Anda di halaman 1dari 5

ESSAI

PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DAN TERTUTUP

Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan di mana semua warga negara memiliki
hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan mereka.
Demokrasi memungkinkan partisipasi warga negara baik melalui partisipasi langsung maupun
melalui perwakilan dalam proses perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
di Indonesia merupakan hasil dari perkembangan sejarah dan politik demokrasi di dunia secara
umum, terutama di Indonesia, yang dimulai dari pemahaman dan konsepsi demokrasi menurut
tokoh-tokoh dan pendiri Kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan
Soetan Sjahrir.
Istilah "demokrasi" sering kali diucapkan, namun semakin banyak dibahas semakin sulit
untuk menemukan contoh negara yang menerapkan demokrasi secara sempurna. Bangsa
Indonesia telah banyak mempelajari berbagai jenis demokrasi di dunia dalam implementasi
sistem politik mereka. Beberapa jenis demokrasi, seperti demokrasi liberal, demokrasi
parlementer, dan demokrasi pancasila, telah diuji coba di Indonesia. Namun, berbagai jenis
demokrasi ini belum berhasil menciptakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
didasarkan pada nilai-nilai dan prinsip demokrasi sesungguhnya. Setelah hampir lima tahun
berlalu, praktik politik dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis belum
menunjukkan arah yang sesuai dengan tujuan reformasi. Demokrasi pun menjadi sasaran
pertanyaan dan kritik ketika beberapa praktik politik yang mengklaim menerapkan demokrasi
justru menunjukkan paradoks dan ironi. Kritik terhadap demokrasi ini sebenarnya memiliki akar
yang kuat dalam sejarah dan sosiologi politik bangsa ini.
Untuk dapat melaksanakan demokrasi dengan baik, terlebih dahulu rakyat, terutama pada
pelaksana kekuasaan, harus mengetahui dan memahami dengan baik prinsip-prinsip demokrasi
yaitu sebagai berikut:
1. Pemilik negara adalah rakyat, sehingga wewenang rakyatlah yang memiliki kekuaasaan
tertinggi. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki hak untuk ikut serta memilih
wakil-wakil rakyat yang akan mewakilkan dalam memegang kekuasaan tertinggi, dan
juga memiliki hak untuk bisa dipilih bagi jabatan tersebut atau jabatan dibidang
kekuasaan lainnya.
2. Orang-orang yang mewakili rakyat untuk memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara, dengan status anggota lembaga Kekuasaan tertinggi yang lazim disebut parlemen
(lembaga legislatif), haruslah dipilih melalui suatu pemilihan umum yang diadakan setiap
lima tahun sekali.
3. Tidak boleh ada pengistimewaan kepada seseorang ataupun kepada golongan atau partai
tertentu. Diantaranya tidak boleh ada pemilikan istimewa pada jabatan apapun karena
adanya ketetapan UUD atau UU walaupun dengan alasan Orang-orang yang mewakili
rakyat untuk memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, dengan status anggota
lembaga Kekuasaan tertinggi yang lazim disebut parlemen (lembaga legislatif), haruslah
dipilih melalui suatu seseorang pemilihan umum yang diadakan setiap lima tahun sekali.
Tidak boleh ada pengistimewaan kepada ataupun kepada golongan atau partai tertentu.
Diantaranya tidak boleh ada pemilikan istimewa pada jabatan apapun karena adanya
ketetapan UUD atau UU walaupun dengan alasan apapun.
4. Harus ada UU yang mengatur tentang struktur organisasi kekuasaan dalam Negara.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, tidak ada penyebutan kata
"kebebasan berpendapat" secara tersurat, akan tetapi nilai kebebasan berpendapat tersebut
termuat dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Nilai kebebasan berpendapat misalnya dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang dasar. Selain itu nilai-nilai kebebasan berpendapat juga dapat
dilihat dari Pasal 22E UndangUndang Dasar 1945 yang berasaskan "Luber Jurdil" serta
pemilihan kepala daerah secara demokratis.
Pelaksanaan sistem kebebasan berpendapat di Indonesia berjalan cukup lama dan
kompleks. Dimulai dari pelaksanaan kebebasan berpendapat pada masa revolusi (1945-1950),
pelaksanaan kebebasan berpendapat pada masa orde lama yakni kebebasan berpendapat liberal
(1950-1959) dan kebebasan berpendapat terpimpin (1959- 1966), pelaksanaan kebebasan
berpendapat orde baru (1966-1998), dan pelaksanaan kebebasan berpendapat reformasi (1998-
sekarang).
Pada pemilu 2009 sistem ini diharapkan menjadi sistem yang adil, agar caleg terpilih
lebih representatif dan legitimasinya jauh lebih kuat karena sudah selayaknya yang berhak
mendapat kursi adalah caleg yang memang memperoleh dukungan rakyat yang paling banyak.
Namun setelah berjalannya sistem ini dari 2009 sampai 2019, tidak lepas dari berbagai problem
dan kritikan. Biaya kampanye yang menjadi mahal, integritas calon dan pemilih dipertaruhkan
dengan maraknya money politic, polarisasi politik, politik identitas, dan biaya yang dikeluarkan
oleh negara terhitung cukup banyak. Dengan sistem ini juga, hanya memungkinkan untuk calon
yang memiliki modal besar yang bisa kompetitif dalam pemilu dan bahkan meski bukan kader
partai yang dekat dengan partainya asal memiliki modal bisa bertarung dalam pemilu.
Pada tahun 2014 pemilu dengan sistem proporsional terbuka diperkirakan biaya
kampanye jauh lebih besar dibandingkan dengan pemilu tahun 2009, yakni pada tahun 2009
asumsi sekitar 3,3 miliar dan pada tahun 2014 naik mencapai 4,5 miliar dan hanya orang-orang
mampu yang bisa bersaing dengan modal sebesar itu. Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia
(PUSKAPOL UI) mencatat lebih dari separuh caleg yang bertarung pada Pemilu 2014 (58.86%)
adalah pengusaha atau professional. Pada tahun 2019 biaya kampanye para caleg-pun
diperhitungkan mencapai belasan miliar untuk anggaran alat kampanye dan lain-lain dengan
tujuan merebut hati rakyat.
Sistem pemungutan suara proporsional terbuka memang merupakan sistem yang
berkembang di Indonesia, namun jika sistem tersebut diterapkan sama seperti tahun 2019 untuk
tahun 2024 (pilkada serentak) tetap perlu diperhatikan. beban -konflik sosial-, tetapi juga para
peserta dengan banyak biaya yang juga sangat pilih-pilih penyelenggara. Lihat yang terjadi di
tahun 2019 berdasarkan data Kemenkes hingga 16 Mei 2019, orang KPPS tertular hingga 11.239
orang dan jumlah kematian 527 orang.
Dalam sistem tarif terbuka, tingginya biaya politik yang dibutuhkan untuk mencalonkan
diri dalam pemilihan parlemen juga berdampak pada meningkatnya kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia. Setelah mendapat posisi di badan perwakilan rakyat, maka akan timbul niat untuk
menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Kekuasaan ini pada
akhirnya digunakan sebagai kegiatan pelengkap, menurunkan kualitas dan wibawa badan-badan
yang mewakili rakyat. Anggota legislatif tidak lagi berperan sebagai wakil rakyat, tetapi hanya
mewakili kepentingan kelompok, fraksi, bahkan kepentingan pribadinya sendiri. Mengingat
tingginya biaya politik yang ditanggung oleh partai dan kandidat, serta pendanaan negara untuk
pemilu dengan sistem rasio terbuka, maka peluang sistem pemilu baru di tahun 2024, yakni close
rate, menawarkan biaya politik yang murah dan layak. meminimalkan uang politik, dan partai-
partai internal yang pembawa pesannya bersifat ideologis.
Saat ini, sistem tarif terbuka sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (judicial review), yang
akan digantikan dengan sistem tarif tertutup dalam pemilu legislatif. Namun hal ini menjadi
perdebatan karena sistem proporsional tertutup dianggap sebagai sistem retrograde karena
merupakan warisan orde baru ketika Mahkamah Konstitusi menyetujuinya sebagai sistem pemilu
2024. Representasi proporsional tertutup adalah jenis perwakilan berimbang sistem di mana
pemilih hanya dapat memilih semua partai politik dan tidak dapat memilih kandidat secara
langsung. Surat suara hanya mencantumkan nama partai politik dan pemilih memberikan suara
melalui gambar atau logo partai tersebut.
Dalam sistem ini, kekuasaan untuk menentukan daftar calon dan calon yang akan dipilih
sepenuhnya berada di tangan partai politik. Misalnya, jika sebuah partai politik memenangkan 2
kursi di daerah pemilihan (dapil) maka calon nomor 1 dan 2 akan terpilih. Jika sebuah partai
hanya memenangkan satu kursi, hanya calon nomor 1 yang terpilih. Pemilu Indonesia tahun
2024 akan dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian pemilu secara menyeluruh dalam beberapa
tahapan. Mulai dari tatanan konstitusional, demokrasi, kecurangan, biaya politik, anggaran
pemilu dan hak asasi manusia. Dengan sistem yang sekarang saya khawatirkan hanya akan
memperburuk demokrasi, kedaulatan rakyat dan kecerdasan politik rakyat. Tarif terbuka perlu
ditingkatkan, termasuk mempertimbangkan pembahasan sistem tertutup dengan konvensi intra
partai yang ketat. Mahkamah Konstitusi harus cermat melihat dampak sistem operasi terbuka
yang tidak mengabaikan pengertian kedaulatan dan demokrasi rakyat. Dalam pelaksanaan teknik
tersebut, regulasi yang mengaturnya harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa kebijakan
moneter jika dibiarkan akan merajalela di masyarakat Indonesia, serta efisiensi waktu dan tenaga
yang menguntungkan penyelenggara.

DAFTAR PUSTAKA
Antari, Putu Eva Ditayani. “Interpretasi Demokrasi Dalam Sistem Mekanis Terbuka Pemilihan
Umum Di Indonesia.” Jurnal Panorama Hukum 3, no. 1 (2018): 87– 104.
https://doi.org/10.21067/jph.v3i1.2359.
Agus Riwanto. “Korelasi Pengaturan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Berbasis Suara
Terbanyak Dengan Korupsi Politik Di Indonesia.” Yustisia Jurnal Hukum 91, no. 1
(2015): 89–102. https://doi.org/10.20961/yustisia.v91i0.2854.
Hevriansyah, A. “Hak Politik Keterwakilan Perempuan Dalam Sistem Proporsional
Representatif Pada Pemilu Legislatif.” Awasia: Jurnal Pemilu Dan Demokrasi 1, no. 1
(2021): 67–85. http://jurnal.banten.bawaslu.go.id/index.php/awasia/article/view/41.

Anda mungkin juga menyukai