Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK KORUPSI DALAM PEMILIHAN UMUM


DAN PENCEGAHANNYA DI INDONESIA

Mata Kuliah:
Kelas Korupsi & Good Governance

Kelompok 2:

1. Christine Constanta (2206108536)


2. Naufal Yudawan (2206109375)
3. Zulfi Ariefandi (2206011446)
4. Surya Kurniadi (2206011295)
5. Iralda Nur Titania (2206108946)
6. Adi Surya Facharain (2206108252)
7. R. Karoen Nasution (2206109684)
8. M. Satryo Pamuko (2206109311)

PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM


PEMINATAN HAK ASASI MANUSIA & GOOD GOVERNANCE
JAKARTA
2023
1

PENDAHULUAN
Demokrasi merupakan pemerintahan oleh rakyat dan merupakan sistem
yang tegak di atas prinsip kedaulatan rakyat dengan dua nilai pokok, yaitu
kebebasan (liberty) dan kesederajatan (equality). Sebagai perwujudan demokrasi,
di dalam International Commision of Jurist, Bangkok Tahun 1965, dirumuskan
bahwa “penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas merupakan salah satu syarat
dari enam syarat dasar bagi negara demokrasi di bawah rule of law.” Kemudian,
definisi mengenai pemerintahan demokrasi dirumuskan, yaitu suatu bentuk
pemerintahan dimana warga negara melaksanakan hak yang sama tetapi melalui
wakil-wakil yang dipilih dan bertanggung jawab kepada mereka melalui proses
pemilihan-pemilihan yang bebas.1 Menurut, Moh. Mahfud mengatakan bahwa
kedaulatan rakyat mengandung pengertian adanya pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat, menunjukkan bahwa pemerintahan dari rakyat mengandung
pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate
government) di mata rakyat.2
Pemilihan umum sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tujuan
pemilihan umum untuk mengimplementasikan prinsip demokrasi. Pemilihan
Umum di Indonesia dilaksanakan untuk memilih anggota lembaga-lembaga
perwakilan, presiden, dan wakil presiden setiap lima tahun sekali. Hal ini diatur
secara jelas dan terperinci dalam Pasal 22E UUD 1945. Konsep pemilu yang
dilaksanakan di Indonesia adalah pemilu serentak dengan sistem proporsional
terbuka3 , yaitu selain memilih Presiden dan Wakil Presiden juga memilih anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu serentak diadakan

1 Sukriono, Didik. "Menggagas sistem pemilihan umum di Indonesia." Konstitusi Jurnal 2.1 (2009):
8, hlm. 10
2 Prasetyoningsih, Nanik. "Dampak Pemilihan Umum serentak bagi pembangunan demokrasi

Indonesia." Jurnal Media Hukum 21.2 (2014): 23.


3 Sistem proporsional (proportionate representative) diartikan sebagai sistem transfer suara ke kursi

parlemen sesuai dengan perolehan suara rakyat. Proporsional representatif terdiri dari dua macam,
yaitu list yaitu berdasarkan daftar; dan single transferable votes yaitu berdasarkan peringkat.
Umumnya Sistem Proporsional Daftar terbuka mempunyai lebih dari satu calon dalam satu daerah
pemilihan. Hal ini menunjukkan bahwa akan lebih dari satu kursi parlemen yang akan
diperebutkan.Pada sistem daftar terbuka, pemilih tidak h anya dapat memilih partai pilihan mereka,
namun juga kandidat yang diusung dalam partai tersebut, dan apabila kandidat calon mendapatkan
suara terbanyak maka ialah yang dipilih sebagai pemimpin daerah tertentu. Lihat, Asnan Asy’Ari,
Pemilu Proporsional Terbuka Menurut UU 7/2017 Dalam Perspektif Siyasah Dusturiyah, Skripsi,
UIN Suska Riau, 2021, hlm. 34.
2

pertama pada tahun 2019. Hal ini berawal dari permohonan uji materi Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presid en dan Wakil Presiden,
sehingga melalui Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 menetapkan kebijakan
tentang pemilu serentak yang pada intinya memisahkan penyelenggaraan pemilihan
legislatif dan pemilihan presiden adalah inkonstitusional. 4
Pada 2024 akan terselenggaranya tahapan-tahapan pemilu, seperti
perencanaan program dan anggaran, penyusunan peraturan KPU, pemutakhiran
data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta
pemilu, penetapan peserta pemilu, penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah
pemilihan, pencalonan DPD, pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota, pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, masa kampanye pemilu,
masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi hasil perhitungan
suara, pengucapan sumpah/janji DPRD kabupaten/kota, pengucapan sumpah/janji
DPR dan DPD, dan pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden. 5 Dalam
tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu tidak terlepas dari berbagai problematika.
Menurut Bawaslu dalam webinar “Problematika Penyelenggaraan Pemilihan
Umum Tahun 2004”, adapun masalah yang akan dihadapi diantaranya Beban Tugas
KPPS, Pendistribusian Logistik, Validasi Data Pemilih, Politik Uang, dan
Penyebaran Hoax atau Hate Speech saat masa Kampanye. 6

Salah satu problem di dalam tahapan kampanye yang cukup krusial adalah
mengenai pendanaan kampanye, sebab semakin lama biaya untuk kampanye,
mobilisasi massa, memoles citra dan menjadikan uang untuk “membeli” suara
semakin mahal. Besarnya biaya yang diperlukan untuk mengembalikan investasi
pasca Pemilu sebelumnya dan kebutuhan modal untuk mempertahankan jabatan
dalam Pemilu yang akan datang menimbulkan kerentanan bagi politisi untuk
berorientasi pada upaya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Upaya tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara yang legal maupun ilegal. Secara legal, seorang

4 Iswara N Raditya, Pilpres 2019 & Sejarah Pemilu Serentak Pertama di Indonesia,
https://tirto.id/pilpres-2019-sejarah-pemilu-serentak-pertama-di-indonesia -dmTm diakses 28 Mei
2023.
5 Tahapan dan Jadwal Penyelenggaran Pemilu Tahun 2024.
https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Peserta_pemilu diakses 28 Mei 2023.
6 Sri Mulyono, Problematika Penyelenggaraan Pemilu 2024, https://sukoharjo.bawaslu.go.id/8270-

2/ diakses 28 Mei 2023.


3

pejabat publik dapat merancang kebijakan anggaran dengan muatan tambahan


pendapatan dan tambahan fasilitas lainnya. Secara legal pula seorang politisi bisa
berbisnis diluar lingkup tuganya yang bersifat politis, berbeda dengan pejabat
pemerintah berstatus PNS yang tidak boleh memiliki pekerjaan lain. Namun upaya
mengumpulkan uang itu cukup sering terjadi secara ilegal yang berbentuk praktek
korupsi yang “menjual” kebijakan publik kepada kelompok bisnis besar yang
membutuhkan proteksi atau fasilitas dari negara, atau dirinya sendiri. 7 Sebab itulah
tahapan kampanye yang seringkali secara praktek menjadi berbiaya tinggi, menjadi
titik temu antara politisi yang membutuhkan dana kampanye dan kelompok tertentu
atau pemodal yang meninginkan keberpihakan dari kebijakan publik. Ditengah
banyaknya celah dan modus operandi dalam serangkaian tahapan kampanye, tentu
saja laporan dana kampanye tidak akan dapat diawasi secara absolut dan tinggi
kemungkinan terdapat pengeluaran illegal dalam kampanye, misalnya saja dalam
terjadinya praktik mahar politik dan politik uang. 8
Dalam kampanye pula praktik politik uang ini juga rawan dilakukan oleh
para kandidat kepada pemegang wewenang dan kekuasaan, tidak terkecuali oleh
oknum di badan penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP). Hal ini dikarenakan penyelenggara tersebut ialah satu-satunya pihak yang
memiliki kuasa dan kewenanganyang besar. 9 Oleh karena itu praktik seperti ini
dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat, yaitu lahirnya pemimpin yang
tidak berintegritas atau koruptif dengan kebijakan yang kurang representatif dan
akuntabel.10

7 Johanes Danang Widoyoko, Akuntabilitas Dana Politik Korupsi Pemilu di Indonesia, hlm. viii.
Dan Johanes Danang Widoyoko, "Politik, patronase dan pengadaan: Studi kasus korupsi proyek
Wisma Atlet." Integritas: Jurnal Antikorupsi 4.2 (2018): 1-23.
8 Rofiq Hidayat, Kontrol maksimal Dana Kampanye, Cegah Potensi Korupsi Kepala Daerah,

https://www.hukumonline.com/berita/a/kontrol-maksimal-dana-kampanye--cegah-potensi-korupsi-
kepala -daerah-lt57ecdd232a417#! diakses 28 Mei 2023.
9 Kerawanan Korupsi oleh Penyelenggara Pemilu, Ini Jenis-Jenisnya! https://aclc.kpk.go.id/aksi-

informasi/Eksplorasi/20230213-kerawanan-korupsi-oleh-penyelenggara -pemilu-ini-jenis-jenisnya
diakses 28 Mei 2023.
10 lihat juga Indrayana, Denny. "Money politics in a more democratic Indonesia: an overview."

Australian Journal of Asian Law 18.2 (2017): 1-15.


4

PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, adapun limitasi
permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini yaitu: terkait bagaimana potensi
korupsi pada pendanaan kampanye pemilihan umum di Indonesia? dan bagaimana
pencegahan korupsi pada pendanaan kampanye yang terjadi pada pemilihan umum
di Indonesia? Para penulis dalam tulisan ini menggunakan metode penelitian
hukum Doktrinal dengan perolehan data melalui pelbagai kajian kepustakaan.11
Para penulis menelaah dan menganalisa khususnya terkait Money Politic dalam
penyelenggaraan Pemilu dan Pengaturannya di Indonesia.

PEMBAHASAN
Teori Korupsi Politik
Secara etimologi korupsi berasal dari bahasa Latin corrumpere yang artinya
merusak atau menghancurkan. Black’s Law Dictionary menjelaskan korupsi
sebagai praktek ilegal yang bertentangan dengan hukum untuk meraih keuntungan
bagi dirinya sendiri atau orang lain dan bertentangan dengan tugas dan hak orang
lain.12 Korupsi juga dijelaskan dan dipaparkan oleh beberapa ahli, misalkan Jack
bologne menjelaskan bahwa akar dari korupsi adalah keserakahan dan ketamakan,
ia menjelaskan dengan empat variabel yang disebut Teori GONE: Greedy (G),
Opportunity (O), Needs (N), dan Expose (E). Keserakahan (greedy) yang didukung
dengan terbukanya kesempatan yang lebar (opportunity), dan diperkuat oleh
kebutuhan (needs) akan menggerakkan keinginan dalam diri seseorang untuk
melakukan tindakan korupsi. Keinginan untuk melakukan korupsi ini juga
diperkuat oleh kondisi hukum yang tidak jelas dan memberikan hukuman terlalu
ringan (expose) bagi para pelaku korupsi, sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Kemudian, menurut Robert Klitgaard, korupsi dapat terjadi terutama oleh pejabat
karena “monopoli kekuasaan” (monopoly of power) yang dimiliki seorang
pimpinan, ditambah dengan tingginya kekuasaan (discretion of official) yang

11 Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum
(Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 1 -2. Baca juga Sri Mamudji, et. al., Metode
Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005), hlm. 28.
12 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary Fifth Edition, West Publishing Co.: New York,

1986. Baca juga dalam Taylor, Leslie J. "The Evolution of Black's Law Dictionary." Can. L. Libr.
Rev. 36 (2011): 106.
5

dimiliki, serta kurangnya pengawasan (minus accountability) yang memadai dari


aparat pengawas, akan memudahkan lahirnya tindakan korupsi. 13
Dalam sudut pandang disiplin ilmu politik, korupsi dapat dilihat sebagai
dampak yang ditimbulkan dari relasi kuasa yang melibatkan uang sebagai elemen
utama untuk memperoleh kekuasaan. Sehingga dalam konteks pemilu, korupsi
politik secara sederhana dapat dijelaskan sebagai praktek ilegal yang bertentangan
dengan hukum (Undang-Undang Pemilu) yang untuk meraih keuntungan bagi
dirinya sendiri atau orang lain dalam rangka meraih kekuasaan melalui perolehan
suara terbanyak di pemilu. Menurut Artidjo Alkostar, mantan Hakim Agung RI,
korupsi politik lebih dahsyat dari pada korupsi biasa, yaitu dampaknya akan
merenggut hak strategis rakyat. Misalnya, seseorang anggota dewan terpilih berkat
money politic, padahal ada orang yang lebih layak duduk di kursi dewan. Akibatnya
produk undang-undang yang dihasilkannya tidak berkualitas atau hanya untuk
mengisi kantung kelompok tertentu saja, bukan demi kesejahteraan rakyat. 14
Menurut Transparency International, korupsi politik merupakan jenis
korupsi yang melibatkan pembuat keputusan politik. Hal ini terjad i ketika politisi
dan pejabat publik yang berwenang untuk membuat dan menegakkan hukum, justru
menggunakan kekuatan politik mereka untuk mempertahankan status dan kekayaan
mereka dan/atau membuat keputusan untuk kepentingan pribadi. Korupsi politik
dengan sendirinya sering melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, dan tidak hanya
mengarah pada kesalahan alokasi sumber daya, tetapi juga mempengaruhi cara
pengambilan keputusan.15
Dalam definisi yang dianut oleh sebagian besar ilmuwan politik, korupsi
politik adalah apa saja transaksi antara pelaku sektor swasta dan publik melalui
barang kolektif secara tidak sah yang diubah menjadi pembayaran yang berkaitan
status pribadinya.16 Korupsi politik dapat dibedakan dari korupsi birokrasi atau

13 Wilhelmus, Ola Rongan. "Korupsi: Teori, faktor penyebab, dampak, dan penanganannya." JPAK:
Jurnal Pendidikan Agama Katolik 17.9 (2017): 26-42, hlm.30-32.
14 Bentuk-bentuk Korupsi Poltik yang Perlu Diketahui, https://aclc.kpk.go.id/aksi-
informasi/Eksplorasi/20220524-bentuk-bentuk-korupsi-politik-yang-perlu-diketahui diakses 28
Mei 2023.
15 Bosso, F., M. Martini, and I. Albisu Ardigó. "Political Corruption Topic Guide." (2014), hlm. 2.
16 Definisi ini, bagaimanapun, tidak membedakan secara jelas antara politik dan korupsi birokrasi.

Ini menetapkan keterlibatan negara dan negara yang diperlukan pelaku korupsi, tanpa ada pengertian
mengenai tingkat kewenangan tempat terjadinya korupsi terjadi. Lihat, Amundsen, Inge. "Political
corruption: An introduction to the issues." CMI Working Paper (1999), hlm.3.
6

petty corruption karena korupsi politik melibatkan pembuat keputusan politik.


Korupsi politik yang besar terjadi di tingkat politik yang sarat dengan sistem, dan
menggunakan kekuatan politik untuk mempertahankan kekuasaan, status dan
kekayaan mereka.17
Khusus terhadap korupsi politik dalam penyelenggaraan pemilu, dapat
dipisahkan menjadi tiga terminologi utama, yakni korupsi pemilu (electoral
corruption), malpraktek pemilu (electoral malpractice), dan penyimpangan pemilu
(electoral fraud). Ketiga istilah ini berfungsi untuk melihat hubungan antara
korupsi dan manipulasi dalam serangkaian pemilu. Praktek dari ketiga istilah ini
dapat sampai pada pelibatan dan penyalahgunaan lembaga pemilu itu sendiri untuk
keuntungan secara pribadi maupun politik. 18
Terdapat tiga cara untuk merusak integritas penyelenggara pemilu, yaitu
melalui pembelian suara, penyalahgunaan sumber daya negara dan kecurangan
pemilu. Pembelian suara terjadi ketika politisi atau partai memberikan bantuan
(seperti akses ke layanan publik, sumber daya atau perlakuan istimewa) kepada
pemilih dengan imbalan konsensus, dukungan politik, dan komitmen untuk
memilih. Penyalahgunaan sumber daya negara dapat mencakup segala penggunaan
sumber daya milik publik yang mempengaruhi pembiayaan partai politik atau
pemilihan sedemikian rupa sehingga menguntungkan satu partai atau kandidat
dengan mengorbankan kontestan lain. Contoh penyalahgunaan sumber daya negara
berkisar dari penggunaan kekuatan regulasi untuk mengubah undang-undang
pemilu yang menguntungkan partai politik atau kandidat, hingga penggunaan
infrastruktur milik pemerintah dan sumber daya negara termasuk personil untuk
tujuan kampanye pemilu dan manipulasi milik negara. Sebaliknya, kecurangan
pemilu terdiri dari manipulasi hasil pemilu melalui praktik korupsi seperti mengisi
surat suara, memberikan informasi yang salah kepada pemilih, salah mencatat
suara, memanipulasi daftar pemilih dan/atau memanipulasi informasi demografis
(seperti mengubah batas daerah pemilihan). 19

17 Amundsen, Inge. Political corruption… hlm.3.


18 Sarah Birch. "Briefing Paper: Electoral Corruption." Institute for Democracy & Conflict
Resolution (2011): 1-12.
19 Bosso, ed, Political Corruption… hlm.17.
7

Korupsi Politik Pada Pendanaan Kampanye Pemilihan Umum di Indonesia


Keberhasilan pengembangan demokrasi dalam pemilu (pemilu presiden dan
wakil presiden, pemilu legislatif, pemilukada) secara langsung tergantung pada
bekerjanya sistem-sistem seleksi tingkat partai politik, seleksi administratif oleh
KPU, dan seleksi politis serta hati nurani rakyat 20 . Pemilu merupakan salah satu
tahap krusial dalam perwujudan demokrasi (kedaulatan rakyat) rakyat secara
langsung menentukan representasi politik, akuntabilitas politik para wakil rakyat
dan pemerintah, menentukan pasangan presiden dan wakil presiden baru, atau
menghukum presiden yang sedang menjabat agar tidak dipilih kembali,
menentukan representasi daerah (teritorial), menentukan eksekutif lokal. Terdapat
banyak kompetitor dalam pemilu: ribuan calon anggota DPD, belasan parpol
dengan ribuan calon anggota DPR/DPRD, beberapa pasangan calon presiden-wakil
presiden atau pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah. Persaingan ketat,
pelanggaran, kecurangan dan perselisihan dapat terjadi. Diperlukan pihak ketiga
(imparsial) untuk menilai dan mengadili kompetisi politik 21
Dalam studi kejahatan, tindak pidana pemilu juga dapat dimasukkan dalam
tindak pidana korupsi.22 Dua dari sembilan tipe korupsi berkaitan langsung dengan
pemilu adalah election fraud dan corrupt campaign practice. Election fraud adalah
korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangan pemilihan umum. Termasuk
dalam election fraud ini adalah pendaftaran pemilih yang sengaja dilakukan secara
tidak akurat, kecurangan dalam penghitungan suara dan membayar sejumlah uang
tertentu atau memberi barang atau janji agar memilih calon tertentu dalam pemilu.
Sedangkan corrupt campaign practice adalah praktik kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara maupun uang negara oleh calon yang sedang
memegang kekuasaan negara.23
Proses pendanaan partai politik pada pemilu sebagai sebuah persoalan.
Meski ada kewajiban menyerahkan rekening khusus dana kampanye dengan

20 Suharizal, “Reformulasi Pemilukada, Beberapa Gagasan Menuju Penguatan Pemilukada ,”


dalam Jurnal Konstitusi, Volume IV Nomor 1, Juni 2011, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi), h lm. 73.
21 Mohammad Fajrul Faalakh, “Peradilan Hail Pemilu,” dalam Jurnal Konstitusi, Volume IV Nomor

1, Juni 2011, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi), hlm. 32.


22 Eddy O.S Hiariej, Pemilukada Kini dan Masa Datang Persepektif Hukum Pidana, dalam Konpress,

Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada Di Indonesia, (Jakarta, Konstitusi Pers, 2012), hlm. 179.
23 Piers Beims dan James Messerschmidt, Criminilogy, Second Edition (Harcourt Brage College

Publishers, 1995), hlm. 295-297.


8

batasan waktu tertentu, tetapi tetap saja hanya prosedural yang tidak substantif.
Menarik, ada partai besar dengan jumlah dana sangat kecil, sedangkan ada partai
baru (kecil) dengan dana terbesar. Hal lainnya, ada partai yang telah “jorjoran”
belanja kampanye media, tetapi hanya melaporkan dana kampanye yang sangat
kecil jumlahnya dibandingkan dengan taksiran yang telah ia keluarkan. Hal yang
seakan menggambarkan tidak adanya kerelaan dan kewajiban untuk melengkapi
semua hal tersebut.24
Rekening khusus dana kampanye didefinisikan sebagai rekening khusus
yang menampung dana kampanye pemilu yang dipisahkan dari rekening keuangan
partai politik atau rekening keuangan pribadi calon Anggota DPD. Rekening khusus
ini diperuntukkan guna menempatkan atau menampung dana kampanye pemilu
masing-masing parpol peserta pemilu. Laporan awal dana kampanye dan rekening
khusus dana kampanye menyajikan informasi mengenai nama bank, nomor
rekening, nama pemegang rekening dan saldo pembuka rekening. 25 Bahkan di
dalam memenuhi kebutuhannya yang besar itu para calon berani melakukan praktik
pencucian uang hasil korupsi untuk membiayai rekening kampanye pemilunya.
Suatu fenomena sosial yang dinamakan korupsi merupakan realitas perilaku
manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang, serta membahayakan
masyarakat dan negara. Oleh karena itu, perilaku tersebut dalam segala bentuk
dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk oleh para koruptor itu sendiri sesuai
dengan ungkapan “koruptor teriak koruptor.” Penolakan masyarakat terhadap
korupsi menurut konsepsi yuridis dimanifestasikan dalam rumusan hukum sebagai
bentuk tindak pidana. Di dalam politik hukum pidana Indonesia, korupsi itu bahkan
dianggap sebagai bentuk tindak pidana yang perlu didekati secara khusus, dan
diancam dengan pidana yang cukup berat. Dalam sejarah kehidupan hukum pidana
Indonesia, istilah korupsi pertama kali digunakan di dalam Peraturan Penguasa
Militer Nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi suatu istilah hukum.
Penggunaan istilah korupsi dalam peraturan tersebut terdapat bagian

24 Zainal Arifin Mochtar, Melawan Korupsi (Membaca Saldi Isra di Altar Demokrasi), dalam: Saldi
Isra, Membangun Demokrasi Membongkar Korupsi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010),
hlm. xxx.
25 Khairul Fahmi, Pembatalan Partai Politik sebagai Peserta Pemliu (Studi Kasus Pembatalan Partai

Politik Peserta Pemilu 2009 di Kabupaten Kepulauan Mentawai, (Jurnal Konstitusi, Volume IV
Nomor 1, Juni 2011, Jakarta: Mahkamah Konstitusi), hlm. 95
9

konsiderannya, yang antara lain menyebutkan, bahwa perbuatan-perbuatan yang


merugikan keuangan dan perekonomian negara yang oleh khalayak ramai
dinamakan korupsi.26
Sekarang di Indonesia jika orang berbicara mengenai korupsi, pasti yang
dipikirkan hanya perbuatan jahat menyangkut keuangan negara dan suap.
Pendekatan yang dapat dilakukan terhadap masalah korupsi bermacam ragamnya,
dan artinya tetap sesuai walaupun kita mendekati masalah itu, dari berbagai aspek.
Pendekatan sosiologis misalnya, seperti halnya yang dilakukan oleh Syed Hussein
Alatas dalam bukunya The Sociology of Corruptioon, akan lain artinya kalau kita
melakukan pendekatan normatif; begitu pula dengan politik ataupun ekonomi.
Misalnya Alatas memasukan “nepotisme” dalam kelompok korupsi, dalam
klasifikasinya (memasang keluarga atau teman pada posisi pemerintahan tanpa
memenuhi persyaratan untuk itu), yang tentunya hal seperti itu sukar dicari
normanya dalam hukum pidana.27
Berkembang di media masa, bahwa sudah meluasnya virus korupsi ke
daerah. Di era Orde Baru, korupsi tersentralisasi di Jakarta, terpusat pada eksekutif,
seiring dengan desentralisasi dan otonomi, maka terdensentralisasi pula korupsi.
Korupsi bukan hanya terjadi di pusat, melainkan juga di daerah, bukan hanya pada
eksekutif, melainkan legislatif.28 Akibat dari praktik pencucian uang hasil korupsi
menyebabkan kemunduran kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan
pemilihan umum itu sendiri. Karena masyarakat tidak akan memberikan hak
pilihnya di dalam pelaksanaan pemilihan umum atau lebih dikenal dengan kata-kata
golongan putih (golput). Kata-kata golput sudah tidak asing lagi didengar ketika
pemilu tiba. Istilah golput muncul pertama kali dari mahasiswa dan pemuda pasca
tumbangya orde lama. Pilihan mahasiswa dan pemuda ketika itu berada posisi
golput, yang merupakan sebagai bentuk tindakan perlawanan terhadap penguasa
yang selalu bersifat represif.

26Elwi Danil, Korupsi: Tindak Pidana, dan Pemberantasannya (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2011), hlm. 1-5.
27 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,

Cetakan Kelima, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), h lm. 5-6.


28 Budiman Tanuredjo, Pilkada La nsung: Menutar Jarum Jam Sejarah Mungkinkah?, dalam

Konpress, Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada Di Indonesia, (Jakarta, Konstitusi Pers, 2012),
hlm. 246.
10

Pemilu era reformasi ini sangat berbeda dengan pemilu di era tahun 70- an.
Di era reformasi ini masyarakat memiliki kebebasan untuk memiliki caloncalon
pemimpin yang terbaik. Sebagai rakyat yang cerdas, sudah seharusnya kita
mengambil peran dalam mendukung suksesnya pemilu dengan berpartisipasi. Tidak
golput merupakan bentuk kesukarelaan rakyat yang telah diberi wewenang untuk
memilih siapa jagoan mereka yang akan menduduki jabatan selanjutnya.
Kesukarelaan masyarakat akan menjadi momentum luar biasa sebab pilihan
masyarakat di balik suara adalah penentu perubahan.
Penggunaan pengaruh dan akses politik ilegal untuk mencapai kepentingan
politik merupakan korupsi politik, namun sulit dibatasi secara tegas pemahaman
terhadap politik dan korupsi terlebih tidak mudah dalam mendefinisikan ruang
lingkup perilaku politik korup karena korupsi politik seringkali sulit terpisahkan
dari proses politik.29 Penyebab daripada korupsi politik biasanya keinginan
memperkaya diri sendiri, mendanai partai politik, mendanai aktivitas politik dan
kepentingan pemilunya. perlu diperhatikan bahwa tidak semua kasus korupsi
politik memiliki relevansi langsung pada kepentingan pendanaan maupun
pemenangan pemilu.30 terkait korelasi korupsi politik dengan kebutuhan pendanaan
pemilu, dapat dilihat dalam tabel kasus yang telah ditangani oleh KPK berikut:
Tabel 1. Kasus Korupsi dengan Dugaan untuk Pendanaan Pemilu

Kasus Tersangka/Terda Catatan


kwa & jabatan

Suap impor daging sapi Luthfi hasan Putusan MA atas terdakwa Luthfi Hasan
Ishaaq (anggota Ishaaq menyebutkan tersangka
DPR RI/Ketua Fathanah dan Yudi Setiawan bertemu
Umum PKS) untuk membahas rencana konsolidasi
perolehan dana sebesar Rp 2 Triliun
dalam rangka pemenuhan target PKS
pada Pemilu 2014.

Suap proyek Kementerian Damayanti Wisnu Saksi menyebut untuk mendanai


Pekerjaan Umum dan Putranti (anggota Pilkada daerah-daerah di Jawa Tengah
Perumahan Rakyat DPR RI) pada 2015.

29 Roby Arya Brata, Analisis Kebijakan Integratif Masalah Hukum, Kebijakan dan Demokrasi,
(Depok: Papas Sinar Sinanti, 2021), hlm. 9.
30 Hadiz, Vedi R. "Democracy and money politics: The case of Indonesia." Routledge handbook of

Southeast Asian politics. Routledge, 2012. 71-82.


11

Kasus Tersangka/Terda Catatan


kwa & jabatan

Pengelolaan dana jasa Siti Masitha Diduga untuk mendanai majunya


pelayanan kesehatan di Soeparno dan tersangka pada Pilkada Tegal 2018.
RSUD Kota Tegal, dan Amir Mirza
proyek-proyek lainnya di Hutagalung
lingkungan Pemkot Tegal (Walikota Tegal)

Suap untuk kepentingan izin Adriansyah Diduga untuk mendanai majunya


usaha tambang di Tanah (anggota DPR RI) Adriansyah di Pilkada Kalimantan
Laut, Kalimantan Selatan Selatan.

Suap pengurusan HGU Amran Batalipu Diduga untuk mendanai majunya


perkebunan sawit (Bupati Buol) Amran Batalipu di Pilkada Buol

Jual beli jabatan di Pemkab Sri Hartini (Bupati Diduga untuk mendanai majunya Sri
Klaten Klaten) Hartini di Pilkada Klaten.

Jual beli jabatan di Pemkab Taufiqurrahman Diduga untuk mendanai istrinya maju di
Nganjuk (Bupati Nganjuk) Pilkada Nganjuk.

Ijon proyek rekonstruksi Yesaya Sombuk Saksi menyebut korupsi tersebut untuk
talut abrasi pantai di (Bupati Biak membayar hutang Pilkada.
Kabupaten Biak Numfor Numfor)

Suap pembangunan Pasar Atty Suharti Diduga untuk maju di Pilkada Cimahi.
Atas Barokah di Cimahi (Walikota Cimahi)

Gratifikasi perizinan dan Rita Widyasari Commitment fee proyek diakui pemberi
proyek-proyek di Pemkab (Bupati Kutai diserahkan pada tim sukses Rita
Kutai Kartanegara Kartanegara) Widyasari.

Suap pengadaan barang dan Adriatma Dwi Terdakwa Hasmun Hamzah menyebut
jasa di Pemkot Kendari Putra (Walikota pernah memberikan uang pada calon
Kendari) partai pengusung Asrun (ayah Adriatma
Dwi Putra) yang berencana maju dalam
Pilkada Provinsi Sulawesi Tenggara
atas permintaan Adriatma.

Suap PLTU Riau 1 Eni Maulani Dari Rp 4,75 miliar suap yang diterima
Saragih (Anggota terdakwa, Rp 2 miliar digunakan untuk
DPR RI) biaya pilkada suami terdakwa di Pilkada
Temanggung 2018.

Suap kerjasama penyedia Bowo Sidik Uang suap yang diamankan KPK senilai
kapal pengangkut distribusi Pangarso Rp 8 miliar dimasukkan dalam 400.000
pupuk (Anggota DPR RI/ amplop. Untuk “serangan fajar” pemilu
Caleg DPR RI 2019.
Pemilu 2019)
12

Sumber: ICW, 2018.31


Fenomena korupsi dan politik uang dalam pemilu dapat menjadi permulaan
orang melakukan korupsi, karena korupsi politik itu lahir dari korupsi pemilu dan
politik berbiaya tinggi, khususnya nomination buying (mahar politik) dan vote
buying (jual beli suara) merupakan penyebab utama mahalnya biaya berkontestasi
dalam pemilu.32 terdapat juga pola ataupun modus Money Politic dalam
penyelenggaraan Pemilu menurut ICW dalam tabel berikut:
Tabel 2. Pola & Modus Money Politic dalam Penyelenggaraan Pemilu

Pelaku Target Bentuk Modus Waktu


Pemberian

Langsung: Pemilih secara Janji uang atau Diucapkan saat Kampanye,


Kandidat & luas materi (langsung/ berkampanye pasca terpilih
Tim Sukses programatik) atau menemui
terdaftar warga

tidak langsung: Individu, Uang, sembako, Diberikan Kampanye,


Tim Sukses keluarga, pemilih alat ibadah, secara tunai hari tenang,
tidak dalam satu voucher pulsa, door to door, hari
terdaftar/simpa kawasan tertentu discount/ kupon pra bayar/ pemungutan
tisan, Partai (RT, RW, dll), pembelian barang, pasca bayar suara,
Politik/Politisi, petugas pemilihan pembangunan (sebelum/ penghitungan
& Masyarakat jalan/ tempat setelah suara
(Ketua RT, ibadah, dll pemungutan
Broker Pemilu, suara),
tokoh memborong
masyarakat, suara satu
dll) keluarga atau
kelompok
masyarakat.

31 Indonesia Corruption Watch, “Outlook Korupsi Politik 2018: Ancaman Korupsi dibalik Pilkada
2018 dan Pemilu 2019”,
https://antikorupsi.org/sites/default/files/outlook_korupsi_politik_2018_110118.pdf diakses pada
25 Mei 2023.
32 Indonesia Corruption Watch (2018)… lihat juga pengaturan Pro Pemilu Berbiaya Tinggi dalam

Pasal 327 dan Pasal 331 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, UU
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. dan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perubahan atas Undang -Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum, Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, LN.2022/Nomor 224, TLN Nomor 683 2 yang
ditetapkan oleh Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2022, UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang,
LN.2023/Nomor 54, TLN Nomor 6863.
13

Sumber: ICW, 2018.33


Pada periode 2014-2019 tak dapat dipungkiri maraknya politik uang, dalam
Disertasi Burhanuddin Muhtadi mengestimasi jumlah pemilih yang menerima uang
di pemilu legislatif 2014 berkisar 25%-33%.34 politik uang pada Pemilu 2019 pula
tak kalah masif dibandingkan pada 2014 terlebih dikarenakan ambang batas
parlemen (parliamentary threshold) naik dari 3,4% menjadi 4% yang
mengakibatkan Pemilu pada 2019 lebih kompetitif. 35 oleh karena itu, salah satu
ancaman serius Pemilu serentak 2024 mendatang adalah Money Politic (Politik
Uang) karena sasaran politik uang tidak lagi hanya antara peserta dan pemilih, tetapi
juga kepada penyelenggara pemilu.36
Berdasarkan uraian serta tabel 1 atau tabel 2 diatas, salah satu tantangan
dalam pemilu adalah kecenderungan maraknya praktek money politic (politik uang)
yang dapat berlangsung hampir di seluruh level pemilu, salah satu faktornya juga
ialah setiap demokrasi yang biayanya relatif tinggi. 37 setiap orang juga mengetahui
bahwa pelbagai kasus politik uang itu adalah suatu hal yang jamak dalam pemilu
pasca reformasi,38 serta yang perlu ditekankan adalah bahwa mata rantai
terbentuknya karter politik itu didasarkan atas praktek politik uang. 39
Keterlibatan KPU Sebagai Penyelenggara Pemilu Dalam Penyimpangan
Potensi korupsi dan manipulasi seringkali menghantui di setiap tahapan
dalam proses pemilu. Di Indonesia, demokrasi elektoral telah ditandai oleh

33 Baca dalam Indonesia Corruption Watch (2018)... baca juga CNN Indonesia,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230107065530 -617-897274/icw-soroti-potensi-politik-
uang-baru-lewat-digital-jelang-pemilu, diakses pada 25 Mei 2023.
34 Muhtadi, Burhanuddin. Buying Votes in Indonesia: Partisans, Personal Networks, and Winning

Margins. Diss. The Australian National University (Australia), 2018. hlm. 36. baca juga CNN
Indonesia,https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200621091601 -32-515645/bawaslu-modus-
politik-uang-pemilu-pakai-sistem-putus-sel diakses pada 25 Mei 2023.
35 Solekha, Retno Risalatun, Fence Wantu, and Lusiana Tijow. "Penegakan Hukum Terhadap Tindak

Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan Umum 2019." Jurnal
Legalitas 13.01 (2020): 51-69. baca juga Sjafrina, Almas Ghaliya Putri. "Dampak politik uang
terhadap mahalnya biaya pemenangan pemilu dan korupsi politik." Integritas: Jurnal Antikorupsi
5.1 (2019): 43-53.
36 Ratna Dewi, BPKK, https://dkpp.go.id/ratna-dewi-politik-uang-tantangan-besar-pemilu-2024/,

dikases pada 25 Mei 2023.


37 Dwipayana, AAGN Ari. "Demokrasi Biaya Tinggi." Yogyakarta: Jurnal Fisipol UGM (2009).
38 Kumorotomo, Wahyudi. "Intervensi parpol, politik uang dan korupsi: Tantangan kebijakan publik

setelah pilkada langsung." Makalah disajikan dalam Konferensi Administrasi Negara. Surabaya
15(2009).http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Intervensi%20Parpol,%20Politik%20Uang%20
dan%20Korupsi.pdf
39 Sholikin, Ahmad. "Mahalnya Ongkos Politik dalam Pemilu Serentak Tahun 2019." Jurnal

Transformative 5.1 (2019): 87-108.


14

dominasi praktik korupsi politik yang mempengaruhi tingginya biaya politik dan
permasalahan penyelenggaraan pemilu. Studi dominan tentang korupsi dan
manipulasi dalam pemilu setidaknya dikerangkai dalam tiga terminologi utama,
yakni korupsi pemilu (electoral corruption), malpraktik pemilu (electoral
malpractice), dan penyimpangan pemilu (electoral fraud). Ketiga istilah tersebut
digunakan dalam pengertian setara oleh para penulis dalam melihat hubungan
antara korupsi dan manipulasi dalam pemilu. Ciri utama yang menentukan praktik
dari tiga istilah tersebut adalah pelibatan dan penyalahgunaan lembaga pemilu
untuk keuntungan secara pribadi maupun politik. 40
Mengeksplorasi bagaimana malpraktik yang terjadi selama Pemilu
Legislatif 2019, khususnya pada tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara,
pembahasan ini akan menganalisis dan melakukan kodifikasi terhadap putusan
DKPP pada periode April hingga Desember 2019. Analisis ini dilakukan untuk
memberikan pemetaan awal terkait praktik pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu baik yang terkait dengan electoral fraud, electoral maladministration, atau
tindak pidana korupsi. Dalam kurun waktu tersebut, DKPP telah memutus 76 kasus
dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Sumber aduan terbesar berasal unsur partai politik baik anggota DPR/DPRD
yang sedang menjabat dan mencalonkan diri kembali, calon anggota legislatif
(caleg), maupun pengurus partai politik, yakni dengan 36 aduan atau 47% dari total
aduan. hal ini tidak mengherankan dikarenakan partai politik berposisi sebagai
peserta pemilu yang memiliki kepentingan terbesar terhadap hasil pemilu. dalam
konteks ini, caleg maupun pengurus partai politik membuat aduan kepada DKPP
untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu yakni KPU maupun bawaslu. Sumber aduan terbesar kedua
berasal dari kategori gabungan berbagai elemen masyarakat, baik dari masyarakat
umum, pengawas lapangan, mahasiswa, LSM, yakni dengan 28 aduan atau 37%
dari total aduan.
Sumber aduan terbesar ketiga atau secara kuantitas paling rendah berasal
dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yakni dengan 12 aduan atau 16% dari total

40 Sarah Birch. "Briefing Paper: Electoral Corruption." Institute for Democracy & Conflict
Resolution (2011): 1-12
15

aduan. Catatan aduan ini menunjukkan bahwa adanya indikasi kegagalan


koordinasi antar penyelenggara pemilu, dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
Ada tiga pola umum dalam motif aduan Bawaslu terhadap KPU yakni (1) KPU
tidak menjalankan rekomendasi atau putusan, (2) ketidaksiapan KPU dalam
menyediakan logistik pemilu, dan (3) KPU tidak menjalankan tugas
penyelenggaraan pemilu secara profesional dan sesuai aturan.
Letak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu
paling banyak terletak di tahapan penghitungan dan rekapitulasi dengan 50 aduan
atau 66% dari total aduan. Sedangkan sisanya yakni 26 aduan atau 32% dari total
aduan bukan berada dalam tahapan penghitungan atau rekapitulasi. Dilihat dari sini,
tahapan penghitungan dan rekapitulasi merupakan merupakan tahapan yang paling
rawan karena yang berkaitan dengan perolehan suara yang menjadi penentu lolos
tidaknya kandidat dalam pemilu.
Tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara dibagi menjadi beberapa
tahapan sesuai dengan tingkat pemilihannya. Proses diawali dari penghitungan
suara di TPS, yang kemudian dilanjutkan dengan rekapitulasi dan penetapan hasil
penghitungan suara di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional.
Tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara tertuang dalam PKPU No. 7 Tahun
2019 tentang perubahan ketiga atas Peraturan KPU No. 7 Tahun 2017 tentang
Tahapan, Program, dan jadwal Penyelenggaraan Pemilu tahun 2019. Berdasarkan
pada data kodifikasi, letak aduan pelanggaran kode etik pada tahapan pemungutan
dan rekapitulasi tahap kecamatan yakni dengan 24 aduan atau 48% dari total aduan
pada tahap pemungutan dan rekapitulasi suara. Hal ini mengindikasikan tahapan
rekapitulasi suara di tingkat kecamatan menjadi tahapan paling rawan. Letak aduan
pelanggaran kode etik terbesar kedua pada tahapan pemungutan dan rekapitulasi
suara terletak pada tahapan kabupaten/kota dengan 14 aduan atau 28% dari total
aduan. Letak aduan pelanggaran kode etik terbesar ketiga pada tahapan pemungutan
dan rekapitulasi suara terletak pada tingkat TPS dengan 10 aduan atau 20% dari
total aduan.
Indikasi malpraktek terbesar pada tahap rekapitulasi yang dikabulkan dalam
putusan DKPP terletak pada electoral maladministration, hal mana lebih
disebabkan karena kelalaian yang bersifat teknis daripada sebuah kesengajaan
16

untuk melanggar hukum. Beberapa contoh electoral maladministration adalah tidak


ditaatinya prosedur rekapitulasi dalam pemilu, mekanisme perbaikan dokumen
rekapitulasi, dan kelengkapan peserta rapat pleno dalam tahap rekapitulasi. Indikasi
malpraktek terbesar kedua pada tahapan rekapitulasi yang dikabulkan dalam
putusan DKPP terletak pada electoral fraud hal mana merupakan bentuk
penyimpangan pemilu yang secara sengaja dilakukan untuk memanipulasi pemilu
dan melanggar hukum. Salah satu contoh electoral fraud dalam tahap rekapitulasi
suara adalah persekongkolan antara peserta dan penyelenggara pemilu untuk
melakukan manipulasi rekapitulasi suara, contoh kasus dalam hal ini adalah praktik
pemberian uang kepada salah satu komisioner KPUD dari peserta pemilu.
Dari 75 putusan DKPP dalam periode April hingga Desember 2019, tercatat
bahwa ada 40 aduan atau 53% yang dikabulkan sebagian, 1 aduan atau 1% yang
dikabulkan sebagian, dan 24 aduan atau 46% yang ditolak seluruhnya. Setidaknya
ada lima jenis sanksi yang diberikan DKPP kepada penyelenggara pemilu sebagai
Teradu jika melanggar kode etik kepemiluan, yakni peringatan, peringatan keras,
pemberhentian tetap, dan tidak memenuhi syarat penyelenggara pemilu. Dari 75
putusan DKPP yang dianalisis, terdapat 23 putusan yang memberikan sanksi
peringatan keras, enam sanksi yang memberikan sanksi peringatan/peringatan keras
dan/atau pemberhentian sementara/tetap, dan dua putusan yang memberikan sanksi
tidak memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu.
Pencegahan Korupsi Politik Pada Pendanaan Kampanye Pemilihan Umum di
Indonesia
Dalam melakukan pencegahan korupsi politik harus dari akar
permasalahannya. Terdapat trisula pemberantasan korupsi yang selalu digaungkan
oleh KPK, yaitu penindakan, pencegahan, dan, pendidikan. Sula penindakan
merupakan strategi represif yang dilakukan KPK dengan proses penyidikan,
penuntutan hingga eksekusi. Kemudian, sula pencegahan merupakan perbaikan
sistem dengan meminimalisasi terjadinya tindak pidana korupsi, KPK melakukan
berbagai kajian untuk kemudian memberikan rekomendasi kepada kementerian
atau lembaga terkait untuk melakukan langkah perbaikan. Kemudian sula
pendidikan yaitu memberikan pemahaman dasar, kampanye untuk persepsi
17

masyarakat tentang tindak pidana korupsi bahwa berdampak buruk dan harus
diberantas bersama-sama.41
Pencegahan korupsi politik dalam pendanaan kampanye pemilu adalah
upaya yang berkelanjutan dan harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk
pemerintah, partai politik, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil.
Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci
utama dalam menjaga integritas sistem politik dan pemilihan di Indonesia.
Beberapa acuan yang menjadi dasar hukum pendanaan kampanye diatur dalam
beberapa regulasi antara lain dijelaskan pada Peraturan KPU Nomor 34 Tahun 2018
tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Dana
Kampanye Pemilihan Umum, kemudian juga diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan Pendanaan
Kampanye juga diatur pada keputusan KPU Nomor 1126 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Teknis Laporan Dana Kampanye Pemilu, Keputusan KPU Nomor 1781
Tahun 2018 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Audit Laporan Dana Kampanye
Pemilihan Umum, dan Keputusan KPU Nomor 911 Tahun 2019 tentang Pedoman
Teknis Penyerahan Sumbangan Dana Kampanye yang tidak sesuai ketentuan ke kas
negara oleh peserta pemilu.
Tujuan Pengaturan dana kampanye tidak lain dan tidak bukan memberikan
panduan bagi peserta pemilu dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan
penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dan menjadi acuan bagi akuntan
publik dalam melaksanakan audit atas laporan dana kampanye.
Pengawasan juga fokus terhadap ketentuan larangan menerima dana dari
pihak tertentu untuk mencegah potensi pencucian uang (money-laundry),
penyalahgunaan anggaran/fasilitas negara, dan pembatasan jumlah maksimal
sumbangan. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya praktik
korupsi politik di Pemilu 2019. Pengawasan terhadap penerimaan dan pengeluaran
dana kampanye Pemilu 2019 dilakukan dengan cara:42

41 Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi KPK untuk Visi Indonesia Bebas dari Korupsi,
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220511-trisula-strategi-pemberantasan-korupsi-
kpk-untuk-visi-indonesia -bebas-dari-korupsi diakses 28 Mei 2023
42 Aditya Perdana, dkk. Pembiayaan Pemilu di Indonesia, Bawaslu RI, Desember 2018, hlm.295-

296
18

1. Mengawasi langsung, yaitu melakukan pengawasan terhadap seluruh


tahapan pelaksanaan dana kampanye yang dilakukan oleh KPU. Kegiatan
ini menyesuaikan dengan jadwal dan tahapan yang terdapat dalam PKPU.
Pengawas Pemilu secara melekat melakukan pengawasan pelaksanaan
tahapan yang dilaksanakan oleh KPU dan kegiatan kampanye yang
dilakukan oleh peserta pemilu;
2. Kebenaran laporan dana kampanye, yaitu melakukan verifikasi terhadap
kebenaran laporan dana kampanye dengan hasil pengawasan terhadap
praktik-praktik kampanye yang dilaksanakan oleh peserta pemilu.
Pengawasan kampanye menghasilkan kegiatan dan biaya yang dikeluarkan
oleh peserta pemilu sehingga aktifitas pengawasan kampanye dan menjadi
penilaian terhadap laporan dana kampanye peserta pemilu.
3. Akurasi dan akuntabilitas laporan; yaitu melakukan pemeriksaan terhadap
akurasi dan kelengkapan laporan dana kampanye peserta pemilu. Pengawas
Pemilu melakukan analisis terhadap dokumen laporan dana kampanye dan
melakukan investigasi terhadap informasi dalam laporan dana kampanye
peserta pemilu;
4. Memastikan kepatuhan waktu pelaporan, yaitu memastikan penyampaian
laporan dana kampanye peserta pemilu sesuai dengan waktu dan tahapan
yang ditentukan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pengawas Pemilu
secara melekat membandingkan jadwal tahapan dengan praktik pelaporan
peserta pemilu.
Terdapat dua celah dan kelemahan aturan dana kampanye, yaitu pertama,
sumbangan tanpa melalui rekening khusus dana kampanye. Hal ini dimaksudkan
agar sumber pendanaan kampanye yang digunakan tidak terdeteksi, apakah itu
berasal dari sumbangan yang dilarang maupun sumber dana yang tidak legal.
Kedua, sumbangan melalui uang tunai, penerimaan sumbangan dalam bentuk tunai
akan sulit terdeteksi oleh penegak hukum karena tidak tercatat secara resmi pada
sistem keuangan. Jika pun ada indikasi penggunaan uang tunai akan sulit dalam
menelusuri aliran dana tersebut, baik sumber dana maupun keabsahan uang
19

tersebut, padahal modus seperti ini bisa dikategorikan sebagai tindak pencucian
uang.43
Menurut ICW, tidak ada upaya dari pemerintah dalam merumuskan
kebijakan dalam menekan dana kampanye yang mahal. Pemerintah melanjutkan
subsidi dana kampanye pada Pilkada 2018 dan secara perdana akan mensubsidi
kampanye pileg-pilpres 2019 dengan semangat kontestasi lebih setara dan menekan
biaya mahal, namun di sisi lain mendorong kandidat untuk menggalang pihak ketika
untuk menyumbang lebih besar dan melegalkan pemberian barang dengan batasan
konversi harga tertentu. Ironi pengaturan ini dapat berdampak bahaya, yaitu
membuka mendorong biaya pemenangan mahal, politik uang, hingga korupsi.
Kemudian, pemerintah juga belum banyak melakukan langkah antisipasi untuk
mencegah penyalahgunaan sumberdaya negara yang rentan dipolitisasi untuk
pemilu, seperti sektor perizinan industri ekstraktif, belanja bantuan sosial, dana
desa, dan permasalahan birokrasi. Hal ini akan membuat sektor-sektor tersebut
dipolitisasi untuk kepentingan pemilu bahkan dikorupsi untuk pengumpulan modal
pemilu.44
Adapun kelemahan selanjutnya yaitu adanya kelemahan regulasi dan
praktik manipulasi yang dilakukan oleh para paslon ini memiliki dampak adanya
perselingkuhan antara politisi dan pemodal yang berasal dari kelompok bisnis.
Perselingkuhan ini sangat rentan mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan
dari seorang presiden dan wakil presiden terpilih. Hal ini bahwa adanya “simbiosis
antara politisi, birokrat dan pengusaha telah mengaburkan perbedaan antara
wilayah publik dan privat dan menyediakan fondasi bagi praktek praktek gelap
dalam pembiayaan politik.”45
Praktik korupsi dalam pemilu juga telah terstruktur, sistematis, dan masif,
sehingga diperlukan edukasi mendasar kepada masyarakat tentang dampak negatif
yang besar dari korupsi yang dapat merampas hak-hak rakyat dalam menikmati
pembangunan, kehidupan yang layak atau mendapat pendidikan yang ideal. Dalam

43 Hermansyah Putra, Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye pada


Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA,
Vol 6 No 2 2018, hlm. 118.
44 Indonesia Corruption Watch, Outlook Korupsi Politik 2018: Ancaman Korupsi di Balik Pemilu

2018 dan 2019. hlm. 8.


45 Indonesia Corruption Watch (2018)... hlm. 10.
20

pendidikan politik KPK mempunyai program yang dimana program tersebut


merupakan bentuk pendidikan terhadap partai politik yang di program tersebut
membahas terkait politik cerdas, berintegritas dan anti korupsi.46
Dengan tujuan yaitu Pertama, mendorong komitmen integritas dan
meningkatkan kesadaran budaya antikorupsi para pengurus politik, Kedua,
meningkatkan kesadaran politik cerdas berintegritas dalam penyelenggaraan
pemilu, Ketiga, mengajak internal partai politik untuk melaksanakan aksi nyata
dalam mengimplementasikan hasil pembelajaran antikorupsi. 47
Salah satu program pencegahan korupsi melalui lembaga pendidikan formal
atau sekolah, yaitu dengan Program Pendidikan Antikorupsi (PAK), yang
diluncurkan secara resmi, pada tahun 2018, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi48
Melalui Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban
Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi, perguruan
tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah pendidikan
antikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana.
Pendekatan yang perlu dicoba untuk digunakan dalam mereduksi politik
uang adalah melalui cara–cara modal sosial dengan mengangkat kearifan lokal di
berbagai daerah di Indonesia. Seperti contoh pada kebudayaan Jawa yang tidak
hanya indah dalam penampilannya, tetapi juga mencakup pembelajaran penting
bagi kita semua. Salah satu hikmah yang bisa dipetik dari berbagai bentuk
kebudayaan Jawa adalah nilai-nilai integritas yang jadi inti dari sikap antikorupsi
yang tersirat dalam lagu “Gundul-Gundul Pacul”. Widyaiswara di Balai Diklat
Keuangan Yogyakarta ini mengatakan lagu sederhana yang dipercaya digubah oleh
Sunan Kalijaga ini membawa pesan untuk pemimpin yang korup, Lagu ini
merupakan sindiran Sunan Kalijaga untuk kerajaan saat itu. yang bermakna jika

46 Pusat Edukasi Antikorupsi Tentang Politik Cerdas Berintegritas,


ttps://aclc.kpk.go.id/program/pcb/politik-cerdas-berintegritas, diakses pada tanggal 27 mei 2023
47 Ibid.
48 KPK, B. (n.d.). KPK Lakukan Evaluasi Pendidikan Antikorupsi,
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita -kpk/1353-kpk-lakukan-evaluasi-pendidikan-antikorupsi
Diakses pada 29 Mei 2023
21

birokrat gembelengan, maka wakil-nya akan ngglimpang (jatuh), yang berarti


kesejahteraan tidak akan tercapai, angka kemiskinan akan tinggi. 49
Proses penerapan nilai antikorupsi yang disalurkan melalui budaya atau
nilai nilai kearifan lokal dinilai dapat menumbuhkembangkan sikap yang mencela
perbuatan yang tidak jujur yang menimbulkan kerusakan bagi generasi bangsa dan
mengkhianati nilai nilai leluhur.

KESIMPULAN
Korupsi politik pada pemilihan umum di Indonesia dapat dikatakan marak
terjadi. sampel yang dalam penulisan ini dijadikan acuan adalah pada pemilu 2014
dan 2019, pelbagai praktik korupsi politik dalam hal ini pada pendanaan kampanye
pemilu. akar penyebab korupsi politik terkait pendanaan kampanye pemilu adalah
salah satunya karena lahir dari korupsi pemilu dan politik berbiaya tinggi,
khususnya mahar politik dan jual beli suara merupakan penyebab utama mahalnya
biaya berkontestasi dalam pemilu, serta adanya potensi keberulangan pada pemilu
2024 mendatang, terlebih tantangan yang baru adalah politik uang digital.
Berkaitan dengan malpraktik dalam penyelenggaraan pemilu, berdasar pada
hasil analisis menunjukan bahwa tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara
menjadi salah satu tahapan yang menjadi titik rawan terjadinya malpraktek dalam
pemilu. Hal ini tidak terlepas dari krusialnya tahapan penghitungan dan rekapitulasi
suara yang menentukan menang dan kalahnya kandidat dalam kontestasi elektoral
dan semakin rendahnya partisipasi publik untuk ikut mengawasi proses
rekapitulasi. Penghitungan suara di TPS yang tidak hanya disaksikan oleh
penyelenggara dan saksi partai politik, melainkan disaksikan secara langsung oleh
pemilih guna kredibilitas suara dan akuntabilitas penyelenggara akuntabel. Oleh
karena itu, pencegahan korupsi politik dalam pemilihan umum yang dilakukan saat
ini adalah adanya pengaturan yang ketat dan pendidikan antikorupsi dalam
pemilihan umum yang diselenggarakan oleh berbagai stakeholders seperti KPK,
KPU, maupun Partai Politik dan lain sebagainya guna budaya korup dalam
penyelenggaran pemilu dapat teratasi.

49Pusat Edukasi Antikorupsi Tentang Mengupas Nilai-Nilai Antikorupsi dalam Seni dan Budaya
Jawa, https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/aksi/20220822-mengupas-nilai-nilai-antikorupsi-dalam-
seni-dan-budaya-jawa, diakses pada 28 Mei 2023
22

SARAN
Kelembagaan di dalam penegakan hukum pemilu juga perlu untuk
dievaluasi, desain keadilan pemilu (electoral justice) harus secara responsif, efektif
dan efisien mampu melakukan penegakan hukum terhadap manipulasi suara di
pemilu. Pada sisi lain, sistem pengawasan berjenjang dan terlembagakan di
Bawaslu mulai dari level TPS sampai dengan level pusat harus lebih diperkuat
dalam meminimalisir upaya malpraktek pemilu.
Selain itu, pemanfaatan teknologi pemilu dalam bentuk electronic
recapitulation (e-recap) seringkali dijadikan rujukan untuk meminimalisir campur
tangan manusia terhadap upaya manipulasi perolehan suara melalui pemilu. Dalam
hal ini, diperlukan payung hukum yang lebih kuat dalam menerapkan e-recap
sebagai instrumen yang sah di dalam tahapan pemilu. Namun demikian,
pemanfaatan teknologi informasi jangan sampai menutup ruang dan akses bagi
publik untuk ikut serta memantau dan mengawasi secara langsung proses
rekapitulasi pemilu. Ruang partisipasi publik yang terbuka untuk ikut serta
memantau dan mengawasi proses rekapitulasi suara sangat penting guna
membangun legitimasi hasil pemilu.
23

DAFTAR RUJUKAN

Buku
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Cetakan Kelima, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012.
Aditya Perdana. Pendahuluan: Pembiayaan Pemilu di Indonesia. Badan Pengawas
Pemilihan Umum Republik Indonesia, Jakarta, 2018.
Bosso, F., M. Martini, and I. Albisu Ardigó. "Political Corruption Topic Guide."
2014.
Budiman Tanuredjo, Pilkada Lansung: Menutar Jarum Jam Sejarah Mungkinkah?,
dalam Konpress, Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada Di Indonesia,
Jakarta, Konstitusi Pers, 2012.
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata
Hukum, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Saldi Isra, Membangun Demokrasi Membongkar Korupsi, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2010.
Roby Arya Brata, Analisis Kebijakan Integratif Masalah Hukum, Kebijakan dan
Demokrasi, Depok: Papas Sinar Sinanti, 2021.
Piers Beims dan James Messerschmidt, Criminilogy, Second Edition, Harcourt
Brage College Publishers, 1995.
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary Fifth Edition, West Publishing Co.:
New York, 1986.
Eddy O.S Hiariej, Pemilukada Kini dan Masa Datang Persepektif Hukum Pidana,
dalam Konpress, Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada Di Indonesia,
Jakarta, Konstitusi Pers, 2012.
Elwi Danil, Korupsi: Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011
Elwi Danil, Korupsi: Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011.
Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Artikel / Jurnal

Amundsen, Inge. "Political corruption: An introduction to the issues." CMI


Working Paper, 1999.
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Cetakan Kelima, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012.
Dwipayana, AAGN Ari. "Demokrasi Biaya Tinggi." Yogyakarta: Jurnal Fisipol
UGM, 2009.
Dwipayana, AAGN Ari. "Demokrasi Biaya Tinggi." Yogyakarta: Jurnal Fisipol
UGM, 2009..
Hadiz, Vedi R. "Democracy and money politics: The case of Indonesia." Routledge
handbook of Southeast Asian politics. Routledge, 2012. 71-82.
Hermansyah Putra, Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Jurnal Ilmu
Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, Vol 6 No 2 2018
24

J Danang Widoyoko, Akuntabilitas Dana Politik Korupsi Pemilu di Indonesia, &


Johanes Danang Widoyoko, "Politik, patronase dan pengadaan: Studi kasus
korupsi proyek Wisma Atlet." Integritas: Jurnal Antikorupsi 4.2 (2018): 1-
23.
Khairul Fahmi, Pembatalan Partai Politik sebagai Peserta Pemliu (Studi Kasus
Pembatalan Partai Politik Peserta Pemilu 2009 di Kabupaten Kepulauan
Mentawai, (Jurnal Konstitusi, Volume IV Nomor 1, Juni 2011, Jakarta:
Mahkamah Konstitusi).
Mohammad Fajrul Faalakh, “Peradilan Hail Pemilu,” dalam Jurnal Konstitusi,
Volume IV Nomor 1, Juni 2011, Jakarta: Mahkamah Konstitusi.
Prasetyoningsih, Nanik. "Dampak Pemilihan Umum serentak bagi pembangunan
demokrasi Indonesia." Jurnal Media Hukum 21.2 (2014): 23.
Sarah Birch. "Briefing Paper: Electoral Corruption." Institute for Democracy &
Conflict Resolution (2011): 1-12.
Sholikin, Ahmad. "Mahalnya Ongkos Politik dalam Pemilu Serentak Tahun 2019."
Jurnal Transformative 5.1 (2019): 87-108.
Sjafrina, Almas Ghaliya Putri. "Dampak politik uang terhadap mahalnya biaya
pemenangan pemilu dan korupsi politik." Integritas: Jurnal Antikorupsi 5.1
(2019): 43-53.
Solekha, Retno Risalatun, Fence Wantu, and Lusiana Tijow. "Penegakan Hukum
Terhadap Tindak Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada
Pemilihan Umum 2019." Jurnal Legalitas 13.01 (2020): 51-69.
Suharizal, “Reformulasi Pemilukada, Beberapa Gagasan Menuju Penguatan
Pemilukada,” dalam Jurnal Konstitusi, Volume IV Nomor 1, Juni 2011,
(Jakarta: Mahkamah Konstitusi).
Sukriono, Didik. "Menggagas sistem pemilihan umum di Indonesia." Konstitusi
Jurnal 2.1 (2009): 8.
Taylor, Leslie J. "The Evolution of Black's Law Dictionary." Can. L. Libr. Rev. 36
(2011): 106.
Wilhelmus, Ola Rongan. "Korupsi: Teori, faktor penyebab, dampak, dan
penanganannya." JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik 17.9 (2017): 26-
42.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)


tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum, Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
LN.2022/Nomor 224, TLN Nomor 6832
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2022, UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2022 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang, LN.2023/Nomor 54, TLN
Nomor 6863.
25

Internet dan lainnya

Asnan Asy’Ari, Pemilu Proporsional Terbuka Menurut UU 7/2017 Dalam


Perspektif Siyasah Dusturiyah, Skripsi, UIN Suska Riau, 2021.
Bentuk-bentuk Korupsi Poltik yang Perlu Diketahui, https://aclc.kpk.go.id/aksi-
informasi/Eksplorasi/20220524-bentuk-bentuk-korupsi-politik-yang-perlu-
diketahui diakses 28 Mei 2023.
CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230107065530-617-
897274/icw-soroti-potensi-politik-uang-baru-lewat-digital-jelang-pemilu,
diakses pada 25 Mei 2023.
CNN Indonesia,https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200621091601-32-
515645/bawaslu-modus-politik-uang-pemilu-pakai-sistem-putus-sel diakses
pada 25 Mei 2023..
Indonesia Corruption Watch, “Outlook Korupsi Politik 2018: Ancaman Korupsi
dibalik Pilkada 2018 dan Pemilu 2019”,
https://antikorupsi.org/sites/default/files/outlook_korupsi_politik_2018_110
118.pdf diakses pada 25 Mei 2023.
Indrayana, Denny. "Money politics in a more democratic Indonesia: an overview."
Australian Journal of Asian Law 18.2 (2017): 1-15.
Iswara N Raditya, Pilpres 2019 & Sejarah Pemilu Serentak Pertama di
Indonesia,https://tirto.id/pilpres-2019-sejarah-pemilu-serentak-pertama-di-
indonesiadmTm diakses 28 Mei 2023.
Kerawanan Korupsi oleh Penyelenggara Pemilu, Ini Jenis-Jenisnya!
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230213-kerawanan-
korupsi-oleh-penyelenggara-pemilu-ini-jenis-jenisnya diakses 28 Mei 2023.
KPK, B. (n.d.). KPK Lakukan Evaluasi Pendidikan Antikorupsi,
https://www.kpk.go.id/id/berita/berit a-kpk/1353-kpk-lakukan-evaluasi-
pendidikan-antikorupsi, Diakses pada 29 Mei 2023
Kumorotomo, Wahyudi. "Intervensi parpol, politik uang dan korupsi: Tantangan
kebijakan publik setelah pilkada langsung." Makalah disajikan dalam
Konferensi Administrasi Negara. Surabaya
15(2009).http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Intervensi%20Parpol,%2
0Politik%20Uang%20dan%20Korupsi.pdf
Muhtadi, Burhanuddin. Buying Votes in Indonesia: Partisans, Personal Networks,
and Winning Margins. Diss. The Australian National University (Australia),
2018.
Pusat Edukasi Antikorupsi Tentang Mengupas Nilai-Nilai Antikorupsi dalam Seni
dan Budaya Jawa, https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/aksi/20220822 -
mengupas-nilai-nilai-antikorupsi-dalam-seni-dan-budaya-jawa, diakses pada
28 Mei 2023
Pusat Edukasi Antikorupsi Tentang Politik Cerdas Berintegritas,
ttps://aclc.kpk.go.id/program/pcb/politik-cerdas-berintegritas, diakses pada
tanggal 27 mei 2023
Ratna Dewi, BPKK, https://dkpp.go.id/ratna-dewi-politik-uang-tantangan-besar-
pemilu-2024/, dikases pada 25 Mei 2023.
Rofiq Hidayat, Kontrol maksimal Dana Kampanye, Cegah Potensi Korupsi Kepala
Daerah, https://www.hukumonline.com/berita/a/kontrol-maksimal-dana-
26

kampanye--cegah-potensi-korupsi-kepala-daerah-lt57ecdd232a417#!
diakses 28 Mei 2023.
Sri Mulyono, Problematika Penyelenggaraan Pemilu 2024,
https://sukoharjo.bawaslu.go.id/8270-2/ diakses 28 Mei 2023.
Tahapan dan Jadwal Penyelenggaran Pemilu Tahun 2024.
https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Peserta_pemilu diakses 28 Mei 2023.
Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi KPK untuk Visi Indonesia Bebas dari
Korupsi, https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220511-trisula -
strategi-pemberantasan-korupsi-kpk-untuk-visi-indonesia-bebas-dari-
korupsi diakses 28 Mei 2023

Anda mungkin juga menyukai