Memasuki masa tenang menjelang hari H pencoblosan seringkali diramaikan adanya isu
praktik money politic atau poltik uang. Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar
ternyata menempati peringkat ketiga tertinggi dalam hal politik uang. Tentu hal ini sangat
Politik uang disebut juga politik perut yakni suatu praktik pemberian dalam bentuk uang,
barang atau janji kepada seorang pemilih atau kelompok masyarakat untuk memberikan hak
suaranya kepada salah seorang calon atau kandidat pada saat pencoblosan nanti. Politik uang
adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye yang sangat sering terjadi namun sulit untuk
diungkap. Akibat politik uang pemimpin atau anggota legislating yang terpilih menjadi tidak
berkualitas. Praktik politik uang juga dapat mengakibatkan lemahnya eksistensi politisi dan
institusi demokrasi.
Politik uang umumnya dilakukan oleh para tim sukses, kader atau bahkan kandidat dan
calonnya sendiri menjelang hari H pemilihan umum. Biasanya praktik politik uang dilakukan
dengan cara pemberian berbentuk uang tunai, sembako antara lain beras, minyak dan gula
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan
suaranya untuk partai yang bersangkutan. Namun kali ini banyak bentukinovasi dari bentuk
politik uang, Salah satu invasinya adalah dengan cara menanamkan jasa atau janji terhadap
Menurut Susno Duadji,Mantan Kabareskrim ada 3 jenis politk yang biasa terjadi dalam
setiap pemilu. Politik uang pertama adalah membeli kursi, dalam bentuk mahar terhadap partai
politik. Kedua, membeli kesempatan dan kekebalan hukum, agar penyelenggara pemilu, saksi
dan penegak hukum tidak menyalahkan kegiatan praktik uang yang dilakukannya. Ketiga,
Menurut August Mellaz, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD),
bahwa potensi praktik politik uang pada pemilu 2019 akan meningkat dibandingkan dengan
pemilu 2014. Hal ini dikarena beberapa factor, diantaranya adalah : Pertama, sistem dan
mekanikal pemilu tidak berubah dari pemilu tahun 2014. Dengan demikian sisi personal atau
orientasi kompetisi Pemilu masih berbasis calon legislative dibandingkan partai politik. Kedua,
orientasi kompetisi Pileg 2019 tetap berbasis pada sisi popularitas dan personalitas caleg.
Ketiga, untuk bisa terpilih, maka setiap calon legislatif tetap akan berupaya meningkatkan
Para caleg atau kandidat yang melakukan poltik uang sebenarnya sedang menebar benih
korupsi. Sementara bagi para petahana (incumbent) yang melakukan praktik politik uang tentu
patut dipertanyakan darimana sumber dananya. Karena bagaimanapun politik uang adalah
embrio korupsi dan indikator kuat bahwa petahana telah melakukan korupsi selama menjabat.
Praktik poltik uang juga yang menyebabkan biaya politik yang tinggi bagi mereka yang
akan mencalonkan sebagai anggota legislatif maupun eksekutif. Akibat biaya politik yang tinggi
tentu ketika dia telah menjabat, langkah utama yang dipikirkan adalah bagaimana
mengembalikan modal yang pernah dikeluarkan selama masa kampanye dulu. Akhirnya mereka
Dalam menghadapi Pemilu 2019 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) menemukan praktik baru politik uang yang dilakukan salah satu caleg. Politik uang
yang dimaksud itu tidak menyerahkan uang tunai, melainkan memberikannya dalam bentuk
terpengaruh oleh politik uang dalam bentuk apapun. Karena para caleg atau kandidat yang