Anda di halaman 1dari 43

ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN

DALAM ILMU HUKUM

ANGGOTA KELOMPOK:
MUH. IHZA IMANUDDIN B. MANAF
(B021171522)
FATHURRAHMAN ANANDA (B021171330)
MUHAMMAD NAJIB. BASRI (B021171326)
A. HUKUM ALAM

1. Esensi Hukum Alam


Terdapat banyak pandangan tentang hal ini, antara lain: (Curzon: 48-49)
a. The unerring law is right reason, not an ordinance made by this or that
mortal, a corruptible and perishable law, but one imperishable and impressed by
immortal Nature on the immortal mind (Philo of Alexandria: first century).
b. Natural law which is observed equally in all nations, being established
by divine providence, remains for ever settled and immutable, but that law
which each state has established for it self is often changed (Justinian: sixth
century).
c. The statue of Nature has a law of Nature to govern it…. In transgressing
the law of Nature of fender declares himself to live by another rule than that of
reason and common equity (Hobbes: seventeenth century).
d. Natural law, resting on postulate of the rectitude of nature, is necessarily
absolute. As an itself, it is to be indicated for its own sake. (Lorimer: nineteenth
century)
2. Hukum Alam dan Pemikiran Yunani
Perbedaan pokok antara pemikiran Yunani dan pemikiran Romawi tentang
hukum prmikiran yunani lebih bersifat teoritis dan filosofis, sedangkan pemikiran
romawi lebih menitikberatkan pada hal-hal yang praktis dan dikaitkan pada hukum
positif. Sebagai contoh, kita lihat pemikiran tiga tokoh Yunani tentang hukum alam itu.
a.) Plato
Plato menyatakan pikiran-pikirannya dalam dua karyanya yang terkenal, di
mana antara karya awal dan berikutnya mengalami perubahan pemikiran. Dalam
karya awalnya yang berjudul the Republic, Plato menganut pandangan bahwa negara
seyogianya dipimpin oleh para cendekiawan yang bebas dan tidak terikat pada hukum
positif, tetapi pada keadilan. Kemudian, pada karya berikutnya yang berjudul The
Laws, Plato meninggalkan idenya agar negara diperintah oleh orang-orang bebas dan
cendekia, karena Plato menyadari sulitnya mendapatkan orang dengan kualitas itu.
Plato kemudian berpandangan bahwa negara harus melaksanakan keadilan
berdasarkan keadilan berdasakan kaidah-kaidah tertulis.
Plato kemudian berpandapat bahwa hukum alam harus tunduk pada hukum
positif otoritas (negara). Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan antara masyarakat
individu.
b.) Aristoteles
Pokok-poko pikiran Aristoteles antara lain (Curzon, 1979: 5 1):
- Man’s ultimate aim should be the attainment of a “state of good ness”
and the political state is created by nature as a means to this end
- A community’s laws should assist in the attainment of the good life.
The laws giver assist the citizen to become “good” by habituating him, through of
the good. Him, through law, to knowledge of the good. Law derives its validity
from habit upon which obedience is founded.
- Law is just if allows persons to develop their capacities within society.
Laws of that kind will result only from the exercise of mans reason. Law can be
determined only in relation to “the just”.
- There is a perfect, immutable law reflecting human nature it is
universal in mankind
c.) Kaum Stoa
Aliran Stoa ditemukan pada abad keempat sebelum masehi. Pemikiran-
pemikirannya terwakili oleh tulisan Zeno (320-250 Be) yang inti ajarannya ialah
sebagai berikut:
- Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional
- Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan
kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan suatu “natural life” yang
didasarkan pada “reasonable living”.
- Hukum alam dapat diidentikkan dengan moralitas manusiawi.
- Basis hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.
- Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan yang
benar dari yang salah dan hukum didasarkan pada konsep-konsep manusia tetang
hak dan kewajiban.
3. Hukum Alam dan Pemikiran Romawi
Salah satu tokoh Romawi yang banyak mengemukakan pemikirannya
tentang hukum alam adalah Cicero, seorang yuris Romawi dan juga seorang
negarawan. Cicero (106-43 B.C) dipengaruhi oleh filsafat Yunani, khusunya teori-teori
Socretes dan Kaum Stoa.
Cicero mengajarkan konsepnya tentang “a true law”(hukum yang benar)
yang disesuaikannya dengan “right reason”(penalaran yang benar) dan sesuai dengan
alam, serta yang menyebar di antara kemanusiaan dan sifatnya “immutable” dan
“eternal”. Hukum apa pun harus bersumber dari “true law” itu.
Cicero juga berpendapat bahwa kita lahir untuk keadilan. Hukum tidaklah
didasarkan pada opini, tetapi pada “man’s very nature”.
Selain Cicero, yang juga penting diketengahkan adalah pendapat Gaius yang
membedakan antara ius civile dan ius gentium. Menurut Gaius:
- Ius civile adalah hukum yang bersifat khusus pada suatu negara tertentu
- Ius gentium adalah hukum yang berlaku universal yang bersumber pada
akal alamiah
4. Fungsi Hukum Alam
Friedman (1953: 17) mengemukakan bahwa meskipun kini kita tidak
mungkin lagi menerima berlakunya hukum alam sebagai aturan, tetapi selama
sejarahnya, hukum alam telah memberikan sumbangan bagi kehidupan hukum
kita dewasa ini. Sumbangan itu ialah sebagai berikut.
a.) Ia telah berfungsi sebagai instrumen utama di dalam
pentransformasian hukum perdata Romawi Kuno menjadi suatu sistem yang
lebih luas dan bersifat kosmopolitan.
b.) Ia telah menjadi semjata yang digunakan oleh kedua belah pihak
dalam pertarungan antara pihak gereja dan pihak kekaisaran Jerman.
c.) Atas nama hukum alamiah kevalidan hukum internasional dapat
ditegakkan.
d.) Hukum alam telah menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan
perjuangan bagi kebebasan individu berhadapan dengan keabsolutan.
5. Hukum Alam sebagai Substansi dan Metode
Hukum alam dapat dibedakan seperti berikut.
a.) Hukum alam sebagai substansi merupakan hukum alam yang
memuat kaidah-kaidah. Menciptakan sejumlah besar aturan-aturan yang
dilahirkan dari beberapa asas yang absolut sifatnya, yang lazim dikenal sebagai
“hak asasi manusia. Hukum alam sebagai substansi merupakan ciri hukum alam
pada abad ke-17 dan ke-18
b.) Hukum alam sebagai metode, yaitu usaha untuk menciptakan aturan-
aturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berbeda. Ia tidak
mengandung kaidah, tetapi hanya mengajarkan bagaimana membuat aturan yang
baik. Hukum alam sebagai metode merupakan ciri hukum alam pada sebelum
abad ke -17.
6. Kebangkitan Kembali Hukum Alam
Sesudah hukum alam pada abad ke-18 ditinggalkan, di mana orang-
orang kemudian menganut positivisme, maka hanya beberapa saat kemudian,
positivisme pun kembali ditinggalkan orang-orang setelah terasa kelemahannya.
Pada abad ke-19, hukum alam dibangkitkan kembali. Inilah yang dalam litelatur
dinamai: The Revival of Natural Law.
Salah satu penganut hukum alam abad ke-19 adalah Rudolf Stamler,
seorang filsuf hukum Jerman. Stamler adalah penganut ajaran Immanuel Kant, ia
yakin bahwa hanya unsur-unsur formal saja dari pengetahuan kita yang memiliki
validitas universal. Stamler membedakan antara the concept of law dengan the
idea of law. Menurut Stamler, the concept of law tidak lebih dari suatu defini
formal belaka, sedangkan the idea of law merupakan realisasi keadialn.
7. Hukum Alam Itu Apa ?
Agar kita dapat memperoleh suatu gambaran umum tentang apa yang
kita maksudkan sebagai hukum alam, ada baiknya, kita membaca apa yang
dikemukakan oleh Dias (Satjipto Kahardjo, 1986: 231) tentang hukum alam,
yaitu:
a.) Merupakan ideal-ideal yang menuntut perkembangan hukum dan
pelaksanaannya.
b.) Suatu dasar dalam hukum yang bersifat moral, yang menjaga jangan
sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dan yang
seharusnya.
c.) Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.
d.) Isi dari hukum yang sempurna yang dapat didedukasiakan malalui
akal.
e.) Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
8. Tokoh-tokoh Hukum Alam dari Masa ke Masa
Berikut tokoh hukum alam dari masa ke masa:
a.) Tokoh-tokoh hukum alam Yunani, antara lain Socrates, Plato, dan
Aristoteles.
b.) Tokoh-tokoh hukum alam Romawi, antara lain Cicero dan Gaius.
c.) Tokoh-tokoh hukum alam di abad pertengahan, antara lain
Augustine, Isidore, Thomas Aquinas, dan William of Ocean
d.) Tokoh-tokoh hukum idealisms transdental antara lain: Kant dan
Hegel
e.) Tokoh-tokoh kebangkitan kembali hukum alam, antara lain: Kohler,
Stammler, Leon Duguit, Geny, Dabin, Le Fur, Rominen, Maritain, Renard, Gustav
Radbruch, bel Vecchio, Fuller, dan Recasens Sinches.
9. Hukum dan Moral Menurut Penganut Hukum Alam
Salah satu pemikiran hukum alam yang khas adalah tidak dipisahkannya
secara tegas antara hukum dan moral. Berbeda halnya dengan Kaum Positivisme
yang secara tegas membedakan antara moral dan hukum.
Pada umumnya, penganut hukum alam memandang hukum dan moral
sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari
kehidupan manusia serta hubungannya sesama manusia. Kant misalnya,
menekankan bahwa moralitas mengatur kehidupan manusia dan menjadi
penuntun bagi motivasinya. Hukum mengatur kondisi-kondisi manusia dalam
kaitannya dengan standar yang dibutuhkan mereka.
Pengaruh pemikiran hukum alam kadang-kadang masih membekas
hingga kini pada pandangan pakar-pakar masa kini. Contohnya, pandangan The
House of Lords dalam kasus Shaw versu D.P.P (1962) yang intinya berpendapat
bahwa salah satu fungsi pengadilan adalah The courts as guardians of morality.
B. POSITIVISME

1. Positivisme Sociologic
Comte sebagai bapak Sosiologi modern melihat bahwa di antara semua
ilmu masih dibutuhkan adanya ilmu baru mengenai manusia dan masyarakat
manusia. Itulah yang dikenal sebagai sosiologi atau sering disebutnya filsafat
posotif.
Inti ajaran Comte adalah terdapat kepastian adanya hukum-hukum
perkembangan yang menguasai roh manusia dan segala gejala hidup bersama,
itulah secara mutlak
Menurut Comte, manusia merupakan makhluk sosial yang berkembang
mengikuti hukum-hukum sosial dalam sejarah. Comte melihat bahwa positivisme
sebgai tahap perkembangan yang terakhir. Namun, pada akhir hidupnya, Comte
berubah pendapat bahwa sosiologi dunia membutuhkan perlengkapan, yaitu
agama universal. Bagi Comte agama yang akan mengantarkan umat manusia
ke dalam suatu solidaritas internasional antas bangsa.
2. Esensi Positivistis Yuridis
Esensi positivisme hukum menurut Hart (1986: 253) adalah :
a.) That laws are commands of human beings
b.) That there is no necessary connection between law and morals or
law as it is and law as it ought to be.
c.) That the analysis or study of meanings of legal concepts is an
important study to be distinguished from ( though in no way) historical inquires,
sociological inquires and the critical appraisal of law in terms or morals, social
aims, function.
d.) That a legal system is a closed logical system in which correct
decisions can be deduced from predetermined legal rules by logical means alone.
e.) That Moral judgments cannot be established, as statement of fact
can by rational argument, evidence or proof (non cognitivism in ethics).
3. Ajaran John Austin
Penganut aliran positivis yang terpenting adalah John Austin (1790-
1859). Inti ajaran John Austin dapat penulis ikhtisarkan dalam beberapa butir
berikut.
a.) Hukum adalah perintah pihak yang berdaulat atau dalam bahasa
aslinya law was the command of sovereign. Bagi Austin No Law, No Saver, and
no sovereign, no law
b.) Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau dengan
ketentuan-kententuan lain yang secara tegas dapat disebut demikian, yaitu yang
diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya.
c.) Konsep tentang kedaulatan negara (doctrine of soveireignty)
mewarnai hampir keseluruhan dari ajaran Austin.
C. ALIRAN UTILISTIS
1. Esensi Aliran Hukum yang Utilistis
Penganut Utilistis ini adalah Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan
Rudolf von Jhering. Namun demikian, terdapat perbedaan pandangan diantara
keduanya. Jeremy Bentham dikenal sebagai Bapak Utilitarianisme Individual,
sedangkan Rudolf von Jhering adalah Bapak Utilitarisme Sosiologis.

2. Ajaran Jeremy Bentham


a. Tujuan Hukum dan wujud keadilan Menurut Jeremy Bentham adalah
untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number.
b. Tujuan perundang undangan menurut Bentham adalah untuk
menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.
c. Menurut Bentham, ada dua tipe studi ilmu hukum, yaitu :
1. Expository Jurisprudence
Ilmu hukum ekspositor ini tidak lebih dari studi hukum sebagaimana
adanya. Objek Studi ini adalah menmukan dasar dasar dari asas asas hukum
melalui penganalisisan sistem hukum sebagaimana ia ada.
2. Censorial Jurisprudence
Ilmu hukum Sensorial ini merupakan studi kritis tentang hukum untuk
meningkatkan efektivitas hukum pengoperasiannya.
3. Ajaran Rudolf von Jhering
Dari beberapa penulis, terdapat perbedaan pandangan di mana Jhering
ini digolongkan. Ada peniulis yang menggolongkan Jhering dalam kelompok
penganut positivistis utilitaris dan ada pula yangmengelompokkannya dalam
oenganut sosiologis diantaranya Curzon.
Dari keseluruhan Ajaran Jhering tentang hukum, dapat kita ikhtisarkan
dalam beberapa butir berikut ini.
a. Jhering menolak pandangan von Savigny yang berpendapat bahwa
hukum timbul dari jiwa bangsa secara spontan. Menurut Jhering, contoh hukum
Romawi dapat dikarakterisasi sebagai suatu system des disciplinierten egoismus.
di Sini hukum digabungkan dengan egoisme bangsa. Penggabungan itu dianggap
wajar oleh Jhering karena hanya apa yang dianggap berguna bagi bangsa yang
dapat diterima sebagai Hukum.
b. Karena hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara, maka tentu
saja hukum tidak lahir spontan, melainkan dikembangkan secara sistematis dan
rasional, sesuai dengan perkembangan kebutuhan negara. Jhering mengakui ada
pengaruh jiwa bangsa, tetapi tidak spontan. Yang penting bukan Jiwa Bangsa, tetapi
pengolahan secara rasionalis dan sistematis, agar menjadi hukum positif.
c. Pengolahan hukum dinamai Jhering dengan istilah : Teknik Hukum.
Teknik hukum ini tidak memperhatikan materi atau isi kaidah kaidah hukumnya,
melainkan hanyamemperhatikan segi formalnya saja. Teknik Hukum adalah metode
yang digunakan pakar pakar hukum untuk menguasai hukum positif secara rasional,
dengan tujuan agar hukum dapat diterapkan secara tepat pada perkara perkara
konkret.
d. Rasionalisasi Hukum dalam teknik hukumnya Jhering itu berlangsung
dua tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Penyederhanaan bahan hukum dari sudut kuantitas.
2. Penyederhanaan bahan hukum dari sudut kualitas.
e. Teknik hukum ini, khususnya yang kedua, menjadikan bahan hukum
bersifat rasional semata, bersifat logis, dan abstrak. Karena itu, ajaran Jhering ini
dinamai : bergriffijurisprudenz (Keahlian Hukum berdasarkan Logika)
f. Namun, kemudian Jhering meninggalkan begriffijurisprudenz dan
berganti pandangan bahwa yang menentukan dalam hukum bukanlah ide ide
rasional melainkan kepentingan masyarakat. Dengan ini, teorinya beralih ke
interessenjurisprudenz (Keahlian Hukum berdasarkan kepentingan Sosial).
g. Menurut Jhering:
“Law is the sum of the conditions of social life in the widest sense of the
term, as secured by the power og te state trough the sense of external
compulsion.”
h. Paksaan dan Kekuasaan merupakan unsur esensial hukum. Dalam
hubungan ini, Jhering mengemukakan bahwa : Aturan Hukum memerlukan
Kekuasaan, Tanpa kekuasaan hukum itu bagaikan api yang tidak panas.
i. The function of the law to secure and to maintain the foundations of
social life. Jhering memandang esensi hukum merupakan kehendak nyata untuk
melindungi kepentingan kehidupan bersama dan kepentingan individu, melalui
koordinasi di antara kedua jenis kepentingan ini. Dengan adanya koordinasi
kemungkinan konflik bisa diperkecil. Di bawah hukum, kepentingan masyarakat
harus lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi.
j. Jhering memandang bahwa aktifitas kemasyarakatan dari warga
masyarakat seharusnya dikobarkan.Gerak sosial ini mendapatkan tiga jenis
pengaruh yaitu :
1. Pengaruh egoistis
2. Pengaruh altruistik
3. Kombinasi penggunaan kedua pengaruh diatas
4. Ajaran John Stuart Mill
Tindakan itu hendaknya ditujukan terhadap pencapaian kebahagiaan dan keliru jika ia
menghasilankan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan.
D. Ajaran Hukum Murni
Sebagian penulis menggolongkan Hans Kelsen dalam positivisme, tetapi penulis
sendiri lebih condong untuk menempatkan pemikiran Hans Kelsen ke dalam satu aliran
tersendiri, yaitu aliran Hukum Murni. Namun demikian, penulis tetap tidak menyalahkan jika
Hans Kelsen digolongkan ke dalam positivisme, terutama kalau kita mengetahui
pandanangannya bahwa isi kaidah kaidah hukum adalah Wine des Swates
Inti ajaran Hans Kelsen terdiri dari 3 konsep yaitu :
1. Ajaran Hukum Murni
2. Ajaran tentang Grundnorm
3. Ajaran tentang Stuffenbautheory
1. Ajaran Hukum Murni
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Hans Kelsen ingin membersihkan ilmu hukum
dari anasir anasir nonhukum, seperti sejarah, moral, sosiologis, politis, dan sebagainya. Kelsen
hanya ingin menerima Hukum Apa adanya, yaitu berupa peraturan peraturan yang dibuat dan
diakui oleh negara
2. Ajaran tentang Grundnorm
Grundnorm merupakan induk yang melahirkan peraturan peraturan
hukum dalam suatu tatanan sistem hukum tertentu. Jadi, antara grundnorm yang
ada pada tata hukum A tidak mesti sama dengan Grundnorm pada tata hukum B.
Grundnorm ibarat bahan bakar yang menggerakkan seluruh sistem hukum.
Grundnorm memiliki fungsi sebagai dasar mengapa Hukum itu ditaati dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan hukum.
3. Ajaran tentang Stuffebautheory
Peraturan hukum keselirihammyaa dturunkan dari norma dasar yang
berada di puncak piramid, kemudian semakin ke bawah semakin beragam dan
menyebar. Norma dasa teratas adalah abstrak dan makin ke bawah semakin
konkret. Dalam proses itu, apa yang semula sesuatu yang “seharusnya” berubah
menjadi sesuatu yang “dapat” dilakukan.
E. Aliran Historis
Karangan yang berjudul : Von Berufuhserer Zeit fur Gesctzgebung und
Reehtswissenschaft oleh Friedrich Carl von Savigny menandai kelahiran aliran
Historis di bidang ilmu hukum. Inti ajaran historisme adalah hukum itu
merupakan percerminan dari jiwa rakyat. Oleh murid Savigny yaitu G. Puchta,
dinamainya volkgeist, artinya hyjym itu tumbuh bersama dengan pertumbuhan
kekuatan rakyat, kemudian pada jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya.
Ucapan Savigny yang terkena;l adalah : des Rekht wird nieht gemacht, es ist und
wird met dem Volke. Jadi, penganut Historisme menolak pandangan bahwa
hukum itu dibuat. Bagi mereka, hukum tidak dibuat, melainkan ditemukan dalam
masyarakat. Mereka Jelas mengagungkan masa Lampau.
F. ALIRAN ANTROPOLOGIS

Antropologi sendiri merupakan kajian atau ilmu yang terpisah dari


hukum., salah satu objek kajian utama dari antropologi adalah kultur.
Pengertian kultur secara antropologi adalah “Created by man for himself and
transmitted to his successors by means other than biological. It includes views on the
organisation by society of its social and legal institutions, for example”.
Dari kacamata antropologi, hukum mempunyai tempat yang luas di
dalam kultur masyarakat. Hukum meliputi suatu pandangan masyarakat tentang
kebutuhan untul “survival”, yang mengatur produksi dan distribusi kekayaan dan
metodenya untuk melindungi masyarakat terhadap kekacauan internal dan musuh
dari luar.
Pendapat para antropolog tentang hukum :

 Any rule of conduct likely to be enforced by the courts Schapera.


 The whole reservoir of ruler on which judges draw for their decisions (Gluckman).
 That body of binding obligation which has been reinstutionalised within the legal
institutions (Bohannan).
 Rules or modes of conduct made obligations by same sanction which is imposed and
enforced for their violation by controlling authority (pospisil).

Menurut Prof.T.O. Ihromi (1984: 29), objek kajian antropologis tentang hukum,
adalah :

1. Hukum bukan barat


2. Hukum dalam masyarakat yang belum kompleks
3. Hukum tidak tidak tertulis
4. Hukum rakyat/lokal.
Ada beberapa ajaran antropologi terhadap hukum yang patut
dikemkakan esensinya, yaitu :

Malinowski membahas hukum dalam masyarakat liar, hukum melanesia merupakan


salah satu lapangan studinya. Malinowski menulis tentang “pranata-pranata” sebagai
kelompok yang disatukan di dalam kwajiban kewajiban umum, yang menggunakan
suatu bentuk yang pantas dari aparat dan membutuhkan suatu mekanisme dari
pelaksanaan hukum yang didasarkan pada unsur-unsur yang bersifat timbal balik
dan pengaruh yang sistematis dari kewajiban-kewajiban hukum.
Esensi pandangan Hoebel tentang hukum antara lain sebagai berikut.
a) Ia menggunakan metode kasus dari studinya sebagai alat yang memungkinkan
baginya untuk melakukan pedekatan terhadap bahan hukum dari suatu
kebudayaan ( the law stuff of a culture).
b) Menolak adanya konsep lawles tribal society (masyarakat yang tidak mengenai
hukum).
c) Ada 3 unsur esensial sebagai kriteria untuk mengidentifikasi yang mana yang
termasuk fenomena hukum :
- Keteraturan hidup (regurality).
- Otoritas pejabat (official authority).
– Sanksi.
d) Fungsi hukum yang dikaitkan Hoebel dengan pola pola budaya ada 4 lapis.
Gluckman mengkhususkan pada studi tentang proses peradilan di Barotse,
yaitu suku bangsa Lozi yang proses peradilannya didasarkan pada kebiasaan,
moralitas, kebijakan umum, dan suatu jenis perundang-undangan. Fungsi pokok dari
proses peradilan bagi Bangsa Lozi adalah untuk melaksanakan hukum pada keadaan
untuk mempertahankan kemapanan dan memunculkan sejumlah nilai-nilai.

Paul Bohannan berpandangan bahwa seluruh kaedah hukum berasal dari kaidah
hukum lain yang sudah ada sebelumnya, tidak ada kaidah hukum yang langsung
lahir sebagai kaidah hukum. Bagi Bohannan, hukum sebaiknya dipikirkan sebagai
seperangkat kewajiban-kewajiban yang mengikat yang dipandang sebagai hak oleh
suatu pihak dan diterima sebagai kewajiban oleh pihak lain, dan yang telah
dilegitimasi kembali (double legitimacy) dalam pranata-pranata hukum agar masyarakat
dapat terus berfungsi dengan cara teratur berdasarkan aturan-aturan yang
dipertahankan melalui cara tersebut. Menurut Bohannan, hukum adalah kebiasaan
yang menjalani pelembagaan kembali (reinstutionalization) untuk memenuhi tujuan
yang lebih terarah dalam kerangka yanga pa disebut hukum
Bagi Pospisil, (Ihromi, 1984: 66-67), pemikiran hukum dari aspek antropologis harus
memperhatikan lima butir :
1. Kajian ini tidak membatasi pandangannya pada kebudayaan-kebudayaan tertentu.
2. Masyarakat dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang utuh yang bagian-bagiannya saling
berkaitan. Hukum harus dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan, dan
tidak dianggap sebagai pranata yang otonom.
3. Ketentuan-ketentuan sosial maupun hal-hal yang superorganis, serta peranan individu,
semuanya sama-sama diperhatikan.
4. Masyarakat tidak dipandang berada dalam keseimbangan yang mengalami gangguan
jika terjaid penyimpangan, melainkan dipandang sebagai dinamis, sehingga pernanan
sosial dari hukum tidak terbatas pada mempertahankan keadaan status quo. Meminjam
kata-kata (Stone, 1950: 444), antropologi hukum bukanlah penganut
“ketidakmampuan legislatif”.
5. Kajian antropologis itu termasuk ilmu mengenai hukum, jadi bersifat empiris.
Konsekuensinya adalah teori yang dikemukakannya hars didukung oleh semua fakata
yang relevan atau paling sedikit oleh “wakil” yang representatif dari fakta yang relevan.
G. ALIRAN SOSIOLOGIS

Aliran sosiologis memandang hukum sebagai “kenyataan sosial”, bukan sebagai


kaidah. Oleh karena itu, persamaan antara positivisme dan sosiologisme adalah keduanya
memusatkan perhatiannya pada hukum tertulis atau perundang-undangan. Perbedaannya
ialah sebagai berikut

positivisme sosiologisme

1. Hukum sebagai kaidah dalam perundang- 1. Hukum sebagai kenyataan sosial


undangan 2. Hukum bukan sesuatu yang
2. Hukum sebagai suatu yang otonom
otonom/mandiri 3. Das sein
3. Das sollen 4. Berpandang empiris
4. Berpandang yuridis-dogmatik 5. Metodenya deskriptif
5. Metodenya presriktif
1. Sociology of law dan Sociological
jurisprudance
Para penganut aliran sosiologis di bidang ilmu hukum dapat kita bedakan
antara menggunakan Sociology of law sebagai kajiannya dan yang menggunakan
sociological jurisprudence sebagai kajiannya.
Sociology of law lahir di Italia dan pertama kali diperkenalkan oleh
Anziloti, karena berkonotasi Eropa daratan. Adapun, Sociological jurisprudence
lahir di Amerika Serikat, karenanya berkonotasi Anglo Saxon.
Sociology of law adalah sosiologi tentang hukum, karena itu ia
merupakan cabang sosiologi. Adapun, Sociological jurisprudence adalah ilmu
hukum sosiologis, karena merupakan cabang ilmu hukum.
2. Esensi ajaran Max Weber

Max Weber adalah seorang sosiolog dan pakar ekonomi jerman. Menurut
Weber, analisis hukum dan pranata-pranata hukum di dalamnya mencakup pula
konteks historistik, politik, dan realitas sosial.
Weber memandang hukum dalam konteks dan hubungannya dengan
sanksi. Hukum baru dapat disebut hukum jika ada jaminan eksternal bahwa
aturan itu dapat dipaksakan melalui paksaan fisik ataupun psikologis.
Max Weber juga membahas perkembangan masyarakat dan hukum
dengan membaginya menjadi tiga tahap dari form of domination-nya:
1. Tahap tradisional.
2. Tahap karismatik.
3. Tahap rational legal.
3. Esensi ajaran Emile Durkheim

peranan penting Emile Durkheim adalah termasuk orang yang pertama


memandang peranan hukum dalam membentuk masyarakatnya, yang kini lazim
disebut hukum dan pembangunan. Jadi, sebenarnya nenek moyang dari studi
hukum dan pembangunan adalah Emile Durkheim.
Emile Durkheim menyatakan bahwa apa saja yang dapat dilakukan oleh
setiap individu dalam masyarakat tergantung social order. Jadi, kebebasan itu
tidak ada dalam individu, tetapi berada dalam kerangka masyarakat.
Jika dilihat dari teori Emile Durkheim ini, maka bentuk masyarakat
Indonesialah yang justru benar dan bentuk masyarakat individual ala barat yang
salah.
4. Esensi ajaran Eugen Ehrlich

Eugen Ehrlich terkenal dengan kalimatnya: “The centre of gravity of legal


development lies not in legislation, not in juristic science, not in judical decision, but in
society it self.”
Ehrlich terkenal juga dengan konsep living law-nya. Menurut ehrlich, ada
2 sumber hukum, yaitu:
1. “legal history and jurisprudence”, yaitu penggunaan preseden dan komentar
tertulis
2. living law yang tumbuh dari kebiasaan mutakhir dalam masyarakat.
Ehrlich juga membedakan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat
ke dalam 2 jenis, yaitu:
a. norm of decision, yaitu kaidah hukum
b. norm of conduct, yaitu kaidah-kaidah sosial, selain kaidah hukum, yang muncul
akibat pergaulan hidup sesama warga masyarakat.
5. Esensi ajaran Talcott Parsons

Parsons melihat masyarakat sebagai satu totalitas yang mempunyai dua


jenis lingkungan, yaitu: ultimate reality dan fisik urganik. Masyarakat
mengoroganisasi sedemikian rupa, untuk dapat menghadapi dua lingkungan ini,
ke dalam beberapa subsistem, yaitu subsistem ekonomi,politik,sosial, dan
budaya.
tiap tiap subsistem memiliki fungsi khusus, yaitu
a. Subsistem ekonomi berfungsi untuk adaptasi
b. subsistem politik berfungsi untuk mecapai tujuan
c. Subsistem sosial berfungsi untuk intergrasi
d. Substansi budaya berfungsi untuk mempertahankan pola.
menurut Parsons, kebebasan tidak dapat diartikan sebagai kebebasan
behavioral organism, tetapi kebebasan itu harus diartikan sebagai kebebasan dalam
arti social system.
6. Esensi ajaran Schuyt

Salah satu topik yang menjadi objek bahasan Schuyt adalah konsep-
konsep dan asas-asas hukum, antara lain ajaran tentang kesalahan, eigendom,
pertanggungjawaban, dan The rule of law, yang semuanya jika dikaji dari sudut
pandang sosiologis akan timbul pertanyaan terhadap analisis konteks sosialnya.
Konsep the rule of law yang hakikatnya mengakui semua orang mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum.
tidak dapat disangkal bahwa konsep the rule of law kini merupakan
konsep yang positif, tetapi karena melihat sejarahnya, asas tersebut tidak dapat
kita selaku doktrin belaka, karena tidak realistis lagi. Mengapa? Sebab kalau saat
ini semua orang diperlakukan sama, maka timbul konsekuensi bahwa orang-
orang kaya tetap kaya dan orang-orang miskin tetap miskin.
7. Esensi ajaran Roscoe Pound

Roscoe Pound memiliki pandangan tentang hukum sebagai berikut


a. Tugas hukum adalah memajukan kepentingan umum.
b. Fungsi hukum ialah sebagai :
1. alat social engineering
2. alat social control
c. Hukum harus mengharmoniskan kepentingan umum dan kepentingan
individual.
d. Ide keadilan didukung oleh paksaan dari negara.
e. Sumber hukum.
1.kebiasaan 6. Undang-undang
2.religi
3.ide-ide moral dan ide-ide filosofis
4.putusan pengadilan
5. diskusi ilmiah
H. ALIRAN REALIS

karakteristik dari pendekatan yang digunakan oleh kaum realis yuridis


terhadap masalah-masalah hukum adalah:
1. suatu investigasi ke dalam unsur-unsur khas yang terdapat dalam kasus-kasus
hukum
2. suatu kesadaran tentang faktor-faktor irasional dan tidak logis di dalam proses
lahirnya putusan pengadilan
3. suatu penilaian terhadap aturan-aturan hukum melalui evaluasi terhadap
konsekuensi penerapan aturan hukum itu
4. memperlihatkan hukum dalam kaitannya dengan faktor politik, ekonomi,
dan lain-lain.
1. Realisme Amerika Serikat

A. Esensi ajaran Holmes


bagi Holmes, hukum adalah kelakuan aktual paa hakim(patterns of behavior),
di mana patterns of behavior hakim itu ditentukan oleh 3 faktor, masing-
masing:
1) kaidah-kaidah hukum yang dikonkretkan oleh hakim dengan metode
interpretasi dan konstruksi
2) moral hidup, pribadi hakim
3) kepentingan sosial
B Esensi ajaran Llewellyn
hukum harus diterima sebagai sesuatu yang terus menerus berubah. Tujuan
hukum harus senantiasa terkaitkan dengan tujuan masyarakat di mana
hukum itu berada. Ajaran Llewellyn menyakini bahwa yang disebut hukum
itu merupakan hasil putusan pengadilan. Kewibawaan seorang hakim
didasarkan pada normatif hukum.
C. Esensi ajaran Jerome Frank
1. ia menitikberatkan usaha untuk suatu “a constructtive sceptic”. Ia
memotivasi hasrat untuk melakukan reformasi terhadap hukum dalam
kepentingan-kepentingan keadilan.
2. Hukum tidak mungkin dipisahkan dari putusan pengadilan
3. hukum tidak dapat disamakan dengan aturan-aturan hukum yang tetap
4. putusan hakim tidak diturunkan secara otomatis dari aturan-aturan
hukum yang bersifat tetap.
D. Esensi ajaran Schubert
esensi dari suatu pendekatan ilmiah adalah dengan menggunakan teori-teori
ilmiah. Seorang ilmuwan akan memiliki kemampuan untuk meramalkan apa
yang nakal terjadi dengan menggunakan data yang dimiliki.
E. Ajaran Benjamin Cardozo
pokok-pokok pandangannya seperti berikut ini.
1) Hukum adalah kegiatan hakim di pengadilan yang terikat pada tujuan
hukum, yaitu kepentingan umum.
2) Hukum bebas memutus, tetapi dengan batasan tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum.
F. Esensi ajaran Arthur Henderson
“seorang sarjana hukum yang tidak belajar ilmu ekonomi dan sosiologi,
cenderung untuk menjadi musuh masyarakat”
G. Esensi ajaran Arthur L.Corbin
“A judge who is ready to decide what is justice and for the public weal
without any knowledge of history and precedent is an egoist and an
ignoramus”

Aliran realisme skadanavia bersama-sama dengan aliran realisme amerika


serikat merupakan suatu penolakan umum terhadap das sollen dalam studi
hukum, namun berbeda dengan realisme amerika serikat, skadanavia lebih
menitikberatkan perhatian pada aspek-aspek perilaku hakim daripada pertanyaan-
pertanyaan tentang hukum yang tumbuh dari perhatian pada sifat hak hak dan
kewajiban-kewajiban subjek hukum.

Anda mungkin juga menyukai