempergunakan modal fasilitas dari negara atau masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan negara diatur
dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang

viii
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi dan
Nopotisme. Mereka itu adalah:
1) Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara.
2) Pejabat negara pada lembaga tinggi negara.
3) Menteri.
4) Gubenur.
5) Hakim.
6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undang yang berlaku.
Karena tindakan seperti itu, terutama negara atau rakyat sangat
berisiko, program dalam membawa orang-orang dirugikan baik moril dan
moral serta sangat mengganggu dan melumpuhkan. Ketika orang menjadi
sengsara, berbagai penyakit mulai berkembang dari kelaparan menjadi
HIV atai AIDS. Pada gilirannya, kemiskinan menciptakan ketidaktahuan
dan kesengsaraan sampai angkatan kerja dikirim ke luar negeri karena
berkurangnya lapangan kerja akibat penyimpangan ini.
2.3 Sanksi Pidana Korupsi
Mengingat makna luas undang-undang ini, hukum yang digunakan
adalah hukum sebagai aturan positif atau biasa disebut hukum positif,
yang merupakan seperangkat aturan yang mengatur perilaku anggota
komunitas tertentu saat ini. Pandangan hukum semacam ini dalam studi
hukum mencakup aliran hukum positivme, yang merupakan pandangan
bahwa hukum adalah urutan wewenang, paksaan, dan kesaksian. Hukum
positif mengalir karena hukum lebih banyak berurusan dengan bentuk
daripada konten, sehingga hukum hampir identik dengan hukum. Dalam
literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum, istilah
kekuasaan, otoritas, dan otoritas sering ditemukan. Kekuasaan sering
disamakan dengan otoritas, dan kekuasaan sering digantikan oleh istilah
otoritas, dan sebaliknya. Bahkan otoritas sering disamakan dengan
otoritas. Kekuasaan biasanya merupakan hubungan dalam arti bahwa “satu
aturan dan aturan lainnya” antara dan yang diperintah.

ix
Dalam hukum publik, otoritas adalah tentang kekuasan. Kekuasaan
memiliki arti yang sama dengan otoritas karena kekuasaan Eksekutif,
Badan Legislatif dan Peradilan bersifat formal. Kekuasaan adalah elemen
penting dari suatu Negara dalam proses mempertahankan pemerintahan
bersama dengan unsur-unsur lain, yaitu hukum, otoritas (otoritas),
keadilan, kejujuran dan kebajikan. Secara yuridis, definisi wewenang
adalah kemampuan yang diberikan oleh hukum untuk membawa
konsekuensi hukum, yaitu UU No.31 tahun 1999 dan UU No.20 tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
kewenangan ini, keberadaan upaya pemberantasan korupsi dapat menjadi
fondasi yang kuat dalam perang melawan kejahatan korupsi.
Unsur-unsur untuk mengatakan bahwa tindak pidana korupsi
didasarkan pada kesalahan adalah dollus, opzet, niat yang diwarnai oleh
sifat yang melanggar hukum dan kemudian bermanifestasi dalam
hilangngnya ekonomi negara atau negara. Hukum secara ketat dipisahkan
dari moral dan kematian tidak didsarkan pada yang buruk. Dasar dari
kesalahan adalah dasar yang menjadi dasar tanggung jawab pidana, yang
berarti bahwa kejahatan hanya berlaku bagi mereka yang telah melakukan
kejahatan. Korupsi adalah masalah mendesak yang perlu ditangani, untuk
mencapai pertumbuhan yang sehat dan momentum ekonomi. Berbagai
catatan korupsi dilaporkan setiap hari oleh media massa baik cetak
maupun elektronik, menggambarkan kebangkitan dan pengembangan
model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup kuat untuk menghentikan
praktik tercela ini.
Asas tindak pidana tanpa kesalahan (asas kesalahan) yang berlaku
dalam hukum pidana sejauh ini mencegah penegakan kejahatan pelaku
kejahatan terutama terkait dengan penghukuman pelaku, sehingga
pemberantasan dan pencegahan pidana korupsi harus mendekati asas
praduga kejahatan. Kriminal (dianggap bersalah) setelah kejahatan dilacak
keberadaannya, jika transaksi dibuat tidak masuk akal dan diidentifikasi
sebagai transaksi keuangan yang mencurigakan maka pelaku diidentifikasi

x
sebagai pelaku jenis kejahatan kerah putih yang sulit dideteksi,
penyebabnya adalah instrumen hukum dalam darurat militer masih
dirugikan karena prinsip pertanggungjawaban atas kesalahan shuld dan
terhadap hukum wederechtelijk sebagai syarat untuk penuntutan pidana,
berbeda dari kejahatan korupsi yang dikategorikan sebaga kejahatan
ekonomi, sehingga agar suatu tindak pidana dapat dipahami dalam konteks
KUHP, sejumlah syarat adalah sebagai berikut:
a) Adanya suatu tindakan pidana yang dilakukan oleh kealpaan
b) Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan
c) Adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab dan
d) Tidak ada alasan pemaaf.

Dalam hukum pidana, terutama dalam kasus korupsi, telah terjadi


pergeseran perspektif dimana tindakan melawan hukum formal dari bentuk
wederrechtelijkheid bertentangan dengan hukum materiil materi
wederrechtelijkheid dalam arti tindakan yang melanggar norma-norma
masyarakat atau setiap tindakan yang dianggap tercela oleh masyaakat.
Pergeseran dari tindakan melawan hukum formal ketindakan melawan
hukum materialisme. Pergeseran dalam tindakan melawan hukum formal
menjadi tindakan melawan hukum materil ditetapkan melalui
yurisprudensi. Bahkan, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah
meletakkan dasar bagi terobosan dan pergeseran dalam penanganan tindak
pidana dari definisi tindakan pelanggaran hukum hingga formalitas yang
mencakup setiap tindakan yang melanggar norma-norma moralitas
masyarakat atau setiap tindakan yang dianggap tercela oleh masyarakat.
Fondasi, terobosan dan pergeseran makna “wederrechtelijk”, khususnya,
tindakan melawan hukum darurat militer dalam hukum pidana memiliki
efe yang kuat pada makna tindakan yang bertentangan dengan hukum
sipil. Kemudian dalam praktik peradilan, terurama melalui yurisprudensi,
Mahkamah Agung Republik Indonesia juga telah memberikan nuansa baru
terhadap undang-undang material tidak hanya terbatas pada fungsi negatif

xi
sebagai dasar penuntutan pidana untuk menghindari pelanggaran legalitas
dasar atau penggunaan analogi yang dilarang yang dilarang oleh hukum
pidana.

Iqbal Felesiano Pakar Hukum Pidana dari Universitas Airlangga


mengatakan, pelaku korupsi bisa saja terbebas dari jeratan hukuman mati,
kalau jaksa mengenakan pasal suap atau pasal-pasal lain dalam kasus
Juliari, bukan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 2009. Dalam
pasal 2 ayat 1 berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” Jika
pelaku terbukti bersalah seperti yang tertera di ayat 1 serta terjadi dalam
kondisi tertentu seperti bencana, maka hukuman mati bisa dikenakan
sebagai pemberat seperti pasal 2 ayat 2 yang berbunyi: “Dalam hal tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

2.4 Upaya Pemberantasan Tindak Pindan Korupsi di Indonesia


Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi
Indonesia dewasa ini. Meski konon pemberan-tasannya semakin
meningkat dalam tiga tahun terakhir, belum terlihat tanda-tanda yang
meyakinkan bahwa masalah ini dapat segera diatasi. Indonesia tetap
negara yang paling tinggi tingkat korupsinya di seluruh dunia.
Memberantas korupsi tidak mudah, karena sudah menjadi budaya
yang berurat berakar dalam segala level masyarakat. Namun berbagai
pemberantasannya tetap dilakukan secara bertahap. Jika tidak bisa
dilenyapkan sama sekali, paling tidak dikurangi.

xii
Sulitnya pemberantasan tindak pidana korupsi, dikarenakan
permasalahan korupsi bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan
birokrasi baik di lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif, tetapi juga
telah berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha dan
lembaga-lembaga dalam masyarakat pada umumnya. Pemerintah
menyadari bahwa usaha pemberantasan korupsi tidak semata-mata
merupakan persoalan hukum, tetapi juga merupakan persoalan sosial,
ekonomi dan politik, sehingga upaya pemberantasannya pun harus bersifat
komprehensif dan multidisipliner.
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervise, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah Indonesia sejak awal pada dasarnya sudah memiliki
komitmen dalam upaya melakukan tindakan pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah
melalui kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan pencegahan korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi sebenarnya telah dilakukan baik
pada masa Orde Lama, Orde Baru hingga era Reformasi yang dimulai
pada tahun 1998. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah
dimulai sejak tahun 1950-an. Kejaksaan Agung dibawah pimpinan Jaksa
Agung Soeprapto sudah melakukan berbagai tindakan pemberantasan
korupsi yang berakhir dengan penuntutan terhadap beberapa orang
menteri. Selanjutnya, karena kerasnya tuntutan masyarakat dalam
memberantas korupsi, kemudian timbulah gerakan pemberantasan korupsi
yang dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis dan Kolonel Kawilarang, dan pada
saat itu beberapa tokoh koruptor berhasil ditangkap dan diadili seperti Lie
Hok Thai dan Piet De Quelyu.

xiii
Di era tahun 1960-an, berdasarkan hukum darurat muncul kembali
Tim Pemberantasan Korupsi yang dipimpin Jenderal A.H. Nasution dan
Sekretaris Kolonel Muktiyo. Akan tetapi tim ini terpaksa dibubarkan
mengingat tekanan politik era Orde Lama. Selanjutnya, di era tahun 1970-
an, Pemerintah Orde Baru membentuk Tim Pemberantasan Korupsi,
namun juga tidak berjalan efektif. Hal ini disebabkan terlalu besarnya
campur tangan kekuasaan terhadap proses pemeriksaan yang sedang
dilakukan Tim Pemberantasan Korupsi. Berbagai peraturan perundang-
undangan berkaitan dengan upaya pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme) telah dibuat.
2.5 Pengertian Integritas
Integritas berasal dari  bahasa Latin  integer; incorruptibility , firm
adherence to a code of especially moral a acristic values, yaitu , yang
artinya sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan
menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Integritas bukan hanya sekedar bicara, pemanis retorika, tetapi juga
sebuah tindakan. Bila kita  menelusuri karakter yang dibutuhkan parah
pemimpin saat ini dan selamanya mulai dari integritas, kredibilitas dan
segudang karakter muliah yang lainnya-pastilah akan bermuara pada
pribadi agung manusia pilihan al-mustofa Muhammad saw. Yang di utus
untuk menyempurnakan karakter manusia.
Integritas berarti  mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang
memancarkan kewibawaan; kejujuran. Seseorang yang memiliki integritas
pribadi akan tampil penuh percaya diri, anggun, tidak mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang sifatnya hanya untuk kesenangan sesaat. Siswa yang
memiliki integritas lebih berhasil ketika menjadi seorang pemimpin, baik
pemimpin formal maupun pemimpin nonformal.
Integritas adalah adalah konsistensi dan keteguhan yang tak
tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan
definisi lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi

xiv
antara tindakan dengan  nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan
sebagai kejujuran dan  kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari
integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik).
Seorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya
sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya. Mudahnya,
ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan
bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang
mempunyai integritas bukan tipe manusia  dengan banyak wajah dan
penampilan yang  disesuaikan dengan motif dan kepentingan
pribadinya.Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin.
Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan
kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas 
dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi  tindakannya.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian kata integritas yang
sudah coba diutarakan oleh para ahli :
1. Menurut Henry Cloud,
Menurut Henry Cloud, ketika berbicara mengenai integritas, maka
tidak akan terlepas dari upaya untuk menjadi orang yang utuh dan
terpadu di setiap bagian diri yang berlainan, yang bekerja dengan baik
dan menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang telah dirancang
sebelumnya. Integritas sangat terkait dengan keutuhan dan keefektifan
seseorang sebagai insan manusia.
2. Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian integritas adalah
mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh,
sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan
kewibawaan dan kejujuran.
3. Menurut Ippho Santoso
Menurut Ippho Santoso, integritas sering diartikan sebagai
menyatunya pikiran, perkataan dan perbuatan untuk melahirkan
reputasi dan kepercayaan. Jika merujuk dari asal katanya, kata

xv
integritas memiliki makna berbicara secara utuh dan lengkap /
sepenuh – penuhnya.
4. Menurut Andreas Harefa
Menurut Andreas Harefa, integritas merupakan tiga kunci yang bisa
diamati, yakni menunjukkan kejujuran, memenuhi komitmen, dan
mengerjakan sesuatu dengan konsisten.
5. Menurut Stephen R. Covey
Membedakan antara kejujuran dan integritass “honesty is telling the
truth, in other word, conforming our words reality-integrity is
conforming to our words, in other words, keeping promises and ful-
filling expectations.”  Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran,
ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedang integritas membuktikan
tindakannya sesuai dengan ucapannya. Orang yang memiliki integritas
dan kejujuran adalah orang yang merdeka. Mereka menunjukan
keauntetikan dirinya sebagai orang yang tanggung jawab dan
berdedikasi.
2.6 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbuatan
korupsi, antara lain adalah:
1. Faktor penyebab tindak pidana lorupsi secara internal muncul karena:
a. Dorongan Kebutuhan
Seorang terpaksa korupsi karena gaji yang jauh dari mencukupi di
bandingkan kebutuhannya yang sangat besar akibat beban dan
tanggung jawab yang sangat berat pula. Korupsi jenis ini biasanya
hanya meliputi nilai terbatas tetapi dengan frekuensi sering terjadi.
b. Dorongan Keserakahan
Orang korupsi karena serakah tentu saja tidak didorong oleh
kebutuhan yang sudah mencukupi. Korupsi dilakukan agar dapat
hidup lebih mewah dapat memiliki barang-barang yang tak terbeli
dengan gaji oleh karena tingkat kepuasan itu tidak ada batasannya
maka sepanjang ada peluang mereka yang korupsi karena

xvi
keserakahan akan mengulangi perbuatan itu hingga pada suatu saat
harus berhadapan dengan hukum.
2. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan tindak pidana korupsi
adalah:
a. Lingkungan
Sudah tidak menjadi rahasia umum bahwa dewasa ini sudah
merambah ke setiap instansi pemerintah. Tak berlebihan pula
apabila dikatakan bahwa setiap manusia Indonesia yang
penghasilannya berasal dari pemerintahan, terpaksa menyambung
hidupnya dengan melakukan tindakan tak terpuji itu. Lama
kelamaan, tindakan demikian sudah dianggap wajar sehingga
dikategorikan sebagai tindakan yang benar. Justru mereka yang
bertahan pada prinsip bahwa korupsi adalah tindakan yang salah
pada gilirannya akan dikucilkan oleh rekan-rekannya hingga
mustahil dia akan memperoleh promosi karena dianggap tidak
loyal.
b. Peluang
Akibat lemahnya pengawasan atau paling tidak karena pengawasan
hanya berlangsung sementara, memberi peluang yang besar bagi
mereka yang akan melakukan tindak pidana korupsi. Setebal-tebal
iman sesorang, sulit baginya untuk tidak melakukan korupsi
dengan alasan bahwa tindakannya itu tidak akan diketahui dan
kalaupun diketahui tidak akan diusut, karena semua orang
melakukan hal yang sama.
Dari pengamatan dan penilaian bahwa penyebab korupsi sebagai
berikut:
1. Aspek individu pelaku
a. Sifat tamak
Korupsi dilakukan bukan karena butuh, tetapi karena
ketamakan, ingin hidup serba menwah dan berlebihan.
b. Moral yang kurang kuat

xvii
Mudah tergoda karena melihat adanya peluang untuk
melakukan korupsi karena moral yang lemah tidak berhasil
membendung gdaan yang datang dari lingkugan, baik
keluarga, sejawat di kantor atau masyarakat sekeliling.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan yang minim, hanya cukup untuk hidup
paspasan dalam bilangan hari akan memaksa seseorang
untuk mencari tambahan.
d. Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar mendorong seorang
konsumtif. Biasanya mereka ini menjadi korban iklan, yang
setiap saat mengiming-imingi kehidupan yang modern.
Korupsi sepanjanjng ada peluang, merupakan cara instant
untuk mewujudkan kehidupan yang dijadikan oleh iklan itu.
e. Malas
Sebagian orang ingin memperoleh hasil tanpa harus bekerja
keras. Sifat malas pontensial melakukan tindakan apapun
dengan cara-cara mudah dan tepat, diantaranya dengan
korupsi.
f. Ajaran agma yang tidak diterapkan
Sebagai bangsa yang religius, bangsa ini sebenarnya
dilarang oleh agamanya masing-masing untuk melakukan
korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataannya menunjukkan
bahwa korupsi merajalela, suatu bukti bahwa ajaran agama
tidak dilaksanakan sebagai mestinya.
2. Aspek Organisasi
a. Pemimpin tidak memberi teladan
Posisi pemimpin dalam masyarakat ini menduduki posisi
penting sehingga segala tindak tanduknya sangat
berpengaruh kebawahannya. Apabila pemimpin memberi

xviii
contoh jelek maka bawahan juga akan menirunya.
Demikian juga halnya dengan korupsi.
b. Tidak ada kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi berpengaruh kuat terhadap anggota.
Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik maka
anggota akan bertindak menyimpang dari visi dan misi
organisasi yang telah ditetapkan.
c. Sistem akuntabilitas tidak memadahi
Institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan
dengan jelas visi dan misi yang di embannya. Oleh karena
target yang harus dicapai dalam periode tertentu tidak
ditentukan dengan jelas maka penilaian apakah instansi
yang bersangkutan berhasil atau tidak juga sulit.
d. Sistem pengendalian menejemen lemah
Pengendalian menejemen merupakan syarat mutlak untuk
menminimalisir tindakan korupsi. Semakin lemah atau
longgar pengendalian menejemen semakin terbuka peluang
untuk melakukan korupsi.
e. Aspek budaya
Nilai-nilai yang hidup disuatu masyarakat juga ikut
menentukan berbiaknya korupsi. Misalnya masyarakat
menghargai seseorang dari kekayaan yang di milikinya.
Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada
kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu diperolah.
f. Aspek peraturan perundang-undangan
Kelemahan yang ada pda peraturan perundang-undangan
merupakan cela berbiaknya korupsi. Kelemahan yang
terjadi bisa saja karena kualitasnya yang kurang.

xix
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimmpulan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah
tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2. Adapun ciri-ciri korupsi di jelaskan oleh Sed Husein Alatas dalam
bukunya Sosiologi Korupsi, sebagai berikut:
1) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, hal ini tidak
sama dengan kasus pencurian atau penipuan.
2) Korupsi pada umumnya di lakukan secara rahasia
3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang.
4) Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha
untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik
pembenaran hukum.
5) Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas
dan mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu.
6) Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya
dilakukan oleh badan politik atau umumnya (masyarakat).
7) Setiap bentuk korupsi adalah penghianatan kepercayaan.
3. Sanksi dalam tindak pidana korupsi, Iqbal Felesiano Pakar Hukum
Pidana dari Universitas Airlangga mengatakan, pelaku korupsi bisa
saja terbebas dari jeratan hukuman mati, kalau jaksa mengenakan pasal
suap atau pasal-pasal lain dalam kasus Juliari, bukan Pasal 2 ayat 1 dan
ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 2009.
4. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
a. Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit
peluang korupsi.

xx
b. Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah
korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan
Negara (KPKPN).
c. Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan terbuka.
5. Integritas yaitu sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau
korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai
nilai-nilai moral. Integritas bukan hanya sekedar bicara, pemanis
retorika, tetapi juga sebuah tindakan. Seorang dikatakan “mempunyai
integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan
prinsip yang dipegangnya.
6. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perbuatan korupsi, antara lain adalah:
1) Faktor penyebab tindak pidana lorupsi secara internal muncul
karena:
a. Dorongan Kebutuhan
b. Dorongan Keserakahan
2) Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan tindak pidana
korupsi adalah:
a. Lingkungan
b. Peluang
Dari pengamatan dan penilaian bahwa penyebab korupsi sebagai
berikut:
1) Aspek individu pelaku
a. Sifat tamak
b. Moral yang kurang kuat
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
d. Gaya hidup yang konsumtif
e. Malas
f. Ajaran agma yang tidak diterapkan
2) Aspek Organisasi
a. Pemimpin tidak memberi teladan

xxi
b. Tidak ada kultur organisasi yang benar
c. Sistem akuntabilitas tidak memadahi
d. Sistem pengendalian menejemen lemah
e. Aspek budaya
f. Aspek peraturan perundang-undangan

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Azra, A. (2002). Korupsi Dalam Perspektif Good Governance. Jurnal


Kriminologi Indonesia , hlm 31-36.

Miharja, M. (2020). Korupsi, Integritas, & Hukum: Tantangan Regulasi di


Indonesia. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai