Anda di halaman 1dari 11

EVALUASI SISTEM PEMILIHAN DALAM DINAMIKA PEMILU: STUDI

KASUS PADA PEMILU 2019


Sentia Herlina Octaviani1 , Sarah Maulida Fitria2
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Singaperbangsa Karawang
2010631180109@student.unsika.ac.id
ABSTRAK
Salah satu cara praktik demokrasi direalisasikan di Indonesia adalah melalui pemilu. Rakyat sebagai
warga negara ikut menentukan arah dan kepribadian pemimpin bangsa ini melalui proses politik yang
dijalankan oleh partai-partai demokrasi di negeri ini. Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif
yang akan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari literatur yang relevan dan sumber
terpercaya lainnya. Akan dilakukan analisis data dengan mengidentifikasi kecenderungan, pola, dan
perbandingan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah kelemahan dan tantangan
dalam pemilu Indonesia 2019 yang perlu dibenahi seperti penyebaran informasi yang tidak akurat, politik
identitas, money politics, akses informasi dibatasi, pengaruh kelompok kepentingan,dan keterbatasan
sumber daya dan kapasitas. Selain itu ada beberapa faktor perlu diperhatikan dalam menilai sistem pemilu
Indonesia dilihat dari dinamika pemilu 2019, seperti kualitas data, pendataan, dan efektivitas sistem
pemilihan. Ini juga harus mempertimbangkan peran media, e-voting, dan efektivitas organisasi dari sistem
pemilihan. Evaluasi sistem pemilu di Indonesia 2019 juga harus mempertimbangkan peran media dalam
membentuk opini publik dan hasil pemilu. Jadi, dengan mengatasi masalah ini, Indonesia dapat
memastikan penerapan sistem pemilu yang efektif dan mendorong masyarakat yang lebih inklusif dan
demokratis. Selain itu juga sistem legislasi di Indonesia tahun 2019 bertujuan untuk menjamin hak dan
kebebasan rakyat, dan kebebasan warga negara.
Kata Kunci : Pemilu, Evaluasi
ABSTRACT
One way the practice of democracy is realized in Indonesia is through elections. The people as citizens
participate in determining the direction and personality of the nation's leaders through the political
process carried out by the democratic parties in this country. The researcher uses a descriptive analysis
method that will be used to collect secondary data from relevant literature and other reliable sources.
Data analysis will be carried out by identifying relevant trends, patterns and comparisons. The results of
the study show that there are a number of weaknesses and challenges in the 2019 Indonesian election
that need to be addressed, such as the spread of inaccurate information, identity politics, money politics,
limited access to information, influence of interest groups, and limited resources and capacity. In
addition, there are several factors that need to be considered in assessing the Indonesian electoral system
in terms of the dynamics of the 2019 election, such as data quality, data collection, and the effectiveness
of the electoral system. It must also consider the role of the media, e-voting, and the organizational
effectiveness of the voting system. Evaluation of the electoral system in Indonesia 2019 must also
consider the role of the media in shaping public opinion and election results. So, by addressing these
issues, Indonesia can ensure the implementation of an effective electoral system and promote a more
inclusive and democratic society. Apart from that, the legislative system in Indonesia in 2019 aims to
guarantee the rights and freedoms of the people, and the freedom of citizens.
Keywords: Election, Evaluation
PENDAHULUAN
Salah satu titik balik yang signifikan dalam sistem demokrasi suatu bangsa adalah
pemilihan umum. Pemilihan umum menjadi wadah bagi warga negara untuk mengekspresikan
pandangan politiknya dan menjadi pilar demokrasi. Evaluasi sistem pemilu sangat penting dalam
konteks demokrasi kontemporer untuk menjamin integritas, transparansi, dan keadilan dalam
proses pemilu.
Di negara kita, pemilu 2019 merupakan perkembangan politik yang sangat dinamis.
Selain menjadi panggung persaingan antara partai politik, pemilu tersebut juga memberikan
kesempatan kepada warga negara untuk memilih para perwakilan mereka di lembaga
pemerintahan. Dalam konteks dinamika pemilu, sistem pemilu menjadi penekanan utama dalam
mengkaji efektifitas sistem demokrasi saat ini.
Studi kasus pada Pemilu 2019 menjadi penting dilakukan untuk mengevaluasi sistem
pemilihan yang digunakan. Evaluasi ini bertujuan untuk memahami sejauh mana sistem
pemilihan yang diterapkan mampu mencapai prinsip-prinsip demokrasi yang diharapkan. Faktor-
faktor seperti partisipasi pemilih, representasi politik, kesetaraan suara, transparansi, dan
akuntabilitas merupakan elemen-elemen yang harus diperhatikan dalam evaluasi ini.
Dalam kaitannya dengan dinamika pemilu, evaluasi sistem pemilihan akan memberikan
gambaran tentang keunggulan dan kelemahan sistem yang diterapkan. Hasil evaluasi ini akan
menjadi dasar terhadap perbaikan dan reformasi dalam rangka meningkatkan kualitas pemilihan
umum di masa depan.
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan studi yang berfokus pada "Evaluasi Sistem
Pemilihan dalam Dinamika Pemilu: Studi Kasus pada Pemilu 2019". Penelitian ini akan
menganalisis aspek-aspek penting dalam sistem tersebut, termasuk metode pemilihan,
mekanisme penghitungan suara, sistem perwakilan, regulasi kampanye, dan pengawasan pemilu.
Melalui analisis yang dilakukan, diharapkan penelitian ini bisa memberikan kontribusi terhadap
pemahaman yang lebih mendalam mengenai sistem pemilihan dalam dinamika pemilu di negara
kita.
Dengan memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang sistem pemilihan dalam
dinamika pemilu, diharapkan dapat diidentifikasi kelemahan dan tantangan yang dihadapi serta
memberikan rekomendasi kebijakan yang relevan untuk perbaikan dan penyempurnaan sistem
pemilihan pada pemilihan umum di masa depan.
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu cara praktik demokrasi direalisasikan di Indonesia adalah melalui pemilu.
Rakyat sebagai warga negara ikut menentukan arah dan kepribadian pemimpin bangsa ini
melalui proses politik yang dijalankan oleh partai-partai demokrasi di negeri ini. Menurut
definisi fungsional, demokrasi adalah nilai kehidupan yang layak (good society), gaya interaksi
sosial, dan kebijakan publik yang dihasilkan dari kompromi kepentingan yang bersaing atau
berinteraksi.
Rakyat adalah pemilik kedaulatan dalam demokrasi. Menurut Cholisin (2009:29),
kedaulatan adalah kemampuan untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, seperti yang
menyangkut kebijakan publik dan juga keputusan-keputusan yang berkaitan dengan praktik-
praktik pegawai negeri yang bertugas menegakkan kebijakan publik. Terkait perspektif ini, jelas
bahwa pemilu itu mempunyai tujuan utama untuk menghasilkan sistem politik yang secara
akurat mencerminkan keinginan rakyat. Oleh karena itu, dalam pemerintahan yang demokratis,
pemilu berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan.
Pemilu adalah cara rakyat untuk menegaskan kedaulatannya dan mendirikan negara
demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan dari pemilihan ini adalah untuk
memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemimpin daerah
dan wakil kepala daerah, yang dapat mewakili nilai-nilai demokrasi dan yang dapat mengambil
dan memperjuangkan ambisi. Hal ini dijelaskan dalam esai yang ditulis oleh Sistem Informasi
Direktorat Jenderal Perundang-undangan.
Apabila setiap orang Indonesia yang berhak memilih mampu melakukannya secara
terbuka, umum, bebas, tertutup, jujur, dan adil, maka pemilu dikatakan demokratis. Pemilihan
langsung diselenggarakan apabila pemilih memiliki kebebasan untuk memberikan suaranya
tanpa melibatkan pihak ketiga, sesuai dengan hati nuraninya. Pemilihan pada hakikatnya bersifat
universal, yang berarti bahwa ketika diadakan, prasyarat untuk memastikan bahwa semua warga
negara memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi terwujud. Pemilihan bebas, yang
berarti bahwa setiap orang yang berhak untuk memilih dapat melakukannya tanpa pengaruh atau
paksaan dari luar. Selain itu, dikatakan bahwa pemilihan akan dirahasiakan, memastikan bahwa
pilihan pemilih tidak akan dipublikasikan oleh pihak mana pun atau dengan cara apa pun. Pemilu
yang adil adalah yang menunjukkan bahwa pemilih dan peserta pemilu diperlakukan sama,
sedangkan pemilu yang jujur adalah yang pemilihnya bukan penyelenggara dan pemerintah
harus berjalan dalam batas-batas hukum.
Hasil prediksi penyelenggaraan pemungutan suara secara serentak adalah bahwa
pelaksanaannya akan efisien dan kemudian efektif, yang dapat mengurangi jumlah uang yang
dikeluarkan negara untuk pemilu. Partai politik harus menyederhanakan sistem partai politik
dengan sistem multipartai sederhana agar relevansi sistem pemilu dengan sistem partai politik
mampu memperkuat sistem presidensial, yang berdampak pada perumusan kebijakan pemerintah
yang mendapat dukungan penuh dan tegas di parlemen terhadap pemerintahan Indonesia
(Solihah, 2018: 81).
Untuk mewujudkan harapan masyarakat terhadap penyelenggaraan dan hasil pemilu
serentak 2019, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU RI harus berupaya mewujudkan pemilu
yang demokratis dan partisipatif. Pemilihan umum yang semakin dekat, menurut Gaffar (2006:
251), harus diselenggarakan secara demokratis dan harus memberikan kesempatan kepada semua
partai dan calon (kandidat) untuk berpartisipasi secara adil dan jujur.
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian ini, analisis deskriptif akan digunakan untuk mengumpulkan
data sekunder dari literatur yang relevan dan sumber terpercaya lainnya. Untuk menyajikan
gambaran lengkap tentang evaluasi sistem pemilu dalam dinamika pemilu pada Pemilu 2019,
akan dilakukan analisis data dengan mengidentifikasi kecenderungan, pola, dan perbandingan
yang relevan.
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang keberhasilan, kelemahan, dan tantangan dalam sistem pemilihan pada pemilu 2019,
serta memberikan landasan untuk perbaikan sistem pemilihan di masa mendatang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Metode Pemilihan Umum
Proses pemilihan umum di Indonesia tahun 2019 menganut nilai-nilai demokrasi yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) akan dipilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
serta Pemilihan Umum Legislatif ( Pileg). Tata cara pemilihan umum yang digunakan dalam
pemilu di Indonesia tahun 2019 adalah sebagai berikut.
a) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
Sistem Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui pemungutan suara
secara langsung oleh rakyat. Partai politik, atau gabungan partai politik yang mengikuti
pemilu, menawarkan calon presiden dan wakil presiden. Dalam pemilihan presiden,
pemilih memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden, bukan calon tunggal.
b) Pemilihan Umum Legislatif (Pileg)
Pileg diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pendekatan
Sainte-Laguë, yang menggunakan sistem proporsional, digunakan oleh Pileg untuk
alokasi kursi. Partai politik mendapat dukungan pemilih, bukan kandidat tertentu. Partai
politik berhak mendapatkan kursi di legislatif berdasarkan perolehan suara mereka jika
mereka menerima lebih banyak suara daripada ambang pemilihan (4%).
Selain cara-cara tersebut di atas, sejumlah regulasi juga telah diberlakukan untuk Pemilu
2019, antara lain ambang batas parlemen sebesar 4% bagi partai politik untuk memperoleh
kursi di legislatif, pembatasan penggunaan dana kampanye oleh peserta pemilu ,
pemanfaatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang mengatur dan
mengawasi jalannya pemilu, pemanfaatan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng)
untuk menghitung dan memantau hasil e-voting.
2. Mekanisme Perhitungan Suara
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara
(Situng) untuk melakukan penghitungan suara Pemilu 2019 di Indonesia. Tata cara
pemungutan suara pada Pemilu 2019 adalah sebagai berikut:
a) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
Usai pencoblosan, KPU akan menjumlahkan suara dengan menggunakan formulir
model C1 yang diisi oleh petugas pemungutan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara).
KPU kabupaten/kota menerima hasil penghitungan suara masing-masing TPS. Setelah
mengumpulkan formulir model C1 dari setiap TPS di daerah, KPU kabupaten atau kota
melakukan penghitungan suara tingkat kabupaten atau kota. KPU provinsi selanjutnya
akan melakukan penghitungan suara provinsi berdasarkan hasil penghitungan suara di
tingkat kabupaten/kota.
Setelah itu, KPU melakukan penghitungan suara secara nasional dengan menghimpun
hasil dari setiap provinsi. Pasangan calon dengan suara terbanyak dinyatakan sebagai
pemenang pemilihan presiden setelah KPU merilis hasil penghitungan suara.
b) Pemilihan Umum Legislatif (Pileg)
Metode Sainte-Laguë, yang mengalokasikan kursi paling proporsional, digunakan
untuk menghitung suara di Pileg. Formulir model C1 yang memuat hasil penghitungan
suara di masing-masing TPS dikumpulkan oleh KPU pada saat pencoblosan selesai.
Berdasarkan formulir model C1 yang diterima TPS setempat, KPU akan menjumlahkan
suara yang terkumpul di tingkat kabupaten dan kota. KPU provinsi selanjutnya akan
melakukan penghitungan suara provinsi berdasarkan hasil penghitungan suara di tingkat
kabupaten/kota. KPU provinsi kemudian menghimpun hasil penghitungan suara dari
seluruh provinsi dan melakukan penghitungan suara tingkat nasional.
Setelah itu, KPU menetapkan jumlah kursi yang diraih masing-masing partai politik
di lembaga legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dengan menggunakan teknik Sainte-Laguë,
yaitu metode alokasi kursi paling proporsional. Kemudian, berdasarkan urutan
pemungutan suara, calon anggota legislatif dari partai politik mengisi kursi tersebut.
Penghitungan suara dapat dilakukan secara efektif dan transparan berkat penerapan
Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Hasil dan pembagian kursi di lembaga
legislatif diputuskan dengan menggunakan hasil penghitungan suara yang dihimpun dari
Situng.
3. Sistem Perwakilan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah tiga badan legislatif yang membentuk sistem
perwakilan Indonesia untuk pemilu mendatang. Susunan perwakilan pada Pemilu 2019
dijelaskan secara singkat di bawah ini:
a) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR adalah badan legislatif nasional yang ikut serta dalam menyusun dan
mengesahkan undang-undang serta mengawasi cabang eksekutif. Pemilihan Umum
Legislatif (Pileg) adalah proses yang digunakan untuk memilih anggota DPR. Pendekatan
Sainte-Laguë, yang menggunakan sistem proporsional, digunakan oleh Pileg untuk
alokasi kursi. Partai politik berhak memperoleh kursi di DPR sesuai dengan persentase
perolehan suara yang melebihi ambang batas pemilihan (parliamentary threshold) sebesar
4%.
b) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang beranggotakan berbagai
anggota masyarakat setempat dan mewakili kepentingan daerah. Anggota DPD dipilih
melalui proses pemilihan khusus pada saat pemilihan umum legislatif (Pileg). Setiap
provinsi di Indonesia memiliki empat anggota DPD, namun Daerah Istimewa Yogyakarta
hanya memiliki dua. Anggota DPD dipilih melalui pemungutan suara langsung di dalam
provinsi.
c) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), DPRD merupakan lembaga yang
mewakili kehendak rakyat. Anggota DPRD dipilih melalui Pileg atau pemilihan umum
legislatif. Pendekatan Sainte-Laguë yang merupakan metode alokasi kursi paling
proporsional terbanyak juga digunakan oleh sistem proporsional DPRD. Partai politik
berhak memperoleh kursi di DPRD sesuai dengan persentase perolehan suara yang
melebihi ambang batas pemilihan (parliamentary threshold) sebesar 4%.
Partai politik memainkan peran penting dalam mencalonkan kandidat dan memenangkan
kursi di badan legislatif dalam sistem perwakilan ini. Partai politik dengan suara terbanyak
akan memenangkan lebih banyak kursi, memiliki hak suara yang lebih besar dalam legislasi,
dan menguasai lebih banyak pemerintahan.
4. Regulasi Kampanye
Aturan kampanye pemilu Indonesia untuk tahun 2019 diatur oleh sejumlah peraturan
perundang-undangan. Aturan berikut berkaitan dengan kampanye tahun pemilu 2019:
a) UU 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
Kerangka dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemilu Indonesia, termasuk
kampanye, adalah undang-undang ini. Tetapkan pedoman dan prosedur bagaimana
calon pejabat dapat menggunakan dana kampanye, mengatur seberapa transparan
parpol dan kandidat harus melaporkan penerimaan dan penggunaan dana kampanye.
b) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU merilis sejumlah undang-undang yang mengatur aspek teknis kampanye
Pemilu 2019. Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu
merupakan salah satu peraturan terkait.
Berikut adalah beberapa isu penting yang tercakup dalam peraturan kampanye pemilu
Indonesia tahun 2019:
a) Batasan Penggunaan Dana Kampanye
Kemampuan peserta pemilu untuk membelanjakan uang kampanye sepanjang
musim kampanye tunduk pada pembatasan, termasuk partai politik dan kandidat.
Pembatasan ini dimaksudkan untuk menghindari pengeluaran yang berlebihan dan
tidak proporsional oleh kandidat.
b) Media Kampanye
Undang-undang kampanye juga mengatur bagaimana media cetak, elektronik, dan
sosial digunakan selama kampanye. Kampanye periklanan harus mematuhi standar
yang mencakup frekuensi dan durasinya di media elektronik serta penggunaan media
sosialnya.
c) Pembatasan Kampanye
Baik kampanye terbuka maupun tertutup harus mematuhi standar yang mengatur
penjadwalan dan jadwal mereka. Meskipun kampanye tertutup memerlukan
undangan, kampanye terbuka diadakan di lokasi publik yang ditentukan.
d) Pengawasan Kampanye
Untuk memastikan kepatuhan terhadap larangan kampanye, KPU dan otoritas
lainnya memiliki peran dalam memantau pelaksanaan kampanye. Peserta pemilu yang
melanggar aturan kampanye dikenakan larangan dan sanksi.

5. Pengawasan Pemilu
Untuk menjamin proses pemilu berjalan lancar, transparan, dan adil, beberapa pihak
melakukan pengawasan pemilu di Indonesia. Berikut organisasi yang bertugas mengawasi
pemilu Indonesia tahun 2019:
a) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU adalah organisasi yang bertugas menyelenggarakan pemilu di Indonesia.
KPU berperan penting dalam memantau dan mengontrol penyelenggaraan pemilu,
termasuk proses kampanye, pemungutan, dan penghitungan suara. Verifikasi parpol
dan caleg yang ikut pemilu juga menjadi tanggung jawab KPU.
b) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Sebuah organisasi yang tidak memihak bernama Bawaslu bertugas memantau
pelaksanaan pemilu. Bawaslu bertanggung jawab memantau pelanggaran terkait
pemilu seperti pemungutan suara, kampanye, dan penghitungan suara.

c) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)


Bawaslu adalah lembaga independen yang memiliki mandat untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu. Bawaslu memiliki tugas melakukan
pengawasan terhadap pelanggaran kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara,
dan pelanggaran lainnya yang terkait dengan pemilu. Bawaslu berwenang mengambil
tindakan dalam menanggapi pelanggaran dan melaporkannya ke polisi.
d) Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu)
Panwaslu adalah otoritas daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) yang mengawasi
pemilihan umum. Peran Panwaslu adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu di
daerahnya masing-masing. Di tingkat daerah, Panwaslu juga mendapat laporan
pelanggaran terkait pemilu dan penanganannya.
e) Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS)
Pengawasan pemilu di TPS diawasi oleh orang-orang yang telah terpilih menjadi
pengawas TPS. Pengawas TPS bertanggung jawab mengarahkan penghitungan suara
di TPS dan menjamin proses pemungutan suara yang adil dan transparan.
f) Pengawas Partai Politik
Setiap anggota partai politik diberi pengawas partai politik, yang tugasnya
memastikan bahwa pemilihan dilakukan sesuai dengan semua peraturan perundang-
undangan yang relevan. Pengawas partai politik memiliki tanggung jawab untuk
memantau proses pemilu partai, termasuk pemungutan dan penghitungan suara.
Selain lembaga-lembaga tersebut di atas, masyarakat, LSM, dan media juga berperan
penting dalam mengawasi pemilu dengan menyebarluaskan informasi, memberi tahu otoritas
pelanggaran, dan secara independen memantau penyelenggaraan pemilu.
Pengawasan pemilu berfungsi untuk memastikan pemungutan suara dilakukan secara
adil, terbuka, dan akuntabel. Pengawas pemilu berwenang untuk bertindak dan memberi tahu
otoritas penegak hukum jika ditemukan pelanggaran.

6. Kelemahan dan Tantangan


Ada sejumlah kelemahan dan tantangan dalam pemilu Indonesia 2019 yang perlu
dibenahi. Berikut beberapa contohnya:
a) Penyebaran Informasi yang Tidak Akurat
Penyebaran informasi yang tidak akurat atau hoaks menjadi isu terbesar yang
dihadapi Pemilu 2019. Saluran digital seperti media sosial memudahkan materi yang
dimanipulasi atau belum dikonfirmasi untuk menyebar dengan cepat. Ini dapat
memengaruhi opini publik, mengaburkan fakta, dan memengaruhi hasil pemilu.
b) Politik Identitas
Perpecahan politik berdasarkan identitas agama, suku, dan etnis juga
mendominasi pemilu 2019. Politik identitas dapat memperburuk ketegangan sosial
dan memperdalam perpecahan.
c) Money Politics
Pada Pemilu 2019, praktik politik uang masih menjadi kendala yang signifikan.
Integritas pemilu dapat dirusak oleh penggunaan dana yang tidak terkendali atau tidak
jelas, dan partai politik dengan sumber daya keuangan yang tidak memadai juga dapat
dirugikan.
d) Akses Informasi Dibatasi
Beberapa orang memiliki akses terbatas ke informasi, terutama mereka yang
tinggal di pedesaan atau tempat yang jauh. Partisipasi pemilu dan pemahaman yang
tepat dapat terhambat oleh infrastruktur yang buruk dan kurangnya pendidikan
politik.
e) Pengaruh Kelompok Kepentingan
Isu lainnya adalah kemampuan kelompok-kelompok kepentingan tertentu untuk
memengaruhi pemilu melalui penggunaan sumber daya seperti uang, media, atau
jaringan politik yang kuat. Goyangan kelompok kepentingan ini dapat berdampak
pada kesetaraan dan keadilan kompetisi politik.
f) Keterbatasan Sumber Daya dan Kapasitas
Pemilihan harus dilaksanakan dengan sumber daya manusia, teknologi, dan
keuangan yang cukup. Pemilu di seluruh Indonesia mungkin sulit diselenggarakan
karena keterbatasan sumber daya dan kemampuan.
Dengan meningkatkan pengawasan, mengedukasi masyarakat, menegakkan aturan yang
lebih keras, dan langkah-langkah lainnya, pemerintah dan lembaga terkait seperti KPU dan
Bawaslu berupaya mengatasi masalah ini. Selain itu, keterlibatan aktif masyarakat, media,
dan LSM sangat penting untuk memantau proses pemilu dan menjaga integritas demokrasi.
7. Evaluasi Sistem Pemilihan Dalam Dinamika Pemilu 2019
Beberapa faktor perlu diperhatikan dalam menilai sistem pemilu Indonesia dilihat dari
dinamika pemilu 2019, seperti:
a) Evaluasi kualitas daftar pemilih yang mempertimbangkan kebenaran data,
pemutakhiran yang cepat, dan kesesuaian dengan luas wilayah dan jumlah penduduk.
Memastikan bahwa setiap individu yang memenuhi syarat terdaftar dan dapat
memberikan suara sangatlah penting.
b) Menilai tingkat keamanan dan integritas di seluruh proses pemilu, termasuk
kampanye, pemungutan suara, pengumuman hasil, dan penghitungan. Ini harus
ditinjau untuk kemungkinan manipulasi atau pelanggaran, dan tindakan pencegahan
harus dilakukan.
c) Mengevaluasi penerapan teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting) Pemilu
2019. Itu perlu diperiksa untuk ketergantungan, keamanan, dan kemanjurannya serta
setiap ruang untuk pengembangan.
d) Kinerja organisasi Pengawas: Mengevaluasi efektivitas organisasi pengawasan
termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Penilaian ini mempertimbangkan independensi, transparansi, kemampuan menangani
pelanggaran, dan efektifitas lembaga dalam menjalankan tugas pengawasan.
e) Partisipasi Pemilih: Meneliti jumlah pemilih pemilu 2019 dan unsur-unsur yang
mempengaruhinya. Analisis ini dapat menjelaskan batasan atau hambatan yang dapat
menghalangi pemilih untuk memberikan suara mereka serta tindakan yang dapat
diambil untuk meningkatkan jumlah pemilih yang lebih banyak.
f) Propaganda Politik dan Penyebaran Berita Palsu: Mengidentifikasi peran propaganda
politik dan penyebaran berita palsu dalam Pemilu 2019. Analisis ini dapat membantu
dalam memahami dampaknya terhadap proses politik dan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk menghentikan penyebaran informasi palsu dan memajukan
kebenaran.
g) mengkaji tingkat keterwakilan dan keterlibatan berbagai kelompok dalam proses
pemilu, termasuk perempuan, minoritas, dan kelompok kurang beruntung lainnya.
Penilaian ini dapat digunakan untuk menunjukkan dengan tepat hambatan dan jendela
peluang untuk representasi yang lebih inklusif dan representatif.
h) Meneliti prosedur penyelesaian sengketa yang ada, seperti prosedur penyelesaian
sengketa pemilu dan undang-undang yang mengatur sengketa hasil pemilu. Analisis
ini dapat menjelaskan seberapa baik mekanisme dan pengukuran ini bekerja.
KESIMPULAN
Pada pemilu tahun 2019, ada beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam
mengevaluasi sistem pemilihan. Di antaranya adalah minimnya informasi, politik identitas,
politik uang, pengaruh kelompok kepentingan, dan peran media dalam membentuk opini
publik dalam mempromosikan hasil pemilu. Peran media dalam membentuk opini publik dan
hasil pemilu sangat penting untuk menjamin keutuhan sistem pemilihan dan untuk
mendorong proses demokrasi.
Evaluasi sistem pemilu di Indonesia tahun 2019 harus mempertimbangkan faktor-faktor
seperti kualitas data, pendataan, dan efektivitas sistem pemilihan. Ini juga harus
mempertimbangkan peran media, e-voting, dan efektivitas organisasi dari sistem pemilihan.
Evaluasi sistem pemilu di Indonesia 2019 juga harus mempertimbangkan peran media dalam
membentuk opini publik dan hasil pemilu. Jadi, dengan mengatasi masalah ini, Indonesia
dapat memastikan penerapan sistem pemilu yang efektif dan mendorong masyarakat yang
lebih inklusif dan demokratis. Selain itu juga sistem legislasi di Indonesia tahun 2019
bertujuan untuk menjamin hak dan kebebasan rakyat, dan kebebasan warga negara.

LAMPIRAN
Bukti Turnitin

Anda mungkin juga menyukai