Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
3300200282
KELAS A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GALUH
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memungkinkan penulis
menyelesaikan makalah berjudul "Penyelenggaraan Pemilu Di Indonesia" ini dengan sukses.
Penulisan makalah ini merupakan bagian dari pemenuhan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pemilu dan Kepartaian, Taopik Iskandar, SH., MH.
Makalah ini disusun dengan merujuk pada data sekunder yang diperoleh dari
penelitian selama kunjungan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ciamis, serta sumber-sumber berita terkait Pemilu di Indonesia.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan kepada pengajar mata kuliah Hukum Pemilu
dan Kepartian atas bimbingan dan arahan yang sangat berharga dalam proses penulisan
makalah ini. Tidak lupa, terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
dukungan, yang telah berkontribusi pada terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap bahwa melalui pembacaan makalah ini, akan memberikan manfaat
yang berarti bagi semua pihak, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang Pemilu
di Indonesia. Meskipun penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin belum mencapai
tingkat kesempurnaan, namun kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk
perbaikan di masa mendatang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia?
2. Siapa saja penyelenggara Pemilu di Indonesia?
C. Tujuan
1. Guna memahami sejarah penyelenggaraan di Indonesia.
2. Guna memahami siapa penyelenggara pemilu di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan kata lain, pemilu adalah salah satu bentuk pelaksanaan kedaulatan
rakyat di mana rakyat memiliki kewenangan untuk memilih pemimpin yang akan
bertanggung jawab atas fungsi-fungsi kunci dalam pemerintahan. Ini mencakup
pengawasan terhadap pemerintah, menyalurkan aspirasi masyarakat, merumuskan
undang-undang, dan mengatur anggaran pendapatan dan belanja yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
Rekrutmen politik
Rekrutmen politik adalah proses pemilihan dan penunjukan individu atau
kelompok untuk memainkan peran dalam struktur politik secara umum,
terutama dalam pemerintahan. Ini terjadi melalui tahapan seleksi dalam dunia
politik.
Pada masa Orde Baru, tujuan utama pelaksanaan Pemilu adalah untuk
membuktikan kemampuan rezim baru setelah jatuhnya Presiden Soekarno
dalam mengorganisir pemilihan umum. Pemilu pertama pada era Orde Baru
juga dirancang untuk membangun kekuatan politik guna memperkuat jaringan
pendukung dan dasar kekuasaan pemerintahan. Landasan hukum untuk Pemilu
ini terletak pada TAP MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian,
Keormasan, dan Kekaryaan, di mana dipertimbangkan bahwa anggota
lembaga perwakilan yang dipilih melalui pemilihan umum harus mewakili
berbagai golongan dalam masyarakat, baik dari partai, organisasi massa,
maupun golongan karya. Selain itu, diatur pula oleh UU No. 15 tahun 1969
tentang Pemilu dan UU No. 16 Tahun 1969.
Tahun 1971
Pada Pemilu 1971, Orde Baru mulai meredam
persaingan politik dan mengubur pluralisme politik. Hasil
Pemilu 1971 menempatkan GOLKAR sebagai mayoritas
tunggal dengan perolehan suara 62,82%, diikuti NU (18,68%),
PNI (6,93%) dan Parmusi (5,36%),
Tahun 1977 – 1997
Pada Pemilu 1977, Kontestan Pemilu dari semula 10
Partai Politik menjadi 3 Partai Politik melalui Fusi 1973. NU,
Parmusi, Perti dan PSII menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai
IPKI dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Formasi kepartaian ini (PPP, GOLKAR dan PDI) terus
dipertahankan hingga Pemilu 1997. GOLKAR sebagai
mayoritas tunggal terus berlanjut pada Pemilu 1982, 1987,
1992 dan 1997. GOLKAR menjadi Partai pemenang. PPP dan
PDI menempati peringkat 2 dan 3.
3) Pemilu Periode 1999
Pasca pemerintahan Presiden Soeharto, Wakil Presiden BJ. Habibie
dilantik menjadi Presiden RI pada tahun 1998. Pada masa pemerintahan BJ.
Habibie, Pemilu yang semula diagendakan tahun 2002 dipercepat
pelaksanaannya menjadi tahun 1999.
Pada tahun 1999, bergulingnya pemerintahan Presiden Soeharto
mengakibatkan percepatan pemilu yang seharusnya diadakan pada tahun 2002.
Meskipun persiapannya singkat, pemilu pada 7 Juni 1999 berjalan damai.
Sistem proporsional digunakan untuk pembagian kursi, tetapi penetapan calon
terpilih berbeda, dengan memperhatikan peringkat suara di daerah pemilihan.
Hasil Sidang Umum MPR menetapkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan ini
kemudian digantikan oleh Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz pada
Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001. Pada periode ini, reformasi
menciptakan pemilu pertama yang penuh euforia, didukung oleh paket
undang-undang politik yang diusulkan oleh Presiden Habibie dan diakui
dalam TAP MPR No. XIV/MPR/1998 tentang Perubahan Atas Ketetapan
MPR No. III/MPR/1988 Pemilihan Umum.