Anda di halaman 1dari 48

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam Bab II ini, dijelaskan mengenai kajian pustaka dari berbagai


sumber literatur yang relevan dengan masalah yang terdapat dalam penelitian
dalam Skripsi yang disusun oleh penulis dengan judul Pemilu Demokratis Di
Indonesia Tahun 1999-2014. Dalam bab ini terdapat dua bagian yaitu dengan
bagian pertama berupa penjelasan mengenai Konsep yang berkaitan dengan
penelitian dalam skripsi agar mempermudah penulis dalam memfokuskan serta
mempermudah pemahaman awal dalam penelitian skripsi penulis. Penulis dalam
hal bagian Konsep ini memilih beberapa konsep yang dianggap relevan dengan
penelitian dalam skripsi yaitu Konsep mengenai Pemilu dan Sistem Pemilu,
Reformasi dan Demokrasi, Partai Politik serta Partisipasi Pemilih. Sedangan
dalam bagian dua menyajikan beberapa penelitian terdahulu mengenai Pemilu
era Reformasi baik dari sumber buku, artikel jurnal, skripsi, dan tesis yang
berkaitan dengan penelitian dalam skripsi yang disusun oleh penulis yaitu
mengenai Pemilu Nasional Indonesia di Era Reformasi.

2.1 Konsep

2.1.1 Pemilu dan Sistem Pemilu.

Menurut Arbi Sanit, Pemilu merupakan proses kegiatan yang


diselenggarakan dalam untuk memilih wakil-wakil rakyat yang pada gilirannya
akan mengedalikan jalannya roda pemerintahan, fungsinya adalah mewujudkan
kedaulatan rakyat melalui pemerintahan perwakilan. Pemilu pada dasarnya
merupakan pertemuan dan persetujuan antara massa-rakyat untuk menentukan
wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen. (Setia Rohmah Hanifah,
2013, hlm. 19).

Pemilu berasal dari singkatan yaitu Pemilihan Umum. Sedangkan dalam


tataran definisi Pemilu terdapat beberapa definisi antara lain menurut Kamus
Black mendefinisikan pemilihan umum atau general election dalam definisi
perspektif hukum sebagai berikut :
2

One at which the officers to be elected are such as belong to the general
government, that is, the general and central political organization of the
whole state; as distinguished from an election of officers for a particular
locality only. Also, one held for the selection of an officer after the
expiration of the full term of the former officer; thus distinguished from a
special election, which is one held to supply a vacancy in officeoccurring
before the expiration of the full term for which the incumbent was elected.
(I Gusti Ngurah Agung Sayoga Raditya, 2013, hlm. 42-43).
Definisi ini lebih menekankan kepada Pemilu ditinjau dari aspek hukum
yaitu sebagai alat legitimasi pejabat publik oleh rakyat baik pusat maupun daerah
yang direpresentasikan melalui Pemilu.

Samuel Huntington sebagai ahli politik mendefinisikan pemilu itu sebagai


media pembangunan partisipasi politik rakyat dalam negara modern. Partisipasi
politik merupakan arena seleksi bagi rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan
penting dalam pemerintahan. (Bismar Arianto, 2011b, 129). Definisi Hutington ini
lebih menekankan kepada Pemilu sebagai media partisipasi politik dan arena
meraih kekuasaan yang sesuai dengan ciri negara modern.

Sedangkan definisi Pemilu menurut Pemerintah RI yang tercantum dalam


UU RI No.8 Tahun 2012 pasal 1 ayat 1 menyatakan definisi dari Pemilu sebagai
berikut:

Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan


kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Jadi menurut definisi UU RI No. 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat 1 Pemilu
merupakan representasi kedaulatan rakyat yang diselenggarakan dengan asas
Luberjurdil dan merujuk kepada Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Ramlan Surbakti berpendapat setidaknya terdapat 3 tujuan


pemilu yaitu, pertama sebagai mekanisme untuk menyeleksi pada pemimpin
pemerintahan dan alternatif dan kebijakan umum (public policy), kedua sebagai
sebagai mekanisme pemindahan konflik kepentingan masyarakat kepada badan-
badan perwakilan rakyat melalui DPR atau Parpol yang terpilih melalui Pemilu
agar integrasi masyarakat terjamin, dan ketiga sebagai sarana memobilisasi dan
3

atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan
ikut serta dalam proses politik. (Muhamad Aziz Hakim, 2012, hlm. 14-16)

Arbi Sanit menyimpulkan, bahwa pada dasarnya Pemilu memiliki empat


fungsi utama, yakni 1. sebagai pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah
2. sebagai pembentuk perwakilan politik rakyat 3. sirkulasi elite penguasa; dan 4.
sebagai pendidikan politik. (M. Yusuf A. R, 2010, hlm.13).

Untuk melihat suatu Pemilu itu berkualitas atau tidak berkualitas menurut
Abdullah dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi proses Pemilu dan sisi hasil Pemilu.
Pemilu dapat dikategorikan sebagai Pemilu berkualitas jika dari proses
penyelnggarannya memenuhi aspek demokratis, aman, tertib, dan lancar serta
jujur dan adil. Sedangkan jika dilihat dari hasilnya suatu Pemilu dinaggap
berkualitas apabila Pemilu dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin
negara yang mampu mensejahterakan rakyat serta mengangkat harga diri bangsa
di mata Internasional. (Setia Rohmah Hanifah, 2013, hlm.21)

Di Indonesia sendiri asas yang digunakan dalam Pemilu khususnya di era


Reformasi menggunakan asas Luberjurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia,
Jujur dan Adil) dengan penjelasan asasnya tersebut sebagai berikut:

1. Langsung berarti dalam pelaksanaan Pemilu, pemilih memiliki hak untuk


memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan hati nuraninya tanpa
perantara.
2. Umum berarti dalam Pemilu seluruh WNI yang telah memenuhi syarat
mengikuti Pemilu yaitu yang berusia 17 tahun atau telah menikah untuk ikut
memilih dan yang berusia 21 tahun berhak dipilih.
3. Bebas berarti dalam Pemilu pemilih memiliki kebebasan dalam memilih
sesuai hati nuraninya tanpa intervensi/paksaan dari siapapun dan apapun.
4. Rahasia berarti dalam Pemilu pemilih dijamin oleh peraturan bahwa
pilihannya bersifat rahasia dari pihak siapapun.
5. Jujur berarti dalam Pemilu penyelenggaraannya harus jujur bagi
penyelenggara pemilu,pemerintah, parpol, pengawas dan pemantau pemilu
bahkan bagi pemilih dengan menyesuaikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4

6. Adil berarti penyelenggaraan pemilu selain pemilih dan partai politik peserta
Pemilu mendapatkan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak
manapun. (Susi Nuraeni, 2013, hlm.12-13).

Menurut Haris menjelaskan mengenai Fungsi penyelenggaraaan Pemilu


adalah sebagai berikut:

a. sebagai sarana legitimasi politik.


b. Fungsi perwakilan politik, Hal ini dibutuhkan karena dengan adanya perakilan
politik diharapkan dapat menjadi alat untuk mengevaluasi dan mengontrol
perilaku pemerintah dan program serta kebijakan yang dihasilkan.
c. sebagai mekanisme bagi pergantian atau sirkulasi elit penguasa, Dalam hal ini
Pemilu diharapkan dapat dapat dijadikan sebagai sarana bersaing secara
kompetitif dan demokratis diantara elit politik.
d. sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat. Dalam hal ini maksudnya
adalah dengan dilakukannya Pemilu yang bersifat langsung, terbuka, terbuka,
dan massal, diharapkan dapat mencerdaskan mengenai pemahaman politik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi sehingga secara
berangsur-angsur kehidupan politik dapat diarahkan menuju ke arah yang
lebih baik dan demokratis. (Agustina, 2014, hlm.12)

Sistem Pemilu amat penting dalam pelaksanaan Pemilu karena


menunjukkan representasi dalam negara demokrasi. (Susi Nuraeni, 2013, hlm.
15). Sistem Pemilihan Umum mutlak diperlukan dalam Pemilu karena menjadi
mengatur langkah prosedural penyelenggaraan Pemilu dan penentuan dalam
pembagian kursi di DPR serta pemenang Pemilu. Hal tersebut sesuai dengan
definisi Pemilu menurut Giovanni Sartori yang mengatakan sistem pemilihan
umum adalah serangkaian aturan yang menurutnya pemilihan mengekpresikan
preferensi politik mereka, dan suara dari pemilih diterjemahkan menjadi kursi.
(Bismar Arianto, 2011b, hlm. 129).

Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi memiliki beberapa


sistem Pemilihan Umum secara umum terbagi 3, yaitu:

1. Sistem distrik, merupakan sistem pemilihan di mana negara terbagi dalam


daerah-daerah bagian. Di dalam badan perwakilan rakyat, setiap distrik diwakili
oleh seorang atau beberapa orang anggota yang jumlahnya sama dari semua
5

distrik. Kelebihan dari sistem ini adalah, rakyat mengenal wakilnya dengan baik,
begitu pun sebaliknya, dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara wakil
dengan daerah yang diwakilinya.Sedangkan kekurangannya adalah, suara
minoritas akan hilang karena hanya yang mendapat suara mayoritas yang akan
mewakili daerahnya.

2. Sistem proporsional, merupakan sistem berdasarkan presentase pada kursi


parlemen yang akan dibagikan kepada partai politik peserta pemilihan umum,
dengan kata lain, partai politik akan memperoleh jumlah kursi sesuai dengan
jumlah suara pemilih yang diperoleh di seluruh wilayah negara. Kebaikan sistem
ini adalah semua partai terwakili sehingga lebih demokratis. Selain itu, pada
sistem ini, pemilihan juga dilaksanakan secara nasional, tidak dilakukan per
daerah. Badan perwakilan benar-benar menjadi wadah aspirasi seluruh rakyat bagi
negara yang menggunakan sistem ini. Namun, keburukannya adalah pemimpin
partai sangat menentukan siapa saja yang akan duduk didalam parlemen untuk
mewakili partainya. Di samping itu, wakil daerah juga tidak mengenal daerah
pemilihannya secara dekat.

3. Sistem gabungan, merupakan penggabungan dua sistem sebelumnya. Pada


sistem ini, negara dibagi dalam beberapa daerah pemilihan, sisa suara yang bukan
mayoritas tidak hilang begitu saja karenadiperhitungkan dengan jumlah kursi
yang akan dibagi. (Rizki Argama, 2004, hlm. 7-8).

Berdasarkan kepada sistem Pemilu yaitu sistem Distrik, Proporsional dan


Sistem Campuran diatas, Kacung Marijan dalam Bismar Arianto (2011b, hlm.
129-130) menyatakan bahwa Sistem Pemilihan Umum itu dirangkum dari
berbagai pendapat para ahli terbagi kedalam 3 rumpun besar yaitu :

1. Sistem Pemilu Rumpun Distrik

a. First past the post (FPTP) : Dalam sistem ini pemenang pemilu atau calon
terpilih adalah calon suara terbanyak.

b. The two round system (TRS): Pemenangnya adalah calon suara terbanyak, jika
tidak ada dilanjutkan pada putaran kedua.
6

c. The alternative vote (VT) : Sama dengan FPTP tapi pemilih diberi kebebebasan
untuk merangking calon/kandidat, yang terpilih yang adalah yang paling tinggi
rangkingnya.

d. Block vote (BV) : Pada sistem ini pemilih bisa memilih calon individu yang ada
di daftar calon.

e. Party block vote (PBV) : Sistem ini sama dengan BV tetapi pemilih hanya
memilih partai.

2. Sistem Pemilu Rumpun Proporsional

a. List proporsional presentation (List PR) : Pada sistem ini partai mengajukan
calon, pemilih memilih partai yang terpilih berdasarkan nomor urut.

b. The single transferable vote (STV) : Dalam sistem ini sama dengan AV, tapi
pemenangnya berdasarkan kuota.

3. Sistem Pemilu Rumpun Campuran (mixed system)

a. Mixed member proporsional (MPP) : Pada sistem ini sistem proporsional


dipakai untuk memberi kompensasi jika adanya disproporsionalitas dalam
pembagian kurasi berdasarkan distrik

b. Parallel system (Sistem Paralel) : Sedangkan sistem ini sistem proporsional dan
distrik dijalankan secara bersama-sama.

Jika dipisahkan antara pemilihan legislative dan eksekutif/presiden,


menurut Reynold dan Ben Reilly, dkk, (2001) dan Surbakti, dkk, (2011),
penggolongan sistem pemilu legislatif adalah sebagai berikut : (1) sistem
mayoritarian. Sistem mayoritarian merupakan sistem yang menyediakan satu
kursi atau single constituency dalam daerah pemilihan, dan ditentukan oleh
perolehan suara terbanyak; (2) sistem proporsional, yaitu kebalikan dari sistem
mayoritarian. Setiap daerah pemilihan tersedia banyak kursi dengan perolehan
kursi parpol secara proporsional dengan ketentuan jumlah suara terbanyak; dan
(3) sistem semi proporsional merupakan gabungan kedua sistem diatas. (Hayat,
2014, hlm. 472).
7

Sedangkan dalam penggolongan sistem pemilu presiden dan wakil


presiden dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu. 1. pemilu secara langsung (populary
elected) adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak ditetapkan rdapasebagai
presiden terpilih dan 2. pemilu tidak langsung (electoral college) adalah dilakukan
melalui porsi representasi rakyat dalam pemilihan presiden dengan perolehan
suara lebih dari 50%. Calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pemenang dalam pemilu secara langsung. (Hayat, 2014, hlm. 472-473).

Dalam Skripsi Vicky Amiruddin (2015, hlm. 19-20) dijelaskan bahwa


penggolongan jenis Pemilihan Presiden yang diterapkan di beberapa negara dalam
sistem presidensial terbagi atas 4 jenis yaitu : 1. First-Past-the post. Di dalam
sistem ini kandidat yang meraih suara terbanyak otomatis memenangkan Pemilu
Presiden atau disebut juga formula pluralitas. 2. Preferential voting. Di dalam
sistem ini kandidat pemenang Pemilu memperoleh peringkat pertama yang
terbesar setelah pemilih memberikan peringkat pertama dan seterusnya terhadap
kandidat presiden. 3. Two-round system atau sistem run-off. Di dalam sistem ini
Kandidat yang memperoleh suara 50%+1 memenangkan Pemilu dan jika tidak
mencapai suara 50%+1 diadakan putaran kedua dengan dua kandidat yang
memperoleh suara terbanyak. 4. Sistem Electoral College. Dalam sistem ini
kandidat yang memenangkan Pemilu Presiden memenangkan mayoritas unit
pemilihan (di provinsi atau negara bagian) yang disesuaikan dengan jumlah
penduduk.

2.1.2 Reformasi dan Demokrasi.

Dalam KBBI dijelaskan bahwasanya Reformasi memiliki pengertian


perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) di
dalam suatu masyarakat atau negara. (Ikrimah Vella Riyanti, 2017, hlm. 11).

Istilah Reformasi menurut Wikipedia merujuk kepada beberapa hal


berikut ini :

1. Reformasi Protestan: Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari


gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-
16, yang dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
8

2. Reformasi Katolik, kadang disebut "Kontra Reformasi", adalah periode


pembaruan pada Gereja Katolik yang diawali dengan Konsili Trente
sehubungan dengan struktur gerejani, tarekat religius, gerakan kerohanian, dan
dimensi politis. Beberapa tokoh yang menonjol diantaranya: St. Pius V, St.
Ignatius Loyola, St. Teresa dari Avila, St. Yohanes dari Salib, St. Fransiskus
dari Sales.
3. Reformasi Indonesia: Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden
Soeharto atau era setelah Orde Baru, yaitu era reformasi.(wikipedia, 2017)

Reformasi di Indonesia sendiri dimulai pada tahun 1998 yaitu dengan


tumbangnya Rezim Soeharto akibat kondisi masa itu yang sulit dikendalikan
seperti demontrasi mahasiswa dan peristiwa kerusuhan berupa penjarahan dan
pembakaran di Jakarta. Setelah Soeharto lengser dari kekuasaannya, Reformasi di
di Indonesia dilakukan oleh B.J Habibie yaitu dengan menuntaskan isu penting
yaitu isu masa depan reformasi, masa depan ABRI, masa depan wilayah-wilayah
konflik yang berusaha memisahkan diri dari Indonesia, masa depan Soeharto dan
kroni-kroninya, serta masa depan perekonomian Indonesia dan kesejateraan
rakyat.(Ikrimah Vella Riyanti, 2017, hlm. 11-12). Salah satu hasil dari reformasi
tahun 1998 adalah terjadi kebebasan dalam politik dengan ditandai oleh
penyelenggaraan Pemilu yang semakin demokratis.

Demokrasi merupakan istilah yang cukup akrab dalam era Refromasi yang
memang menerapkan nilai-nilai Demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tetapi apa demokrasi itu ?

Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai demokrasi dapat diamati dari


beberapa pendapat para ahli mengenai demokrasi. Seperti menururt Fuady
berpendapat bahwasanya:

Istilah demokrasi berasal dari penggalan kata Yunani demos yang berarti
rakyat dan kata kratos atau kratein yang berarti pemerintahan, sehingga
kata demokrasi berarti suatu pemerintahan oleh rakyat. Kata pemerintahan
oleh rakyat memiliki konotasi (1) Suatu pemerintahan yang dipilih oleh
rakyat dan (2) suatu pemerintahan oleh rakyat biasa (bukan oleh kaum
bangsawan), bahkan (3) suatu pemerintahan oleh rakyat kecil dan miskin
(government by the poor) atau sering diitilahkan dengan wong cilik.
(Gina Siti Rahmah, 2016: 19).
9

Nimatul memiliki pendapat lain mengenai demokrasi. Menurutnya istilah


demokrasi atau democracy dalam bahasa Inggris diadaptasi dari kata demokratie
dalam bahasa Perancis pada abad ke-16, Tetapi sebenarnya asal kata demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yaitu Demokratia. (Citra Antika, 2013: 8).

KBBI menjelaskan pengertian demokrasi itu merupakan bentuk atau


sistem suatu pemerintahan dan segenap rakyat turut serta memerintah dengan
perantara wakilnya, pemerintahan rakyat. Demokrasi dapat pula diartikan sebagai
gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara. (Gina Siti Rahmah, 2016, hlm.
19).

Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai demokrasi, kita dapat


merujuk kepada pendapat Abraham Lincoln yang menyatakan demokrasi
merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi
Demokrasi itu pada intinya adalah menyerahkan kedaulatan kepada rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dari suatu negara. Pemerintah yang berasal dari
rakyat, kemudian dipilih oleh rakyat untuk mengisi jabatan melalui mekanisme
Pemilu, dan Pemerintah ketik terpilih harus mengabdikan dirinya untuk
kepentingan dan aspirasi rakyat yang telah memilihnya. (Riyanto Astim, 2008,
hlm. 108)

Abdul Rozak dan A Ubaedillah memaparkan mengenai demokrasi yaitu


perencanaan institusional untuk mencapai suatu keputusan politik yang
memberikan kesempatan pada individu untuk memberi suara dan menentukan
keputusan sesuai suara mayoritas. Pemerintah diminta diminta bertanggung jawab
atas tindakan-tindakan mereka dan rakyat memiliki hak untuk melakukan
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas kebebasan politik. (Gina Siti
Rahmah, 2016, hlm. 20)

Latar belakang dari demokrasi sendiri berasal dari Yunani Kuno. Dalam
Demokrasi zaman itu ditujukan untuk melindungi kepentingan rakyat kecil dalam
menghadapi kepentingan kaum kaya dan kaum bangsawan. Demokrasi pada
perkembangannya selalu berubah mengikuti perkembangan zaman dengan proses
penyempurnaan konstitusi, tumbuh dalam masyarakat yang mengakui
10

kepentingan orang lain atau masyarakat lain, serta demokrasi akan sempurna jika
memuaskan seluruh rakyat atau terdapat oposisi penyeimbang. Demokrasi sebagai
kekuatan rakyat dapat dilihat dalam Magna Charta, Bill of Rights, serta Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat. Tetapi demokrasi menjadi tersebar keseluruh
dunia setelah terjadinya Revolusi Prancis yang mengkritik serta menggoyang
sistem monarkhi di Eropa saat itu. (Dadang Supardan, 2011, hlm. 569-570).

Huntington menyatakan terjadi tiga kali gelombang demokratisasi serta


dua gelombang anti-demokratisasi yaitu dengan gelombang demokratisasi fase
pertama terjadi pada pada tahun 1922-1942 serta gelonbang anti-demokratisasi
terjadi pada tahun 1922-1942. Gelombang demokratisasi gelombang kedua terjadi
pada tahun 1943-1962 serta gelombang anti-demokratisasi terjadi pada tahun
1958-1975. Serta Gelombang demokratisasi ketiga terjadi dari tahun 1974 hingga
masa dewasa ini. Terjadi perpindahan gelombang demokratisasi dari Eropa Barat
dan Amerika Utara menuju Amerika Latin dan Eropa Selatan, kemudian menuju
seluruh Eropa Timur dan Beberapa Negara di Asia. (Dadang Supardan, 2011, hlm.
570).

Demokrasi yang pernah diterapkan di dunia terdapat 3 jenis atau model


demokrasi yaitu:

1. Demokrasi Langsung atau demokrasi partisipasi. Demokrasi model ini warga


negara dilibatkan secara langsung dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan masalah-masalah publik (kebijakan publik). Demokrasi
model ini pernah diterapkan pada masa Yunani Kuno tepatnya di Negara Polis
Athena yang memberikan persamaan hak berpolitik baik bagi warga negara
biasa atau masyarakat maupun negara atau pemerintah. Sedangkan di masa
modern penerapan diterapkan pada sistem referendum. Contoh sistem
Referendum pernah diterapkan pada masa B.J Habibie dalam penyelesaian
masalah Timor-Timur. Sistem demokrasi langsung lebih tepat diterapkan
dalam negara yang memiliki luas wilayah yang sempit sedangkan dalam
negara yang luas sistem demokrasi langsung hanya dapat diterapkan dalam
memberikan dorongan, koreksi, dan perimbangan kekuasaan.
2. Demokrasi Perwakilan atau Liberal. Dalam sistem ini, warga negara dapat
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan,
11

hanya saja tidak dilakukan oleh warga negara secara langsung tetapi
diwakilkan kepada para wakil rakyat atau lembaga legislatif yang telah dipilih
dalam Pemilu. Sistem ini banyak dianut oleh berbagai negara di dunia dewasa
ini karena bersifat dianggap stereotype dari demokrasi kontemporer dan
bersifat universal. Kelebihan sistem demokrasi parlementer dibandingkan
sistem demokrasi yang lainnya antara lain :
a) Pemerintah bertanggung jawab maupun dapat melaksanakan pemerintahan
dengan potensi wilayah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama.
Terdapat pemisahan antara pemerintahan dan warga negara serta
penyelenggaraan Pemilu sebagai kontrol warga negara atau rakyat
terhadap pemerintah.
b) Di dalam sistem demokrasi perwakilan memperkecil pemerintahan yang
cenderung mengarah kepada sistem monarkhi, aristokrasi, despotis, dan
sistem kekuasaan sejenisnya.
c) Sistem demokrasi model ini dapat diterapkan dalam sistem pemerintahan
yang umum dianut berbagai negara di dunia yaitu sistem parlementer dan
sistem presidensial.
3. Demokrasi Model Satu Partai. Dalam sistem ini hanya menggunakan satu
partai saja yang diakui atau legal oleh pemerintah yang berkuasa dalam
menyalurkan aspirasi atau keinginan rakyat. Sistem demokrasi model ini
mengklaim masih mengakui demokrasi karena bertindak atas nama rakyat dan
untuk kepentingan rakyat atau rakyat tetap dilibatkan serta diperhatikan dalam
pengambilan keputusan dalam partai. Demokrasi ini diterapkan dalam negara
yang menganut sistem komunis atau sosialis eksterm (kaum marxis). Sistem
demokrasi ini dilatarbelakangi oleh kegagalan sistem demokrasi oleh kaum
liberal menurut kaum marxis. (Citra Antika, 2013, hlm.16-20).

2.1.3 Partai Politik.

Partai Politik merupakan sebuah organisasi atau lembaga yang penting


dalam suatu negara karena melalui partai politik aspirasi rakyat serta representasi
pemerintah suatu Negara dapat terepresentasikan dan tersalurkan. Dalam suatu
negara yang menerapkan sistem pemerintahan demokrasi, peran partai Politik
lebih penting lagi dalam menjalankan perannya sebagai salah satu agen yang
12

terpenting dalam menegakkan nilai-nilai dari demokrasi kepada masyarakat.


Dalam setiap negara di dunia ini terdapat setidaknya satu partai politik kecuali
negara Vatikan yang merupakan negara keuskupan Katolik Roma. (Acep Rahmat,
2017, hlm. 11)

Terdapat beberapa ahli lainnya yang mendefinisikan partai politik seperti


pendapat Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok
manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan,
dengan maksud untuk mensejahterakan anggotanya, baik dalam kebijaksaanaan
keadilan, maupun dalam hal-hal yang bersifat materil. (George Towar Ikbal
Tawakkal, 2009, hlm. 20)

R. H. Soltau mengemukakan definisinya tentang partai politik sebagai


kelompok warga negara terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik
dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, dengan tujuan untuk
menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
(George Towar Ikbal Tawakkal, 2009, hlm. 21).

Miriam Budiardjo mengemukakan yang dimaksud dengan partai politik


adalah Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional
guna melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. (Iwan Budi Prasetyo,
2010, hlm. 37).

Sigmund Neumann memiliki pendapat yang lain mengenai definisi partai


politik yaitu Organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan
melawan golongan atau golongan-golongan lain yang tidak sepaham. (Iwan Budi
Prasetyo, 2010, hlm. 37).

Dari beberapa definisi tersebut Carl J. Friedrich, R.Soltau, Miriam


Budiarjo dan Sigmund Neumann terdapat kesamaan dalam mendefinsisikan partai
politik sebagai suatu organisasi yang memiliki tujuan merebut atau meraih
kekuasaan. Sedangkan perbedaan pandangan definisi diatas yaitu Carl J. Friedrich
memandang partai politik memiliki tujuan untuk pula mempertahankan kekuasaan
13

serta memiliki tujuan mensejahterakan anggota partai, R. H. Soltau memandang


partai politik memiliki tujuan dalam hal melaksanakan kebijakan partai dalam
kekuasaannya, Miriam Budiardjo memandang partai politik dapat meraih
kekuasaan secara kontutisional agar kebijaksaaan partai dapat dilaksanakan, dan
Sigmund Neumann memandang partai politik sebagai kompetisi melawan partai
politik atau golongan yang memiliki perbedaan paham.

Pemerintah RI memiliki versi sendiri mengenai definisi atau suatu


organisasi dianggap suatu parpol seperti yang tercantum dalam UU RI No.31
Tahun 2002 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa definisi dari Partai Politik itu
merupakan Organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara
Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-
cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan
Negara melalui pemilihan umum dan dalam UU RI NO.2 Tahun 2008 Pasal 1
Ayat 1 mendefinisikan Partai Politik merupakan Organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warganegara Indonesia secara sukarela
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengertian Partai Politik dalam pengertian modern atau dikaitkan dengan


konteks kekinian berarti partai politik itu dipilih oleh rakyat (pemilih) dalam
Pemilu dengan mengajukan kandidat untuk mengontrol serta mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Pengertian tersebut diperkuat oleh pendapat dari Mark N.H
yang mengemukakan partai politik merupakan suatu organisasi yang dibentuk
untuk mempengaruhi bentuk dan karakter, kebijaksanaan publik dalam rangka
prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan
secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan. (Setia Rohmah Hanifah,
2013, hlm. 14).

Partai Politik diperlukan dalam setiap pemerintahan (atau negara) dewasa


ini kecuali dalam sistem pemerintahan yang menggunakan sistem pemerintahan
masyarakat tradisional. (Gina Siti Rahmah, 2016, hlm. 25). Partai politik sebagai
14

sebuah elemen penting dalam Pemilu memiliki fungsi dalam mempertahankan


eksistensinya khususnya dalam Pemilu dan pelaksanaan demokrasi dalam suatu
negara. Dilihat dari aspek fungsi partai politik terdapat perbedaan diantara para
ahli yang mengkaji mengenai politik seperti menurut pendapat Ramlan Subakti
(1999) dan Yudhi Prasetya (2011, hlm. 33-35) menyatakan bahwasanya terdapat 7
fungsi partai politik yaitu :

a. Parpol sebagai Sosialisasi Politik.


b. Parpol sebagai Rekrutmen Politik.
c. Parpol sebagai Partisipasi Politik.
d. Parpol sebagai Pemandu Kepentingan.
e. Parpol sebagai Komunikasi Politik.
f. Parpol sebagai Pengendalian Konflik.
g. Parpol sebagai Kontrol Politik.

Parpol berfungsi dalam Sosialisasi Politik berarti partai partai politik


menjadi pelaksana dalam sosialisasi politik yaitu dalam proses pembentukan sikap
dan orientasi politik para anggota masyarakat. Sedangkan metode penyampaian
pesan untuk sosialisasi bagi partai di bagi dua yaitu melalui pendidikan politik dan
indokrinasi politik. Pendidikan Politik menggunakan pendekatan dialogis serta
cocok diterapkan dalam negara yang menerapkan sistem politik demokrasi
sedangkan Indokrinasi Politik menggunakan pendekatan manipulasi dan
paksaan serta cocok diterapkan dalam negara yang menerapkan sistem politik
totaliter. (Ramlan Surbakti, 1999, hlm.117).

Fungsi Parpol sebagai Rekrutmen Politik merupakan fungsi partai politik


dalam melakukan seleksi dan pemilihan bagi seseorang atau kelompok dalam
partai politik untuk menjalankan perannya dalam sistem politik pada umumnya
dan pemerintah pada khususnya. Fungsi Parpol sebagai Partisipasi politik berarti
parpol mewadahi aspirasi politik bagi masyarakat untuk mempengaruhi proses
politik dan kebijakan umum dalam suatu negara. Parpol sebagai fungsi pemandu
kepentingan berarti partai politik memadukan berbagai kepentingan yang berbeda
untuk dijadikan alternatif dengan diperjuangkan dalam pembuatan kebijakan
umum. Fungsi Parpol sebagai komunikasi politk berarti partai politik wadah
perantara antara pemerintah dan masyarakat secara dua arah. Fungsi parpol
sebagai pengendali konflik berarti partai politik berfungsi dalam meredam atau
15

mengkompromikan konflik dalam masyarakat baik karena perbedaan pendapat


atau konflik fisik dengan menampung berbagai aspirasi serta membuat keputusan
politik dari musyawarah lembaga legislatif. Parpol sebagai kontrol politik berarti
partai politik berfungsi dalam mengontrol benar salahnya kebijakan atau
pelaksanaan oleh pemerintah (Ramlan Surbakti, 1999, hlm.118-121).

Dan menurut Miriam Budiardjo partai politik memiliki 4 fungsi yaitu:

1. Parpol sebagai Komunikasi Politik.


2. Parpol sebagai Sosialisasi Politik.
3. Parpol sebagai Rekrutmen Politik.
4. Parpol sebagai Pengatur Konflik Politik. (Romli Mubarok, 2012, hlm. 4-5).

Parpol sebagai sarana komunikasi politik berarti parpol berfungsi dalam


menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat
berkurang. Fungsi Parpol sebagai sarana Sosialisasi Politik berarti usaha Parpol
dalam menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam Pemilu, partai harus
meraih dukungan seluas mungkin. Proses sosialisasi politik diselenggarakan
melalui ceramah-ceramah penerangan, kursus kader, kursus penataran dan
sebagainya. Fungsi Parpol sebagai sarana rekruitmen politik yaitu Parpol berusaha
dalam mencari dan mengajak orang untuk turun aktif dalam kegiatan politik
sebagai anggota partai. Juga diusahakan terjadi regenarasi dan kaderisasi
golongan muda terhadap pimpinan lama dalam partai politik, dan Parpol sebagai
sarana pengatur konflik berarti parpol harus mampu mengatasi konflik yang
diakibatkan oleh suasana atau kondisi demokrasi yang menjamin persaingan dan
perbedaan pendapat dalam masyarakat. (Tania Listia, 2015, hlm. 16-17).

Selain dari pandangan dari dua ahli diatas mengenai fungsi politik,
terdapat pendapat ahli yang lainnya mengenai fungsi dari partai politik antara lain
menurut Sukarna yang menyatakan fungsi dari partai politik itu antara lain
sebagai pendidikan politik, sebagai pemilihan pemimpin politik, sebagai
pemaduan atau penyatuan pemikiran-pemikiran politik, sebagai sarana
memperjuangkan kepentingan rakyat, sebagai komunikasi politik, dan sebagai alat
pengawasan politik (kontrol politik). Serta pendapat dari Huzcar dan Stevenson
menyatakan fungsi partai politik itu antara lain mengusulkan calon (proposing
16

candidates), membina opini masyarakat (stimulating public opinion), menarik


rakyat untuk memilih (getting people to vote), mengkritik rezim pemerintah
(critisism regime), dan (meminta) pertanggungjawaban pemerintah (responbility
of government). (Sukarna, 1974, hlm. 53-60).

Tetapi kebanyakan para ahli politik dan sosiologi berpendapat bahwa


fungsi partai yang paling umum dikemukakan adalah representasi (perwakilan),
konversi dan agregasi, integrasi (partisipasi, sosialisasi, dan mobilisasi), persuasi,
represi, rekrutmen (pengangkatan tenaga-tenaga baru), dan pemilihan pemimpin,
pertinbangan dan perumusan kebijaksanaan, serta kontrol terhadap pemerintah.
(Masyrofah, 2013, hlm. 167).

Jenis-jenis partai politik dikategorikan bermacam-macam oleh para ahli


politik. Max Weber mengkategorikan partai politik menjadi 2 jenis, yakni partai
elit yang mendapat dukungan dari kaum elit seperti pengacara, dokter dan politisi
dan partai massa yang mendapat dukungan dari masyarakat bawah atau akar
rumput.

Sedangkan Franz Neumann mengkategorikan partai politik menjadi 2


jenis, yakni democratic integrative party yang menerapkan nilai-nlai demokrasi
dalam partainya dan the totalitarian integrative party yang menerapkan sistem
otoriter atau oligarkhi dalam partainya. (George Towal Ikbal Tawakkal, 2009, hlm.
20).

Kategori Partai Politik dapat dilihat pula berdasarkan kepada Tipologinya.


Tipologi Partai Politik dapat dibagi yaitu :

Menurut asas dan orientasinya terbagi 3 yaitu: 1. Parpol dokriner/ideologis


amat terikat dengan ideologi yang dianutnya dalam menjalankan program dan
kegiatan parpol. 2. Parpol pragmatis tidak terikat oleh ideologi, tetapi lebih
mementingkan aspek pragmatis atau fungsi praktis dalam program maupun
kegiatan partai dan 3. Parpol kepentingan yaitu partai yang memperjuangkan
kepentingan, golongan atau aspirasi tertentu.

Menurut fungsi dan komposisi anggotanya yaitu : 1. Parpol massa yang


mengandalkan basis massa atau kuantitas baik dalam anggota, atau simpatisan
partai dan 2. Partai kader yang mengandalkan kaderisasi partai atau kualitas dalam
17

menggalang anggota atau simpatisan partai. Menurut basis sosial Parpol terbagi
ke dalam 4 macam yaitu 1. Parpol berdasarkan lapisan sosial : atas, menengah,
atau bawah. 2. Kelompok kepentingan: pengusaha, petani, dan buruh. 3. Agama:
Islam, Kristen, Hindu,dan Budha. 4. Ikatan primordial : etnis/ras, bangsa, dan
dasar wilayah (regional). (Suwarno, 2012, hlm. 32-33).

Partai Politik dalam suatu negara memiliki sistem kepartaian tertentu yang
dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dan ideologi yang dianut oleh suatu negara.
Maurice Duverger memiliki pendapat bahwa sistem kepartaian itu terbagi dalam 3
macam yang dipakai dalam suatu negara yaitu :

a. Sistem Partai Tunggal


Menurut pendapat beberapa pengamat, sistem satu partai dianggap istilah yang
menyangkal diri sendiri atau melawan konsep dari Sistem yang selalu terdiri
minimal atas dua bagian. Tetapi istilah ini berkembang dalam masyarakat serta
digunakan untuk partai politik yang merupakan satu-satunya partai yang
diakui negara atau memiliki kedudukan yang dominan terhadap partai lainnya.
b. Sistem Dua Partai
Dalam sistem ini, terdapat dua partai yang dominan dalam Pemilu secara
bergiliran diantara beberapa partai politik yang ikut kontestasi dalam Pemilu.
Sistem ini di masa dewasa ini masih dianut oleh Inggris, Amerika Serikat,
Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Sistem ini umumnya diterapkan dalam
negara yang menerapkan sistem pemilihan distrik dengan hanya mengakui
satu wakil dalam satu daerah pemilihan saja. Syarat agar sistem dua partai
dapat berjalan dengan baik dalam suatu negara yaitu masyarakat bersifat
homogen, konsensus dalam masyarakat menegnai asas dan tujuan sosial yang
pokok bersifat kuat, dan terdapat kontinuitas sejarah.
c. Sistem Multipartai
Sistem multipartai sesuai jika diterapkan dalam suatu negara yang memiliki
keanekaragaman budaya dan politik dalam masyarakatnya. Dalam sistem ini
pluralitas budaya dan politik mepresentasikan karakteristik masyarakat yang
cenderung primordial dalam memberikan pilihannya dalam Pemilu. Jika
diterapkan dalam sistem parlementer, sistem ini cenderung memperkuat
keukuasaan legislatif serta melemahkan kekuasaan eksekutif. Sistem ini
memiliki keunggulan dalam memberikan kesempatan partai politik dan
golongan kecil lolos dalam Pemilu yang diperkuat oleh sistem perwakilan
18

berimbang. Sistem ini diterapkan antara lain di Indonesia, Malaysia,


Nederland, Australia, Perancis, Swedia, dan Federasi Rusia. (Setia Rohmah
Hanifah, 2013, hlm.17-19).

2.1.4 Partisipasi Politik

Partisipasi Politik merupakan salah satu ciri khas dari modernisasi politik.
Hal tersebut, karena dalam masyarakat tradisional peran masyarakat amat
bergantung kepada kaum elit minoritas dalam pemerintahan dan politik. Dalam
masyarakat tradisional walaupun menyadari akibat dari tindakan pemerintah
terhadap masyarakat, tetapi tidak ada usaha untuk mempengaruhi tindakan
pemerintah (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1994, hal. 1).

Partisipasi politik dapat dipahami sebagai keterlibatan atau keikutsertaan


masyarakat dalam kegiatan yang mempengaruhi proses politik seperti perumusan
dan pelaksanakan kebijakan publik, atau kegiatan kegiatan politik, misalnya ikut
serta dalam diskusi politik, menjadi pengurus atau anggota parpol dan lain-lain.
Partisipasi politik jika ditinjau dari akar sejarahnya dimulai dari negara Eropa
Bara Barat dari akhir abad ke-18 M hingga selama abad ke-19 M. (Suwarno,
2012, hlm. 39-40).

Partisipasi politik merupakan salah satu masalah yang penting dalam


analissi politik modern terutama dipelajari dalam negara-negara yang sedang
berkembang. Secara umum definisi dari partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak
langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. (Miriam Budiardjo, 1996, hlm.
183).

Para ahli politik mendefinisikan mengenai partisipasi politik antara lain


menurut Herbert McClosky, Norman N. Nie dan Sidney Verba, dan Samuel P.
Huntington dan Joan M. Nelson yang terdapat dalam buku Miriam Budiardjo
(1996, hlm. 183-184) adalah sebagai berikut :

a. Herbert McClosky mendefinisikan partisipasi politik sebagai berikut:


19

Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga


masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,dalam proses
pembentukan kebijakan umum.
b. Norman H. Nie dan Sidney Verba menyatakan bahwa partisipasi politik itu
merupakan
Kegiatan pribadi warga yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk
mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang
diambil oleh mereka.
c. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson berpendapat definisi partisipasi
politik adalah Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi,
yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa
bersifat individual atau kolektif, teroganisisr atau spontan, mantap atau sporadis,
secara damai atau kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.

Menurut Miriam Budiardjo terdapat aktor-aktor yang dapat melakukan


partisipasi politik berdasarkan frekuensi dan intesitasnya dengan semakin yang
berada dalam urutan terakhir memiliki jumlah anggota yang semakin sedikit atau
lebih kecil yang dimulai dari kaum apolitis, kaum pengamat politik, partisipan
politik, dan aktivis politik. dalam hal mengukur partisipasi politik yang paling
mudah adalah melalui tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu menggunakan hak
suaranya dalam suatu negara. Sedangkan saran paling efektif untuk melakukan
partispasi politik adalah melalui partai politik. (Miriam Budiardjo, 1996, hlm.
188, 189,190, & 198).

Dalam Buku Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1994, hlm. 16-18)
dijelaskan bahwa wujud partisipasi politik yang dapat dilakukan oleh masyarakat
antara lain dalam bentuk sebagai berikut ini :

1. Kegiatan pemilihan : Tidak hanya dalam pemberian hak suara, tetapi dapat
pula dalam bentuk pemberian sumbangan atau dana kampanye, bekerja dalam
suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seseorang calon atau setiap tindakan
yang mempengaruhi hasil Pemilu.
2. Lobbying : mencakup upaya individu atau kelompok untuk menghubungi
pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan publik.
20

Contohnya upaya lobbying dalam mengubah haluan orientasi politik dari


oposisi untuk mendukung kebijakan pemerintah.
3. Kegiatan organisasi : menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat
dalam suatu organisasi dengan tujuan utama untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
4. Mencari koneksi : merupakan tindakan perorangan yang ditujukan kepada
pajabat-pejabat pemerintahan dan pada umumnya untuk mencari keuntungan
pribadi dan golongan.
5. Tindakan kekerasan : yaitu tindakan partisipasi politik dengan menimbulkan
kerugian fisik terhadap manusia atau harta benda. Tindakan ini biasanya
digunakan jika cara partisipasi politik lainnya yang bersifat damai tidak dapat
digunakan oleh masyarakat.

Sedangkan dalam buku Suwarno (2012, hlm. 40) dipaparkan bahwa


terdapat dua bentuk partisipasi politik yang utama yaitu :

1. Konvensional contoh tindakannya dalam partisipasi politik yaitu pemberian


suara (voting) dalam pemilu, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk
atau bergabing dalam kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan
pejabat politik dan administratif.

2. Non-Konvensional contoh tindakannya dalam partisipasi politik antara lain


pengajuan petisi, melakukan demomstrasi, konfrontasi, mogok, tindakan
kekerasan politik terhadap harta benda (perusakan, penjarahan, pembakaran,
dll), Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, penyiksaan,
pembunuhan, dll), dan perang gerilya serta revolusi.

Partisipasi politik suatu negara yang paling mudah dilihat secara kasar
adalah melalui partisipasi politik dalam pemberian hak suara oleh rakyat dalam
Pemilu. Jika tingkat partisipasi rakyat dalam Pemilu tinggi berarti perkembangan
partisipasi dalam suatu negara dianggap sudah cukup baik dan sebaliknya. Tetapi
dapat saja partisipasi politik dalam suatu negara dapat dikatakan rendah yaitu
ditandai dengan tingkat partisipasi politik dalam pemberian hak suara yang
rendah. Pertisipasi politik yang rendah tersebut khusunya di Indonesia dapat
ditinjau dalam Pemilu di negara sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan
21

kepada tingkat Golput (Golongan Putih) dari negara yang bersangkutan. Jadi apa
itu yang dimaksud dengan istilah Golput (Golongan Putih).

Istilah Golput berasal dari singkatan yaitu Golongan Putih. Terdapat


beberapa definisi dari Golput itu sendiri seperti pendapat Badri Khaeruman yang
menyatakan bahwa Golongan Putih (Golput) adalah sebutan yang dialamatkan
kepada orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya di dalam Pemilihan
Umum (Pemilu). Atau sering pula didefinisikan kepada sekelompok orang yang
tidak mau memilih salah satu partai peserta pemilu. Sedangkan menurut Muhibin
mengatakan bahwa Golongan Putih atau (Golput) dalam bahasa politik adalah
suatu sikap yang diambil oleh individu-individu ataupun kelompok untuk tidak
ikut berpatisipasi dalam pemilihan. (Rahmad Rinjani, 2013, hlm. 472-473).

Sejarah Golput sudah terjadi sejak Pemilu 1955 (sekalipun angkanya baru
mencapai 10%), hal ini akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang
penyelenggaraan pemilu. Biasanya mereka tidak datang ke tempat pemungutan
suara. Sedangkan di era Orde Baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan moral
untuk memprotes penerapan sistem pemilu yang tidak demokratis oleh penguasa
saat itu. (Dyah Adriantini Sintha Dewi, 2009, hlm. 25). Sedangkan diera reformasi
menurut Arief Budiman Golput lebih bersifat pilihan atau hak pilih jika parpol
dianggap tidak kompeten karena demokrasi pasca Orde baru sudah cukup
ditegakkan.

Menurut Eep Saefulloh Fatah, dalam Bismar Arianto (2011a, hlm. 52)
mengklasifikasikan golput atas empat golongan. Pertama, golput teknis, yakni
mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti keluarga meninggal,
ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau
mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. Kedua,
golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena
kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat
yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan
perbaikan. Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada
22

mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena
alasan fundamentalisme agama atau alasan politik ideologi yang lainnya.

Sedangkan menurut Novel Ali (1999, Hlm. 22) berpendapat di Indonesia


terdapat dua kelompok golput yaitu Pertama, adalah kelompok golput awam.
Yaitu mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan
politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan
politik kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai
tingkat deskriptif saja. Kedua, adalah kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang
tidak bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan
politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada. Atau karena
mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang sekarang belum
ada maupun karena mereka menghendaki pemilu atas dasar sistem distrik, dan
berbagai alasan lainnya. Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih tinggi
dibandingkan golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis
politik yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada tingkat
evaluasi.

Terdapat 3 teori mengenai fenomena golput berdasarkan kepada studi


perilaku pemilih yaitu:

1. Teori Sosiologis : Teori menekankan kepada golput karena faktor sosiologis


seperti faktor agama, pendidikan, pekerjaan, ras, dan sebagainya.

2. Teori Psikologis : Teori ini menkankan kepada golput karena faktor psikologis
seperti kedekatan dengan partai atau kandidiat yang ada.

3. Teori ekonomi politik : Teori ini menekankan kepada golput karena faktor
alasan rasional seperti Pemilu yang tetap tidak membawa perubahan. (Acu
Nurhidayat, 2004, hlm. 21-22).

Faktor penyebab golput selain yang disebutkan oleh para ahli diatas
disebabkan antara lain : kegagalan peran negara, demokrasi tanpa
subtansi, serta pemilu yang tidak bermanfaat langsung kepada rakyat.
(Nyoman Subanda, 2009, hlm. 66).
23

2.2 Penelitian Terdahulu.

2.2.1 Skripsi dan Tesis

Skripsi dengan Judul Perkembangan Sistem Politik Masa Reformasi Di


Indonesia (Kajian Terhadap Perubahan Sistem Pemilihan Umum Orde Baru ke
Reformasi Tahun 1971-2009) yang disusun oleh Tania Listia dari Departermen
Pendidikan Sejarah Upi Bandung pada tahun 2015. Dalam Skripsinya, peneliti
menjelaskan perbedaan antara sistem pemilu zaman Orde Baru dari tahun 1971
hingga 1997 yang menggunakan sistem proporsional tertutup dan bersifat otoriter
dan pemilu zaman reformasi yang demokratis dengan perbedaan pemilu tahun
1999 yang masih menggunakan sistem proporsional tertutup sedangkan dalam
pemilu 2004 dan 2009 menggunakan sistem proporsional terbuka yang terwujud
dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Kaitan antara penelitian
skripsi Tania Listia dengan penelitian skripsi penulis yaitu dalam skripsi Tania
Listia selain diterangkan mengenai Pemilu zaman Orde Baru juga diterangkan
pula mengenai Pemilu era Reformasi walaupun tidak menerangkan Pemilu tahun
2014. Sehingga penelitian Skripsi Tania Listia cukup membantu penulis dalam
mendapatkan data, fakta serta memberikan gambaran mengenai Pemilu dari tahun
1999 hingga Pemilu tahun 2009 khususnya dilihat berdasarkan perubahan sistem
yang digunakan dalam Pemilu di era Reformasi tahun 1999-2009. Tetapi
Penelitian Penulis terdapat perbedaan dengan skripsi penelitian Tania Listia
khususnya dalam hal penelitian penulis yang meneliti Pemilu Reformasi tahun
2014 yang tidak menjadi penelitian dalam skripsi Tania Listia.

Skripsi dengan Judul Strategi Partai Islam Dalam Panggung Pemilihan


Presiden Di Indonesia Tahun 1999-2004 yang disusun oleh Vicky Amirudin dari
Departemen Pendidikan Sejarah UPI Bandung pada tahun 2015. Dalam
Skripsinya peneliti pada intinya menjelaskan bagaimana strategi parpol islam
dalam menghadapi Pemilu tahun 1999 dan Pemilu tahun 2004 dengan
memanfaatkan massa pemilih Pemilu 1999 dan 2004 yang mayoritas islam serta
dengan isu membawa nama islam walaupun partai islam hanya menjadi partai
menengah dalam pemilu 1999 dan 2004 dan dalam hal perolehan suara masih
lebih kecil dari partai nasionalis sekuler. Kaitan antara skripsi ini dengan skripsi
24

penulis adalah dalam skripsi ini penulis dapat mengamati serta dapat memberikan
gambaran mengenai Pemilu 1999 dan 2004 khususnya dalam Pemilihan Presiden
dari sudut pandang partai islam yang berkontestasi dalam Pemilu tersebut.
Perbedaan penelitian Skripsi Penulis dengan penelitian Skripsi Vicky Amiruddin
yaitu Penelitian Skripsi Penulis tidak mengkhususkan kepada partai islam saja
tetapi kepada semua aliran partai politik dalam Pemilu era Reformasi. Dalam
penelitian Skripsi penulis pula lebih luas lagi yaitu selain Pemilu tahun 1999 dan
pemilu tahun 2004, juga diteliti pula Pemilu tahun 2009 dan Pemilu tahun 2014.

Skripsi dengan Judul Pemilihan Umum dan Media Massa (Pandangan


Majalah Tempo dan Majalah Gatra Terhadap Megawati Soekarnoputri sebagai
calon Presiden Dalam Pemilihan Umum 1999 dan 2004 di Indonesia) yang
disusun oleh Agustina dari Departermen Pendidikan Sejarah UPI Bandung pada
tahun 2015 ini menjelaskan bagaimana pandangan majalah Tempo dan Majalah
Gatra terhadap pencalonan Megawati sebagai calon presiden dalam Pemilu
Presiden tahun 1999 dan Pemilu Presiden tahun 2004 yang diamati baik secara
news (berita) maupun view (ulasan). Dalam skripsi ini penulis cukup terbantu
mengenai gambaran Pemilu 1999 dan pemilu tahun 2004 khususnya Pemilihan
Presiden dilihat dari sudut pandang Calon Presiden Megawati dalam majalah
Tempo dan majalah Gatra serta sedikit membahas mengenai Rivalitas Megawati
dengan Calon Presiden Lainnya dalam Pemilu Presiden1999 dan Pemilu Presiden
tahun 2004. Perbedaan Penelitian antara Skripsi Penulis dengan Penelitian Vicky
Amiruddin yaitu Penelitian Penulis tidak terlalu mendalami penelitian mengenai
Pemilu berdasarkan salah satu Calon Presiden dalam Pemilu tahun 1999 dan 2004
serta menggunakan cara pandang dari media massa cetak.

Skripsi dengan Judul Pelaksanaan Pemilihan Umum dalam Sejarah


Nasional Indonesia karya Fiska Friyanti dari Departermen Pendidikan Sejarah
UNNES (Universitas Negeri Semarang) pada tahun 2005. Dalam Skripsinya
peneliti menjelaskan mengenai perbedaan karaktristik serta tingkat
kedemokratisan dalam Pemilu yang pernah diselenggarakan di Indonesia dari
Pemilu tahun 1955, Pemilu zaman Orde Baru (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997) serta Pemilu pada Era Reformasi (1999 dan 2004). Khususnya dalam
Pemilu Era Reformasi penulis menekankan Pemilu 2004 menjadi Pemilu yang
25

lebih Demokratis dari Pemilu sebelum Pemilu 2004. Dalam skripsi ini penulis
dapat mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai Pemilu era Reformasi
yaitu Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 yang menjadi Pemilu dengan perubahan
cukup besar dalam hal penerapan nilai demokrasi. Terdapat Perbedaan antara
Penelitian Skripsi Penulis dengan Penelitian Skripsi Fiska Friyanti yaitu kajian
Fiska Friyanti lebih luas yaitu dari Pemilu 1955, Pemilu zaman Orde Baru, dan
Pemilu Reformasi tahun 1999 dan Pemilu 2004. Tetapi kajian penelitian Fiska
Friyanti lebih kecil cakupannya dari kajian penulis dalam Pemilu Reformasi
karena tidak meneliti Pemilu tahun 2009 dan Pemilu tahun 2014.

Skripsi dengan judul Fenomena Golput di Indonesia Pasca Orde Baru


(studi Kasus Pada Pemilu 2004) Karya Acu Nur Hidayat dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2004. Peneliti dalam skripsinya lebih menyoroti
fenomena Golput atau terjadinya penurunan tingkat partisipasi pemilih dalam
Pemilu 2004 yang akarnya sudah ada sejak zaman Orde Baru. Pemilu 2004
Fenomena Golput lebih menarik dibandingkan Pemilu sebelumnya karena terjadi
lonjakan drastis tingkat Golput padahal Pemilu 2004 sudah memberikan
kebebasan dalam berpolitik. Dalam skripsi ini penulis dapat gambaran mengenai
partisipasi pemilih dalam pemilu 1999 dan Pemilu 2004 yang cenderung turun
atau semaikn meningkat angka golputnya. Terdapat perbedaan antara penelitian
Skripsi Penulis dengan Acu Nurhidayat yaitu dalam penelitian skripsi Acu
Nurhidayat lebih meneliti Pemilu Reformasi dari sudut pandang fenomena Golput
yang terjadi khususnya dari Pemilu 1999 dan Pemilu tahun 2004. Sedangkan
dalam Penelitian Skripsi penulis tidak terlalu meneliti terlalu mengenai Golput
tetapi tetap digunakan dalam skripsi dengan fenomena Golput secara umum
hingga Pemilu tahun 2014.

Tesis dengan Judul Peran Partai Politik Dalam Mobilisasi Pemilih (Studi
Kegagalan Parpol Pada Pemilu Legislatif Di Kabupaten Demak 2009) Karya
George Towar Ikbal Tawakkal dari Universitas Diponegoro Semarang pada tahun
2009. Dalam tesisnya peneliti lebih memfokuskan penelitiannya mengenai Pemilu
Legislatif tahun 2009 di Kota Demak serta kegagalan Partai Politik dalam
menjalankan fungsinya khususnya dalam pengarahan pemilih oleh para caleg. Hal
tersebut menjadi fenomena yang baru dalam Pemilu Legislatif 2009 khususnya di
26

Kota Demak akibat perubahan sistem pemilu dalam Pemilu Legislatif 2009 yaitu
menggunakan sistem proporsional murni terbuka yang menekankan kepada peraih
suara terbanyak dari Calon Legislatif menentukan perolehan kursi. Dalam skripsi
ini penulis mendapatkan gambaran perubahan sistem pemilu legilatif tahun 2004
dan pemilu legislatif tahun 2009 yang berpengaruh kepada perubahan partai
politik dalam berkampanye meraih suara yang cenderung lebih mengandalkan
calon legislatif dalam partai. Terdapat perbedaan antara penelitian Skripsi penulis
dengan penelitian Tesis George Towar Ikbal Tawakkal yaitu penelitian Tesis
Goerge Ikbal Tawakkal dalam meneliti Pemilu lebih menggunakan pendekatan
lokal saja terhadap Pemilu Legislatif tahun 2009 sedangkan penelitian Skripsi
Penulis bersifat Pemilu Nasional baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Nasional.

Skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Syarat Partai Politik


Peserta Pemilu Tahun 2014 (Analisis Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
No.52/PUU-X/2012) Karya Aldo Putra Harsa dari Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014. Dalam skripsinya penulis memfokuskan
penelitiannya pada syarat-syarat partai politik peserta pemilu 2014 dalam pasal 8
UU No. 8 Tahun 2012 pasca putusan Mahkamah Konstitusi serta akibat putusan
Mahkamah Konstitusi terhadap syarat partai politik terhadap partai politik. UU
No. 8 Tahun 2012 pasca keputusan MK bertentangan dengan UUD 1945 karena
mengurangi kebebasan berserikat yaitu mendirikan partai politik implikasinya
partai politik baru tidak bisa menjadi peserta pemilu tahun 2014. Dalam skripsi ini
penulis mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai pengaruh perubahan
aturan UU No.8 pasa 8 Tahun 2012 mengenai persyaratan partai politik mengikuti
Pemilu yang lebih ketat sehingga mengurangi jumlah partai politik dalam pemilu
yang melanggar UUD 1945. Terdapat perbedaan penelitian Skripsi penulis dengan
penelitian Skripsi Aldo Putra Harsa yaitu penelitian skripsi penulis lebih meneliti
Pemilu ditinjau secara umum serta cakupan lebih luas dari Pemilu tahun 1999
hingga Pemilu tahun 2014 sedangkan penelitian Skripsi Aldo Putra Harsa lebih
meneliti Pemilu dengan penelitian secara Yuridis yaitu meneliti UU No.8 Tahun
2012 serta dampaknya bagi kesulitan mendirikan partai politik dalam Pemilu
tahun 2014.
27

Skripsi yang berjudul Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)


Dalam Pemilihan Umum Di Kabupaten Sumedang Tahun 1999-2009 karya Susi
Nuraeni dari Departermen Pendidikan Sejarah UPI Bandung tauhn 2013. Dalam
Skripsinya lebih memfokuskan pembahasannya peranan KPUD Sumedang dalam
perannya melaksanakan pemilihan langsung dari Pemilu 1999 hingga Pemilu
2009 dari sosialisasi Pemilu, langkah-langkah KPU dalam melaksanakan Pemilu,
serta kendala-kendala yang dihadapi oleh KPUD Sumedang dalam
menyelenggarakan Pemilu. Dalam skripsi ini penulis mendapatkan gambaran
mengenai penyelenggaraan Pemilu Reformasi dari Tahun 1999 hingga Pemilu
2009 oleh KPUD Sumedang. Perbedaan Penelitian Penelitian Skripsi Penulis
dengan Penelitian Skripsi Susi Nuraeni yaitu dalam penelitian Penulis tidak terlalu
mendalami penelitian mengenai penyelenggaraan Pemilu dengan sudut pandang
KPU Daerah atau Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum.

Skripsi dengan judul Peta Politik Partai Persatuan Pembangunan (PPP)


dalam Pemilihan Umum Tahun 1999 di Jawa Barat karya Setia Rohmah Hanifah
dari Departermen Pendidikan Sejarah UPI Bandung pada tahun 2013. Dalam
Skripsinya lebih memfokuskan peneltinannya kepada upaya politik dari PPP
untuk meraih suara dalam Pemilu 1999 di provinsi Jawa Barat. Agar lebih
mempermudah penelitiannya penulis membagi penelitannya dalam beberapa bagia
yaitu bagia pertama mengenai gambaran umum sistem kepartaian di Indonesia
tahun 1971-1999, bagian kedua mengenai perkembangan PPP tahun 1971-1998 di
Jawa Barat, bagian ketiga mengenai strategi PPP dalam meraih suara pemilih
dalam Pemilu 1999, bagian keempat mengenai pelaksanaan Pemilu 1999 di Jawa
Barat, serta bagian terakhir mengenai dampak hasil Pemilu 1999 terhadap
perkembangan PPP di Jawa Barat. Dalam Penelitian Skripsi ini penulis
mendapatkan gambaran mengenai kontestasi salah satu partai yaitu PPP dalam
Pemilu 1999 di Jawa Barat. Tetapi terdapat perbedaan penelitian Skripsi penulis
dangan penelitian Skripsi Setia Rohmah Hanifah yaitu penelitian penulsi tidak
mengkhususkan penelitian Pemilu Reformasi dari sudut pandang salah satu Partai
Politik peserta Pemilu serta kajian Penulis selain Pemilu 1999 juga hingga ke
Pemilu tahun 2004, Pemilu tahun 2009, dan Pemilu tahun 2014.
28

2.2.2 Buku

Buku dengan judul Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan


Politik karya William Liddle tahun 1994. Buku ini berisi serangkaian artikel yang
ditulis dalam kurun waktu 1971-1990, tentang Pemilu-Pemilu Indonesia semasa
orde baru. Buku ini juga merupakan semacam sekaman sejarah mengenai
bagaimana pemerintah orde baru secara bertahap meneguhkan kekuasaannya.
Terdapat kaitan antara penelitian dalam buku dengan penelitian dalam Skripsi
penulis, yaitu dalam buku ini memfokuskan penelitiannya dalam Pemilu zaman
Orde Baru yang melakukan legitimasi kekuasaannya salah satunya dengan
membuat formulasi Pemilu ala Orde Baru yang tentu amat berbeda dengan Pemilu
era Reformasi walaupun secara prosedural atau formal Pemilu Orde Baru
mengklaim sudah menegakkan asas-asas Demokrasi Pancasila. Buku ini cukup
baik bagi penulis dalam mempermudah memberikan gambaran perbandingan
antara Pemilu zaman Orde Baru dengan Pemilu era Reformasi. Tetapi terdapat
perbedaan penelitian dalam buku dengan penelitian dalam skripsi penulis yaitu
dalam Skripsi Penulis tidak meneliti mengenai Pemilu zaman Orde Baru karena
penelitian penulis mengenai Pemilu justru Pemilu pasca Orde Baru atau Pemilu
era Reformasi.

Buku Perilaku Partai Politik (Studi Perilaku Partai Politik dalam


Kampanye dan Kecenderungan Pemilih pada Pemilu 2004) karya M. Khoirul
Anwar dan Vina Salviana sebagai editor tahun 2006. Dalam buku ini peneliti
mengkaji serta melakukan penelitian terhadap Pemilu era Reformasi
memfokuskan kepada pemilihan presiden secara langsung 2004 dengan
mengamati kecenderungan pemilih dalam menentukan pilihannya terhadap Calon
Presiden yang berkontestasi dalam Pemilu 2004 putaran pertama. Dalam Buku ini
Capres disorot lebih khusus difokuskan dalam membahas mengenai kiprah
pasangan Amien Rais dan Siswono Yudohusodo serta riset penelitian dalam buku
ini dilakukan di 26 kota dan kabupaten di Jawa Timur. Kaitan antara penelitian
penulis dengan penelitian dalam buku ini yaitu dalam buku ini diteliti pula
mengenai pemilu tahun 2004 khususnya kontestasi calon Presidan dalam Pemilu
Presiden tahun 2004. Tetapi Penulis memiliki perbedaan penelitian dengan Buku
29

ini dalam hal penelitian Penulis tidak hanya mengenai pemilihan Presiden saja
tetapi juga mengenai Pemilu Legislatif dari tahun 1999 hingga tahun 2014.

Buku Memastikan Arah Baru Demokrasi karya William Liddle tahun


1999. Dalam buku ini terdapat berbagai artikel yang ditulis oleh para pakar dalam
politik dalam merespon Pemilu 1999 seperti artikel tulisan William Liddle dengan
judul artikel Langkah-Langkah Baru Demokratisasi di Indonesia memberikan
ulasan yang jelas mengapa Presiden Habibie Memberikan Peluang terhadap
demokratisasi di Indonesia. Dalam buku ini mengkaji mengenai Pemilu 1999 serta
dampaknya bagi masa demokrasi di Indonesia. Pemilu 1999 juga menjadi obat
untuk menyembuhkan penyakit bangsa Indonesia serta Pemilu 1999 yang lebih
Demokratis dibandingkan Pemilu curang pada Masa Orde Baru. Penting pula,
kebangkitan Soekarnoime dengan kemenangan PDIP dalam Pemilu tahun 1999.
Kaitan penelitian dalam buku dengan penelitian penulis yaitu dalam buku ini
diteliti pula mengenai berbagai isu mengenai Pemilu 1999. Perbedaan penelitian
Skripsi Penulis dengan penelitian Buku William Liddle ini yaitu dalam penelitian
Penulis tidak terlalu mendalam dalam meneliti mengenai Pemilu 1999. Tetapi
kajian Pemilu lebih luas dalam hal rentang tahun karena tidak hanya Pemilu 1999
tetapi dikaji pula mengenai Pemilu 2004, Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.

Buku yang berjudul Mengapa Partai Demokrat dan SBY Menang dalam
Pemilu 2009 Karya Anas Urbaningrum tahun 2010. Dalam buku ini menjelaskan
mengenai alasan partai Demokrat dan SBY yang dapat memenangkan Pemilu
2009 padahal rivalnya dari Partai Besar dari partai Golkar dan PDIP. Hal tersebut
dilakukan dengan Revolusi Sunyi yaitu persiapan SBY dan Partai Demokrat
dalam Pemilu dengan Kerja Keras dan berbagai program yang dianggap pro-
rakyat, Faktor ketokohan SBY, dan perubahan fundamental perilaku politik
masyarakat Indonesia khusunya aliran islam. Dalam Buku ini pembahasan
didahului oleh penggambaran dan penjelasan dinamika perpolitikan di Indonesia
sejak era Reformasi 1998. Kemudian pembahasan dilanjutkan mengenai partai
Demokrat dalam preferensi masyarakat Indonesia yaitu dari mulai berdirinya
hingga pasca Pemilu 2009. Serta bab terakhir penulis menjelaskan mengenai
fenomena kemenangan Partai Demokrat dan SBY di berbagai daerah termasuk di
daerah basis NU di Jawa Timur. Kaitan buku ini dengan penelitian penulis yaitu
30

dalam buku ini membantu penulis dalam mengamati perubahan perilaku pemilih
dari pemilu 1999 hingga pemilu tahun 2009 serta lebih khusus lagi penulis
mendapatkan gambaran strategi serta argumen kemenangan partai Demokrat dan
SBY dalam Pemilu tahun 2009.

Perbedaan penelitian Penulis dengan Penelitian dalam Buku yaitu dalam


Penelitian Penulis tidak terlalu mendalami kajian Pemilu tahun 2009 dari salah
satu partai dan salah satu Calon Presiden saja tetapi Pemilihan Presiden secara
lebih umum saja. Penelitian Skripsi Penulis tidak hanya mengkaji Pemilu
Presiden 2009 tetapi Pemilu Presiden tahun 2004 dan yang lebih penting lagi yaitu
Pemilu Presiden tahun 2014.

Buku yang berjudul Napak Tilas Reformasi Politik Indonesia (Talkshow


Denny J.A Dalam Dialog Aktual Radio Delta FM) karya Denny J.A tahun 2006.
Dalam buku ini berisi kumpulan catatan dialog dalam talkshow "Dialog Aktual" di
radio Delta FM Jakarta periode 11 Februari-8 September 2004. Dialog dilakukan
oleh analis politik Denny J.A dengan berbagai narasumber dari beragam latar-
belakang yang membicarakan berbagai aspek dalam Pemilu tahun 2004. Dalam
buku ini cukup membantu penulis dalam mendapatkan berbagai kajian seputar
tema atau topik yang hangat mengenai Pemilu tahun 2004 baik mengenai Pemilu
Legislatif hingga Pemilu presiden tahun 2004 dalam bentuk talkshow. Buku ini
terbagi atas dua baigia yaitu bagian pertama membahas mengenai proses
reformasi politik yang berlangsung di Indonesia dengan berbagai akibatnya.
Dalam bagian kedua, buku ini juga berbicara tentang krisis yang terjadi Indonesia
pada saat-saat menjelang pemilu 2004. Kaitan antara penelitian Skripsi penulis
dengan penelitian dalam buku ini yaitu dalam buku ini dijelaskan mengenai isu-
isu yang hangat dalam Pemilu 2004 dengan melalui talkshow di radio Delta FM.
Tetapi terdapat perbedaan penelitian antara Skripsi Penulis dengan buku ini yaitu
buku ini lebih detail dalam meneliti mengenai permasalahan seputar isu-isu
hangat dalam Pemilu 2004 sedangkan Penelitian Penulis terhadap Pemilu 2004
lebih umum tidak terlalu mendetail seperti kajian dalam buku Denny J. A.

Buku yang berjudul Sejarah Politik Indonesia Modern karya Drs. Suwarno
tahun 2012. Dalm buku ini menjelaskan mengenai sejarah politik Indonesia dari
31

perkembangan sistem politik Indonesia, perjalanan partai politik di Indonesia, dan


Pemilu di Indonesia dalam perspektif sejarah. Pembahasan dalam buku ini
cenderung cukup singkat tetapi menjadi perintis dalam hal buku untuk lebih
memperbanyak kajian mengenai Sejarah Politik Indonesia. Kaitan antara buku ini
dengan penelitian penulis adalah dalam buku ini dijelaskan pula mengenai pemilu
era Reformasi walaupun cenderung terlalu singkat tetapi dapat memberikan
sedikit penjelasan kepada Penulis dalam meneliti Pemilu era Reformasi dari
Pemilu tahun 1999 hingga Pemilu tahun 2009 baik dari partai politiknya maupun
dari hasil Pemilu 1999 hingga Pemilu tahun 2009. Perbedaan antara penelitian
Skripsi penulis dengan penelitian dalam buku ini yaitu dalam buku ini kajian
mengenai Pemilu lebih luas dari sejak kemerdekaan hingga tahun 2009 walaupun
terlalu singkat karena bersifat rintisan. Sedangkan dalam penelitian Skripsi
penulis hanya meneliti mengenai Pemilu era Reformasi saja dari Pemilu 1999,
Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu tahun 2014.

Buku yang berjudul Megawati Soekarnoputri (Di Tengah Rivalitas Sengit


Calon-Calon Presiden 2004) karya Sidarta Gautama tahun 2004. Dalam bukunya
peneliti lebih memfokuskan kajiannya pada pencalonan Megawati dalam Pemilu
Presiden tahun 2004. Peluang Megawati dalam pencalonan Presiden cukup besar
mengingat Megawati saat itu sebagai incumbent amat diperhitungkan oleh rival-
rivalnya dalam Pemilu Presiden 2004. Pemilu Presiden 2004 menjadi tantangan
sekaligus pembuktian yang baik bagi Megawati untuk tetap dapat
mempertahankan kursi kepresidenannya ditengah perpecahan internal dan sorotan
dari publik terhadap Megawati dan PDIP yang cenderung negatif. Selain itu
kemenangan Megawati dalam Pemilu 2004 untuk menghilangkan sejarah kelam
Megawati dalam Pemilihan Presiden tahun 1999 dengan posisi sebagai partai
pemenang pemilu tetapi kalah dalam pemilihan Presiden tahun 1999. Kaitan
antara penelitian Skripsi penulis dengan buku Sidarta Gautama yaitu dalam
penelitian ini diterangkan mengenai peluang serta tantangan Megawati dalam
kontestasi dalam Pemilu 2004 khususnya Pemilihan Presiden. Penelitian dalam
buku ini membantu penulis dalam memberikan gambaran mengenai kontestasi
Pemilihan Presiden tahun 2004 menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden dari sudut
pandang Calon Presiden Megawati. Terdapat perbedaan penelitian antara Skripsi
32

penulis dengan penelitian dalam buku ini yaitu dalam buku ini hanya bersifat
prediksi serta analisis dengan fokus kepada Calon Presiden Megawati dalam
Pemilu Presiden langsung tahun 2004. Sedangkan dalam penelitian skripsi
penulis, pemilihan presiden langsung tidak boleh bersifat prediksi dan aanlisis
saja tetapi harus sudah dapat dilihat hasil Pemilu Presiden langsung dari tahun
2004, 2009, dan 2014.

Buku dengan judul Konsolidasi Demokrasi (Menuju Keberlanjutan Politik


Indonesia Pasca Orde Baru) karya karya Aji Deni tahun 2006. Dalam bukunya
penelitian difokuskan pada kajian bahwa transisi demokrasi di Indonesia pasca
Orde Baru belum tentu dapat menuju kepada konsolidasi demokrasi dan
penguatan dari demokrasi di Indonesia. Bahkan jika transisi demokrasi gagal
dalam mengatasi masalah dalam masyarakat bahkan lebih buruk dalam mengelola
pemerintahan dari rezim otoritarian, akan ada kerinduan rakyat terhadap rezim
otoritarian sehingga demokrasi yang dibangun akan kembali menuju fase
pembekuan demokrasi yang ditandai oleh kembalinya menuju rezim otoritarian,
atau rezim anarkhi. Kaitan antara penelitian dalam buku dengan penelitian skripsi
penulis adalah dalam buku ini dijelaskan mengenai pemilu reformasi masih dalam
proses masa transisi tetapi belum mencapai masa konsolidasi. Jika proses transisi
demokrasi menuju konsolidasi gagal, transisi demokrasi akan kembali lagi menuju
fase otoriter kembali atau dalam konteks Indonesia akan kembali menuju zaman
Demokrasi Terpimpin atau Zaman Orde Baru. Jadi, penulis dapat mendapatkan
gambaran mengenai perjalanan serta kemajuan demokrasi di Indonesia di era
Reformasi. Tetapi terdapat perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian
dalam buku Aji Deni yaitu dalam buku Aji Deni penelitian lebih fokus pada
proses menuju konsolidasi demokrasi Indonesia dari masa transisi tetapi tidak
terlalu mengkaji secara mendalam mengenai Pemilu era Reformasi khususnya dari
penyelenggarannya.

Kaitan antara penelitian dalam Skripsi penulis dengan penelitian dalam


buku ini adalah penulis mendapatkan gambaran mengenai proses transisi
demokrasi yang dimulai sejak tahun 1998 menuju fase konsolidasi demokrasi,
tetapi dapat kembali menuju otoritarianisme jika transisi demokrasi gagal bahkan
lebih buruk dari zaman Otoritarianisme. Perbedaannya antara penelitian penulis
33

dengan penelitian dalam buku ini yaitu dalam buku ini lebih memfokuskan
penelitiannya pada fase demokrasi yang masih dalam fase transisi menuju fase
konsolidasi demokrasi atau perbaikan kualitas demokrasi itu sendiri.

Buku Adhie Massardi dengan judul Adhie Massardi, Dkk. Tahun 2011
dengan judul buku Pilpres Abal-abal Republik Amburadul. Dalam bukunya
penulis menyoroti mengenai pelaksanaan Pemilu 2009 yang dianggap masih
amburadul serta menjadikan pemerintah SBY-Boediono menjadi diragukan
keabsahannya. Bemtuk amburadulnya pelaksanaan Pemilu 2009 antara lain
pelanggaran dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) dalam Pemilu 2009, Penggunaan
IT yang tidak maksimal bahkan terkesan memboroskan anggaran, biaya Pemilu
2009 yang mahal disaat krisis ekonomi 2008, dll. Keterkaitan antara penelitian
dalam buku ini dengan penelitian dalam Skripsi penulis yaitu dalam buku
dijelaskan pula mengenai pemilu era Reformasi yaitu Pemilu 2009 khususnya
permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu 2009. Tetapi perbedaan antara
penelitian Skripsi penulis dengan penelitian dalam buku ini yaitu penulis tidak
terlalu mendalam meneliti mengenai pelanggaran dalam Pemilu 2009 tetapi
Penulis meneliti pula penyelenggaraan Pemilu 2009 tidak hanya permasalahan
Pemilu 2009 saja.

Buku I Resume Laporan Pengawasan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan


Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rayat Daerah dari Panitia
Pengawas Pemilihan Umum RI pada tahun 2004. Dalam buku ini pada intinya
dijelaskan mengenai hasil Laporan Panitia Pengawasan Pemilu pada Pemilu 2004
dalam Pemilu Legislatif berupa resume dalam menjalankan tugasnya mengawasi
Perencanaan Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2004. Keterkaitan antara penelitian
skripsi penulis dengan penelitian dalam buku ini yaitu sama-sama meneliti
mengenai pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2004. Tetapi penelitian skripsi
penulis tidak terlalu mendetali dalam meneliti mengenai pengawasan pemilu
Legislatif 2004 secara mendetail seperti yang terdapat dalam buku ini.

Buku I Resume Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil


Presiden. Jakarta: Panwaslu RI dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum RI pada
tahun 2004. Dalam buku ini pada intinya dijelaskan mengenai hasil Laporan
34

Panitia Pengawasan Pemilu pada Pemilu 2004 dalam Pemilu Presiden atau
Eksekutif berupa resume dalam menjalankan tugasnya mengawasi Perencanaan
Pelaksanaan Pemilu Presiden 2004. Keterkaitan antara penelitian skripsi penulis
dengan penelitian dalam buku ini yaitu sama-sama meneliti mengenai pelaksanaan
Pemilu Presiden tahun 2004. Tetapi penelitian skripsi penulis tidak terlalu
mendetali dalam meneliti mengenai pengawasan pemilu Presiden 2004 secara
mendetail seperti yang terdapat dalam buku ini.

2.2.3 Artikel Jurnal

Artikel dengan judul Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih


dalam Pemilu karya Bismar Arianto dari Universitas Raja Haji Ali tahun 2011
dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Vol. 1 No. 1 hlm. 51-60. Dalam
Jurnal peneliti menjelaskan tren peningkatan angka golput dari Pemilu ke Pemilu
Legilatif yang diselenggarakan di Indonesia hingga pemilihan Legislatif 2009.
Terdapat 5 faktor yang meneybabkan hal tersebut yaitu Faktor Teknis, Faktor
Pekerjaan, Faktor Administratif, Faktor Sosialisasi Pemilu, dan Faktor
Politik. Kaitan antara penelitian Skripsi Penulis dengan penelitian Jurnal Bismar
Arianto yaitu penelitian Bismar Arianto dijelaskan mengenai tren penurunan
partisipasi jumlah pemilih dari pemilu tahun 1999 hingga pemilu tahun 2009. Dari
penelitiannya penulis mendapatkan gambaran mengenai anomali antara kebebasan
hak memilih dalam Pemilu yang malah menurunkan minat masyarakat dalam ikut
serta dalam Pemilu di era Reformasi. Terdapat perbedaan antara penelitian skripsi
penulis dengan penelitian dalam jurnal Bismar Arianto yaitu dalam jurnal Bismar
Arianto penelitian lebih difokuskan kepada tingkat Golput atau tingkat penurunan
masyakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu di era Reformasi
sedangkan penelitian Skripsi penulis lebih difokuskan kepada Penelitian Pemilu
Reformasi dari tahun 1999-2014 yang tidak terlalu mendalam terhadap tren
Golput dalam Pemilu era Reformasi.

Artikel dengan judul Korelasi Pemilu Serentak dengan Multipartai


Sederhana sebagai Penguatan Sistem Presidensial karya Hayat tahun 2014 dalam
Jurnal Konstitusi Vol. 11 No. 03 hlm. 468-491. Dalam Jurnal peneliti menjelaskan
mengenai Pemilu di Indonesia yang masih menggunakan sistem multipartai
35

ekstrim yang mengganggu kestabilan pemerintahan Indonesia yang menggunakan


sistem presidensial. Solusi hal tersebut, dibutuhkan pelaksanaan Pemilu Serentak
agar terwujud multipartai sederhana yang lebih menjamin kestabilan
pemerintahan RI dengan sistem presidensial. Terdapat kaitan antara penelitian
Skripsi Penulis dengan Jurnal Hayat yaitu dalam jurnal ini dijelaskan mengenai
penyederhanaan partai politik dengan mekanisme pemilu dapat diterapkan di
Indonesia karena lebih sesuai dengan sistem presidensial. Penelitian dalam jurnal
ini memberikan gambaran bagi penulis dalam lebih memahami permasalahan
dalam Pemilu serta perubahan mekanisme penyederhaaan partai yang kian ketat
diterapkan dalam Pemilu di era Reformasi. Perbedaan penelitian Skripsi Penulis
dengan penelitian dalam Jurnal Hayat yaitu dalam Jurnal Hayat hanya
memfokuskan mekanisme seleksi partai politik dalam Pemilu untuk
menyederhanakan jumlah partai politik dalam sistem pemerintahan presidensial.
Dalam penelitian Skripsi Penulis tidak hanya masalah penyederhanaan partai saja
tetapi masalah lainnya seperti penyelenggaraan Pemilu era Reformasi diteliti oleh
penulis dalam Skripsi.

Artikel dengan judul STUDI TENTANG POLITIK UANG (MONEY


POLITICS) DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi Kasus Di
Kelurahan Sembaja Selatan) karya Dedi Irawan dari Universitas Mulawarman
tahun 2014 dalam eJournal Ilmu Pemerintahan Vol. 3 No. 4 Hlm. 1725-1738.
Dalam Jurnal ini peneliti menjelaskan penelitiannya mengenai studi kasus
kecurangan Pemilu berupa Politik Uang dalam Pemilu Legislatif 2014 dengan
melakukan studi kasus di Kelurahan Sempaja Selatan, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan politik
uang di Desa Sempaja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur masih
menjadi hal lumrah baik bagi politisi, masyarakat dan panitia pemilu. Kaitan
penelitian antara Jurnal Dedi Irawan dengan penelitian Skripsi Penulis yaitu
penelitian ini juga meneliti mengenai Pemilu Legislatif tahun 2014 dalam konteks
lokal yaitu di Desa Sempaja, Kalimantan Timur berupa pelanggaran aturan dalam
Pemilu yaitu Politik Uang untuk mendulang suara pemilih. Penelitian ini
membantu penulis dalam memberikan gambaran mengenai Pemilu 2014 dari segi
kualitas demokrasinya. Tetapi Penelitian Penulis terdapat perbedaan dengan
36

penelitian dalam Jurnal Dedi Irawan dalam hal tidak mendalamnya Penelitian
Skripsi Penulis dalam pelanggaran Pemilu khususnya Politik Uang dalam Pemilu
tahun 2014.

Artikel dengan judul Pemilihan Umum di Indonesia tahun 2014 karya


Leo Agustino dari LIPI tahun 2014 dalam Jurnal Prisma Vol. 33 No. 1 Hlm. 110-
125. Dalam Jurnal ini peneliti membahas mengenai pemilihan umum di Indonesia
tahun 2014 yaitu pemilu legislatif dan Pemilihan Presiden. Pada Pileg muncul
partai tiga besar yaitu PDIP, Golkar, dan Gerindra. Sedangkan dalam Pilpres
muncul dua koalisi yaitu kubu Prabowo-Hatta yang diusung Gerindra, PAN, PPP,
PKS, Partai Golkar dan PBB dan kubu Jokowi-JK yang diusung oleh PDIP, PKB,
Hanura dan PKPI. Kaitan antara penelitian Skripsi Penulis dengan Jurnal Leo
Agustino ini yaitu dalam Jurnal ini penelitian mengenai Pemilu tahun 2014 yaitu
dari Pemilu Legislatif hingga Pemilihan Presiden yaitu dari perubahan jumlah
suara yang di raih partai Politik tahun 2014 dalam Pemilu Legislatif serta
pembentukan koalisi partai Politik dalam Pemilihan Presiden tahun 2014.
Penelitian Jurnal ini membantu Penulis dalam memebrikan gambaran mengenai
Pemilu tahun 2014. Tetapi terdapat perbedaan penelitian Penulis dengan
penelitian dalam Jurnal Leo Agustino yaitu dalam Penelitian Skripsi Penulis selain
Pemilu 2014 diteliti pula Pemliu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 yang tidak
diteliti dalam Jurnal Leo Agustino yang ini.

Artikel dengan Judul Analisis Perolehan Suara Partai Golkar Pada Pemilu
1999 di Indonesia karya Yunda Pratiwi dari Universitas Sumatra Utara tahun
2012 dalam Jurnal Dinamika Politik Vol. 1 No. 2 Hlm. 1-6. Dalam Jurnal ini
peneliti menjelaskan mengenai penurunan perolehan suara Partai Golkar pada
Pemilu tahun 1999 padahal pada pemilu zaman Orde Baru partai Golkar selalu
memenangkan Pemilu. Alasan penurunan suara tersebut disebabkan oleh faktor
Krisis Moneter yang melanda Indonesia tahun 1997, perubahan Politik Nasional
dari Orde Baru Ke Reformasi, hilangnya kebijakan monoloyalitas Birokrasi dan
Militer, dan tekanan politik dan perpecahan dalam Golkar. Kaitan penelitian
dalam Jurnal Yunda Pratiwi dengan penelitian Skripsi Penulis yaitu penelitian
dalam Jurnal juga membahas mengenai Pemilu 1999 yang dilihat dari sudut
pandang partai Golkar yang mengalami penurunan suara secara drastis dari
37

Pemilu 1997. Tetapi dalam penelitian Skripsi Penulis tidak mengkhususkan


kepada satu partai politik saja atau mendalami kajian mengenai partai Politik
dalam Pemilu 1999 tetapi lebih kepada kontestasi partai politik dalam Pemilu era
Reformasi dari Pemilu tahun 1999, Pemilu tahun 2004, Pemilu tahun 2009 dan
Pemilu tahun 2014.

Artikel dengan Judul Peta Kekuatan Politik Hasil Pemilu 2009 karya
Lili Romli dari LIPI tahun 2009 dalam Jurnal Penelitian Politik Vol. 6 No. 1 Hlm.
49-58. Dalam Jurnal ini peneliti menjelaskan mengenai perubahan hasil pemilu
tahun 2009 yang mengubah peta politik dari pemenang pemilu. Pada Pemilu 2004
partai Golkar yang memenangkan pemilu, pada Pemilu 2009 digantikan posisinya
oleh partai demokrat. Pada pemilu tahun 2009 menjadi hukuman bagi partai-partai
lama seperti partai Golkar, PDIP dan PPP dengan terjadinya penururan yang
cukup tajam dari Pemilu sebelumnya. Terdapat dua partai baru yaitu partai
Gerindra dan partai Hanura yang berhasil melewati ambang batas parliementary
threshold serta memenangkan persaingan dengan partai-partai lama yang telah
berkontestasi dalam Pemilu 1999 dan 2004 serta meloloskan kedua partai itu
dalam parlemen Indonesia. Partai Islam dengan mengandalkan basis islam dalam
Pemilu gagal dalam meraih suara dari basis massa islam partainya yang ditandai
oleh terjadinya penurunan jumlah perolehan suara atau tidak lolos electoral
threshold, kecuali Partai Keadilan Sejahtera. Fenomena penurunan juga terjadi
pada partai nasional selain dari partai PDIP, Golkar, Demokrat, Hanura dan
Gerindra serta partai kristen. Kaitan antara penelitian dalam Jurnal Lili Romli
dengan penelitian dalam Skripsi Penulis yaitu dalam penelitian Jurnal Lili Romli
menjelaskan pula mengenai Pemilu tahun 2009 dari segi perubahan peta politik
hasil Pemilu 2009. Penelitian dalam Jurnal membantu penulis dalam memberikan
gambaran mengenai perubahan hasil Pemilu tahun 2009 mempengaruhi kekuatan
partai yang berkontestasi dalam Pemilu 2009 seperti Demokrat dari partai
menengah menjadi partai pemenang Pemilu. Tetapi perbedaan penelitian dalam
Skripsi Penulis dengan penelitian skripsi dalam Jurnal Lili Romli yaitu dalam
Penelitian Skripsi Penulis selain Pemilu 2009, diteliti pula Pemilu sebelumnya
maupun sesudahnya yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2014.
38

Artikel Jurnal dengan Judul Pemilu Serentak dan Masa Depan


Konsolidasi Demokrasi karya Rian Casmi Arrsa tahun 2014 dalam Jurnal
Konstitusi Vol. 11 No. 3. hlm. 515-537. Dalam Jurnal ini peneliti menjelaskan
terjadi perkembangan yang pesat dari transisi demokrasi di Indonesia setelah di
UUD 1945 diamandemen. Perkembangan tersebut mengubah suksesi
kepemimpinan di Indonesia baik legilatif maupun eksekutif dilakukan pemilihan
langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Tetapi sistem presdensial menimbulkan
masalah dalam stabilitas politik bagi partai pemenang pemilu. Trasisi demokrasi
Indonesia harus beralih menuju konsolidasi demokrasi Indonesia yaitu dengan
menerapkan pemilu serentak dari pemilu transisi Indonesia. Tetapi pada UU No.
42 Tahun 2008 mengenai Pemilihan Presiden terjadi pelanggaran konstitusi
karena diselenggarakan setelah pemilihan legislatif. Pemilu Serentak menjadi
solusi dari inkonstitusional Pemilu Indonesia agar dapat mempercepat peralihan
dari transisi demokrasi menuju konsolidasi demokrasi di Indonesia. Kaitan antara
Penelitian dalam Jurnal Rian Casmi Arrsa dengan penelitian Skripsi Penulis yaitu
dalam penelitian Jurnal yaitu Penulis mendapat gambaran mengenai ketidak
sesuaian antara sistem presidensial dengan sistem dalam Pemilu cenderung
melahirkan sistem multipartai yang menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan
yang memenangkan Pemilu dalam memerintah. Tetapi penelitian Skripsi Penulis
tidak meneliti mengenai sistem pemilihan serentak tersebut tetapi lebih perbedaan
karakteristik dalam Pemilu era Reformasi.

Artikel Jurnal dengan judul Pemilihan Presiden, Pemilu, dan Komunikasi


Politik karya Mulyana W. Kusumah tahun 2002 dalam Jurnal Paskal (Pusat
Analisis Kepentingan Nasional (Center of Strategic Studies for National Interest)
Tanpa Volume No. 2 hlm. 19-27. Dalam jurnal ini peneliti memfokuskan
penelitianny kepada akibat perubahan amandemen UUD 1945 kepada pemilihan
Presiden dari tidak langsung menjadi secara langsung. Dalam jurnal ini prediksi
tahap Pemilu 2004 bisa dalam 3 tahap yaitu tahap pemilihan legislatif dengan
pemilihan DPR, DPD, dan DPRD secara serentak, tahap pemilihan presiden tahap
1, serta pemilihan presiden tahap 2 dengan dua pasangan calon suara terbanyak.
Dalam Pemilu 2004 terjadi perubahan pola komunikasi dalam kampanye yang
lebih terbuka dari Pemilu sebelumnya sehingga dapat menimbulkan konflik akibat
39

Pemilu. KPU dan Polri dapat bekerja sama dalam mengatasi konflik dalam Pemilu
2004 dengan membuat desain khusus mengatasi konflik dalam Pemilu 2004.
Kaitan antara penelitian dalam Jurnal dengan penelitian dalam Skripsi yaitu dalam
penelitian Skripsi meneliti mengenai Pemilu tahun 2004 dengan menganalisis
Amandemen UUD 1945, prediksi tahap Pemilu 2004 dan perubahan pola
komunikasi dalam kampanye yang menimbulkan konflik Pemilu. Penelitian
dalam Jurnal membantu penulis dalam memberikan gambaran dalam mengetahui
salah satu gagasan dalam pemilihan langsung Presiden tahun 2004. Tetapi
penelitian Jurnal memiliki perbedaan dalam penelitian penulis, yaitu dalam
penelitian jurnal hanya meneliti seputar dampak amandemen UUD 1945 terhadap
Pemilu 2004 dalam Pemilihan Presiden, prediksi tahap Pemilu 2004, serta
prediksi perubahan pola kampanye Pemilu 2004 yang lebih terbuka. Sedangkan
penelitian Skripsi penulis selain prediksi, Pemilu 2004 sudah dapat dilihat proses
dari Pemilu serta hasil Pemilu 2004 karena penelitian jurnal dilakukan sebelum
Pemilu 2004 sedangkan penelitian dalam skripsi penulis dilakukan jauh setelah
Pemilu 2004.

Artikel Jurnal dengan judul Sirkulasi Suara dalam Pemilu 2004 karya
Anies Rasyid Baswedan pada tahun dalam Jurnal Berkala Analisis CSIS Volume
33 No. 2 Halaman 158-172. Tulisan ini mengkaji sirkulasi dan distribusi suara
dalam Pemilu 2004. Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai sirkulasi atau
pergerakan perolehan suara dalam Pemilu 2004 yang dimulai dengan analisis
dampak Pemilu 2004 terhadap konstelasi kekuatan di DPR, tulisan ini kemudian
membahas sirkulasi pendukung partai politik dalam Pemilu 1999 dan Pemilu
2004. Menggunakan alat analisis statistik dengan unit analisis di tingkat
kabupaten, tulisan ini menggambarkan alur sirkulasi suara pendukung partai
dalam Pemilu 2004. Dari analisis ini ditemukan bahwa massa pemilih memiliki
afiliasi yang kuat dengan ideologi politik. Massa pemilih terlihat telah mampu
berganti partai, tetapi belum mampu berganti afiliasi ideologi politik. Keterkaitan
antara penelitian skripsi penulis dengan penelitian dalam jurnal ini yaitu mengkaji
pemilu 2004 serta penelitian dalam jurnal mempermudah penulis dalam
memahami penulis terhadap penurunan perolehan dari partai PDIP sebagai
penguasa pada tahun 1999, kenaikan drastis partai Demokrat dan PKS, Kestabilan
40

perolehan suara partai Golkar, serta penurunan pada partai berbasis islam (PKB
dan PAN maupun poros tengah (PPP dan PBB). Tetapi peralihan suara hanya
terjadi antara ideologi yang sama tidak signifikan terhadap partai lintas ideologi
atau dari partai Islam beralih ke partai islam lagi seperti perolehan suara PKS
berasal dari PAN, PPP, dan PBB yang termasuk islam modernis tetapi tidak dapat
menyerap suara dari PDIP (Nasionalis), Golkar (Nasionalis-Inklusif), dan PKB
(NU/Islam Tradisional). Tetapi perbedaan antara penelitian skrispi penulis dengan
penelitian dalam jurnal ini yaitu penelitian penulis tidak terlalu mendetail serta
mendalami mengenai sirkulasi suara dalam Pemilu Legisatif tahun 2004.

Penggunaan berbagai konsep seperti konsep Pemilu, Konsep Reformasi


dan Demokrasi, konsep Partai Politik serta konsep Partisipasi Politik dalam Bab II
ini digunakan penulis dalam penelitian merupakan konsep-konsep yang terdapat
dalam Ilmu politik yang tidak terdapat dalam ilmu sejarah. Alasan penggunaan
berbagai konsep tersebut adalah mempermudah penulis dalam memberikan
pemahaman awal terhadap penelitian mengenai Sejarah Pemilu di Indonesia di era
Reformasi. Menurut penulis penggunaan konsep-konsep tersebut cukup relevan
dengan penelitian Skripsi penulis yang akan membantu penulis dalam melakukan
penelitian di Bab selanjutnya. Dalam Bab II digunakan pula berbagai penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Skripsi penulis mengenai Pemilu di
Indonesia era Reformasi dari Sumber Skripsi/Tesis, Sumber Buku, dan Sumber
Jurnal supaya penulis mendapatkan gambaran mengenai keterkaitan penelitian
Skripsi penulis serta letak perbedaan antara penelitian Penelitian Terdahulu
dengan penelitian dari Skripsi penulis.
41

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Adhie Massardi, Dkk. (2011). Pilpres Abal-abal Republik Amburadul. Jakarta:


Penerbit Republika.

Ali, Novel. (1999). Peradaban Komunikasi Politik. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Anwar, M. K dan Salviana, V (Editor). (2006). Perilaku Partai Politik: Studi


Perilaku Politik dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih pada
Pemilu 2004. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang.
42

Budiardjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia (Demokrasi Parlementer dan


Pancasila). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gautama, S. (2004). Megawati Soekarnoputri (Ditengah Rivalitas Sengit Calon-


Calon Presiden 2004). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Huntington, S. M dan Nelson, J. (1994). Partisipasi Politik Di Negara


Berkembang. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

J. A. D. (2006). Napak Tilas Reformasi Politik Indonesia (Talkshow Denny J.A


Dalam Dialog Aktual Radio Delta FM). Yogyakarta: LKiS.

Deni, A. (2006). Konsolidasi Demokrasi (Menuju Keberlanjutan Politik Indonesia


Pasca Orde Baru). Ternate: UMMU Press.

Liddle, W. (1994). Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik.


Jakarta :LP3ES.

Liddle, W. (2000). Memastikan Arah Baru Demokrasi : "Membangunkan Tidur


Lelap" Sukarno (Langkah-Langkah Baru Demokratisasi di Indonesia).
Bandung: Penerbit Mizan bekerja sama dengan Laboratorium Ilmu Politik
(LIP) FISIP UI.

Panitia Pengawas Pemilihan Umum RI. (2004). Laporan Pengawasan Pemilu


Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Perwakilan Rayat Daerah. Jakarta: Panwaslu RI.

Panitia Pengawas Pemilihan Umum RI. (2004). Laporan Pengawasan Pemilu


Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta: Panwaslu RI. Jakarta: Panwaslu RI.

Riyanto, A. (2008). Panduan Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Untuk


Perguruan Tinggi. Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek.

Sukarna. (1974). Kekuasaan, Kediktatoran dan Demokrasi. Bandung: Penerbit


Alumni.

Supardan, Dadang. (2011). Pengantar Ilmu Sosial (Suatu Kajian Pendekatan


Struktural). Jakarta: Bumi Aksara.
43

Suwarno. (2012). Sejarah Politik Indonesia Modern. Yogyakarta: Penerbit


Ombak.

Surbakti, R. (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia.

Urbaningrum, A. 2010. Revolusi Sunyi : Mengapa Partai Demokrat dan SBY


Menang Pemilu 2009 ?. Jakarta: Penerbit Mizan.

Sumber Skripsi/Tesis:

Agustina. (2014). PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA (Pandangan


Majalah TEMPO Dan Majalah GATRA Terhdap Megawati Soekarnoputri
Sebagai Calon Presiden Dalam Pemilihan Umum 1999 dan 2004 Di
Indonesia. Skripsi. UPI Kampus Siliwangi Bandung. Tidak Diterbitkan.

Amirudin, V. (2015). STRATEGI PARTAI ISLAM DALAM PANGGUNG


PEMILIHAN PRESIDEN DI INDONESIA TAHUN 1999-2004. Skripsi.
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Siliwangi Bandung. Tidak
Diterbitkan.

Antika, Citra. (2013). Pelaksanaan Demokrasi Thomas Jefferson di Amerika


Serikat Tahun 1801-1809. Skripsi. UPI Kampus Siliwangi Bandung. Tidak
Diterbitkan.

Friyanti, Fiska. (2005). PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DALAM


SEJARAH NASIONAL INDONESIA. Skripsi. Universitas Diponogoro
Semarang. Tidak Diterbitkan.

Harsa, A. P. (2014). Tinjauan Yuridis Terhadap Syarat Partai Politik Peserta


Pemilu Tahun 2014 (Analisis Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
No.52/PUU-X/2012). Skripsi. UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta. Tidak
Diterbitkan.

Hakim, M.A. (2012). POLITIK HUKUM SISTEM PEMILIHAN UMUM DI


INDONESIA PADA ERA REFORMASI. Tesis. Universitas Indonesia
Jakarta. Tidak Diterbitkan.
44

Hanifah, S. R. (2013). PETA POLITIK PARTAI PERSATUAN


PEMBANGUNAN (PPP) DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999
DI JAWA BARAT. Skripsi: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus
Siliwangi Bandung. Tidak Diterbitkan.

Listia, T. (2015). PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI


DI INDONESIA (Kajian Terhadap Perubahan Sistem Pemilihan Umum
Orde Baru ke Reformasi Tahun 1971-2009). Skripsi: Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Siliwangi Bandung. Tidak Diterbitkan.

Nuraeni, S. (2013). PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD0


DALAM PEMILIHAN UMUM DI KABUPATEN SUMEDANG TAHUN
1999-2009. Skripsi: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Siliwangi
Bandung. Tidak Diterbitkan.

Nurhidayat, A. (2004). FENOMENA GOLPUT DI INDONESIA PASCA ORDE


BARU (STUDI KASUS PADA PEMILU 2004). Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tidak Diterbitkan.

Prasetio, I. B. (2010). ANALISIS PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA


PEMILU TAHUN 2009 DITINJAU DARI UNDANG UNDANG
NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM, DPR, DPD
DAN DPRD. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak
Diterbitkan.

Raditya, Gusti Ngurah A.S. (2013). PENGATURAN AMBANG BATAS


FORMAL (FORMAL THRESHOLD) DALAM KONTEKS SISTEM
PEMILIHAN UMUM YANG DEMOKRATIS DI INDONESIA. Tesis.
Universitas Negeri Udayana. Tidak Diterbitkan.

Rahmah, Gina Siti. (2016). KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA


ORDE BARU MELALUI ANALISIS BIOGRAFI (1893-1999). Skripsi.
UPI Kampus Siliwangi Bandung. Tidak Diterbitkan.
45

Rahmat, A. (2017). Dari Imigrasi Menuju Integrasi : Kiprah Etnis Jawa dalam
Politik di Suriname (1991-2015). Skripsi. Upi Kampus Siliwangi
Bandung. Tidak Diterbitkan.

Tawakkal, G. I. M. (2009). PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI


PEMILIH STUDI KEGAGALAN PARPOL PADA PEMILU
LEGISLATIF DI KABUPATEN DEMAK 2009. Tesis. Universitas
Diponegoro Semarang. Tidak Diterbitkan.

Sumber Artikel Jurnal:

Agustino, L. (2014). Pemilihan Umum di Indonesia Tahun 2014. Jurnal Prisma.


33, (1). Hlm. 110-125. [Pdf]. Tersedia di :
http://rumahpemilu.com/laporan/referensi/28 Leo Agustino - Pemilihan
Umum Di Indonesia 2014 - Prisma Vol.33 No.1 2014 bi.pdf. [Diakses
Pada Tanggal 30 Agustus 2017].

Arianto, B. (2011a). ANALISIS PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK


MEMILIH DALAM PEMILU. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu
Pemerintahan. 1, (1). Hlm. 51-60. [Pdf]. Tersedia di :
http://fisip.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/JURNAL-ILMU-
PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_57_66.pdf [Diakses pada
Tanggal 29 September 2016].

Arianto, B. (2011b). Perbandingan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif


Era Reformasi Di Indonesia. Jurnal FISIP UMRAH. 2, (2). Hlm. 51-60.
[Pdf]. Tersedia di : http://riset.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/2013/10/PERBANDINGAN-PENYELENGGARAAN-
PEMILIHAN-UMUM-LEGISLATIF-ERA-REFORMASI-DI-
INDONESIA.pdf. [Diakses pada Tanggal 29 September 2016].

Arrsa, R. C. (September 2014). Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi


Demokrasi. Jurnal Konstitusi. 11,(3). Hlm.515-537. [Pdf]. Tersedia di :
https://ejournal.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php/jk/article/download/3
8/91 [Diakses pada Tanggal 28 Desember 2016].
46

Baswedan, A. R. (2004). Sirkulasi Suara dalam Pemilu 2004. Jurnal Berkala


Analisis CSIS. 33, (2). Hlm.158-172. [Pdf]. Tersedia di : [Diakses pada
Tanggal 03 September 2017].

Dewi, D.A.S. (Juni 2009). Fenomena Golput Dalam Pemilu. Jurnal Konstitusi. 2,
(1). Hlm. 25-41. [Pdf]. Tersedia di :
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/publiccontent/info/umum/ejurnalpd
f%ejurnal_Jurnal%20Konstitusi%20UMY%20Vol%202%20no%201.pdf.
[Diakses pada Tanggal 17 November 2016].

Hayat. (September 2014). Korelasi Pemilu Serentak dangan Multipartai


Sederhana sebagai Penguatan Sistem Presidensial. Jurnal Konstitusi. 11,
(03). Hlm. 468-491. [Pdf]. Tersedia di :
http://www.academia.edu/9817907/Korelasi_Pemilu_Serentak_dengan_M
ulti_Partai_Sederhana_Sebagai_Penguatan_Sistem_Presidensial. [Diakses
pada Tanggal 31 Oktober 2016].

Irawan, Dedi. (2015). STUDI TENTANG POLITIK UANG (MONEY


POLITICS) DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi Kasus
Di Kelurahan Sempaja Selatan). eJournal Ilmu Pemerintahan. 3, (4). Hlm.
1725-1738. [Pdf]. Tersedia di: http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2015/11/JURNALKU%20fx%20OK%20(11-10-15-09-
25-49).pdf. [Diakses Pada Tanggal 22 09 2017].

Kusumah, M. W. (September 2002). Pemilihan Presiden, Pemilu, dan Komunikasi


Politik. Jurnal Paskal (Pusat Analisis Kepentingan Nasional/ Center of
Strategic Studies for National Interest). Tanpa Volume, (2). hlm. 19-27.

Masyofah. (Desember 2013). ARAH PERUBAHAN SISTEM PEMILU DALAM


UNDANG-UNDANG POLITIK PASCA REFORMASI (Usulan
Perubahan Sistem Pemilu dalam Undang-Undang Politik Pasca
Reformasi). Jurnal Cita Hukum. 1, (20). Hlm. 165-174. [Pdf]. Tersedia
di :http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/2988/2338.
[Diakses pada Tanggal 29 September 2016].
47

Mubarok, R. (Oktober 2012). PERANAN PARTAI POLITIK SEBAGAI PILAR


DEMOKRASI PASCA REFORMASI DI INDONESIA. JURNAL
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT. 10, (1). Hlm. 1-10. [Pdf].
Tersedia di :
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/hdm/article/view/314/366. [Diakses
pada Tanggal 15 November 2016].

Pratiwi, Yunda. (Oktober 2012). Analisis Perolehan Suara Partai Golkar Pada
Pemilu 1999 di Indonesia. Jurnal Dinamika Politik. 1, (2). Hlm. 1-6.
[Online]. Tersedia di : http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=58780&val=4139 [Diakses pada Tanggal 22 September 2017].

Prasetya, Y.A. (2011). PERGESERAN PERAN IDEOLOGI DALAM PARTAI


POLITIK. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. 1, (1). Hlm. 30-40.
[Pdf]. Tersedia di : http://fisip.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/2012/03/JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-
KOREKSI-last_36_46.pdf. [Diakses pada Tanggal 22 November 2016].

Rinjani, R. (2014). STUDI TENTANG GOLONGAN PUTIH (GOLPUT)


DALAM PILKADA GUBERNUR KALTIM 2013 DI KECAMATAN
MUARA JAWA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA. eJournal Ilmu
Pemerintahan. 2, (4). Hlm. 69-81. [Pdf]. Tersedia di:
http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2015/01/JURNAL%20RAHMAN%20RINJANI
%20(1)%20(01-05-15-02-32-59).pdf. [Diakses pada Tanggal 22 November
2016].

Romli, L. (2009). Peta Kekuatan Politik Hasil Pemilu 2009. Jurnal Penelitian
Politik. 6, (1). Hlm. 48-59. [Pdf]. Tersedia di : [Diakses pada Tanggal 31
Juli 2017].

Subanda, N. (Juni 2009). ANALISIS KRITIS TERHADAP FENOMENA


GOLPUT DALAM PEMILU. Jurnal Konstitusi. 2, (1). Hlm. 60-72.
[Online]. Tersedia
di:http://fhukum.unpatti.ac.id/download/jurnalpaper/konstitusi/Jurnal
48

%20Konstitusi%20Vol%20I%20No%201%20Juni
%202009/jkonstitusi2009-2-1-4subanda.pdf. [Diakses pada Tanggal 22
November 2016].

Yusuf A. R. M. (Februari 2010). PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)


DALAM PENDIDIKAN POLITIK.. Jurnal Ganesya Swara. 4, (1). Hlm.
13-16. [Online]. Tersedia di: http://unmasmataram.ac.id/wp/wp-
content/uploads/3.-M.-Yusuf-A.R.pdf. [Diakses pada Tanggal 29
Desember 2016].

Sumber Dokumen:

DPR RI. (2002). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002


Tentang Partai Politik. Jakarta: DPR RI.

DPR RI. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008


Tentang Partai Politik. Jakarta: DPR RI.

DPR RI. (2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012


Tentang Partai Politik. Jakarta: DPR RI.

Sumber Online:

Argama, R. (2004). PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA SEBAGAI


PENERAPAN KONSEP KEDAULATAN RAKYAT. [Pdf]. Tersedia di:
https://argama.files.wordpress.com/2007/08/pemilihanumumdiindonesiase
bagaipenerapankonsepkedaulatanrakyat.pdf. [Diakses pada Tanggal 22
November 2016].

Tanpa Nama. (2017). Reformasi. [Online]. Tersedia di:


https://id.wikipedia.org/wiki/Reformasi [Diakses pada Tanggal 02 Oktober
2017].

Anda mungkin juga menyukai