Anda di halaman 1dari 6

Nama : Alda Shafira

NIM : 1111190192

Kelas : 4B

Mata Kuliah : Hukum Keuangan Negara

Janji-Janji Kampanye serta Dampak Kampanye


Terhadap Keuangan Negara
Kampanye menurut kamus bahasa Indonesia adalah serentak mengadakan gerakan
bisik- gerakan dengan jalan menyiarkan kabar angin kampanye. Menurut Rice dan Paisley
menyebutkan bahwa kampanye adalah keinginan untuk mempengaruhi kepercayaan dan
tingkah laku orang lain dengan daya tarik yang komunikatif. Kampanye politik adalah bentuk
komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik
dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

Pengertian kampanye berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan


Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 1 angka 26 adalah “kegiatan Peserta Pemilu untuk
meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu”

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) N0. 35 Tahun 2004 Tentang Kampanye
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mengatur semua jenis atau bentuk kampanye.
Ada 9 jenis kampanye yaitu:

a. Debat publik / debat terbuka antar calon

b. Kegiatan Lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan

c. Pemasangan alat peraga di tempat umum

d. Penyebaran bahan kampanye kepada umum

e. Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik

f. Penyiaran melalui radio dan atau televise

g. Pertemuan Terbatas
h. Rapat umum

i. Tatap muka dan dialog

Dari semua tahapan dalam pemilu, tahapan kampanye adalah hal yang paling penting
dilakukan bagi rakyat. Melalui kampanye tersebut, rakyat dapat mengetahui visi, misi, tujuan,
bahkan program calon wakil rakyat, bi rakyat, informasi ini sangat penting untuk menjadi
referensi dalam menentukan pilihan pada hari pencoblosan. Namun kini rakyat sudah tidak
lagi memandang penting kampanye bahkan pemilu itu sendiri karena hal ini dianggap tidak
lebih besar dari rutinitas lima tahunan belaka yang belum pasti akan memberikan dampak
langsung terhadap kehidupan mereka. Terjadinya penurunan partisipasi masyarakat secara
beruntun dalam pemilu ada era reformasi ini merupakan bukti nyata.

Alasan yang melatarbelakangi terjadinya hal ini adalah kekecewaan rakyat terhadap
janji- janji pemilu yang tidak kunjung menjadi kenyataan. Rakyat mulai sadar dan merasa
hanya dibutuhkan suaranya saat pemilu, selanjutnya diabaikan ketika kekuasaan telah
tercapai. Janji kampanye para kontestan pemilu seolah-olah hanya menjadi pemanis bibir
semata untuk mengelabui rakyat agar tertarik memilih dirinya. Maka dari itu, tidak heran jika
sebagian besar rakyat menganggap janji politik sangat identik dengan kebohongan.

Di dalam politik, ingkar janji tersebut adalah fenomena yang bisa dibilang sering
terjadi di Indonesia. Namun demikian, banyaknya janji-janji palsu dalam kampanye tidak
berarti janji politik adalah hal yang tidak penting. Dalam sebuah Negara demokrasi, janji
politik adalah hal yang niscaya. Politik tanpa janji adalah politik yang buruk (Paul B. Kleden:
2013). Setidaknya ada dua arti penting janji politik, Pertama, mencerminkan visi dan misi
seorang calon politisi yang memberikan arah dan panduan yang jelas bagi dirinya dalam
mencapai sasaran yang hendak diraih bila kelak diberi amanah menduduki jabatan publik.
Yang kedua, janji politik adalah dasar bagi pertanggung jawaban pelaksanaan kekuasaan
yang demokratis. Tanpa janji, seorang calon pemimpin akan sulit untuk dinilai berhasil atau
tidaknya atas kepemimpinannya kelak.

Sebenarnya, ingkar janji dalam politik bukan hanya fenomena khas Indonesia. Di
beberapa negara lain pun hal ini juga terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Susan C. Stokes
(2001), seorang guru besar Ilmu Politik Universitas Chicago terhadap 44 kasus pemilihan
presiden di 15 Negara Amerika Latin selama kurun waktu 1982-1995 menunjukkan adanya
kecenderungan pengingkaran yang cukup tinggi atas janji-janji kampanye. Ada gejala bahwa
para politisi memang berusaha mengambil hati para pemilih ketika berkampanye, tetapi
segera setelah mereka terpilih mereka menentukan kebijakan semau mereka tanpa
mempedulikan preferensi para pemilihnya.

Namun demikian, banyaknya janji-janji palsu dalam kampanye tidak berarti janji
politik menjadi tidak penting. Dalam sebuah negara demokrasi, janji politik adalah hal yang
niscaya. Politik tanpa janji adalah politik yang buruk (Paul B. Kleden: 2013). Setidaknya ada
dua arti penting janji politik. Pertama, mencerminkan visi dan misi seorang calon politisi
yang akan memberikan arah dan panduan yang jelas bagi dirinya dalam mencapai sasaran
yang hendak diraih bila kelak diberi amanah menduduki jabatan publik.

Kedua, janji politik adalah dasar bagi pertanggungjawaban pelaksanaan kekuasaan


yang demokratis. Tanpa janji, seorang calon pemimpin akan sangat sulit untuk dinilai
berhasil tidaknya atas kepemimpinannya kelak. Karena itu dalam sistem politik otoriter
seorang diktator tidak perlu berjanji kepada siapapun, sebab dia memang tidak merasa perlu
mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada siapa juga

Kampanye yang terjadi ini tentu sangat berdampak pada keuangan Negara. Setidak-
tidaknya empat contoh dapat diberikan untuk membuktikan bahwa uang mengendalikan
proses politik. Pertama, partai politik dan para politikus yang mampu mendapatkan dana
dalam jumlah sangat besar dari orang kaya atau perusahaan besar untuk membiayai kegiatan
kampanyenya, niscaya akan memiliki peluang terpilih yang lebih besar daripada partai dan
politikus yang memiliki dana dalam jumlah kecil. Kedua, partai politik dan para politikus
membuat kebijakan yang hanya menguntungkan mereka yang memberikan sumbangan dana
kampanye dalam jumlah besar (perhatian khusus sebagai tukar atas kontribusi politik yang
diberikan). Ketiga, partai politik dan para politikus berhasil mendapatkan kursi karena
membeli suara pemilih (vote buying), membeli suara yang diperoleh politikus lain dan/atau
menyogok pelaksana atau penyelenggara pemilu. Dan keempat, jika kesuksesan dalam
pemilu tergantung pada akses terhadap uang, partai politik dan para politikus yang tidak
memiliki dana yang memadai tetapi memiliki alternatif kebijakan publik yang lebih berpihak
kepada masyarakat umum dan memiliki kemampuan dan integritas daripada partai dan
politikus lain niscaya akan takut/enggan mengajukan diri sebagai kandidat untuk jabatan
publik.

Secara ringkas, kalangan libertarian menilai dana yang berasal dari negara
(APBN/APBD) kepada partai politik akan:
1. Meningkatkan jarak antara elite politik (pengurus partai, kandidat) dengan warga negara
biasa (anggota partai, pendukung, pemilih). Karena pengurus partai dan calon sama sekali
tidak tergantung pada dana ataupun tenaga para anggota atau pemilih, kemungkinan besar
para anggota atau pemilih tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan partai atau
tidak akan diajak berkonsultasi mengenai substansi suatu kebijakan publik yang akan
diputuskan.

2. Memelihara kemapanan (status quo) karena mempertahankan partai politik dan kandidat
yang mapan dalam kekuasaan.

3. Memaksa pembayar pajak mendukung partai politik dan calon yang memperjuangkan pola
dan arah kebijakan publik yang belum tentu didukungnya.

4. Mengalihkan dana yang seharusnya dapat digunakan untuk membiayai program


pembangunan pendidikan, kesehatan, pembangunan jalan, dan gaji pegawai kepada politikus
kaya.

5. Menyebabkan partai politiklah yang mengambil keputusan tentang public funding beserta
alokasi dananya.

6. Menyebabkan partai politik mengambil risiko lebih sebagai organ negara daripada bagian
dari masyarakat sipil. Kalau semua atau sebagian besar penerimaan partai berasal dari negara
daripada sumber sukarela dari warga masyarakat, partai politik akan kehilangan independensi
karena menjadi organ negara dan kehilangan ikatan dengan masyarakat sipil.

Pemilu pada tahun 2019 merupakan momentum pertama kalinya implementasi


mengenai fasilitas kampanye dalam pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 274 Ayat (2) yang menjadi dasar
hukum untuk Koalisi Pemilihan Umum (KPU) memfasilitasi penyebatrluasan materi
kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang meliputi visi, misi, dan Program
Pasangan Calon melalui laman KPU dan lembaga penyiaran public. Sedangkan untuk
kegiatan kampanye yang dapat difasilitasi oleh KPU dengan dana dari APBN diatur dalam
Pasal 275 Ayat (2) meliputi pemasangan alat peraga di tempat umum, iklan media massa
cetak, media massa elektronik, dan internet, serta debat Pasangan Calon tentang materi
Kampanye Pasangan Calon. KPU sebagai penyelenggara pemilu menerapkan aturan
mengenai fasilitas kampanye oleh Negara yang diatur dalam undang-undang Pemilu melalui
Peratutan KPU (PKPU) dan petunjuk teknis. Dalam PKPU Nomor 23 Tahun 2018 Pasal 23,
fasilitas kampanye diterjemahkan dengan menyediakan anggaran tertentu untuk kampanye
sesuai dengan kemampuan. KPU memfasilitasi alat peraga kampanye (APK) Pilpres dan
Pileg 2019 dengan total dana yang digunakan mencapai Rp 400 Miliar untuk semua peserta
pemilu (Pilpres dan Pileg) untuk pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dana tersebut tidak
diserahkan secara langsung kepeserta pemilu dalam bentuk uang, melainkan dalam wujud
instrument Alat Peraga Kampanye, misalnya billboard, spanduk, baliho, dan sejenisnya.
Untuk tingkat pusat, KPU memfasilitasi metode kampanye lainnya, yaitu iklan kampanye dan
debat pasangan caln presiden dan calon wakil presiden yang dilaksanakan melalui anggaran
tersendiri. Tujuan dari adanya fasilitas kampanye oleh Negara adalah untuk membuat dan
menjamin kompetisi yang lebih adil dalam pemilu antara peserta pemilu yang bertarung
dalam arena pemilihan. Adanya perbedaan sumber daya dana dan sumber daya manusia
antara peserta pemilu yang sudah mapan secara finansial dengan peserta pemilu yang tidak
memiliki kemampuan finansial yang sama telah menjadi permasalahan dalam pelaksanaan
pemilu di Indonesia.

Pemilihan umum Wali Kota Serang 2018 (selanjutnya disebut Pilkada Kota Serang
2018) merupakan pemilihan umum di Kota Serang, Banten, untuk menentukan Wali Kota
Serang dan Wakil Wali Kota Serang periode 2018–2023. Menjelang satu tahun
pembangunan, Walikota Serang dan Wakil Walikota Serang, Syafrudin-Subadri Usuludin,
semenjak dilantik pada 5 Desember 2018, telah membuktikan janji kampanye, dalam hal
pelayanan maupun kesejahteraan masyarakat.

Kali ini, orang nomor 1 di Kota Serang, Syafrudin membagikan honor para guru
ngaji, marbot dan pemandi jenazah di tahun 2019. Tidak lupa, dirinya juga mensosialisasikan
progrguruam pelayanan cepat tanggap 112.

"Saya kira, janji politik harus dipenuhi. Jangan sampai janji politik dianggap
berbohong, dan tidak menjadi kenyataan. Makanya, hari ini saya tepati janji dengan
memberikan honor guru ngaji maupun mengenalkan program pelayanan 112," ungkap
Syafrudin, seusai acara simbolis pemberian honor guru ngaji, dan sosialisasi 112, di aula
Kecamatan Serang, Selasa (3/12/2019).

Syafrudin juga menjelaskan, pemberian honor guru ngaji, marbot dan pemandi
jenazah untuk tahun 2019, dimulai dari Bulan Oktober sampai dengan Desember. Sedangkan
untuk besar honor selama satu bulan, dikatakan Syafrudin, sebesar Rp 150 ribu. "Semoga
dapat bermanfaat, dan inipun baru langkah awal dalam kepedulian mensejahterakan
masyarakat di Kota Serang," jelasnya. Tak lupa, Syafrudin menerangkan, pada kali ini tidak
hanya menyerahkan simbolis pemberian honor guru ngaji. Melainkan, sambungnya, dirinya
juga mensosialisasikan program pelayanan 112. Yaitu, sebuah program tanggap darurat
berbasis pelayanan cepat. "Jadi apabila masyarakat sedang bahaya, bisa telephone 112.
Mulai dari kebakaran, bencana alam, peminjaman ambulans, perampokan hingga kecelakaan,
bisa langsung telepon. Ini pelayanan maksimal, yang diberikan oleh kami (Pemkot, Red)
untuk masyarakat Kota Serang," katanya. Sementara itu, Camat Serang, Tubagus Yassin
mengaku, berterimakasih atas kepedulian yang diberikan oleh Walikota maupun Wakil
Walikota Serang terhadap warga Kecamatan Serang. Menurutnya, terkait masalah honor guru
ngaji, Walikota dan Wakil Walikota Serang sudah peduli dengan dianggaran pada APBD
Perubahan 2019.

Ketika kampanye, terdapat pembiayaan yang tentu sangat berdampak pada keuangan
Negara, terlebih lagi tidak satu atau dua orang saja yang kampanyenya dibiayai oleh Negara.
Menurut saya, tahapan kampanye ini adalah tahapan yang paling penting bagi rakyat untuk
mengetahui visi, misi, program calon wakil rakyat yang digunakan sebagai pertimbangan
oleh masyarakat. Karena sudah menjadi kewajiban masyarakat juga untuk memilih calon
wakil rakyat yang dirasa mampu mengemban amanah yang begitu besar. Sebaliknya, para
peserta pemilu yang nantinya terpilih juga harus bisa mempertanggung jawabkan semua
janji-janjinya saat pemilu untuk kesejahteraan bersama. Dengan diadakannya fasilitas
pembiayaan kampanye sudah seharusnya para peserta pemilu merasa dimudahkan untuk
menjadi calon rakyat nantinya, apalagi untuk calon pemilu yang sumber daya dana dan
sumber daya manusia yang kurang mapan. Memang tidak semua pejabat ingkar janji terhadap
janji-janjinya pada masa kampanye. Karena saya masih percaya dinegara kita ini masih
banyak pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dan mengemban amanahnya dengan baik.
Maka dari itu diharapkan para peserta pemilu ini sadar bahwa kampanye itu tidak hanya janji
semata. Namun, janji-janji tersebut juga harus di realisasikan sebagai bentuk pertanggung
jawaban kepada rakyat kelak.

Anda mungkin juga menyukai