NIM : 041507414
EMAIL : LUKMANDWIFANANI1995@GMAIL.COM
PENDAHULUAN
Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik
tertentu. Jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil
rakyat/legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih
luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua
kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa)
dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain
kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam
kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para
kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para
peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan
oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Menurut UU No.7 pasal 348-350 tahun 2017, pemilih adalah WNI yang sudah genap berusia 17
tahun atau lebih, baik sudah kawin atau belum dan pernah kawin.
Dalam pemilu, pemilih biasanya dibedakan menjadi tiga kategori pemilih. Kategori pemilih
tersebut ialah pemilih tetap, pemilih tambahan dan pemilih khusus. Pada tahun 2019 ketiga
kategori ini digunakan sebagai standar pemilu.
Pemilih tetap adalah pemilih yang sudah terdata di KPU dan terdata di DPT(daftar pemilih
tetap). Pemilih kategori ini sudah di coklit dan dimutakhirkan oleh KPU dengan tanda bukti
memiliki undangan memilih atau C6.
Pemilih tambahan, adalah kategori pemilih yang pindah memilih ke TPS lain dari TPS yang
sudah ditentukan. Menurut UU NO.7 pasal 210 Tahun 2017, pemilih tambahan wajib melapor
paling lambat 30 hari sebelum pemungutan. Pada saat pemungutan suara pemilih tambahan
membawa surat pindah memilih(A5), KTP dan surat identitas lain(KK, pasfor atau SIM)
Pemilih Khusus, adalah kategori pemilih yang tidak terdaftar di DPT(Daftar Pemilih Tetap) dan
DPTb(Daftar Pemilih Tambahan). Pemilih khusus dapat ikut memilih dengan membawa KTP
atau identitas lain ke TPS. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara(KPPS) akan
memberikan hak suara dengan pertimbangan ketersedian surat suara di TPS.
PEMBAHASAN
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk
daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu
paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
dimaksud mencakup:
Sejarah
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005, dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan
adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah
secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa
Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD.
Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri
Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55
orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra
berjumlah 32 orang.
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah
mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk
menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain,
Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus
digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata
menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih
rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua
hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak
menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.
Penyelenggaraan
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi dan
Bawaslu Kabupaten/Kota.
Khusus di Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan
diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).
Peserta
Kegiatan para anggota, kader, relawan dan simpatisan partai politik Indonesia. Beberapa dari
mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya.
Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan Pemilihan Umum, lalu Pemilihan
Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat
berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang
ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal
menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal
Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang
akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 9 Desember
2015. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:
Sumatra Barat
Jambi
Sumatra Selatan
Bengkulu
Kepulauan Riau
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Jawa Timur
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang
akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 15 Februari
2017. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:
Adapun provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada
tanggal 10 Oktober 2017 tidak melaksanakan pemilihan gubernur sesuai UU No. 13 tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Riau
Jambi
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Kota Sawahlunto (25-06-2018),
Kota Padang Panjang (01-10-2018),
Kota Pariaman (09-10-2018),
Kota Padang (13-05-2019).
Riau
Jambi
Sumatra Selatan
Bengkulu
Lampung
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Jawa Timur
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Kota Gorontalo (02-06-2019),
Kabupaten Gorontalo Utara (06-12-2018).
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Maluku
Papua
Kontroversi
Pilkada serentak tahun 2015 ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya
terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi
memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki
calon tunggal. Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon,
maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga
menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan
keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi.
Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat
suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan "Setuju"
atau "Tidak Setuju" di bagian bawahnya. Apabila pilihan "Setuju" memperoleh suara terbanyak,
maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah. Namun jika pilihan "Tidak
Setuju" memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya.
Efisiensi anggaran
Efektivitas lembaga pemilihan umum
Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti
Rieke Dyah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok) dan
Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok)
Perencanaan pembangunan lebih sinergi antara pemerintah DATI II, DATI I, dan
pemerintah pusat.
PENUTUP
A. Kesimpualan
B. Saran
Bagi para calon pemimpin daerah maupun calon wakil kepala daerah yang sudah berjanji
pada waktu berkampanye apabila kelak sudah terpilih, jangan lupa untuk menepati janji. Karena
pada dasarnya kalian telah terpilih karena suara dari rakyat dan itu dilakukan dengan cara
pemilu.
DAFTAR PUSTAKA
Modul MKDU4111 Pendidikan Kewarganegaraan
https://id.wikipedia.org
https://id.wikipedia.org
http://syah8400.blogspot.com