Anda di halaman 1dari 3

1.

Judul : Maraknya “Serangan Fajar” Di Kalangan Masyarakat Indonesia


2. Dasar Hukum :
a. Pasal 73 ayat 3 UU Pemilu No.3/1999.
“barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang
ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara
tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu
dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat
sesuatu.”
b. Pasal 84, Ayat 1 Huruf J, UU Pemilu No.10 Tahun 2008.
“pelaksana peserta atau petugas kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya kepada peserta pemilu”
c. UU Pilkada No.32 Pasal 117 Tahun 2004.
“setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya
kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon
tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya
tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan /atau denda
paling sedikit Rp satu juta rupiah (1.000.000) “
3. Kasus : Money politik di kalangan masyarakat Indonesia
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap
seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun
supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah
bentuk pelanggaran kampanye[1]. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader
atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik
uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras,
minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat
agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Politik uang sebenarnya akan menyebabkan nilai-nilai demokrasi luntur. Oleh
karenanya, jangan sampai ada pihak yang seolah-olah mendukung politik uang ini.
Politik uang harus tidak ada. Kalau masih terjadi dan sulit dibendung, maka perlu adanya
pengaturan secara rinci melalui undang-undang. Seperti isu yang terjadi baru-baru ini,
pada acara kampanye Hanura beberapa waktu yang lalu (walau belum tentu dilakukan
oleh pihak Hanura atau tanpa sepengetahuan pimpinan Hanura) berupa pemberian uang
bensin atau sebagai ganti uang transport simpatisan yang hadir pada acara kampanye
tersebut. Kejadian seperti ini dapat memancing pihak lain untuk melakukan hal serupa.
Apabila tidak dibendung dengan sebuah kesepakatan bersama atau dengan perincian
undang-undang, maka akan "bergerak" menjadi "liar". Ini berbahaya. Maka pihak yang
berwenang perlu mencari inisiatif untuk menangani masalah ini. Misalnya dengan suatu
pengaturan tertentu. Hingga pemilu saat ini, pihak yang kontra terhadap politik uang
masih kesulitan untuk "menghalaunya".
Pengaturan terkait pemberian ini bisa dilakukan dengan cara:
1. Pembatasan nominal uang atau nilai nominal barang jika diuangkan.
Misalnya, maksimal Rp.20.000,- dan sekali.
2. Waktu pemberian. Kapan waktu yang boleh untuk memberi dan kapan tidak lagi boleh
memberi. Misalnya, pada masa tenang sudah tidak ada toleransi jika masih ada yang
melakukan pemberian.
3. Momen pemberian. Misalnya: Pemberian hanya bisa dilakukan pada acara-
acara tertentu dari partai, seperti acara kampanye atau rapat terbuka partai. Sehingga,
pemberian yang dilakukan diluar acara partai yang dilakukan oleh orang-orang partai
atau orang-orang suruhannya termasuk kategori yang tidak bisa dikecualikan.
4. Alasan dan Pertimbangan
a. Penyebab Politik Uang
Menjelang Pemilu yang akan diadakan 9 April 2014 nanti tentunya bahasan yang
paling banyak disampaikan ke publik yakni mengenai politik uang. Bukan hal yang baru
lagi jika politik uang selalu identik dengan pemilu raya seperti ini. Hal tersebut
sebenarnya sudah menjadi tradisi yang buruk untuk bangsa indonesia. Namun dibalik
adanya sistem politik uang tersebut sebenarnya terdapat pula faktor-faktor penyebabnya.
Memang bila tak ada sebab rasanya tak mungkin jika politik uang begitu fenomenal saat
masa kampanye seperti ini.
Berikut saya paparkan 3 faktor utama maraknya politik uang yang ada di Indonesia
1) Faktor Kedekatan Partai Politik.
Partai politik (parpol) adalah sebuah wadah untuk membangun suara dan
kepercayaan masyarakat atas satu visi misi yang diemban. Di Indonesia kita mengenal
berbagai partai politik dengan visi misi yang berbeda-beda, namun berdasarkan survei
yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, kedekatan partai politik dengan masyarakat
nampaknya sangat rendah. Sebanyak 14,5 persen mengaku memiliki kedekatan dengan
partai, 85,5 persen tidak memiliki kedekatan dengan parpol. Dan yang menjadi
permasalahannya yakni semakin tinggi kedekatan masyarakat terhadap partai politik,
maka semakin rendah pula mereka akan tergiur dengan politik uang. Sebaliknya jika
kedekatan masyarakat kurang, maka sudah tentu mereka pun akan lebih mudah terlibat
dalam permainan politik uang. Hal ini dinilai wajar oleh masyarakat itu sendiri, namun
bertolak belakang dengan nilai demokrasi yang sudah seharusnya jujur dan adil.
2) Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya
keterlibatan mereka terhadap politik uang. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka mereka akan lebih cerdas dalam memilih caleg atau pemimpin negara
terlepas dari keterlibatannya dengan partai politik. Dan pada kenyataannya, tingkat
pendiikan di indonesia relatif rendah sehingga cara berfikir mereka begitu sempit dan hal
inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melancarkan politik
uangnya. Ketika kondisi ini terus-terusan terjadi maka harapan kita untuk mendapatkan
pemilu yang demokratis, jujur dan bersih akan sulit untuk tercapai. Oleh karena itu perlu
peningkatan taraf pendidikan secara komprehensif.
3) Faktor Ekonomi.
Inilah faktor utama yang biasanya menjadi alasan utama masyarakat terjebak
dalam permainan politik uang. Tak bisa dielakkan lagi bahwa Indonesia merupakan
negara yang memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang cukup rendah. Sehingga
bisa dipastikan mereka akan mudah tergiur dengan godaan politik uang yang
memberikan banyak keuntungan sesaat.
Ketiga faktor diatas sudah seharusnya menjadi bahan renungan kita semua.
Bagaimanapun juga politik uang itu sebuah tindakan penyimpangan yang sudah
seharusnya tak boleh terjadi pada penyelenggaraan pemilu 2014 nanti. Mari kita perkuat
iman kita agar tak terjebak dalam dosa besar politik uang. Pilihlah caleg atau pemimpin
yang benar-benar mampu memperjuangkan nasib rakyatnya. Karena hanya dengan
politik yang bersih Indonesia bisa mencapai semua mimpinya.
b. Dampak Praktik Money Politics
Ciri khas demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom), persamaan derajat
(equality), dan kedaulatan rakyat (people’s sovereghty). Di lihat dari sudut ini, demokrasi
pada dasarnya adalah sebuah paham yang menginginkan adanya kebebasan, kedaulatan
bagi rakyatnya yang sesuai dengan norma hukum yang ada.
Dengan demikian adanya praktik Money Politics berarti berdampak terhadap
bangunan, khususnya di Indonesia berarti prinsi-prinsip demokrasi telah tercemari dalam
praktek politik uang. Suara hari nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni
dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan tuntutan bagi nurani inilah yang dapat
dikatakan kejahatan.
Sisi etika politik yang lainnya adalah pemberian uang kepada rakyat dengan
harapan agar terpilihnya partai politik tertentu berimbas pada pendidikan politik, yaitu
mobilisasi yang pada gilirannya menyumbat partisipasi politik. Rakyat dalam proses
seperti ini tetap menjadi objek eksploitasi politik pihak yang memiliki kekuasaan.
Money Politics bukan secara moral saja yang salah dalam dimensi agama juga tidak
dibenarkan, sebab memiliki dampak yang sangat berbahaya untuk kepentingan bangsa
ini. Jika yang dihasilkan adalah kekecewaan rakyat, maka sesungguhnya yang akan
mengadili adalah rakyat itu sendiri.
c. Melawan Praktik Money Politics
Partai politik dan para anggota legislatif di segala level sudah mempersiapkan
strategi untuk mendapatkan simpati rakyat agar menang dalam Pemilu yang nampaknya
akan lebih kompetitif, karena diikuti oleh tiga puluh delapan partai politik nasional dan
enam partai politik lokal.
Pemilu mendatang nampaknya akan diwarnai dengan praktik politik uang. Hal ini
terjadi karena sebagian besar rakyat telah terbiasa dengan praktik ini dalam proses-proses
politik yang terjadi yang dilakukan secara langsung, baik untuk memilih kepala desa,
bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, maupun gubernur/wakil gubernur. Padahal,
salah satu pertimbangan dilakukannya pemilihan langsung adalah agar praktik Money
Politics bisa diminimalisir. Bahkan dalam demokrasi langsung sebagaimana yang terjadi
selama ini, praktik Money Politics menjadi semakin tak dapat dikendalikan. Berbagai
peraturan perundang-undangan yang melarang praktik haram ini, seolah dibuat hanya
untuk melanggar.
Praktik Money Politics dalam setiap perhelatan politik tersebutlah yang kemudian
menyebabkan masyarakat tidak bisa membedakan antara penyelenggaraan mekanisme
politik dengan Money Politics. Singkatnya, terbangun pandangan umum bahwa politik
uang dalam setiap kompetisi politik adalah sebuah keharusan. Inilah yang kemudian
menyebabkan semacam pandangan bahwa seolah terdapat empat faktor yang sangat
berpengaruh dalam proses kompetisi politik, yaitu: uang, duit, money, dan fulus.
Selain itu, partai politik tidak siap menyediakan kader-kader handal, baik sebagai
calon maupun sebagai relawan yang mau bekerja secara militan untuk mensosialisasikan
calon-calon yang diajukan oleh partai. Dengan demikian, calon-calon yang maju
kemudian melakukan cara-cara instan dan praktis untuk menggerakkan rakyat yang
memiliki hak pemilih untuk memberikan hak pilihnya.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan kualitas pejabat publik menjadi terabaikan.
Sebab, seseorang dipilih menjadi pejabat politik bukan karena kualitas atau kapasitasnya
dan kompetensinya untuk menempati posisi politik tersebut, tetapi semata-mata karena
memberikan uang kepada para pemilih menjelang saat pemilihan. Inilah menyebabkan
jabatan-jabatan publik akhirnya ditempati oleh kaum medioker alias mereka yang
sesungguhnya tidak memiliki prestasi memadai untuk menjalankan struktur negara.
Akibatnya tentu saja struktur negara tidak akan bekerja dengan baik untuk mewujudkan
cita-cita negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (common goods).
4. Simpulan
Money politik merupakan tindakan yang melanggar peraturan yang berlaku.
Sehingga kita sebagai seorang mahasiswa harus menghindarinya. Money politik juga
akan merusak nilai-nilai demokrasi. Dampak yang ditimbulkan pun sangat besar.

DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Zaini Bisri,2006.Pilkada Langsung Problem dan Prospek. Penerbit
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai