Anda di halaman 1dari 9

Nama : Valda Manopo

Nim : 19603198

M.K : Pengantar Ilmu Politik

Tugas Akhir

A. Pengertian Pemilihan Umum

Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu

adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. prosedur utama

demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal

mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara

subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah

yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah

yang memegang kekuasaan tertinggi.

Berdasarkan uraian di atas, Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik

untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah

pemerintahan perwakilan (representative government). Secara sederhana, Pemilihan

Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang

yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.

B. Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam system Pemilihan Umum dengan

berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

o Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil,

biasanya disebut system Distrik)

o Multy-member Constituency (satu daerah memilih beberapa wakil, biasanya

dinamakan system perwakilan berimbang atau system proporsional).

1. Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas

kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena

kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat.

Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil

rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di

dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-
suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan

lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.

a. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik

1) Keuntungan Sistem Distrik

 Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena

kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini

akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan

yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang

pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord. Fragmentasi partai dan kecenderungan
membentuk partai baru dapat

dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan

partai secara alami dan tanpa paksaan.

 Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh

komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan

demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan

kepentingan distriknya.

 Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion

effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh

kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang

dapat mengendalikan parlemen.

 Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas

dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain.

hal ini mendukung stabilitas nasional.

 Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.

2) Kelemahan Sistem Distrik

System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan

minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.

Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah

dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti

bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang

sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang
dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap

partai dan golongan yang dirugikan.

Sistem distrik dan dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena

terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan

anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis

mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.

Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan

distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

2. Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional

Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang

didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari

masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah

memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan

jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara

secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah

diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang

bersagkutan.

Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih

masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk

menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna

mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara

secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka

nada satu calon yang terpilih).

a. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional

1) Keuntungan sistem proporsional

 Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap

partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada

distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.

 Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan

minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen.

Karena itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada
system ini

2) Kelemahan

 Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah

sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara

mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi

diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini

mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.

 Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih

erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai

lebih menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya,

system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk

menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).

 Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai

mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini

mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus

mendasarkan diri pada koalisi.

C. Pemilihan Umum di Indonesia

1. Asas-asas Pemilihan Umum

Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari

Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak

bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia

dapat digambarkan sebagai berikut.

a) Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan

suaranya secara langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa

perantara.

b) Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi

persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu.

Pemilihan yang bersifat umum menjamin kesempatan yang berlaku

menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status

sosial.
c) Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan

pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam

melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga

dapat memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.

d) Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa

pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalanapapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara tanpa dapat

diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

e) Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu,

pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait

harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

f) Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang

sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

2. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum

a. Pemilu 1995

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di

Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai

pemilu Indonesia yang paling demokratis.

Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang

kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul

Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam

keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.

Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan.

Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.

Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi

Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil

golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali

Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat


pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri

Burhanuddin Harahap.

b. Pemilu Orde Baru

1) Pemilu 1971

Pemilihan Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak

Indonesia merdeka, yakni Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi

Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai politik dan satu Golongan Karya.

Undang-undang yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15

tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969

tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.

2) Pemilu 1977

Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-

Undang No. 4 tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No.

15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun

1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain

kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun

1975 tentangv Partai Politik dan Golongan karya. Berdasarkan ketiga

UU itulah diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3 Mei 1977

dengan diikuti oleh 3 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua

Partai Politik dan satu Golongan Karya. 3) Pemilu 1982

Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang

Pemilihan Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan

Umumnya yang keempat pada tanggal 4 Mei 1982.

4) Pemilu 1987

Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980,

Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun

1987. Pemungutan suara Pemilu 1987 secara serentak dilaksanakan

pada tanggal 23 April 1987.

5) Pemilu 1992

Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan

perkebangan politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu


keenam di Indonesia berdasarkan paying hokum yang sama dengan

paying hokum Pemilu sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan

secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992

6) Pemilu 1997

Dengan paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan

Pemilun sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu

yang ketujuh.

c. Pemilu Era Reformasi

Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun, 21 Mei 1998, rakyat

Indonesia telah menyelenggarkan tiga kali Pemilu, yakni Pemilu 1999,

Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.

1) Pemilu 1999

Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan

DPRD. Pemungutan suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999.

Pemilu ini diikuti oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun

1999 tentang Partai Politik dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999

tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini disebut oleh banyak

kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu 1955. Cara

pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system

proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini,

sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang

diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi

berdasarkan the largest remainder.

2) Pemilu 2004

Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu

1999. Hal ini dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih

anggota DPR dan DORD, Pemilu 2004 juga memilih Dewan

Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil Presiden

tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih adalah

pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden). Bukan

calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.


Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahapan: a) Tahap pertama atau Pemilu Legislatif, Pemilu
2004 diikuti

oleh 24 Partai politik dan dilaksanakan pada tanggal 5 April

2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih Partai Politik

(sebagai persyaratan Pemilu Presiden) dan anggotanya untuk

dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.

b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran

pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan

pada tanggal 5 Juli 2004.

c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap

puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya

apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang

mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian,

dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan

diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan

tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada

pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,

pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi

Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan

pada taggal 20 September 2004.

3) Pemilu 2009

Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009

juga dibagi menjadi tiga tahapan.

a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan

untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa

disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38

partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam

Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara

serentak di hamper seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9

April 2009, yang seharusnya dijadwalkan berlangsung tanggal


5 April 2009.

b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran

pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan

pada tanggal 8 Juli 2009.

c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap

puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya

apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang

mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian,

dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan

diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan

tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada

pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,

pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi

Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan

pada taggal 8 September 2009. 3. Tujuan Pemilihan Umum

Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat

dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan

Anda mungkin juga menyukai