Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Pemilu dan Kepartaian

Dosen Pengampu :

Taopik Iskandar, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

ADAM ARYA FADILAH

3300200282

KELAS A

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GALUH

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memungkinkan penulis
menyelesaikan makalah berjudul "Penyelenggaraan Pemilu Di Indonesia" ini dengan sukses.
Penulisan makalah ini merupakan bagian dari pemenuhan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pemilu dan Kepartaian, Taopik Iskandar, SH., MH.

Makalah ini disusun dengan merujuk pada data sekunder yang diperoleh dari
penelitian selama kunjungan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ciamis, serta sumber-sumber berita terkait Pemilu di Indonesia.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan kepada pengajar mata kuliah Hukum Pemilu
dan Kepartian atas bimbingan dan arahan yang sangat berharga dalam proses penulisan
makalah ini. Tidak lupa, terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
dukungan, yang telah berkontribusi pada terselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap bahwa melalui pembacaan makalah ini, akan memberikan manfaat
yang berarti bagi semua pihak, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang Pemilu
di Indonesia. Meskipun penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin belum mencapai
tingkat kesempurnaan, namun kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk
perbaikan di masa mendatang.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi


Indonesia, di mana rakyat memilih pemimpin dan pejabat politik. Ini mencakup pemilihan
Presiden, anggota legislatif, dan kepala desa. Peraturan pemilu di Indonesia diatur dalam
perundang-undangan, dan Pemilu pertama kali diadakan pada tahun 1955.Pemilu adalah
implementasi praktis dari sistem demokrasi dan prinsip-prinsip Pancasila, serta didukung
oleh Pasal 1 (2) UUD 1945. Ini adalah mekanisme untuk memilih wakil rakyat di berbagai
tingkatan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selama periode dari 1955
hingga 2019, Pemilu di Indonesia mengalami banyak perubahan dalam hal kerangka hukum,
penyelenggaraan, peserta, lembaga, pelanggaran, dan manajemen.Tujuan dari Pemilu adalah
untuk memilih wakil rakyat yang akan mewakili dan melayani rakyat, sesuai dengan prinsip
"dari, oleh, dan untuk rakyat." Dalam pemikiran politik, konsep demokrasi, lembaga
perwakilan, dan pemilihan umum adalah tiga elemen yang sangat terkait, dan partisipasi aktif
masyarakat adalah kunci utama dalam mewujudkan demokrasi yang sejati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia?
2. Siapa saja penyelenggara Pemilu di Indonesia?
C. Tujuan
1. Guna memahami sejarah penyelenggaraan di Indonesia.
2. Guna memahami siapa penyelenggara pemilu di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Pemilihan Umum

Pemilihan Umum, yang disingkat sebagai pemilu, adalah instrumen yang


melekat pada kedaulatan rakyat untuk menentukan wakil-wakil mereka dalam
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, Wakil Presiden,
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilu dilakukan dengan prinsip-
prinsip penting seperti langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Proses ini
dilakukan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlandaskan pada nilai-
nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang merupakan hukum tertinggi di negara ini. Inilah substansi Pasal 1
Angka 1 dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Secara sederhana, pemilihan umum (pemilu) adalah mekanisme di mana


warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka sesuai dengan
prinsip-prinsip yang berlaku. Pemilu adalah sarana yang menggariskan kedaulatan
rakyat, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 yang menyebutkan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."

Dengan kata lain, pemilu adalah salah satu bentuk pelaksanaan kedaulatan
rakyat di mana rakyat memiliki kewenangan untuk memilih pemimpin yang akan
bertanggung jawab atas fungsi-fungsi kunci dalam pemerintahan. Ini mencakup
pengawasan terhadap pemerintah, menyalurkan aspirasi masyarakat, merumuskan
undang-undang, dan mengatur anggaran pendapatan dan belanja yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.

Dalam konteks hukum, pemilu adalah implementasi nyata dari prinsip


bahwa rakyat memiliki kedaulatan dan bahwa mereka menggunakan hak pilih
mereka sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan mewakili dan melayani
kepentingan mereka dalam berbagai aspek pemerintahan. Ini adalah salah satu
pilar dasar demokrasi dan pemerintahan berdasarkan hukum di Indonesia.

Landasan yuridis perlunya dilaksanakan pemilu di Indonesia telah diatur


secara konstitusional yaitu dalam UUD NRI 1945, meliputi :

1. Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945

2. Pasal 2 ayat (2) UUD NRI 1945

3. Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945

4. Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945

2. Fungsi Pemilihan Umum

 Menentukan Pemerintahan secara Langsung dan Tak Langsung

Dalam konteks politik modern yang mengutamakan prinsip-prinsip


demokrasi, pemilihan umum (pemilu) memegang peran sentral sebagai
mekanisme yang mengatur pergantian dan persaingan kekuasaan. Pemilu
diatur dengan ketat oleh peraturan hukum, mengikuti norma sosial yang
berlaku, dan menjunjung tinggi etika politik. Dengan demikian, pemilu
menjadi sarana yang memastikan bahwa penentuan pemerintahan yang akan
berkuasa terjadi secara damai dan beradab.

 Wahana komunikasi sehat masyarakat dan pemerintah

Dalam pemilihan pejabat publik, pemilu bisa menjadi mekanisme di


mana masyarakat memberikan umpan balik terhadap kinerja pemerintah yang
sedang berkuasa. Jika pemerintah saat ini dianggap kurang efektif dalam
menjalankan tugasnya, maka dalam pemilu berikutnya, masyarakat bisa
mengekspresikan ketidakpuasan mereka dengan tidak memberikan dukungan
kepada calon atau partai politik yang terkait..

 Rekrutmen politik
Rekrutmen politik adalah proses pemilihan dan penunjukan individu atau
kelompok untuk memainkan peran dalam struktur politik secara umum,
terutama dalam pemerintahan. Ini terjadi melalui tahapan seleksi dalam dunia
politik.

 Mempertajam Kepekaan Pemerintah terhadap Tuntutan Rakyat


Sebelum pemilihan umum, calon-calon akan mengadakan kampanye
politik di mana mereka mengungkapkan visi, misi, dan program mereka jika
terpilih. Saat kampanye, masyarakat juga dapat mengungkapkan tuntutan dan
kritik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Masa ini menjadi waktu penting
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dan mendorong pemerintah untuk
lebih memperhatikan kebutuhan rakyatnya.
3. Asas-Asas Pemilihan Umum
Pasal 2 UU No. 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) yang bunyinya sebagai berikut:
"Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil."
Luberjurdil adalah konsep penting dalam Pemilu di Indonesia, dan berikut adalah
penjelasan rinci mengenai arti luberjurdil dalam konteks ini:
 Langsung : Pemilih harus memberikan suara secara langsung tanpa perantara atau
wakil.
 Umum : Setiap warga negara yang memenuhi syarat, yaitu yang berusia 17 tahun
atau telah menikah, memiliki hak untuk memilih tanpa diskriminasi berdasarkan suku,
agama, ras, jenis kelamin, kedaerahan, atau status sosial.
 Bebas : Rakyat memiliki hak untuk memilih sesuai hati nurani mereka tanpa
tekanan, paksaan, atau pengaruh dari pihak manapun.
 Rahasia : Suara pemilih harus tetap rahasia dan tidak boleh diketahui oleh orang
lain. Pilihan rakyat harus dijaga kerahasiaannya.
 Jujur : Semua pihak yang terlibat dalam pemilu, termasuk penyelenggara,
pemerintah, partai politik, pengawas, pemantau, dan pemilih, harus bertindak dengan
jujur sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
 Adil : Setiap pemilih dan partai politik harus diperlakukan secara sama dan
bebas dari tindakan curang. Semua peserta pemilu harus mendapatkan perlakuan yang
adil.
Asas luberjurdil ini penting untuk memastikan integritas dan keadilan dalam
pemilihan umum di Indonesia, serta menjaga prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia
Satu hari setelah proklamasi kemerdekaaan (18 Agustus 1945), Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Soekarno dan Mohammad
Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama. Tanggal 3 November
1945 melalui Maklumat X atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta,
mendorong pembentukan partai-partai politik untuk persiapan rencana
penyelenggaraan Pemilu pada tahun 1946. Maklumat X melegitimasi partai-partai
politik yang telah terbentuk sebelumnya sejak zaman Belanda dan Jepang.
Amanat Maklumat X selain pembentukan partai-partai politik adalah
menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota DPR pada Januari 1946.
Namun rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena:
 Tidak ada perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan
pemilu
 Rendahnya stabilitas keamanan negara
 Pemerintah dan rakyat fokus mempertahankan kemerdekaan

1) Pemilu Periode 1955

Merupakan Pemilu Nasional pertama di Indonesia. Dilaksanakan


untuk memilih anggota DPR (29 September 1955) dan anggota Konstituante
(25 Desember 1955). Pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden. UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara. Konstituante dan
DPR hasil Pemilu dibubarkan diganti dengan DPR-GR. Kabinet diganti
dengan Kabinet Gotong Royong. Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat
sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri. Puncak kerapuhan
politik Indonesia terjadi ketika MPRS menolak Pidato Presiden Soekarno
yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966.

Pada tahun 1955, Landasan Hukum Pemilu didasarkan pada Undang-


Undang No. 7 Tahun 1953 mengenai Pemilihan Anggota Konstituante dan
DPR. Tujuan utama Pemilu 1955, seperti yang diungkapkan dalam Pidato
Soekarno pada 17 Agustus 1954, adalah pemilihan anggota DPR dan
Konstituante untuk menyusun UUD tetap. Pelaksanaannya dilakukan oleh
Panitia Pemilihan Indonesia dengan anggota antara 5 hingga 9 orang, yang
diangkat dan diberhentikan oleh presiden. PPI di tingkat provinsi diatur oleh
Menteri Kehakiman, sedangkan PPI di tingkat kabupaten dibentuk oleh
Menteri Dalam Negeri.

Pemungutan suara dilakukan pada 29 September 1955, sementara


pemilihan Anggota Konstituante berlangsung pada 15 Desember 1955,
melibatkan 43.104.464 pemilih terdaftar. Partisipasi pemilih mencapai
87,65%, dengan syarat pemilih harus berusia 18 tahun atau sudah menikah.
Hak pilih juga diberikan kepada angkatan perang dan polisi. Jumlah kursi
DPR yang diperebutkan adalah 257 kursi, termasuk 6 kursi untuk golongan
Tianghoa, 3 untuk golongan Arab, dan 3 untuk golongan Eropa. Sebagai
hasilnya, jumlah kursi DPR mencapai 272 kursi setelah penambahan anggota
yang diangkat.

2) Pemilu Periode (1971-1997)

Pada tanggal 12 Maret 1967, setelah pemerintahan Presiden Soekarno,


MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Lalu, pada 27 Maret
1968, Soeharto secara resmi diangkat sebagai Presiden berdasarkan hasil
Sidang Umum MPRS (TAP MPRS NO. XLIV/MPRS/1968). Mengenai
pembagian kursi pada pemilu 1971, terdapat perbedaan dengan pemilu 1955.
Pada periode tersebut, UU Nomor 15 Tahun 1969 menjadi dasar pembagian
kursi, sehingga seluruh kursi terbagi secara proporsional di setiap daerah
pemilihan. Pemilu 1971 melibatkan 10 partai politik dan 1 golongan, termasuk
NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, PNI, dan Golkar. Golkar kemudian ditetapkan sebagai partai
dengan suara terbanyak, diikuti oleh NU, PNI, dan Parmusi.

Pada masa Orde Baru, tujuan utama pelaksanaan Pemilu adalah untuk
membuktikan kemampuan rezim baru setelah jatuhnya Presiden Soekarno
dalam mengorganisir pemilihan umum. Pemilu pertama pada era Orde Baru
juga dirancang untuk membangun kekuatan politik guna memperkuat jaringan
pendukung dan dasar kekuasaan pemerintahan. Landasan hukum untuk Pemilu
ini terletak pada TAP MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian,
Keormasan, dan Kekaryaan, di mana dipertimbangkan bahwa anggota
lembaga perwakilan yang dipilih melalui pemilihan umum harus mewakili
berbagai golongan dalam masyarakat, baik dari partai, organisasi massa,
maupun golongan karya. Selain itu, diatur pula oleh UU No. 15 tahun 1969
tentang Pemilu dan UU No. 16 Tahun 1969.

 Tahun 1971
Pada Pemilu 1971, Orde Baru mulai meredam
persaingan politik dan mengubur pluralisme politik. Hasil
Pemilu 1971 menempatkan GOLKAR sebagai mayoritas
tunggal dengan perolehan suara 62,82%, diikuti NU (18,68%),
PNI (6,93%) dan Parmusi (5,36%),
 Tahun 1977 – 1997
Pada Pemilu 1977, Kontestan Pemilu dari semula 10
Partai Politik menjadi 3 Partai Politik melalui Fusi 1973. NU,
Parmusi, Perti dan PSII menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai
IPKI dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Formasi kepartaian ini (PPP, GOLKAR dan PDI) terus
dipertahankan hingga Pemilu 1997. GOLKAR sebagai
mayoritas tunggal terus berlanjut pada Pemilu 1982, 1987,
1992 dan 1997. GOLKAR menjadi Partai pemenang. PPP dan
PDI menempati peringkat 2 dan 3.
3) Pemilu Periode 1999
Pasca pemerintahan Presiden Soeharto, Wakil Presiden BJ. Habibie
dilantik menjadi Presiden RI pada tahun 1998. Pada masa pemerintahan BJ.
Habibie, Pemilu yang semula diagendakan tahun 2002 dipercepat
pelaksanaannya menjadi tahun 1999.
Pada tahun 1999, bergulingnya pemerintahan Presiden Soeharto
mengakibatkan percepatan pemilu yang seharusnya diadakan pada tahun 2002.
Meskipun persiapannya singkat, pemilu pada 7 Juni 1999 berjalan damai.
Sistem proporsional digunakan untuk pembagian kursi, tetapi penetapan calon
terpilih berbeda, dengan memperhatikan peringkat suara di daerah pemilihan.
Hasil Sidang Umum MPR menetapkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan ini
kemudian digantikan oleh Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz pada
Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001. Pada periode ini, reformasi
menciptakan pemilu pertama yang penuh euforia, didukung oleh paket
undang-undang politik yang diusulkan oleh Presiden Habibie dan diakui
dalam TAP MPR No. XIV/MPR/1998 tentang Perubahan Atas Ketetapan
MPR No. III/MPR/1988 Pemilihan Umum.

Beberapa hal yang di atur:

 Pertama, pemerintahan transisi setelah pengunduran diri


Presiden Soeharto diinginkan untuk berlangsung sesingkat
mungkin, dengan pemilu yang direncanakan pada bulan Mei
atau paling lambat Juni 1999.
 Kedua, prinsip demokratis, kejujuran, dan keadilan
diintegrasikan sebagai tambahan pada prinsip pemilu
sebelumnya, yaitu pemilihan langsung, umum, bebas, dan
rahasia.
 Ketiga, pemilu diadakan pada hari libur atau hari yang
diliburkan.
 Keempat, peserta pemilu tidak terbatas pada dua partai politik
dan satu golongan saja. Pemilu diikuti oleh partai politik atau
peserta pemilu yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dengan kedudukan dan hak
yang setara satu sama lain.
 Kelima, penyelenggara pemilu adalah badan independen yang
terdiri dari unsur partai politik dan pemerintah, serta diawasi
oleh badan pengawas yang independen.
4) Pemilu Periode 2004
Pemilu 2004 membawa perubahan signifikan dalam sistem pemilihan
di Indonesia. Melibatkan pemilihan DPR, DPRD, DPD, Presiden, dan Wakil
Presiden secara langsung oleh rakyat, perubahan ini didasarkan pada UU
Nomor 20 tahun 2004, UU Nomor 23 Tahun 2003, UU Nomor 12 Tahun
2003, dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
Sistem pemilu terdiri dari proporsional terbuka untuk DPR dan
DPRD, distrik berwakil banyak untuk DPD, serta pemilihan langsung Presiden
dan Wakil Presiden. Penyelenggaraan pemilu bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Proses pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota menggunakan sistem perwakilan berimbang dengan daftar
calon terbuka. Kursi diberikan berdasarkan suara sah dan nilai BPP.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan pada tanggal 5 Juli
2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II). Pasangan calon
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan persyaratan
suara nasional 5% atau 3% kursi DPR. Pasangan yang memperoleh suara lebih
dari 50%, termasuk 20% suara di setiap provinsi, ditetapkan sebagai Presiden
dan Wakil Presiden. Jika tidak, putaran II melibatkan dua pasangan calon
terbanyak, dan pemenangnya ditetapkan sebagai kepala negara.

5) Pemilu Periode 2009

Pemilu Legislatif 2009 di Indonesia, atau Pileg 2009, bertujuan


memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) untuk periode 2009-2014.
Pemungutan suara dilakukan serentak di seluruh Indonesia pada 9 April 2009,
dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pemilihan Anggota DPR menggunakan sistem proporsional terbuka,


dihitung berdasarkan daerah pemilihan, dengan partai politik sebagai peserta
pemilu. Pemilu ini mencatat sejarah dengan penetapan calon terpilih
berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan nomor urut.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
2009, atau Pilpres 2009, diadakan untuk memilih kepala negara dan wakilnya
untuk periode 2009-2014. Pemungutan suara dilakukan pada 8 Juli 2009.
Menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, pasangan calon presiden dan
wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009 yang
memperoleh minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari jumlah suara
sah nasional.

6) Pemilu Periode 2014

Pada Pemilihan Umum tahun 2014, yang berlangsung pada 9 April,


Indonesia memilih 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, serta anggota DPRD
Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk periode 2014-2019. Warga Indonesia di
luar negeri juga berpartisipasi, terutama anggota DPR di daerah pemilihan
DKI Jakarta II.

Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat


mencalonkan kembali karena batasan dua periode. Dua pasangan calon yang
berpartisipasi adalah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf
Kalla. KPU menetapkan pasangan calon pada 31 Mei 2014, dengan
pemungutan suara dilaksanakan pada 9 Juli 2014.

Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangkan pemilihan dengan 53,15%,


mengalahkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh 46,85%.
Mereka dilantik pada 20 Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang
Yudhoyono.

7) Pemilu Periode 2019

Pada 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum


(Pemilu) dengan partisipasi 14 partai politik nasional dan 4 partai politik lokal
Aceh. Pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin emerged sebagai pemenang,
memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2019-2024.
Terdapat perubahan signifikan konstitusional dengan pelaksanaan pemilu
secara serentak untuk presiden dan legislatif, berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013 pada 23 Januari 2014, yang mendorong
lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pemilu 2019 menciptakan lembaga pengawas pemilu hingga tingkat


kabupaten/kota secara permanen. Pengisian anggota penyelenggara pemilu di
daerah menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu RI. Metode konversi suara
menjadi kursi diubah menjadi Sainte-Laguë murni, sementara jumlah kursi
DPR meningkat menjadi 575. Persentase ambang batas parlemen juga naik
menjadi 4%

B. Penyelenggara Pemilu di Indonesia


Menurut UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, disebutkan bahwa penyelenggaraan Pemilu bertujuan untuk memilih
anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden secara langsung oleh
rakyat. Dalam konteks ini, lembaga yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pemilu yakni :
1) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang disingkat sebagai KPU, merupakan
lembaga penyelenggara pemilu yang memiliki cakupan nasional,
keberlanjutan, dan independen. KPU memiliki tugas utama dalam
melaksanakan Pemilu, dengan jumlah anggota KPU Pusat sebanyak 7 orang,
untuk tingkat Provinsi 5 atau 7 orang, dan tingkat Kabupaten/Kota 3 atau 5
orang. Struktur KPU melibatkan KPU Pusat, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN. Dalam menjalankan
fungsi-fungsinya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal, sedangkan KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota diberikan dukungan oleh sekretariat.
Tugas, wewenang dan kewajiban KPU antara lain :
a. melaksanakan semua tahapan Penyelenggaraan Pemilu secara tepat
waktu;
b. memperlakukan Peserta Pemilu secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi Penyelenggaraan Pemilu kepada
masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang
disusun oleh KPU dan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan
urusan arsip nasional atau yang disebut dengan nama Arsip Nasional
Republik Indonesia;
f. mengelola barang inventaris KPU sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan Penyelenggaraan
Pemilu kepada Presiden dan DPR dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU yang
ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU;
i. menyampaikan laporan Penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan
DPR dengan tembusan kepada Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari setelah pengucapan sumpah/janji pejabat;
j. melaksanakan putusan Bawaslu mengenai sanksi atas pelanggaran
administratif dan sengketa proses Pemilu;
k. menyediakan data hasil Pemilu secara nasional;
l. melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara
berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
m. melaksanakan putusan DKPP; dan
n. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga independen yang


bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu di Indonesia. Bawaslu memiliki
peran penting dalam memastikan bahwa pemilu berjalan secara adil, jujur, dan
bebas dari kecurangan. Anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota adalah individu yang memiliki tanggung jawab dalam
pengawasan penyelenggaraan pemilu. Bawaslu RI terdiri dari 5 anggota,
Bawaslu Provinsi memiliki 5 atau 7 anggota, sedangkan Bawaslu
Kabupaten/Kota memiliki 3 atau 5 anggota. Panwaslu Kecamatan, sebagai
bagian dari struktur ini, terdiri dari 3 orang anggota. Tugas mereka mencakup
pengawasan berbagai aspek penyelenggaraan pemilu.

Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Bawaslu yakni :

 Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu


untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan;
 Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap:
1. Pelanggaran Pemilu; dan
2. Pengketa proses Pemilu;
 Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu;
 Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu;
 pelaksanaan kampanye dan dana. kampanye;
 pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
 pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di
TPS;
 pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara dan tingkat TPS sampai ke PPK;
 rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu
lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
 penetapan hasil Pemilu.
3) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat


DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik
Penyelenggara pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan Pemilu. DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di Ibu
Kota Negara.

DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau


laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota
KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota
Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.
DKPP berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang ex officio
dan unsur KPU, 1 (satu) orang ex officio dari unsur Bawaslu, dan 5 (lima)
orang tokoh masyarakat. Anggota DKPP yang berasal dari tokoh
masyarakat yangdiusulkan oleh Presiden sebanyak 2 (dua) orang dan
diusulkan oleh DPR sebanyak 3 (tiga) orang. Usul keanggotaan DKPP dari
setiap unsur diajukan kepada Presiden.

DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya


pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU, anggota KPU Provinsi,
anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi
dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. Dalam hal anggota DKPP yang
berasal dari anggota KPU atau Bawaslu diadukan melanggar kode etik

Penyelenggara Pemilu, anggota yang bersangkutan tidak dapat menjadi


majelis etik DKPP untuk pelanggaran yang diadukan tersebut.

DKPP bertugas menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya


pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu dan
melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan
dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
Penyelenggara Pemilu.

Anda mungkin juga menyukai