Anda di halaman 1dari 7

TEMA “NASIONALISME DAN DEMOKRATISASI”

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DIANTARA NASIONALISME DAN POLITIK


KEPENTINGAN (STUDI KASUS )

Dosen Pengampu :

Andi Suhardiyanto, S.Pd., M.Si.


Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H.

Penyusun :
Muhammad Faiq Zuhrul Anam (8111421204)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep nasionalisme di Indonesia merupakan sebuah ideologi kebangsaan
yang dalam proses pembentukannya melalui sejarah yang cukup panjang. Indonesia
yang dulunya merupakan bekas jajahan Belanda selama berabad-abad (penjajahan
negara lain seperti Portugis dan Jepang berlangsung singkat) menjadikan para
pendiri bangsa memahami bahwa Indonesia memerlukan sebuah sintesa baru yang
dapat menyatukan keberagaman Indonesia dalam satu bingkai perjuangan. 1 Dari
dasar pemikiran inilah pada abad 20 memunculkan beberapa partai politik yang
bertujuan sebagai wadah untuk menampung semangat memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Dalam proses membangun nasionalisme, Soekarno juga
memikirkan sebuah sistem bahwa Indonesia memerlukan pandangan yang
merepresentasikan kedaulatan rakyat didalamnya, maka ditemukanlah konsep
demokrasi rakyat dimana segala keputusan serta haluan negara keputusannya
berada ditangan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi. Dari fakta diatas dapat terlihat
secara historis bahwa nasionalisme, politik, dan demokrasi merupakan hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Demokrasi mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan negara
Indonesia, ini dapat terlihat dari sistem pemerintahan Indonesia dengan trias politica
nya dimana sistem demokratif diterapkan dalam kontestasi pemilihan wakil rakyat
yang mana rakyat dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilih wakil mereka dalam
pemerintahan sehingga segala aspirasi dan keinginan rakyat akan dirumuskan dan
disampaikan oleh para wakil rakyat.2 Dalam hal ini wakil rakyat dalam sistem
pemerintahan Indonesia disebut sebagai dewan perwakilan rakyat (DPR).
Pada pasal 240 ayat (1)n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
menjelaskan bahwa salah satu syarat calon DPR adalah anggota partai politik
peserta pemilu. Fakta ini yang perlu dikhawatirkan karena secara tidak langsung
akan mempengaruhi rasa nasionalisme anggota DPR dalam profesionalisme kerja
yang mana segala bentuk kebijakan nantinya cenderung tidak hanya
mempertimbangkan aspek demokrasi namun juga kepentingan politik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan demokrasi dalam sistem pemerintahan Indonesia
2. Bagaimana sistem pemilihan legislatif di Indonesia?
3. Bagaimana tendensi dewan perwakilan rakyat diantara rasa nasionalisme
dengan politik kepentingan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang sistem demokrasi dalam pemerintahan Indonesia
2. Mengetahui sistem pemilihan legislatif di Indonesia
3. Mengetahui tendensi dewan perwakilan rakyat diantara rasa nasionalisme
dengan politik kepentingan

1
Wibowo, G. A. (2013). Konsep Nasionalisme Soekarno Dalam PNI 1927-1930. Agastya: Jurnal Sejarah Dan
Pembelajarannya, 3(02).
2
Nuna, M., & Moonti, R. M. (2019). Kebebasan Hak Sosial-Politik Dan Partisipasi Warga Negara Dalam Sistem
Demokrasi Di Indonesia. Jurnal Ius Constituendum, 4(2), 110-127.
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penerapan Demokrasi Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia


Salah satu indeks sebuah negara dapat dikatakan demokratis adalah adanya
pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang teratur dan berkala. Pemilihan umum
adalah metode pemilihan politik yang digunakan untuk menentukan pemerintahan
selanjutnya sehingga secara tidak lahgsung metode pemilihan umum membatasi
sebuah pemerintahan agar tidak bersifat absolute.3
Pemilihan umum yang terlaksana dengan baik disebuah negara akan
memperlihatkan bahwa negara tersebut memiliki system demokrasi yang bagus.
Dalam itu ketatanegaraan, demokrasi bukanlah satu-satunya system pemerintahan
yang digunakan di dunia, namun secara historis demokrasi telah menjadi lawan alami
dari pemerintahan yang absolute. Di Indonesia kita bisa melihat sontoh sejarah
dimana orde baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto selama 32 tahun lengser
karena adanya revolusi yang menuntut demokrasi sepenuhnya dalam system
pemerintahan.
Dalam pemilihan umum di Indonesia, wewenangnya diamanatkan kepada
suatu lembaga pemilihan umum yang disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU
memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang telah ditentukan
waktunya, dan mengatur segala mekanisme yang dibutuhkan dalam upaya
pelaksanaan pemilu yang luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil.) Lembaga pemilihan umum merupakan sebuah norma dan kaidah dalam system
penyampaian aspirasi masyarakat. Pemilihan umum diatur dalam pasal 22e ayat (5)
UUD 1945 yang berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. KPU harus memiliki sifat
independen dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik yang sedang terjadi, dan
keputusan KPU berlaku final serta harus dipatuhi seluruh peserta pemilihan umum.
Dalam pelaksanaan pemilihan umum setidaknya diikuti oleh beberapa peserta
pemilu yaitu :
1. Partai politik beserta anggotanya yang mengikuti pemilu
2. Calon atau anggota DPR
3. Calon atau anggota DPD
4. Calon atau anggota DPRD
5. Calon Presiden dan wakil presiden
6. Calon gubernur dan wakil gubernur
7. Calon bupati dan wakil bupati
8. Calon walikota dan wakil walikota

3 Kartiko, G. (2009). Sistem Pemilu dalam Perspektif Demokrasi di Indonesia. KONSTITUSI Jurnal, 2(1), 37.
3
Adapun dalam pelaksanaannya pemilu memiliki beberapa tahap yaitu :
1. Pendataan pemilih
2. Pencalonan
3. Kampanye
4. Perhitungan hasil pemilu
5. Pemantapan hasil pemilu
6. Penetapan calon terpilih

B. Sistem Pemilihan Legislatif Di Indonesia


Dalam system pemilihan legislative, Indonesia menggunakan system
pemilihan proposional dimana system ini memberikan kursi yang akan diperebutkan
di masing-masing wilayah pemilihan dan nantinya jumlah kursi yang didapatkan akan
mempengaruhi berapa persen perolehan perolehan suara dalam parlemen.4 Dalam
sistem pemilihan proposional ini diawali dengan pembagian kursi kepada peserta
pemilu dan partai politik. Setelah itu partai politik diberikan kesempatan untuk memilih
wakil yang akan berkontestasi dalam perebutan kursi. Dalam hal ini dapat terlihat
bahwa pemilihan calon yang akan berkontenstasi dalam pemilihan ditentukan oleh
partai politik sehingga nantinya hubungan dengan partai politik akan sangat erat dan
pada pemilihan proposional ini sedikit mengabaikan hak rakyat dalam menentukan
siapa yang mereka pilih sehingga potensi ketidakpuasan rakyat akan calon yang
kedepannya mewakili dalam legislasi semakin besar. Namun jika kita komparasikan
dengan system pemilihan langsung, pemilihan proposional memiliki kelebihan bahwa
dalam pemilihan proposional presentasi suara yang terbuang itu minim.
Dalam penerapan system proposional memiliki kelebihan dan kekurangan
yang akan dijabarkan sebagai berikut :
1. Kelebihan Sistem Proposional
a. System proposional dianggap memiliki presentasi keterwakilan yang tinggi
dimana jumlah kursi yang diperebutkan itu dianggap sama dengan jumlah
suara di daerah pemilhan sehingga potensi terbuangnya hak suara bisa
lebih diminimalisir.
b. Jika dilihat dari perspektif kepartaian, system proposional memberikan
kesempatan kepada partai partai kecil untuk mengajukan wakilnya dalam
kontestasi politik.
c. Dari aspek keterwakilan, system proposional memberikan kesempatan
kepada segala golongan untuk mengajukan wakilnya dalam parlemen
2. Kekurangan Sistem Proposional
a. jika dilihat dari perspektif kepartaian, system proposional memberikan
potensi fragmentasi politik antar partai politik yang menjadi peserta pemilu.
System proposional cenderung mendorong partai politik untuk saling
bersaing karena system proposional tidak mewajibkan antar partai politik
berkoalisi

4
Rahayu, M. P., Lita Tyesta, A. L. W., & Herawati, R. (2017). Sistem Proporsional Dalam Pemilihan Umum
Legislatif di Indonesia. Diponegoro Law Journal, 6(2), 1-11.
4
b. jika dilihat dari system keterwakilan, system proposional akan menciptakan
kerenggangan hubungan antar pemilih dan terpilih, dimana dalam system
yang telah ditentukan bahwa dalam proses penetapan calon wakil
diberikan wewenang penuh kepada partai politik. Sehingga selanjutnya
partai politik memberikan list nama calon kepada masyarakat sebagai
pemilih. System ini akan membawa dampak dimana terpilih tidak memiliki
kedekatan secara emosional dengan pemilih sehingga akan berdampak
pada kurang tersalurnya aspirasi masyarakat ke pemerintah.
c. System proposional secara tidak langsung mengganti asas kedaulatan
rakyat dalam system pemilihan umum menjadi kedaulatan partai.

C. Tendensi Dewan Perwakilan Rakyat Diantara Nasionalisme Dengan Politik


Kepentingan
Secara idealis, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan wakil setiap
daerahnya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dalam ranah pemerintahan
sehingga diharapkan dari tersalurnya aspirasi tersebut akan menjadi solusi dari
masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Namun nyatanya banyak aspirasi
masyarakat yang tidak tersampaikan dengan baik kepada pemerintah sehingga
dalam 3 fungsi DPR dalam pemerintahan (pengawasan, penganggaran, dan
pembuat kebijakan) tidak relevan dan tidak efektif untuk kepentingan rakyat. 5
Hal ini sebenarnya sudah dibahas secara singkat dalam bab sebelumnya
dimana system pemilihan calon wakil rakyat dalam system proposional itu cenderung
memberikan kekuasaan secara absolut kepada partai politik sehingga dampak
berkepanjangannya ialah keterwakilan dalam DPR tidak berdasarkan kedaulatan
rakyat melainkan akan tunduk dengan perintah partai politik. Ini secara psikologis
juga akan mendegradasi rasa nasionalisme para wakil rakyat. Fakta ini senada
dengan yang diutarakan oleh Prof. Mahfud MD dimana system proposional
merupakan penyebab utama renggangnya wakil rakyat dengan rakyat yang
notabennya sebagai pihak yang diwakilkan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat
ini cenderung mementingkan kepentingan golongan dibandingkan dengan
kesejahteraan masyarakat, hal ini terlihat dari beberapa kebijakan yang dianggap
kontroversial dan tidak menguntungkan rakyat diantaranya UU Cipta Kerja dan
sebagainya.

5
Salang, S. (2006). Parlemen: Antara kepentingan politik vs aspirasi rakyat. Jurnal Konstitusi, 3(4), 90-120.
5
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Jika dilihat dari relevansi antara fenomena saat ini dimana DPR secara terang-
terangan mengutarakan bahwa segala bentuk kebijakan akan disahkan jika
diperintah oleh pimpinan partai dengan absolutisme partai dalam system proposional
memiliki hubungan kausalitas dimana pada system proposional yang diberikan
kedaulatan penuh adalah partai, dan masyarakat hanya digunakan sebagai pimilih
saja dengan calon wakilnya ditentukan oleh partai politik.
Fakta ini sebenarnya sudah banyak disadari oleh masyarakat dari beberapa
aspek namun nyatanya belum ada solusi yang secara efektif memberikan dampak
positif yang cukup signifikan dalam mengembvalikan hakikat sebenarnya dewan
perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat.

B. Rekomendasi
Dari pembahasan yang sudah dibahas sebelumnya mulai dari system
pemilhan umum di Indonesia selanjutnya ke system pemilihan legislative, dapat
dilihat bahwa poin utamanya adalah system pemilihan umum yang tidak efektif
mangakomodir aspirasi rakyat sehingga menghasilkan para pemangku kebijakan
yang tidak nasionalis dan cenderung mementingkan kepentingan pribadi/golongan.
Ini perlu menjadi pertimbangan para pemangku kebijkakan bahwa system yang
diterapkan saat ini sudah tidak relevan dan sudah saatnya direvisi demi
kesejahteraan rakyat

6
DAFTAR PUSTAKA

Kartiko, G. (2009). Sistem Pemilu dalam Perspektif Demokrasi di


Indonesia. KONSTITUSI Jurnal, 2(1), 37.
Nuna, M., & Moonti, R. M. (2019). Kebebasan Hak Sosial-Politik Dan Partisipasi
Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Di Indonesia. Jurnal Ius
Constituendum, 4(2), 110-127.
Rahayu, M. P., Lita Tyesta, A. L. W., & Herawati, R. (2017). Sistem Proporsional
Dalam Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia. Diponegoro Law
Journal, 6(2), 1-11.
Salang, S. (2006). Parlemen: Antara kepentingan politik vs aspirasi rakyat. Jurnal
Konstitusi, 3(4), 90-120.
Wibowo, G. A. (2013). Konsep Nasionalisme Soekarno Dalam PNI 1927-
1930. Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 3(02).

Anda mungkin juga menyukai