REPUBLIK INDONESIA
O l e h:
Dr. Gunawan Suswantoro
Nomor Peserta: 21
Berbeda dengan Pilkada yang terselenggara pada era Orde Baru, Pilkada
langsung di Indonesia dilaksanakan sejak Juni tahun 2005. Hal ini diinspirasi oleh
terselenggaranya Pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung untuk
pertama kalinya atas dasar amandemen ketiga pasal 22E ayat (6) UUD 1945 dan UU
No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
1
Azwar, R., C. (2017). Partai Politik Di Tengah Ancaman Virus Oligarki dan Politik Kartel. Lembaga
Pengkajian MPR RI.
1
Terselengaranya pemilihan langsung oleh rakyat ini dilanjutkan dengan adanya
Pilkada langsung berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Perubahan sistem pemerintahan daerah yang sebelumnya bersifat
sentralistik menjadi desentralisasi, tidak dikuatkan oleh pengkajian mendalam atas
kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Hal ini kemudian menjadi kurang
kompatibel menurut penulis, karena pemilihan kepala daerah secara demokratis
seperti yang diamanatkan oleh konstitusi sebenarnya tidak harus dilakukan secara
langsung. Alhasil, saat ini hasil dari Pilkada langsung menjadi sangat jauh berbeda
dari cita-cita awal dan semangat desentralisasi itu sendiri dan justru menciptakan
raja-raja kecil di daerah.
Kemudian, dalam praktiknya, kuasa partai politik juga kerap menuai kecaman
publik. Hal ini dikarenakan, proses pengusungan kandidat yang kerap terlihat elitis,
2
Nurhasim, M. (2016). Konflik dalam Pilkada Langsung: Studi tentang Penyebab dan Dampak Konflik.
Jurnal Penelitian Politik, 7(2), 13.
3
Dewan Perwakilan Rakyat (2018),” Hemat Anggaran Pilkada dan Pemilu, Perlu Strategi
Baru”https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/23040/t/Hemat+Anggaran+Pilkada+dan+Pemilu,
+Perlu+Strategi+Baru+ diakses pada 20 April 2021
2
rekrutmen bakal calon yang buruk, isu keharusan atas mahar politik oleh kandidat
agar memperoleh tiket pencalonan dari Partai. Belum lagi maraknya praktik money
politic yang sering terjadi ketika penyelenggaran pilkada langsung 4. Politik uang
dalam Pilkada, merupakan masalah sistemik, karena terbukti merusak mental dan
moral pemilih. Para konstituen yang harusnya menilai kandidat berdasarkan visi dan
misi, saat ini terdapat kecenderungan bergeser menjadi berapa banyak uang yang
diterimakan oleh masing-masing kandidat. Disamping politik uang, korupsi juga
menambah catatan buruk torehan Pilkada langsung. Berdasarkan data yang
dihimpun oleh KPK, sejak tahun 2005 sampai saat ini telah terdapat setidaknya 439
kepala daerah yang terjerat korupsi, 124 diantaranya ditangani oleh KPK 5.
4
Pahlevi dan Amrurrobi. (2020). Pendidika Politik dalam Pencegahan Politik Uang Melalui Gerakan Masyarakat
Desa. Integritas: Jurnal Antikorupsi. 6 (1). 141-152.
5
Arunanta, Lukman Nurhadi. (2021) Pimpinan KPK Catat Ada 429 Kepala Daerah terjerat Korupsi.
https://news.detik.com/berita/d-5498530/pimpinan-kpk-catat-ada-429-kepala-daerah-hasil-pilkada-terjerat-
korupsi. Diakses pada 26 April 2021.
6
Romli, L. (2018). Pilkada Langsung, Calon Tunggal, dan Masa Depan Demokrasi Lokal. Jurnal
Penelitian Politik, 15(2), 143-160.
7
Fernandes, A. (2018). Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas. Centre for Strategic and
International Studies.
3
bahkan hingga saat ini, juga merupakan salah satu dari ekses Pilkada yang
dilakukan secara langsung. Adanya keterbelahan di tengah masyarakat, menjadi
bukti lain bahwa Pilkada yang dilakukan secara langsung perlu untuk mendapatkan
evaluasi dan perbaikan.
8
Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Pendidikan Indonesia. BPS: Jakarta.
9
https://ugm.ac.id/id/berita/1514-batas-kritis-demokrasi-indonesia-diukur-dari-penghasilan-per-
kapita
4
adalah, DKI Jakarta sebagi ibu kota negara yang hanya melakukan Pilkada dengan
memilih Gubernur saja, sedangkan walikota dan bupati dipilih atas penunjukkan
Gubernur. Terakhir, Provinsi Aceh dan Papua yang melakukan Pilkada Asimetris
dalam segi persyaratan calon.
5
akan terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengawaki Pilkada
asimetris. Indikator yang akan dirangkai oleh penulis dalam memetakan Pilkada
asimetris diantaranya; indeks teknikalitas pemilihan, indeks kedewasaan demokrasi,
dan indeks ketahanan nasional.
2. Perumusan Masalah
Secara garis besar atas latar belakang yang diuraikan di atas, penulis
merumuskan beberapa persoalan pokok sebagai alasan utama tulisan ini dapat
diangkat. Pertama persoalan pilkada di Indonesia yang sampai saat ini belum
menemukan bentuk ideal. Kedua, Pilkada yang diselenggarakan secara langsung
tidak secara baik mengejawantahkan demokrasi. Pilkada langsung yang diharapkan
menjadi upaya resolusi konflik justru menimbulkan persoalan baru dan lebih rumit
untuk diselesaikan. Persoalan seperti politik uang, mahalnya demokrasi, korupsi
kepala daerah dan oligarki kekuasaan cederung menguat seiring dengan
diselegarakanya Pilkada langsung.
6
c. Bagaimanakah sistem Pemilihan Kepala Daerah Asimetris dapat menata
pemerintahan daerah yang akuntabel dan mewujudkan ketahanan nasional ?
4. Ruang Lingkup
Tulisan ini merupakan penelitian dengan model kualitatif deskriptif. Penelitian
Kualitatif merupakan bentuk penelitian yang meletakkan kata – kata dan narasi
sebagai sumber utama penelitian11. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah sumber-sumber sekunder berupa laporan, artikel, ataupun jurnal ilmiah yang
memiliki keterkaitan dengan topik penelitian. Selain itu, apabila memungkinkan juga
akan dilengkapi dengan data primer berupa wawancara dan diskusi dengan pakar
atapun narasumber ahli.
7
4. Rencana Referensi
Terdapat beberapa referensi yang akan menjadi rujukan utama dalam
penelitian ini. beberapa referensi tersebut diantaranya adalah.
8
l. Nuryanti, S. (2015). Intervensi penyelenggaraan pemilukada: regulasi,
sumberdaya dan eksekusi. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 19(2), 125-140.
m. Tauda, G. A. (2018). Desain Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Administrative Law and Governance
Journal, 1(4), 413-435.
n. Dewi, K. H. (2016). Menata Ulang Pemilukada menuju Tata Kelola
Pemerintahan Daerah Demokratis, Akuntabel, dan Berkelanjutan. Jurnal
Penelitian Politik, 12(2), 105-118.
o. Ghifari, M. S., & Sari, C. M. A. (2019). Praktik Politik Transaksional Pada
Sistem Desentralisasi Asimetris Di Aceh (Studi Analisis 10 Tahun Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Periode 2008/2018). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 4(3).
5. Kerangka Teoritis
Tulisan ini akan disusun atas beberapa kerangka teoritis utama. Kerangka
teoritis berfungsi sebagai unsur pokok yang digunakan dalam memahami dan
mengkaji objek penelitian secara lebih mendalam. Berikut adalah beberapa konsep
dan kerangka teoritis, serta peraturan perundang-undangan yang akan digunakan
dalam tulisan ini.
LANDASAN PEMIKIRAN
Ideologi
ekonomi
Politik Sosial-
BudayaPertahananKeaman
an
11
12