MAKALAH
“Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Acara Peradilan
Agama II”
Dosen Pengampu :
Dr. H. Acep Saefuddin, S.H., M.Ag.
Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun. Tak lupa sholawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi
besar Muhammad SAW. Kami ucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk, maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari
sistem peradilan nasional. Undang-undang ini menyatakan bahwa kewenangan
lembaga baru ini didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional
yang akan diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh
karena itu, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang telah ada
diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 agar tidak terjadi
dualisme dalam melaksanakan Peradilan Syariat Islam yang dapat
menimbulkan kerawanan sosial dan ketidakpastian hukum, maka lembaga
Peradilan Agama beserta perangkatnya (sarana dan prasarana) yang telah ada
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dialihkan menjadi lembaga Peradilan
Syariat Islam.
6
tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 telah membawa perubahan penting
terhadap penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman, sebagai respon terhadap
penyesuaian tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Mahkmah Agung.
7
Sementara itu dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 disebutkan bahwa ketentuan mengenai organisasi, administrasi dan
financial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-
masing lingkungan peradilan diatur dalam Undang-Undang sesuai dengan
kekhususan Lingkungan peradilan masing-masing” sebagai realisasi dari pasal
tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Peradilan
Umum sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986,
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2005 tentang peradilan Tata Usaha Negara
sebagai penyempurnaan dari dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
8
(dua) peradilan secara bersamaan yakni peradilan umum dan peradilan agama
sebagaimana dimaksud pada Pasal 128 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006
Tentang Pemerintahan Aceh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mana
pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Syariah
dengan dua lingkungan peradilan walaupun peradilannya berada di bawah
Mahkamah Agung.
9
Sejalan dengan hal tersebut apabila dianalisis secara yuridis, kedudukan
perkara jinayat maysir (judi) di Mahkamah Syar’iyah di Aceh adalah
merupakan bagian dari suatu sistem hukum yang dimaksudkan untuk
memperoleh kebenaran materil, sehingga dalam penegakan hukum (law
enforcement) yang berkenaan dengan identitas hukum bagi masyarakat pencari
keadilan melalui lembaga peradilan (Mahkamah Syar’iyah) tidak semata-mata
didasarkan pada tujuan kepastian hukum (rechtzakerheid), melainkan juga
ditujukan kepada kemanfaatan (utility).
10
masyarakat dalam ibadah dan syi’ar islam yang ditetapkan dalam qonun. Maka
dari itu, yang mencakup kewenangan peradilan Agama dapat dibagi menjadi 2
kewenangan yaitu:
A. Kewenangan Relatif
Kewenangan Relatif adalah kewenangan untuk menerima, memeriksa,
dan mengadili serta menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya
berdasarkan wilayah hukum pengadilan mana tergugat bertempat tinggal.
Mengenai kewenangan relative Mahkamah Syar’iyah ini diatur dalam pasal 4
ayat (1) Qonun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam di Aceh,
yang menyatakan bahwa:
“Mahkamah Syar’iyah yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota
yang daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.”
Selain dalam pasal diatas, diatur juga dalam pasal 50 Qonun Nomor 10
tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam di Aceh, yang menyatakan bahwa:
B. Kewenangan Absolut
Kewenangan Absolut adalah kewenagan badan peradilan dalam
memeriksa jenis perkara tertentu yang mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan
11
peradilan lain. Kewenangan absolut mahkamah syar’iyah tercantum dalam
pasal 128 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan
Aceh yang berbunyi:
“Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal as-syakhsiyyah (hukum
keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang
didasarkan atas syari’at islam.
12
h. Perburuhan;
i. Harta rampasan, wakaf, hibah, shodaqoh, dan hadiah;
13
qonun nomor 13 tahun 2003 tentang maisir (judi). Ketiga, qonun nomor 14
tahun 2003ntentang larangan berkhalwat (mesum). Namun, dengan
diterbitkannya qonun nomor 6 tahun 2014 tentang jinayah, maka ketiga qonun
tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
14
BAB III
KESIMPULAN
15
Hukum acara yang berlaku di Mahkamah Syar’iyah sepanjang mengenai
perkara dalam bidang ahwal al syakhsiyyah dan muamalah adalah hukum acara yang
berlaku sebagaimana pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Sedangkan
hukum hukum acara yang berlaku pada mahkamah syar’iyah mengenai perkara dalam
bidang jinayah, maka hukum acara yang berlaku hukum acara jinayah yang diatur
dalam qonun Aceh nomor 7 tahun 2013 tentang hukum acara jinayah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. D. (1997). Hukum Islam Dan Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Djalil, B. (2006). Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Efa Laela Fakhriah, dkk. “Kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh Dihubungkan
dengan Sistem Peradilan di Indonesia”. Jurnal Ilmu Hukum, vol 3 no. 2
halaman 114.
https://badilag.mahkamahagung.go.id/
17