Anda di halaman 1dari 27

Implementasi Syariah dalam Kehidupan

Tugas MPK AGAMA


Kelompok 3

Disusun oleh :
-Adinda Nabila Herdani (1506727293)

-Asma Zuhro (1506742041)

-Dema Amalia Putri (1506742104)

-Fadlan Ardinda (1506737741)

-Rachmat Nafrialdo Akbar (1506727532)

-Raishaqy Rajab Rais (1506742382)


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir mata kuliah
geologi dasar dengan baik dan tepat waktu meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Makalah yang berjudul Implementasi Syariah dalam Kehidupan ini kami susun
untuk memenuhi tugas MPK Agama sekaligus merangkum materi yang telah kami pelajari
sebelumnya mengenai Syariah.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini.

Besar harapan kami, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan sumbangsih yang
berarti demi kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.

Depok, April 2016

Tim Penulis
Daftar Isi

Cover................................................................................................................................1

Kata Pengantar ................................................................................................................2

Daftar Isi .........................................................................................................................3

Bab 1. Pendahuluan ........................................................................................................4

Bab 2. Isi ........................................................................................................................5

Bab 3. Penutup ..............................................................................................................24

Daftar Pustaka ...............................................................................................................26


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Syariah merupakan suatu norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan seluruh
ciptaan Tuhan di alam semesta. Berdasarkan pengertian tersebut, sudah seharusnya segala
persoalan yang ada di alam semesta harus sesuai dengan syariah islam. Pada dewasa ini,
sering sekali dijumpai persoalan dunia yang tidak sesuai dengan syariah islam. Sebagai
contohnya adalah tata cara penyembelihan hewan yang terkadang tidak mengucapkan
bismillah sesaat sebelum melakukan penyembelihan. Oleh karena itu, makalah ini
diciptakan untuk meluruskan kekeliruan yang sering terjadi dan untuk mengetahui
bagaimana peran syariah dalam kehidupan sehari-hari.
1.2. Perumusan Masalah
a Bagaimana cara kerja syariah dalam jual beli?
b Apakah yang dimaksud dengan syariah perbankan?
c Bagaimana syarat-syarat syariah dalam pernikahan?
d Bagaimana peran syariah dalam politik?
e Bagaimana tata cara syariah dalam penyembelihan hewan?
1.3. Tujuan Makalah
a Untuk mengetahui cara kerja jual beli yang sesuai dengan syariah islam
b Untuk mengetahui sistem perbankan sesuai dengan syariah islam
c Untuk mengetahui tata cara pernikahan yang sesuai dengan syariah islam
d Untuk mengetahui apa saja dampak yang terjadi pada politik apabila dijalankan
sesuai dengan syariah islam
e Untuk mengetahui cara penyembelihan hewas sesuai dengan syariah islam
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipakai dalam pembuatan makalah ini hanya didasarkan oleh
pengumpulan rangkuman dari materi-materi yang telah dipelajari saat diskusi kelompok
dan tambahan-tambahan materi dari sumber terpecaya seperti buku atau jurnal di internet.

Bab II
Isi

2.1 Syariat dalam Jual Beli

2.1.1. Definisi

Secara umum, jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda
dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara dan disepakati. Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Quran, sunah, dan Ijma, yakni:
a. Al-Quran :
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS.Al-
Baqarah : 275)

b. As-Sunah : : .
Artinya :
Nabi SAW, ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, Seseorang
bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur. (HR. Bajjar, Hakim
menyahihkannya dari Rifaah Ibn Rafi)
c. Ijma
Ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu
mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang
milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

2.1.2. Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:

(1)Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;


(2)Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar
hutang;
(3)Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan
barang yang dijual;
(4)Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang
untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan
jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.

2.1.3. Rukun Jual Beli

Jual beli dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli
berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi,
maka jual beli tidak dapat dilakukan. Menurut sebagian besar ulama, rukun jual beli ada empat
macam, yaitu:
a)Penjual dan pembeli
b)Benda yang dijual
c)Alat tukar yang sah (uang)
d)Ijab Kabul

2.1.4. Syarat-syarat Jual Beli

Jual beli dianggap sah secara syari bila memenuhi beberapa persyaratan berikut:

1. Keridhaan kedua belah pihak (penjual dan pembeli).


2. Yang melakukan akad jual beli adalah orang yang memang diperkenankan menangani
urusan ini.
3. Barang yang diperjualbelikan harus halal dan ada unsur kemanfaatan yang mubah.
4. Barang yang diperjualbelikan dapat diserahterimakan.
5. Akad jual beli dilakukan oleh pemilik barang atau yang menggantikan kedudukannya
(yang diberi kuasa).
6. Barang yang diperjualbelikan malum (diketahui) dzatnya, baik dengan cara dilihat
atau dengan sifat dan kriteria (spesifikasi)-nya.

2.1.5. Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang

Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah :

a. telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli


b. jenis barang yang dijual halal
c. jenis barangnya suci
d. barang yang dijual memiliki manfaat
e. atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f. saling menguntungkan

Adapun bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena merugikan
masyarakat di antaranya sebagai berikut:

a. memperjualbelikan barang-barang yang haram


b. jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c. jual beli barang curian
d. jual beli dengan syarat tertentu
e. jual beli yang mengandung unsur tipuan
f. jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g. jual beli barang untuk ditimbun

Jaman dahulu ketika orang membutuhkan sesuatu/barang maka mereka harus


menukarnya dengan barang (barter) terus berkembang dengan memakai uang untuk membeli
barang tersebut.

Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami perkembangan. Di pasar
swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan
tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga
barang atau label harga pada barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (kabul) berupa
tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya.
2.2 Syariat dalam Perbankan
2.2.1. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Kegiatan-kegiatan dalam perbankan syariah antara lain:
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( mudharabah )
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musharakah )
Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah )
Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan ( ijarah )
Dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain ( ijarah wa iqtina ).

2.2.2. Dalil Perbankan Syariah


1. Surah Al-Baqarah ayat 275
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
2. Surah Al-Baqarah ayat 278-279
Hai orang-orang yang beriman, bertawakalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

2.2.3. Konsep Perbankan Syariah


1. Konsep Penghimpunan Dana
Al Wadiah (giro)
Al Mudharabah (tabungan atau deposito)
2. Konsep Penyaluran Dana
Bagi hasil (mudharabah dan musyarakah)
Jual beli (murabahah, salam, istishna, ijarah)
Jasa (qardh, hawalah, kafalah, wakalah, rahn)

2.2.4. Syarat Transaksi Syariah


Tidak mengandung unsur kedzaliman
Tidak mengandung riba
Tidak membahayakan pihak sendiri ataupun orang lain
Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan
Tidak mengandung unsur judi (maisyir)
Tidak ada penipuan (gharar)

2.2.5. Al-Wadiah
Al-Wadiah berarti titipan murni dari nasabah kepada bank atau pihak lain yang harus
dijaga dan dikembalikan kepada penitip ( penabung ) kapan saja ia inginkan.
Wadiah Yad Al Amanah
Pihak yang menerima titipan tidak boleh dan memanfaatkan uang atau barang
yang dititipkan tetapi harus benar-benar dijaga sesuai kelaziman serta pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip.

Wadiah Yad Adh Dhamanah


Pihak yang menerima titipan boleh dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan dan pihak bank dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna
dana.

2.2.6. Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah
pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Produk pendanaan yang
dapat menggunakan prinsip Al-Mudharabah adalah tabungan dan deposito berjangka.
Prinsip-prinsip dari Al-Mudharabah adalah sebagai berikut.
1. Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah kerja sama antara pemilik dana (shahibbul maal) dan
mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu dan wilayah bisnis. Artinya, pemilik dana memberikan bank kekuasaan
yang sangat besar dalam penggunaan dana simpanannya kepada mudharib.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah merupakan simpanan dana khusus (restrict investment)
dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank.
Mudharabah AlMuqayyaqah merupakan kebalikan dari Mudharabah Mutlaqah
dimana mudharib (bank) dibatasi jenis usaha, waktu, dan tempat usaha.

2.2.7. Penyaluran Dana


Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam
melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 4 kelompok yaitu
sebagai berikut.
1. Prinsip Jual Beli
Bai Al-Murabahah
Pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank
membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau
dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada
nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati.
Bai As-Salam
Bai As-Salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery)
dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara
tunai. Bai as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan
berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri
lainnya.
Bai Al-Istishna
Pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang
dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau
tangguhan. Untuk melaksanakan skim bai al-istishna kontrak dilakukan di
tempat pembuatan barang menerima pesanan dari pembeli.
2. Prinsip Bagi Hasil
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah yaitu akad kerja sama anata dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau
keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.

Al-Mudharabah
Al-Mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh
kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
3. Prinsip Sewa Menyewa
Al-Ijarah
Al-Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang
atau jasa dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut.
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-Tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan
kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang antara bank dengan
nasabah dimana nasabah ( penyewa ) diberi hak untuk membeli atau memiliki
obyek sewa pada akhir akad.
4. Prinsip Pinjam Meminjam Berdasarkan Akad Qardh
Bagi bank syariah, al-qardh menjadi suatu produk pembiayaan, dimana nasabah
diberikan suatu plafon pembiayaan untuk menutupi suatu pembayaran dan akan
dikembalikan secepatnya sejumlah yang dipinjam. Oleh karena itu, al-qardh juga
disebut sebagai pembiayaan dana talangan bagi nasabah atau sebagai sumber dana
talangan antar bank.

2.2.8. Jasa-Jasa Bank Syariah


Al Wakalah
Al Wakalah secara harfiah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat. Dalam aplikasi perbankan, al-wakalah terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
atau jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang.
Al Hawalah
Al Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang ( debitur )
kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Al Kafalah
Al Kafalah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk menanggung kewajiban pihak kedua ( tertanggung )
apabila tertanggung tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Al Rahn
Al Rahan adalah harta atau aset yang harus diserahkan oleh peminjam
( debitur ) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dari bank. Tujuan
pemberian fasilitas al rahn oleh bank adalah untuk membantu nasabah dalam
pembiayaan usahanya.

2.2.9. Perbedaan Sistem Bunga dengan Bank Syariah


Pokok Perbedaan Sistem Bunga / Sistem Syariah
Konvensional
Dasar perjanjian Tidak berdasarkan Berdasarkan keuntungan /
penentuan bunga / imbalan keuntungan / kerugian kerugian
Dasar perhitungan bunga / Presentase tertentu dari Nisbah bagi hasil
imbalan pinjaman berdasarkan keuntungan
yang diperoleh
Kewajiban membayar a. Tetap harus dibayar a. Imbalan dibayar bila
bunga / imbalan meskipun usaha nasabah usaha nasabah untung.
merugi Bila merugi, kerugian
b. Besarnya pembayaran ditanggung kedua pihak
bunga tetap b. Besarnya imbalan
disesuaikan keuntungan
Persyaratan jaminan Mutlak diperlukan tidak Tidak mutlak jenis usaha
Obyek usaha yang dibiayai ada pembatasan jenis harus sesuai syariah
usaha sepanjang bankable

2.3. Syariat dalam Pernikahan

2.3.1. Pengertian
Nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan
kewajiban di antara keduanya. Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah
merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan perempuan, untuk
hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keterunan yang dilangsungkan
menurut ketentuan -ketentuan syariat islam

2.3.2. Dalil

Dasar hukum nikah adalah firman allah swt dalam Al-qur-an surat An-nisa ayat 3
artinya : " Maka kawininilah perempuan-perempuan yang kamu sukai, dua,
tigadan empat, tetapi kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil (antara
perempuan-perempuan itu) hendaklah satu saja". Al-qur-an surat An-nur ayat
32 artinya : "Dan kawinilah orang-orang yang sendirian (janda) di antara kamu
dan hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang patut".

2.3.3. TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM


1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng lain. Dalam
hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang
oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
Adanya ijab qabul.
Adanya mahar.
Adanya wali
Adanya saksi-saksi.

3. Walimah
Walimatul urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang
miskin.
2.3.4. Hukum Nikah

Jaiz, artinya boleh kawin dan boleh juga tidak, jaiz ini merupakan hukum
dasar dari pernikahan. Perbedaan situasi dan kondisi serta motif yang
mendorong terjadinya pernikahan menyebabkan adanya hukum-hukum nikah
berikut.
Sunat, yaitu apabila seseorang telah berkeinginan untuk menikah serta
memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah lahir maupun batin.

Wajib, yaitu bagi yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan ada
kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina bila tidak segera
melangsungkan perkawinan. Atau juga bagi seseorang yang telah memiliki
keinginan yang sangat serta dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam
perzinahan apabila tidak segera menikah.

Makruh, yaitu bagi yang tidak mampu memberikan nafkah.

Haram, yaitu apabila motivasi untuk menikah karena ada niatan jahat, seperti
untuk menyakiti istrinya, keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.

2.3.5. Hikmah Pernikahan

Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat
perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.

Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman

Memelihara kesucian diri

Melaksanakan tuntutan syariat

Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab

Dapat mengeratkan silaturahim

2.3.6. Rukun Nikah

Calon Pengantin laki-laki

Calon Pengantin perempuan

Wali bagi perempuan

Dua orang saksi laki-laki yang adil


Mahar

Ijab dan kabul (akad nikah)

2.3.7. Syarat Calon Suami

Islam

Laki-laki yang tertentu

Bukan lelaki mahram dengan calon istri

Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut

Bukan dalam ihram haji atau umroh

Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu

Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

2.3.8. Syarat Calon Istri

Islam atau Ahli Kitab

Perempuan yang tertentu

Bukan perempuan mahram dengan calon suami

Bukan seorang banci

Akil baligh (telah pubertas)

Bukan dalam berihram haji atau umroh

Tidak dalam iddah

Bukan istri orang

2.3.9. Syarat Wali


Islam, bukan kafir dan murtad

Lelaki dan bukannya perempuan

Telah pubertas

Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

Bukan dalam ihram haji atau umroh

Tidak fasik

Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya

Merdeka

Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

2.3.10. Syarat Ijab

Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

Diucapkan oleh wali atau wakilnya

Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut'ah (nikah kontrak atau pernikahan
(ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam
persetujuan nikah muat'ah)

Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

2.3.11. Syarat Qobul

Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab

Tidak ada perkataan sindiran

Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)


Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)

Menyebut nama calon istri

Tidak ditambahkan dengan perkataan lain


Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami):"Saya terima nikahnya dengan Nisa
binti Abdullah dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" atau "Saya
terima Nisa binti Abdullah sebagai istri saya".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "sah"
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal
dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin
Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa
cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan
kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami
mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah
dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa
yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau
majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

2.3.12. Wakil Wali / Qodi

Wakil wali/Qadi adalah orang yang dipertanggungjawabkan oleh institusi Masjid atau
jabatan/pusat Islam untuk menerima tuntutan para Wali untuk menikahkan/mengahwinkan bakal
istri dengan bakal suami. Segala urusan pernikahan,penyediaan aset pernikahan seperti mas
kawin, barangan hantaran (hadiah), penyedian tempat pernikahan, jamuan makan kepada para
hadirin dan lainnya adalah tanggungjawab pihak suami istri itu. Qadi hanya perlu memastikan
aset-aset itu telah disediakan supaya urusan pernikahan berjalan lancar. Disamping
tanggungjawabnya menikahi suami istri berjalan dengan sempurna, Qadi perlu menyempurnakan
dokumen-dokumen berkaitan pernikahan seperti sertifikat pernikahan dan pengesahan suami istri
di pihak tertinggi seperti mentri agama dan administratif negara.Untuk memastikan status resmi
suami isteri itu sentiasa sulit dan terpelihara. Qadi selalunya dilantik dari kalangan orang-orang
alim(yang mempunyai pengetahuan dalam agama Islam dengan luas) seperti ustadz, muallim,
mufti, sheikh al-Islam dan sebagainya. Qadi juga mesti merupakan seorang laki-laki Islam yang
sudah merdeka dan telah pubertas.

2.4 Syariat dalam Politik

Syariah secara termologis adaalah sistem yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Allah, dirinya dan sesamanya. Politik syariah adalah syariah yang mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, seperti pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum
dan politik luar negeri.
Politik Pemerintahan Islam adalah cara mengurus urusan rakyat negara islam dengan
menerapkan seluruh hukum islam di dalam negeri, baik kepada muslim maupun nonmuslin, dan
di luar negeri kepada bangsa dan umat lain. Sistem pemerintaha islam adalah sistem Khilafah,
bukan kerajaa, republik, presidentil, parlementer, demokrasi, teokrasi, autokrasi, ataupun
militeristik. Bentuk negara Khilafah adalah negara kesatuan, bukan federasi, commonwealth,
ataupun imperium.
Asas dan kaidah sistem ekonomi islam dibagi menjadi tiga bagian yang saling
berhubungan, yaitu kepemilikan (ownership), distribusi, dan pengelolaan (Tasharruf).
Kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Distribusi
dalam asas dan kaidah sistem ekonomi islam adalah menjamin kebutuhan per individu warga
negara. Lalu pengelolaan atau Tasharruf dibagi menjadi dua, yaitu pengembangan hak milik dan
nafkah dan infaq.
Politik ekonomi islam adalah terjaminnya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap
individu dan terjaminnua kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka.
Politik ekonomi islam dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya ekonomi dan jaminan kebutuhan
rakyat. Sumber daya ekonomi ada pertanian, industri, perdagangan, dan jasa (tenaga manusia).
Jaminan kebutuhan rakyat ada kebutuhan individu atau perorangan dan kebutuhan kolektif.
Dari politik ekonomi islam, terdapat Kebutuhan manusia (Human Needs). Kebutuhan ini
ada yang per individu dan kelompok. Kebutuhan per individu dibagi menjadi kebutuhan pokok
yang wajib dipenuhi, kebutuhan sekunder yang tidak wajib tapi harus dibantu, dan kebutuhan
mewah. Sedangkan kebutuhan kelompok dibagi menjadi pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Tiga hal dalam hal kebutuhan kelompok tadi wajib dipenuhi yang termasuk dalam khilafah
islam.
Politik Sosial dalam islam dibedakan antara wanita dan pria. Wanita sebagai ibu
mempunyai peran untuk mengasuh, menyusui, dan mendidik anak. Wanita juga berperan dalam
mengurus rumah tangga seperti mengatur belanja dan menjaga harta. Dan wanita mempunyai
kehormatan sendiri yaitu wajib berjilbab, haram Ikhtilath, haram Khalwat, haram Tabarruj, dan
Larangan Safar. Lain halnya dengan pria yang berperan sebagai kepala keluarga, pejabat publik-
politik, dan memberi nafkah.
Politik pendidikan syariah secara asas adalah akidah islam yang berhubungan dengan
tujuannya yaitu terbentuk syakhshiyah islam. Syakhshiyah islam itu sendiri dibagi menjadi
akliyah islam dah nafsiyah islam. Kurikulum dalam politik pendidikan syariah adalah materi,
metode, dan jenjang pendidikan yang selaras dengan tujuan diatas. Sarana yang diperlukan untuk
kelancaran politik ini adalah dengan membuka sekolah dan pesantren serta mengadakan
perpustakaan dan lab secara gratis.
Sanksi hukum islam berprinsip dengan asas praduga tak bersalah. Sanksi ini dijatuhkan
setelah ada bayyinah. Tujuannya adalah sebagai Jawabir (Penebus) atau Zawajir (Pencegah).
Sanksi ini tidak boleh ada yang syubhat dan tidak ada yang kebal hukum, serta keputusannya
mengikat. Bentuk sanksi ini dibagi menjadi empat, yaitu Hudud, Jinayat, Tazir, Mukhalafat.
Hudud sendiri ada Hadd zina, qadzaf, sariqah, liwath, hirabah, syarib khamr, dan murtad. Sanksi
ini bersasaran kepada semua orang yang melakukan kemaksiatan dan rakyat yang muslim-kafir.
Politik Luar negeri islam ada dengan tujuan mengemban islam sebagai ideologi dunia.
Metode nya dengan berdakwah dan juga dengan berjihad. Sasaran dari politik ini adalah negeri
(dunia) islam, kafir Muahad, Harbi Hukman, dan Harbi Filan. Sasaran tadi bisa jadi dianggap
sebagai hubungan baik atau musuh potensial. Pelaksana dari politik ini adalah negara khilafah
serta indvidiu, LSM, dan lain lain.
2.5 Syariat dalam Penyembelihan Hewan

2.5.1. Pengertian Penyembelihan


Menurut Bahasa sembelih ialah menyempurnakan kematian.

Menurut Istilah sembelih berarti memutus jalan makan, minum, nafas dan urat nadi pada leher
hewan dengan alat tajam.

2.5.2. Syarat dan Rukun Penyembelihan Hewan

Syarat Hewan yang akan disembelih :

a.) Binatang yang disembelih tersebut merupakan binatang yang halal, baik zatnya maupun
cara memperolehnya

b.) Hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan
bangkai (sudah mati). Allah Taala berfirman,


Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai. (QS. Al Baqarah: 173)

c.) Alat-alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan sebagai berikut:

Tajam dan dapat melukai atau tidak tumpul.

Terbuat dari batu,bambu,besi,dan benda logam lainnya.

Benda tidak terbuat dari kuku,gigi,&tulang.

Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan
memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang.
Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang
bernama Ethiopia).

Syarat Orang yang Menyembelih


Pertama:Berakal Sehat, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum baligh
asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan yang dilakukan oleh orang
gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula orang yang mabuk, sembelihannya juga tidak
sah.

Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani).
Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan orang Majusi
sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Karena selain muslim dan ahli kitab tidak
murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih.

Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena Allah Taala berfirman,

Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal pula bagi mereka. (QS. Al Ma-idah: 5). Makna makanan ahlul kitab di sini adalah
sembelihan mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Said bin
Jubair, Ikrimah, Atho, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakhoi, As Sudi, dan
Maqotil bin Hayyan.[2]

Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal selama diketahui kalau
mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah
ketika menyembelih, semisal mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, Udzair atau
berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah
Taala,

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah. (QS. Al Ma-idah: 3)

Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah
padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka hasil sembelihannya tidak boleh dimakan
menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam
keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Taala berfirman,

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al
Anam: 121)

Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi bin Khodij, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,

Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan.[3]

Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan harus ada
tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafii dan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah adalah sunnah (dianjurkan).
Mereka beralasan dengan hadits Aisyah radhiyallahu anha,


- -
. .

Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Ada sekelompok orang yang
mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah
ataukah tidak. Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, Kalian hendaklah menyebut
nama Allah dan makanlah daging tersebut. Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja
masuk Islam.[4]

Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah) itulah yang
lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy Syafii adalah
untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk
sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu.

Keempat: Tidak disembelih atas nama selain Allah. Maksudnya di sini adalah mengagungkan
selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil sembelihan seperti ini
diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman Allah Taala,

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah. (QS. Al Ma-idah: 3)

Kelima:Mumayis adalah orang yang dapat membedakan antara yang benar dan salah.

2.5.3. Sunah dalam Penyembelihan Hewan


* Membaca basmalah

* Membaca shalawat nabi

* Menajamkan alat

* Menghadapkan kiblat
* Memotong pada pangkal leher

* Merobohkan ke kiri

* Mempercepat proses pemotongan

2.5.4. Cara Penyembelihan Hewan


Terdapat 2 cara penyembelihan hewan :

- Cara mesin atau mekanik :

Hewan dimasukkan ke ruang pembiusan hingga pingsan.

Dipotong dengan membaca basmalah

- Cara tradisional :

Pisau dipertajam

Buat lubang darah

Tali atau tampar

Hadap barat atau kiblat

Dirobohkan ke kiri

Leher ditekan tepat lubang darah

Pemotongan

2.5.5. Adab dalam Penyembelihan Hewan


Pertama: Berbuat ihsan (berbuat baik terhadap hewan)

Dari Syadad bin Aus, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian
hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih,
maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan
senangkanlah hewan yang akan disembelih.[6]

Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan pisau di
hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu anhuma, ia berkata,

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di


atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu
memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya
dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau
membaringkannya.

Kedua: Membaringkan hewan di sisi sebelah kiri, memegang pisau dengan tangan kanan dan
menahan kepala hewan ketika menyembelih

Membaringkan hewan termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah,

- -

. .
. .

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau
berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian beliau
dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat qurban. Beliau berkata kepada Aisyah,
Wahai Aisyah, bawakan kepadaku pisau. Beliau melanjutkan, Asahlah pisau itu dengan
batu. Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau
bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan, Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari
Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad. Kemudian beliau menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullahmengatakan, Hadits ini menunjukkan dianjurkannya
membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan
kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat adalah dalam keadaan berbaring.

Cara seperti ini adalah perlakuan terbaik bagi kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun
menuntunkan demikian. Juga hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan
kesepakatan ulama dan yang sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan
disembelih dibaringkan di sisi kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih
dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.

Ketiga: Meletakkan kaki di sisi leher hewan

Anas berkata,

- -
.

Nabi shallallaahu alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih. Aku
melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca
basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.[10]

Ibnu Hajar memberi keterangan, Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan qurban.
Para ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si
penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk menyembelih dan mudah mengambil
pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala
hewan tadi dengan tangan kiri.[11]

Keempat: Menghadapkan hewan ke arah kiblat

Dari Nafi,

Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak
menghadap kiblat.Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan hewan ke arah kiblat
bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah syarat, tentu Allah akan
menjelaskannya. Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).
Kelima dan Keenam: Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir

Ketika akan menyembelih disyariatkan membaca "Bismillaahi wallaahu akbar", sebagaimana


dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman
dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir
Allahu akbar para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah
sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan

Bab 3

Penutup

3.1. Kesimpulan

Jual beli dianggap sah secara syari bila memenuhi beberapa persyaratan berikut:

Keridhaan kedua belah pihak (penjual dan pembeli).


2. Yang melakukan akad jual beli adalah orang yang memang diperkenankan menangani
urusan ini.
3. Barang yang diperjualbelikan harus halal dan ada unsur kemanfaatan yang mubah.
4. Barang yang diperjualbelikan dapat diserahterimakan.
5. Akad jual beli dilakukan oleh pemilik barang atau yang menggantikan kedudukannya
(yang diberi kuasa).
6. Barang yang diperjualbelikan malum (diketahui) dzatnya, baik dengan cara dilihat
atau dengan sifat dan kriteria (spesifikasi)-nya.

Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng lain. Dalam
hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang
oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
Adanya ijab qabul.
Adanya mahar.
Adanya wali
Adanya saksi-saksi.

3. Walimah
Walimatul urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang
miskin.
Politik Pemerintahan Islam adalah cara mengurus urusan rakyat negara islam dengan
menerapkan seluruh hukum islam di dalam negeri, baik kepada muslim maupun
nonmuslin, dan di luar negeri kepada bangsa dan umat lain. Sistem pemerintaha islam
adalah sistem Khilafah, bukan kerajaa, republik, presidentil, parlementer, demokrasi,
teokrasi, autokrasi, ataupun militeristik. Bentuk negara Khilafah adalah negara
kesatuan, bukan federasi, commonwealth, ataupun imperium.
Sunah dalam Penyembelihan Hewan
* Membaca basmalah

* Membaca shalawat nabi

* Menajamkan alat

* Menghadapkan kiblat

* Memotong pada pangkal leher

* Merobohkan ke kiri

* Mempercepat proses pemotongan


Daftar Pustaka

http://dinimon.com/syariah-islam.html
http://hukumjualbelidalamislam.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-dan-dasar-hukum-
jual-beli
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/amanita-novi-yushita-se-msi/bank-
syariah.pdf
http://www.slideshare.net/asseifff/politik-syariah-islam?from_action=save
http://www.mediangaji.com/2014/10/pernikahan-menurut-syariat-islam-kita-nikah-
yuk.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam

Anda mungkin juga menyukai