Anda di halaman 1dari 6

DINAMIKA DEMOKRASI DI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

A. PENDAHULUAN

1) Latar Belakang. Pemilu adalah sarana demokrasi rakyat yang akan


melahirkan kekuasaan. Kekuasaan yang lahir dari Pemilu adalah menurut
kehendak rakyat dan dipergunakan sesuai dengan keinginan rakyat menurut
sistem permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah
satu ciri dari negara demokrasi. Prinsip dalam negara demokrasi adalah semua
warga negara tanpa terkecuali adalah sama di depan hukum dan memiliki akses
yang sama pula terhadap kekuasaan. Tidak ada pembatasan yang dapat
diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan kebebasan
warganya dijamin oleh hak yang dilegitimasi dan dilindungi oleh perundangan-
undangan yang berlaku. Apalagi sistem demokrasi yang dianut Negara Indonesia
adalah Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang
bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang
terwujudnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945. Ada nada skeptis yang
ditunjukkan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau
dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah akan memicu ektrimisme dan
radikalisme politik. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menyelenggarakan
pesta demokrasi, Indonesia terbukti dapat sukses meskipun didera oleh beberapa
hal-hal yang cukup kompleks. Pesta demokrasi saat ini telah sudah di depan mata.
Ditetapkan ada 14 partai politik menjadi peserta Pemilu mendatang. Berdasarkan
tahapan program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2019 yang dirilis Komisi
Pemilihan Umum (KPU), para pemimpin dan simpatisan dari masing-masing partai
politik baru akan melakukan kegiatan kampanye mulai 23 September 2018 sampai
dengan 13 April 2019. Pemilu ini akan dilaksanakan secara serentak untuk memilih
anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD dan Presiden dan
Wakil Presiden. Tentunya akan menjadi sebuah pesta demokrasi yang akan
memunculkan kemungkinan adanya konflik kepentingan di antara para elite politik
seperti yang dikatakan oleh beberapa pengamat politik.

2) Permasalahan. Dalam tulisan ini akan dibahasa mengenai keuntungan


dan kerugian pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan secara senrentak di seluruh
Indonesia.
2

B. ISI

1) Analisa. Pemilu merupakan suatu proses pergantian kekuasaan


secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang
digariskan konstitusi. Pergantian kekuasaan ini terjadi atas dasar pilihan rakyat
Indonesia yang berhak memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses
penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.
Pemilu yang akan dilaksanakan tahun 2019 secara serentak di negara kita masih
mengundang berbagai pendapat dari masyarakat meskipun metode ini pernah
dilakukan sebelumnya.  Banyak masyarakat yang tidak setuju karena khawatir
akan mengakibatkan kekisruhan atau merasa bahwa KPU belum siap dalam
menyelenggarakan sistem pemilu serentak.
Berikut ini akan dianalisa mengenai keuntungan dan kerugian pelaksanaan
Pemilu 2019 secara serentak. Beberapa keuntungan Pemilu serentak antara lain:

a) Hemat waktu dalam pemilihan .

b) Efesiensi dana pelaksanaan pemilu.  Pembiayaan penyelenggaraan


lebih menghemat uang negara yang berasal dari pembayar pajak serta hasil
eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

c) Bisa mengetahui langsung Presiden siapa yang di usung masing


masing Partai.

d) Mengembalikan sistem presidensial yang sesuai dengan UUD 1945


yang telah lama di rubah dalam amandemen.

e) Meminimaliskan politik uang dalam pemilihan calon presiden tidak


seperti yang selama ini ada yaitu ada kompromi loby-loby politik dalam
menentukan calon presiden yang akan mengakibatkan terikatnya kontrak
politik yang mendukungnya sehingga dalam kepemimpinanya Presiden tidak
bebas melakukan keputusan karena terikatnya kontrak politik dengan partai
komprominya. Sehingga dengan kata lain, dengan Pemilu secara serentak,
Presiden tidak akan bergantung pada partai politik.
3

f) Penguatan system presidensial karena dengan sistem


penyelenggaran pemilu yang sekarang, presiden selalu 'tersandera' dengan
koalisi yang dibangun dalam dukungan saat pencalonannya.

g) Menjaga psikologi pemilih.

h) Meminimalisasir kemungkinan konflik sosial akibat ketegangan politik


berkepanjangan.

i) Adanya perubahan kultur demokrasi yang terbangun, yaitu perlahan


koalisi akan menuju ke arah koalisi parmanen. Dengan begitu, koalisinya
akan lebih solid, terarah, dan tentu sedikit banyak didasarkan pada
pertemuan isu dan kepentingan substansial.

j) Adanya perubahan pola pikir dalam demokrasi. Orang jadi tidak lagi
melihat koalisi harus berdasarkan jumlah kursi atau jumlah uang yang
dimiliki. Tapi mengembalikan demokrasi pada nilai-nilai yang substantif,
yaitu visi nilai dan program.

Sedangkan, kerugian dari penyelenggaraan Pemilu secara serentak adalah:

a) KPU belum siap mulai dari penyedian logistik maupun tenaga karena
mendadak.

b) Masyarakat sedikit bingung karena ketambahan pencoblosan kartu


suara calon persiden. Terutama lansia yang maemiliki hak memilih akan
merasa kesulitan karena terlalu banyak surat suara yang harus dicoblos.

c) Katakutan akan adanya kekisruhan pemilu di karenakan KPU dan


Masyarakat belum siap sehingga akan menimbulkan permasalahan baru.

d) Pengawasan relatif sulit dilakukan. Dimungkinkan ada beberapa


daerah yang harus mengalami pemungutan suara ulang karena ada
pelanggaran ketika pemungutan suara, seperti pemilih mencoblos 2 kali
ataupun pemilih yang bukan warga daerah tersebut memilih, dan lain-lain.
Selain itu dikhawatirkan surat suara tertukar dengan dapil yang lain.
4

e) Masih maraknya politik uang. Di sana-sini masih ditemukan praktik


politik uang yang dilakukan oleh Tim Sukses pasangan calon di beberapa
daerah. Hal Ini tentu membuat kualitas hasil Pemilu Serentak akan
mengalami penurunan.

2) Upaya. Potensi konflik yang akan ditimbulkan dari penyelenggaraan


Pemilu secara serentak memang ada. Tidak mungkin KPU menguasai detail
keseluruhan dari beragam persoalan yang berpotensi besar dalam terjadinya
konflik. Untuk mengantisipasi kerawanan dan potensi konflik pada Pemilu 2019,
KPU perlu menyadari paling tidak ada belasan potensi konflik seperti kurangnya
sosialisasi Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Bawaslu, Peraturan KPU
sehingga upaya sosialisasi terhadap segala ketentuan perlu dilakukan agar
masyarakat ataupun pasangan calon memahami aturan hukum. KPU dan Bawaslu
harus menggencarkan sosialisasi dan bimbingan teknis bagi jajaran penyelenggara
dan pengawas pemilu, juga ke masyarakat, agar semua memperoleh pemahaman
sama, tidak ada tafsir yang berbeda-beda. Pengawasan juga harus diperketat.
Kemungkinan keterlibatan aparatur sipil negara, oknum TNI/Polri, politik uang,
kecurangan pada penghitungan dan rekapitulasi suara, penyelenggara yang
berpihak, pengawas yang tidak adil, kampanye hitam, dan konflik akibat persaingan
antarpartai, antarkandidat, atau antarpendukung calon haruslah segera diatasi
dengan pengawasan yang lebih ketat dalam penyelenggaraan Pemilu. Perlu ada
nota kesepahaman antara KPU, Bawaslu, Kemendagri, Komisi Aparatur Sipil
Negara, Kementerian PANRB, TNI/Polri, dan Badan Kepegawaian Negara.
disamping itu, yang tidak kalah pentingnya, penyelenggara pemilu juga harus
berkomitmen kuat untuk bersikap netral dan bukan partisan, dan melembagakan
nilai-nilai budaya positif serta kepada setiap calon pasangan dan masing-masing
pendukungnya perlu diingatkan kembali untuk siap menang dan siap kalah.

C. Kesimpulan dan Saran. Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap


sebagai lambang dan tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan
bebas berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Seiring dengan
perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik Indonesia semakin kompleks
sehingga diharapkan dengan semakin banyaknya pengalaman dan perkembangan politik
Indonesia dapat menciptakan stabilitas nasional. Bagi pemerintah, hendaknya
merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik- baiknya, menyeleksi jumlah
5

partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara maksimal kepada
masyarakat dan sebaiknya pemerintah membuat pembenahan misalnya pendidikan dan
pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Bagi partai
politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan
komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik kepada
masyarakatdan tidak melakukan praktek politik uang. Bagi masyarakat, supaya tidak mau
menerima praktek politik uang yang dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal
untuk kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai
politik.

D. Penutup. Demikian Penulisan tentang Dinamika Pemilihan Umum 2019 kami


buat, semoga dapat memberikan manfaat bagi penyelenggaraan Pemilu di masa yang
akan datang.

Jakarta, Mei 2020


Perwira Siswa,

Wahyu Prabowo M,S.T.


Kapten Sus NRP 538670
DAFTAR PUSTAKA

A.S, A. Bambang. (2015) ‘Demokrasi, Komunikasi Politik Indonesia dan Globalisasi


(Identifikasi dan Harapan Perencanaan Ulang)’, Jurnal Studi Komunikasi dan
Media, 19(2), pp. 303–316. doi: 10.31445/jskm.2015.190211.

Al HIdayat, N. (2018) ‘Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Langsung dalam


Demokrasi Pancasila di Indonesia’, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan,
3(1), pp. 1–7.

Huda, K. and Fadhlika, Z. A. (2018) ‘Pemilu Presiden 2019 : Antara Kontestasi Politik dan
Persaingan Pemicu Perpecahan Bangsa’, Seminar Nasional Hukum
Universitas Negeri Semarang, 4(3), pp. 547–562.

Saputri, W. D. and Prayogo, B. E. (2018) ‘Tantangan Demokrasi di Era Globalisasi Demi


Mewujudkan Pencegahan Politik Uang dalam Pemilu’, Seminar Nasional
Hukum Universitas Negeri Semarang, 4(2), pp. 262–275.

Sudrajat, A. (2015) ‘Demokrasi Pancasila dalam Perspektif Sejarah’, Seminar Nasional


Prodi Ilmu Sejarah UNY, 8(1), pp. 1–17. doi: 10.21831/moz.v8i1.10763.

Sutiyono (2016) ‘Reaktualisasi Pancasila dalam Membentuk Good Citizenship di Era


Global’, Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, 2(01), pp.
585–598.

Yudhanti, R. (2016) ‘Pancasila dan Berbagai Permasalahan Aktual’, Seminar Nasional


Hukum Universitas Negeri Semarang, 2(Xviii), pp. 599–610.

Yusdiyanto, Y. (2016) ‘Makna Filosofis Nilai-Nilai Sila Ke-Empat Pancasila Dalam Sistem
Demokrasi Di Indonesia’, Fiat Justisia, 10(2), pp. 221–412. doi:
10.25041/fiatjustisia.v10no2.623.

Anda mungkin juga menyukai