Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ANALISIS

DOSEN PENGAMPU: Drs. IRZAL ANDERSON, M.Si

NAMA (NIM : IRMA MEIRANI LUMBANTORUAN (A1A319031)

RUANG : R-01

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAN

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
SISTEM POLITIK & OTONOMI DAERAH

ANALISIS TENTANG SISTEM PEMILU DI INDONESIA MENGAMBIL PENDAPAT PARA AHLI!

Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang menganut sistem pemerintahan
presidensial. Pemerintahan Indonesia terdiri atas presiden sebagai kepala Negara sekaligus
sebagai kepala pemerintahan Indonesia yang dibantu beberapa menteri yang tergabung dalam
suatu kabinet. Presiden sebagai kepala pemerintahan Indonesia memegang kekuasaan
eksekutif dalam Negara Indonesia karena melaksanakan amanat dari rakyat selama 5 tahun (1
periode). Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-
jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,
Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,
walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan. Pemilu Menurut Para Ahli:

1. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan


pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.

2. Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu merupakan: “Elections are the


accostions when citizens choose their officials and cecide, what they want the
government to do. ng these decisions citizens determine what rights they want to have
and keep.”

3. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakekatnya, pemilu


adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan
azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya
adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat
dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan
pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara”.

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang berlangsung dari masa ke masa dengan adanya
perubahan dari setiap tahunnya, maka dari itu Pemilihan Umum adalah proses memilih orang
untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu
di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1955 untuk memperebutkan kursi di MPR dan
Konstituante. Pemilu ini merupakan satu-satunya pemilu yang dilakukan pada zaman orde
lama.
Sistem Pemilu

Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur dan memungkinkan warga negara
memilih para wakil rakyat di antara mereka sendiri. Dalam pemilu tersebut warga negara
berhak untuk memilih wakilwakilnya yang akan duduk di jabatan publik. Dalam menggunakan
suaranya tersebut tentu saja haruslah didukung kondisi yang memungkinkan warga negara
memilih secara bebas tanpa adanya tekanan dari pihak lain.

Pemilu sendiri sebenarnya terdiri dari dua elemen. Elemen pemilu tersebut adalah:

a. Electoral Law yaitu aturan main berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang harus
ditaati setiap kontestan pemilu. Electoral law ini ada dua macam yaitu Plural Majority
dan Proportional Representation.
b. Electoral Process yaitu metode atau aturan untuk mentransfer suara pemilih menjadi
kursi di lembaga perwakilan. Electoral process ini meliputi D’Hont, St. League, Electoral
Threshold, dan Parliamentary Threshold.

Sistem pemilu memiliki dimensi yang sangat kompleks. Beberapa dimensi tersebut antara
lain19 adalah:

o Penyuaraan (balloting). Penyuaraan adalah tata cara yang harus diikuti pemilih
yang berhak menentukan suara. Jenis penyuaraan dibedakan menjadi dua tipe,
yaitu kateg
o orikal (pemilih hanya memilih satu partai atau calon) dan ordinal (pemilih
memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari
partai atau calon yang diinginkannya.
o Besaran distrik (district magnitude). Besaran distrik adalah berapa banyak
anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu distrik pemilihan.
Besar distrik dapat dibagi menjadi dua, yaitu distrik beranggota tunggal dan
distrik beranggota jamak. Besaran distrik berpengaruh terhadap tingkat
kompetisi partai dalam memperebutkan kursi. Semakin besar magnitude sebuah
distrik maka semakin rendah kompetisi partai untuk memperebutkan kursi.
Sebaliknya, semakin kecil magnitude sebuah distrik maka semakin ketat
kompetisi partai untuk memperebutkan kursi.
o Pembuatan batas-batas representasi (pendistrikan). Cara penentuan distrik
merupakan hal yang krusial di dalam pemilu. Ada dua hal penting yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan batas-batas pendistrikan, yaitu masalah
keterwakilan dan kesetaraan kekuatan suara.
o Formula pemilihan (electoral formula). Formula pemilihan adalah membicarakan
penerjemahan suara menjadi kursi. Secara umum formula pemilihan dibedakan
menjadi tiga, yaitu formula pluralitas, formula mayoritas, dan formula
perwakilan berimbang.
o Ambang batas (threshold). Threshold yaitu tingkat minimal dukungan yang harus
diperoleh sebuah partai untuk mendapatkan perwakilan. Batas minimal itu
biasanya diwujudkan dalam prosentase dari hasil pemilu.
o Jumlah kursi legislatif. Berapakah jumlah kursi legislatif yang ideal adalah sebuah
pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Belum diketahui mengapa suatu negara
menetapkan jumlah kursi di parlemen beserta alasannya.

Keenam unsur tersebut di atas yang membentuk sistem pemilu. Bagaimana sistem pemilu akan
digunakan serta untuk tujuan atau kepentingan apa sistem pemilu harus didasarkan pada
keenam unsur tersebut. Dengan demikian, unsur tersebut merupakan bagian penting 19 dalam
upaya rekayasa sistem pemilu dalam mencapai tujuan atau kepentingan tertentu.

SISTEM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua
pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di
dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang
telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan
umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

 Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada
pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota
Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem
pemilu proporsional. Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan
khidmat,  Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah
mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan
menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan. Akan tetapi stabilitas politik yang
begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga
besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah
terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer
berakhir.
 Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk
mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10
parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.

 Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan
sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai
keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang
sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia. Pendapat yang dihasilkan dari
forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara
alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk
bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai
politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam
melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi. Karena gagal
menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto
melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang
dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik,
mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan
Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan
tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.

 Zaman Reformasi (1998- Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai
politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik
yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh
berbeda dengan era orde baru. Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24
parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai
UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti
pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR.
Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan
cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru. tuk partai politik baru.
Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold
2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu
2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan

 Dalam pelaksanaan pemilu, sistem yang dapat digunakan ada dua cara, yaitu ;

 Sistem Perwakilan Proporsional (multi member consfituencv)

Disebut dengan sistem proporsional karena dalam satu daerahpemilihan dapat dipilih beberapa
orang wakil. Disebut perwakilan berimbang atau proporsional karena presentase kursi di badan
perwakilan rakyat dibagikan kepada partai-partai politik dan diseimbangkan dengan persentase
inilah suara yang diperoleh tiap-tiap ap partai politik itu. Dalam sistem ini negara dianggap
sebagai satu daerah pemilihan, akan tetapi untuk keperluan teknik administratif, negara dibagi
dalam beberapa darah pemililhan besar (lebih besar dari distrik). Untuk menentukan calon
terpilih dan perhitungan suara, sistem ini sering digabung dengan sistem lain, misalnya dengan
stesel daftar (list system) dan hare system. Hare system atau single transferable vote adalah
suatu sistem dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan pertama. kedua, dan
seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. Jumlah imbangan suara yang diperlukan
untuk pemilih ditentukan dan 27 segera jumlah keutamaan pertama dipenuhi dan apabila ada
sisa suara, maka ini dapat dipindahkan kepada calon berikutnya dan seterusnya.

Dengan sistem ini makakemungkinan bagi partai politik yang kecil mendapat kursi di Badan
perwakillan Rakyat selalu ada. Sebaliknya sistem ini menghendaki suatu perhitungan yang
akurat, karena berbelit-belit. Sedangkan list system makapemilih memilih di antara daftar-
daftar calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam
pemilihan umum.

Dan sistem proporsional ini terlihat beberapa segi positifnya, yakni:

 Tidak adanya suara yang hilang, sebab kelebihan suara dapat dipindahkan
kepada calon lain, sehingga akan terwakilinya golongan minoritas di Badan
Pemakilan Rakyat. Sistem ini sangat disenangi oleh partai politik kecil, sebaliknya
tidak disukai oleh partai politik yang besar.
 Karena tidak ada suara yang terbuang atau hilang, maka sistem ini sangat
demokratis, yaitu terjaminnya setiap suara yang diberikan akan ada wakilnya di
Badan Penwakilan Rakyat.
 Badan Perwakilan Rakyat akan bersifat nasional.
Sedangkan segi kelemahan dari sistem propesional ini adalah:

Dalam segi pembiayaan akan sangat mahal.


Hubungan antara para pemilih dengan wakil-wakil rakyat di Badan Perwakilan
Rakyat kurang erat, karena dalam pemilihan umum para pemilih hang memilih
partai politik, sehingga 28 kadangkala para pemilih tidak mengetahui siapakah
sebenamya wakil dari daerahnya dalam Badan Penvakilan Rakyat.
 Kekuasaan partai politik sangat besar, sebab pada akhirnya yang menentukan
siapakah calon-calon yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat tersebut adalah
pimpinan pusat dari partai politik tersebut.
 Banyaknya partai politik mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil,
oleh karena pada umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai
atau lebih.
 Sistem Perwakilan Distrik (Single Member Constituencies)

Disebut sistem distrik karena wilavah negara dibagi dalam distrikdistrik (daerah pemilihan) yang
jumlahnya sama dengan jumlah anggotabadan perwakilan rakyat yang dikehendaki. Misalnya
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan 500 orang, maka wilayah negara dibagi
dalam 500 distrik pemilihan atau consoluency. Dengan demikian setiap distrik pemilihan
dliwakili oleh satu orang wakil di Dewan Perwakilan Rakyat.Disebut sistem mayoritas karena
yang terpilih sebagai wakil rakyat adalah yang memperoleh suara terbanyak atau mayoritas
diantara calon-calon lainnya dalam distrik tersebut, dan tidak perlu mayoritas mutlak. Misalnya
didistrik calon A memperoleh suara 10.000, B memperoleh suara 8.000, C memperoleh suara
6.000, maka yang terpilih sbagai wakil dari distrik I di Badan Perwakilan Rakyat adalah A.
Dengan demikian dalam distrik. tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara
tebanyak 29 (mayoritas).

Dalam sistem distrik ini, pemilu dilakukan sekali jalan suarasuara yang tidak terpilih dari satu
distrik pemilihan, tidaklah dapat digabungkan dengan suara yang diperoleh dari distrik
pemilihan yang lain. Ini berarti bahwa setiap suara yang tidak mencapai mayoritas, yang berarti
tidak terpilih tidak akan dihitung atau suara tersebut akan hilang.

Menurut Miriam Budiarjo, sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan
didasarkan atas kesatuan geografis. Selanjutnya beliau mengungkapkan bahwa kelemahan-
kelemahan dari sistem distrik ini adalah:

 Sistem ini kurang memperhitungkan partai kecil dan golongan minoritas, apabila
golongan itu terpencar dalam beberapa distrik.
 Sistem ini kurang representatif, karena calon yang kalah dalam suatu dalam suatu distrik
kehilangan suara yang mendukungnya. Atau dengan kata lain, segi negatif dari sistem
distrik ini adalah:
o Kemungkinan akan terjadi bahwa wakil-wakil rakyat di lembaga perwakilan hanya akan
memperjuangkan kepentingan daerahnva selalu ada, sebab kemungkinan sangat besar
bagi calon yang dapat memperjuangkan kepentingan daerahnya untuk dipilih kembali
pada pemilihan umum yang berikutnya. Padahal seharusnya seorang anggota Badan
Perwakilan Daerah itu“belongto the nation”dan -speak for the nation”. Setidak-tidaknya
30 anggapan umum bahwa anggota tersebut tetap “represent the elsectors ofhis
conwituency “.
o Golongan minorilas tidak akan pernah terwakili di dalam Badan Perwakilan Rakyat,
karena penentuan pemenang disandarkan kepada siapayang memperoleh suara
terbanyak sedangkan suara yang tidak terpilih menjadi hilang.
o Dalam hal banyak partai politik yang ikut pemilihan umum, maka makin sedikit
pembagian suara yang dibutuhkan untuk terpilih sebagai wakil dari suatu distrik
pemilihan. Sehingga jika dihitung maka yang terpilih pada hakikatnya merupakan
minontas dari suara-suara yang tidak terpilih.
o Tidak selalu partai politik yang besar akan menguasai secara mayoritas pula suara di
Badan Penvakilan Rakyat, karena kemungkinan partai .politik tersebut bukan
merupakan mayoritas untuk setiap distrik pemilihan.

Sedangkan segi kebaikan dari sistem distrik ini adalah:

 Hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat dekat, sebab bagi pemilih tentu saja
yang dipilih adalah calon yang betul-betul mengetahui kepentingan-kepentingan dan
keadaan-keadaan dari distrik pemilihan yang diwakilinya.
 Sistem ini mempunyai kecenderungan untuk terjadinya 31 penyederhanaan partai,
karena calon yang terpilih hanya satu maka beberapa partai bergabung mencalonkan
seorang yang lebih populer dan berbakat diantara mereka.
 Pelaksanaan sistem ini sangat sederhana karena penghitungannya tidak berbelit-belit,
sehingga dapat menghemat biaya.
 Karena setiap distrik satu calon maka bagi calon yang terpilih menjadi suatu keharusan
baginya untuk memperjuangkan kepentingan distrik yang diwakilinya. Dari apa yang
diungkapkan di atas terlihatlah perbedaan antara system distrik dengan sistem
proporsional sangat jelas dan karena di beberapa Negara telah melakukannya, maka
hasil serta akibatnva sedikit banyak sudah dapat diprediksi dari awal.
 Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim pemilihan umum tidak lain adalah suatu
cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut
dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam
waktu-waktu tertentu.
 Bagir Marian “pemilihan umum yang diadakan dalam siklus lima tahun sekali (5 tahun
sekali) merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung
pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang ingin
duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada
kehendak rakyat.
 Menurut Giovani sartori menyebutkan bahwa sistem pemilihan umum adalah sebuah
bagian yang paling esensial dari kerja sistem politik, Sistem pemilihan umum bukan
hanya instrument politik yang paling mudah dimanipulasi, ia juga membentuk sistem
kepartaian dan mempengaruhi spektrum representasi.

Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli tersebut di atas maka dapatdirumuskan bahwa
pemilihan umum adalah merupakan perlu undangundang dari suatu pemerintahan yang
demokratis yang diletakkan pada kekuasaan rakyat. Tatanan konstitusi Republik Indonesia

http://repository.uin-suska.ac.id/16627/7/7.%20BAB%20II__2018352JS.pdf

jurnal UIN SUSKA RIAU

Anda mungkin juga menyukai