Yusdiandra Alfarishy
19203012067
Email: 19203012067@student.uin-suka.ac.id
Pendahuluan
1
berpengaruh pula terhadap program kerja serta kebijakan–karena secara teoritis
parlemen memiliki porsi kewenangan untuk menyetujui atau menolak usulan
kebijakan presiden.3
Pemilu atau pemilihan umum adalah salah satu instrumen penting di dalam
demokrasi untuk membentuk suatu sistem kekuasaan negara4 yang berdasarkan
kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.5 Melalui pemilu, rakyat
dapat memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen maupun struktur
pemerintahan–berikutnya dapat menentukan corak, cara, dan serta tujuan apa yang
hendak dicapai dalam kehidupan bernegara.6 Pemilu, dalam negara demokrasi
3
Ibid., hlm. 2.
4
Kekuasaan negara yang dimaksud adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut
kehendak rakyat, oleh rakyat dan ditujukan untuk rakyat itu sendiri.
5
Fiska Friyanti, Pelaksanaan Pemilihan Umum Dalam Sejarah Nasional Indonesia
(skripsi), Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, 2005, hlm. 1.
6
Triono, Menakar Efektifitas Pemilu Serentak 2019, Jurnal Wacana Politik, Vol. 2, No.
2, Oktober 2017, hlm. 156.
2
dipergunakan sebagai alat dan sarana kontestasi bagi para elit politik; sekaligus
sebagai proses pergantian diantara “elit” yang mewakili dan membawa suara
rakyat di dalam lembaga kekuasaan politik.7 Selain itu, juga bertujuan untuk
menguji dan mengevaluasi kualitas dan kuantitas dukungan rakyat terhadap
keberhasilan serta kegagalan pemerintahan yang sedang berlangsung.8
Pemilu dan demokrasi seringkali dipersamakan dengan dua sisi mata uang.
Pelaksanaan pemilu yang menjadi hajat rakyat banyak dianggap menjadi ciri
masih tegaknya sistem demokrasi dalam suatu negara. Sebaliknya, perwujudan
prinsip dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat yang dapat dilihat dalam kegiatan
pemilu telah dianggap pula sebagai bagian dari nilai demokrasi yang paling
utama.9 Sehingga dapat dipahami bahwa, pemilu maupun demokrasi merupakan
sebuah keniscayaan. Keduanya, memiliki arti penting sebagai entitas yang
memungkinkan dalam penyaluran serta perwujudan kehendak asasi politik setiap
individu warga negara–dalam rangka menuju negara demokratis serta
pemerintahan yang legitimate.
7
Lihat Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ed. Revisi, Cet.7. (Jakarta:
Rajawali Pers, 2017), hlm. 60. Lihat juga Kajian Sistem Kepartaian, Sistem Pemilu, Dan Sistem
Presidensil, Sekretariat Jendral Bawaslu RI, 2015, hlm. 1-2.
8
Ibid., Triono,..
9
Ibid., Triono, hlm.158.
10
Ibid., Kajian Sistem Kepartaian,.. hlm. 3-4.
3
Desain Pemilu Serentak Tahun 2019
4
Sehingga pada praktiknya, koalisi yang dibangun parta politik tersebut dinilai
tidak mendukung memperkuat sistem presidensial. Melalui skema pileg yang
mendahului pilpres, mekanisme pencalonan presiden akan tergantung dengan
partai-partai politik hasil pemilu sehingga praktik presidensial seringkali dianggap
bernuansa parlementer. Untuk itu, perubahan skema pemilu menjadi serentak
diharapkan menjadi jawaban atas persoalan diatas. Dengan skema pemilu
serentak, keterpilihan presiden diharapkan mampu memberi pengaruh pada
pemilu legislatif. Kecenderungan ini membuat peluang pasangan calon presiden
yang terpilih diikuti oleh penguasaan kursi legislatif, sehingga presiden memiliki
dukungan yang cukup untuk membuat dan menerjemahkan berbagai kebijakan
tanpa rintangan yang berarti dari parlemen.14
14
Ibid.,
15
Dengan metode ini, perolehan kursi partai di parlemen dihitung dengan membagi total
suara sah dengan harga satu kursi parlemen, atau disebut Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).
16
Penerapan ambang batas pencalonan presiden yang didasarkan pada hasil pemilu
sebelumnya dianggap tidaklah relevan. Sedangkan dari hasil pemilu legislatif 2019, tidak
menunjukkan adanya perubahan politik yang signifikan terutama dalam konfigurasi politik di
parlemen. Sama seperti pemilu sebelumnya, pada pemilu 2019, tidak ada kekuatan mayoritas yang
muncul di parlemen. Hasil pemilu 2019 juga belum berhasil menyederhanakan sistem kepertaian
di Indoensia. Opcit., Ridho Imawan Hanafi dkk, hlm. 3-4.
5
Efektifitas dan Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Selain itu, lima surat suara yang diberikan secara bersamaan kepada
pemilih juga kemudian turut memunculkan berbagai kerumitan. Terutama bagi
pemilih untuk mengenali para kandidat dalam pemilihan legislatif yang diikuti
oleh banyak calon. Besaran alokasi kursi di daerah pemilihan (dapil) dianggap
sangat berdampak pada pemilih dalam menentukan pilihannya. Sehingga faktor
desain sistem pemilu serentak yang dikombinasikan dengan sistem proposional
17
Mushaddiq Amir, Keserentakan Pemilu 2024 yang Paling Ideal Berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jurnal AL-ISHLAH: Jurnal Ilmiah Hukum, Vol. 23,
No. 2, November 2020.hlm. 122.
18
Andri Saubani, Denny JA Soroti Dampak Negatif Pilpres dan Pileg Serentak,
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/19/04/18/pq5t85409-denny-ja-sorot-dampak-
negatif-pilpres-dan-pileg-serentak. Diakses pada 3 April 2021 pada pukul 21.00 WIB.
19
Ibid., Mushaddiq Amir, hlm. 122-123.
6
terbuka serta alokasi kursi yang besar per-daerah, turut berimplikasi implikasi
terhadap teknis pemilihan yang kemudian membuat pemilih kebingungan.20
Jika mengacu pada data suara tidak sah pada pemilu serentak 2019,
kiranya dua faktor diatas turut berperan pula terhadap disparitas yang terjadi
antara pileg dan pilpres. Bagaimana tidak, secara nasional surat suara tidak sah
untuk pemilihan preisden sangat rendah jika dibandingkan dengan surat suara
tidak sah pemilihan DPR dan DPD. Surat suara tidak sah untuk pemilihan
presiden hanya 2,38% atau setara dengan 3,7 juta. Sedangkan untuk pemilihan
DPR mencapai angka 17,5 juta dan Pemilihan DPD mencapai 29,7 juta.21
20
Ibid., Mushaddiq Amir, hlm. 122-123.
21
Merujuk pada survei yang dilakukan oleh LIPI, sebanyak 77% responden mengaku
memilih untuk mencoblos surat suara residen terlebih dahulu dibandingkan surat suara legislatif.
Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bisa saja pemilih yang kebingungan dan yang belum
memiliki pilihan cenderung mengabaikan surat suara pemilihan legislatif dan kemudian tidak
mencoblos. Ibid., Lihat Khoirunnisa Agustyati (ed), Evaluasi Pemilu Serentak 2019:,.. hlm. 14-20.
22
Lita Tyesta ALW, Evaluasi Administrasi Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 Terhadap
Nilai-Nilai Pancasila, Jurnal Admistrative &Governance Vol. 2, No. 3, Agustus 2019, hlm. 472.
7
menghemat anggaran yang cukup signifikan. Untuk honor petugas pemilu,
efisiensi anggaran mencapai 50%, selain itu KPU juga bisa memangkas biaya
pemuktakhiran data pemilih karena hanya perlu dilakukan satu kali pada awal
persiapan. Dalam hal pengadaan logistik, Tahun Anggara 2018 dapat menghemat
50,57 persen atau setara Rp. 438 milir, sedangkan Tahun Anggaran 2019, efisiensi
mencapai 31,4% atau setara Rp. 355 miliar.23
23
Naik 61% dibanding 2014 Anggaran Penyelenggaraan Pemilu 2019 Capai Rp. 25,59
Triliun, https://setkab.go.id/naik-61-dibanding-2014-anggaran-penyelenggaraan-pemilu-2019-
capai-rp2559-
triliun/#:~:text=Untuk%20mendukung%20suksesnya%20pelaksanaan%20pemilu,2014%20sebesar
%20Rp15%2C62%20triliun. Diakses pada selasa selasa 20 April 2021 pada pukul 19.00 WIB.
24
Dalam hal manajemen logistik, di sejumlah daerah melakukan pemungutan suara
susulan karena diakibatkan oleh keterlambatan logistik. Salah satu kendala yang dihadapi dalam
persoalan distribusi adalah faktor cuaca buruk yang melanda beberapa wilayah di tanah air.
Sedangkan dalam hal daftar pemilih, persoalan krusial yang terjadi berulang kali adalah mengenai
DPT yang tidak valid atau bahkan ganda. Loc.cit., Ridho Imawan Hanafi dkk, hlm. 7.
25
Lihat Ridho Imawan Hanafi dkk, Evaluasi Pemilu serentak 2019 Dan Upaya Penguatan
Sistem Presidensial, (Policy Paper), Pusat Penelitian Politik LIPI, 2019., hlm. 6. Salah satu kunci
untuk membangun demokrasi yang baik adalah penyelenggaraan pemilu yang berintegritas. Tentu
integritas yang demikian menuntut kesadaran dari semua pihak secara sekaligus. Idealnya, baik itu
dari sisi penyelenggara pemilu, peserta pemilu, kandidat atau calon, bahkan para pemilih sekalipun
yakni sebagai pemilik kedaulatan rakyat. Karena untuk mengembangkan sistem pemilu yang
berintegritas, tidak cukup dengan hanya sekedar bersandar pada hal-hal yang bersifat formalistik
prosedural semata, melainkan didukung dengan sistem etika yang kuat.
Seperti yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie:
“Standar perilaku ideal dalam kehidupan politik nasional, sebagaimana praktik dipelbagai negara
dewasa ini, tidak lagi hanya menyandarkan diri pada ukuran ukuran kepastian, keadilan, dan
kemanfaatan hukum berdasarkan prinsip-prinsip rule of law, tetapi lebih dari itu, pemilu dan
8
Dinamika politik pasca pemilu 2019 pun juga patut menjadi menjadi
perhatian, yakni karena lahirnya “kartel koalisi” sebagai kekuatan mayoritas
pendukung politik presiden di parlemen. Secara teoritik, kombinasi sistem
presidensial dengan multipartai ekstrem kecenderungannya sulit menghasilkan
kekuatan politik yang terkonsolidasi di parlemen. Presiden terpilih biasanya
kesulitan dalam membangun koalisi yang solid, sehingga di parlemen jarang
memperoleh dukungan maoyoritas. Namun dalam kasus Indonesia, hasil pemilu
2019 menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk tahap awal, Presiden/Wakil
Presiden terpilih–Jokowi–Ma’ruf mampu mengkonsolidasikan kabinet dengan
berhasil menarik Partai Gerindra ke dalam Kabinet Indonesia Maju dengan jatah 2
kursi. Masuknya Gerindra membuat kekuatan pendukung Presiden Jokowi di
Parlemen sangat besar, sekitar 74,98 persen. Sisanya, hanya tinggal tiga partai
yang berada di luar pemerintahan yakni PAN, PKS, dan Demokrat degan
kekuatan sekitar 25,74 persen.26
Selain itu koalasi “plus-plus” juga terjadi di parlemen, yakni dengan fakta
bahwa partai pendukung Jokowi-Ma’ruf menguasai hampir semua alat strategis
yang penting di DPR, MPR, dan DPD. Dengan dikuasainya 4 pimpinan DPR, dan
4 Ketua Alat Kelengakapan Dewan (AKD) serta 14 Wakil Ketua AKD
menunjukkan politik sapu bersih dalam rangka mengukuhkan kekuasaan politik.
Ini menunjukkan bahwa, hasil pemilu 2019 turut mendorong terjadinya koalasi
kartel yang berdasarkan kepentingan politik pragmatis.27 Dengan kata lain, hal ini
pada akhirnya akan menimbulkan suatu problematika baru dalam sistem
demokrasi di Indonesia. Meskipun pemerintahan eksekutif akan bekerja secara
praktik kegiatan politik di zaman sekarang diidealkan agar lebih berintegritas dengan landasan
etika politik yang lebih substansial (rule of ethic). Hukum sangat penting, tetapi tidak lagi
mencukupi untuk mengawal dan mengendalikan perilaku ideal masyarakat pasca modern.
Demokrasi yang hanya mengandalkan kontrol hukum dan keadilan hukum hanya membuat
demokrasi berjalan secara prosedural dan formalistik namun tidak substantif.” Jimly Asshiddiqie,
Pemilihan Umum Serentak Dan Penguatan Sistem Pemerintahan, (makalah)., hlm. 9-10.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.jimly.com/makalah/namef
ile/173/PEMILIHAN_UMUM_SERENTAK.pdf&ved=2ahUKEwijhtPVjP3vAhWSXSsKHSsYC
M4QFjAAegQIBBAC&usg=AOvVaw169bszh3Tai11mZQTrbQR&cshid=1618384030773.
Diakses pada rabu 14 April 2021 pada pukul 14.00 WIB.
26
Ibid., Ridho Imawan Hanafi dkk,.. hlm. 8.
27
Ibid.,
9
efektif karena efek dukungan mayoritas di parlemen, namun disisi lain justru
dapat menjadi suatu jalan terbentuknya rezim yang cenderung otoriter karena
telah menghilangkan (setidaknya melemahkan) esensi check and balance.28
Jika dilihat dari sisi teknis, KPPS memiliki jenis pekerjaan yang berlipat,
mulai dari masa persiapan yakni bimbingan teknis, sosialisasi ke masyarakat,
mengisi form C6 yang kemudian harus diantar ke rumah pemilih, hingga
membangun TPS. Pada hari pencoblosan petugas diaharuskan pula untuk
melakukan penghitungan hasil suara hingga menyelesaikan administrasi pemilu
dari berbagai jenis formulir untuk lima jenis pemilu yang jumlahnya sangat
banyak. Rangkaian-rangkaian iniliah yang kemudian disiyalir menjadi penyebab
utama para petugas mengalami kelelahan.30
10
berjatuhan hingga meninggal. Hal itu didorong pula oleh terlalu padatnya agenda
demokrasi Indonesia selama lima tahun terakhir, dengan tiga tahapan pilkada
serentak yang diakhiri dengan pilpres dan pileg serentak, sehingga berikutnya
mengalihkan pandangan terhadap hal-hal yang berisifat substantif alih-alih hanya
mementingkan penyelenggaran formalistik yang pragmatis.
31
Ibid., Andi Muhfi Zandi, Juliansyah Rahmat Maulana dan Nada Afra, hlm. 170.
11
sedangkan kepala daerah adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat sekaligus
sebagai penyelenggara otonomi daerah.32
32
Perludem Gugat Konstiusionalitas Desain Pemilu Serentak, Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=15894&menu=2.
Diakses pada Kamis 22 April 2021 pada pukul 19.30 WIB.
33
Enam Opsi Pemilu Serentak Usai MK Tolak Gugatan Uji Materi, CNN Indonesia,
https://WWW.cnnindonesia.com/nasional/2020/0227102606-12478644/enam/-opsi-pemilu-
serentak-usai-mk-tolak-gugatan-uji-materi. Diakses pada Kamis 22 April 2021 pada pukul 20.00
WIB.
12
Selain beberapa opsi variasi keserentakan diatas, sudah sepatutnya
pemerintah mempertimbangkan secara serius penerapan teknologi sistem
elektronik pada penyelenggaraan pemilu selanjutnya. Misalnya, penerapan
teknologi rekapitulasi secara elektronik untuk mengurangi beban
pengadministrasian pemilu bagi petugas penyelenggara. Selain itu, juga untuk
memangkas waktu rekapitulasi penghitungan suara yang terlalu panjang dan lama.
34
Ibid., Neneng Sobibatu Rohmah, hlm. 10-11.
13
Kesimpulan
14
Daftar Pustaka
Agustyati, Khoirunnisa (ed), Evaluasi Pemilu Serentak 2019: Dari Sistem Pemilu
Ke Manajemen Penyelenggaraan Pemilu, (Perludem).
Imawan Hanafi, Ridho dkk, Evaluasi Pemilu serentak 2019 Dan Upaya Penguatan
Sistem Presidensial, (Policy Paper), Pusat Penelitian Politik LIPI, 2019.
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ed. Revisi, Cet.7, Jakarta: Rajawali
Pers, 2017.
Sobibatu Rohmah, Neneng, Evaluasi Sistem Penyelenggaraan Pemilu Serentak
2019 Ditinjau Dari Beban Kerja Penyelenggara Pemilu (ADHOC),
www.Journal.kpu.go.id. Diakses pada Rabu 3 April 2021 pada pukul
19.00 WIB.
Triono, Menakar Efektifitas Pemilu Serentak 2019, Jurnal Wacana Politik, Vol. 2,
No. 2, Oktober 2017.
15
0SERENTAK%2520DI%2520INDONESIA%2520TAHUN%25202019
%2520PASCA%2520PUTUSAN%2520MK%2520NOMOR%252014/P
UU-
XI/2013&ved=2ahUKEwirp_2KmP7vAhXo7XMBHZazAeYQFjAJegQI
BhAC&usg=AOvVaw2Nlci-
iDUZHbGnxdYyHESx&cshid=1618420130155. Diakses pada Sabtu 3
April 2021 pada pukul 20.00 WIB.
Saubani, Andri, Denny JA Soroti Dampak Negatif Pilpres dan Pileg Serentak,
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/19/04/18/pq5t85409-
denny-ja-sorot-dampak-negatif-pilpres-dan-pileg-serentak. Diakses pada
3 April 2021 pada pukul 21.00 WIB.
Enam Opsi Pemilu Serentak Usai MK Tolak Gugatan Uji Materi, CNN Indonesia,
https://WWW.cnnindonesia.com/nasional/2020/0227102606-
12478644/enam/-opsi-pemilu-serentak-usai-mk-tolak-gugatan-uji-materi.
Diakses pada Kamis 22 April 2021 pada pukul 20.00 WIB.
Naik 61% dibanding 2014 Anggaran Penyelenggaraan Pemilu 2019 Capai Rp.
25,59 Triliun, https://setkab.go.id/naik-61-dibanding-2014-anggaran-
penyelenggaraan-pemilu-2019-capai-rp2559-
triliun/#:~:text=Untuk%20mendukung%20suksesnya%20pelaksanaan%2
0pemilu,2014%20sebesar%20Rp15%2C62%20triliun. Diakses pada
selasa selasa 20 April 2021 pada pukul 19.00 WIB.
16