Anda di halaman 1dari 8

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. KONSEP DASAR PEMILIHAN UMUM

Hampir tak ada sistem pemerintahan yang bersedia menerima cap tidak
demokratis, maka hampir tak ada sistem pemerintahan yang tidak menjalankan
pemilu. Pemilu pada hakikatnya merupakan sistem penjaringan pejabat publik
yang banyak digunakan oleh negara-negara didunia dengan sistem
pemerintahan demokrasi. Bagi sejumlah negara yang menerapkan atau
mengklaim diri sebagai negara demokrasi (berkedaulatan rakyat), pemilu
memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama
dari demokrasi. Artinya, pelaksanaaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari
suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, disamping perlu
adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang dianggap cerminan
pendapat warga negara. Alasannya, pemilu memang dianggap akan melahirkan
suatu representatif aspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan erat dengan
legitimasi bagi pemerintah. Melalui pemilu, demokrasi sebagai sistem yang
menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai
bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain bahwa pemilu merupakan
simbol daripada kedaulatan rakyat.

Kedaulatan Rakyat berarti rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang


tertinggi, rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai. Suatu
negara  yang penduduknya sedikit dan luas wilayahnya tidak terlalu besar
kedaulatan rakyat tidak dapat berjalan dengan semurni-murninya apalagi dalam
negara modern dimana jumlah penduduknya sudah banyak, wilayahnya cukup
luas maka tidak mungkin meminta pendapat rakyat seorang demi seorang
dalam menentukan jalannya pemerintahan, hal ini dikarenakan masyarakat
modern sekarang ini spesialisasi semakin tajam dan tingkat kecerdasan rakyat
tidak sama hal inilah yang menyebabkan kedaulatan rakyat tidak mungkin dapat
dilakukan secara murni keadaan menghendaki bahwa kedaulatan rakyat itu
dilaksanakan dengan perwakilan.

Harold J. Laski mengatakan, "Kedaulatan (sovereignty) adalah


kekuasaan yang sah (menurut hukum) yang tertinggi,  kekuasaan tersebut
meliputi segenap orang maupun golongan yang ada di dalam masyarakat yang
dikuasainya."

Sedangkan C. F. Strong dalam bukunya  Modern Political Constitution 


mengemukakan, "Kedaulatan adalah kekuasaan untuk membentuk hukum serta
kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaannya." Dilihat dari segi hukum
kedaulatan hakikatnya merupakan kekuasaan yang tertinggi yang harus dimiliki
oleh negara. Kekuasaan tersebut meliputi : Pertama, kekuasaan yang tertinggi
untuk menentukan serta melaksanakan hukum terhadap semua orang dan
golongan yang terdapat dalam lingkungan kekuasaannya atau kedaulatan ke
dalam (internal sovereignty). Kedua, kekuasaan tertinggi yang tidak diturunkan
dari kekuasaan lain yang dimiliki oleh pihak lain (intervensi negara lain)atau
kedaulatan keluar (external sovereignty). Salah satu ciri negara demokrasi
adalah melaksanakan pemilu dalam waktu-waktu tertentu Pemilu pada
hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan daripada hak-
hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh
rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan.

Menurut A.S.S. Tambunan,  "Pemilihan umum merupakan sarana


pelaksanaan asas kedaulatan rakyat pada hakikatnya merupakan pengakuan
dan perwujudan daripada hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan
pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk
menjalankan pemerintahan.

Adapun menurut M. Rusli Karim, "Pemilu merupakan salah satu sarana


utama untuk menegakkan tatanan demokrasi (kedaulatan rakyat), yang berfungsi
sebagai alat menyehatkan dan meyempurnakan demokrasi, bukan sebagai
tujuan demokrasi."

Senada dengan pendapat di atas menurut Kusnardi dan Harmaily


Ibrahim, juga mengatakan : Pemilu adalah salah satu hak asasi warga negara
yang sangat prinsipil, karena dalam pelaksanaan hak asasi adalah suatu
keharusan pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai asas bahwa
rakyatlah yang berdaulat maka semua itu dikembalikan kepada rakyat untuk
menentukannya. Oleh karena itu pemilu adalah suatu syarat yang mutlak bagi
demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
B. TUJUAN PEMILIHAN UMUM

Menurut Parulian Donald, ada dua manfaat yang sekaligus sebagai


tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan
lembaga politik pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang
absah (otoritas) dan mencapai tingkat keterwakilan politik (political
representativeness).

Dari sudut pandang tujuan kedua manfaat (tujuan) tersebut merupakan


tujuan langsung yang berada dalam skala waktu relatif pendek. Hal ini
mengisyaratkan bahwa manfaatnya dirasakan segeta setelah proses pemilu
berlangsung. Adapun tujuan tidak langsung dihasilkan dari keseluruhan aktivitas
dari semua pihak yang terlibat dalam ptoses pemilu, baik kontestan, maupun
para pelaksana dan pengawas dalam kurun waktu relatif lama, yaitu
pembudayaan politik dan pelembagaan politik. Dalam arti lebih sederhana tujuan
langsung berkaitan dengan hasil pemilu, sedangkan tujuan tidak langsung
berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut.

Arbi Sanit menyimpulkan bahwa pemilu pada dasarnya memiliki empat


fungsi utama yakni : 1) pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah; 2)
pembentukan perwakilan politik rakyat; 3) sirkulasi elite penguasa; dan 4)
pendidikan politik.

Sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan


Pancasila dalam Negara Republik Indonesia, maka Pemilu bertujuan antara lain :

1. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib;


2. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat;
3. Dalam rangka melakukan hak -hak asasi warga negara.

Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam pembukaan dan pasal 1 UUD 1945
Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat, yang dimaksudkan disini adalah
kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat itu antara lain tercermin dilaksanakan
Pemilu dalam waktu tertentu. Karenanya Pemilu adalah dalam rangka untuk
memberi kesempatan kepada warga negara untuk melaksanakan haknya,
dengan tujuan :

1. Untuk memilih wakil-wakiInya yang akan menjalankan kedaulatan yang


dipunyai;
2. Terbuka kemungkinan baginya untuk duduk dalam badan perwakilan rakyat
sebagai wakil yang dipercayakan oleh para pemilihnya.

Ditinjau dari sudut kelompok warga negara yang tergabung dalam partai, politik,
pemilu sangat besar artinya bagi partai politik karena bermanfaat :

1. Untuk mengetahui seberapa besar sesungguhnya para pendukungnya;


2. Jika menang, sebagai media untuk menjalankan programnya.

Dengan demikian, maka pada dasarnya pemilu sangat penting artinya bagi
warga negara, partai politik, dan pemerintah. Bagi pemerintah yang dihasilkan
dari pemilu yang jujur, berarti pemerintah itu mendapat dukungan yang
sebenarnya dari rakyat, tetapi sebaliknya jika pemilu dilaksanakan tidak dengan
jujur, maka dukungan rakyat tersebut hanya bersifat semu.

C. CIRI-CIRI DAN SISTEM PEMILU

Secara konseptual, terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan untuk


menciptakan pemilu yang bebas dan adil, yaitu : (1) Menciptakan seperangkat
metode untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan
rakyat secara adil (electoral system); (2) Menjalankan pemilu sesuai dengan
aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi (electoral process).

Sementara itu Ranney, menyebutkan bahwa ciri-ciri suatu pemilu yang


benar-benar bebas, meliputi :

1. Diselenggarakan secara reguler;


2. Pilihan yang benar-benar berarti;
3. Kebebasan menempatkan calon;
4. Kebebasan mengetahui dan mendiskusikan pilihan-pilihan;
5. Hak pilih orang dewasa yang universal;
6. Perlakuan yang sama pemberian suara;
7. Pendaftaran pemilih yang bebas; dan
8. Penghitungan dan pelaporan hasil yang tepat.

Sistem pemilu hakikatnya merupakan seperangkat metode yang mengatur warga


negara dalam memilih para wakilnya dalam suatu lembaga perwakilan rakyat,
seperti halnya parlemen. Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa sistem
pemilihan dapat berupa seperangkat metode untuk mentransfer suara pemilih
dalam suatu kursi di parlemen.

1. Sistem Pemilihan Mekanik


Sistem ini menempatkan rakyat sebagai suatu masa individu-
individu yang sama. Jadi sistem ini mengutamakan individu sebagai
pengenal hak pihak aktif dan memandang rakyat (korps pemilih) sebagai
suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan  satu
suara dalam setiap pemilihan.
Penganut aliran mekanis antara lain, liberalis dan sosialis. Adapun
bedanya adalah: pada paham liberalisme, pemilu mengutamakan sebagai
kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai komplek
hubungan-hubungan antar-individu yang bersifat kontraktual; sedangkan
pada aliran sosialisme dan khususnya komunisme, pemilu lebih
mengutamakan totalitet kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan
individu dalam totalitet kolektif.

Secara substansial sistem pemilihan mekanis memiliki ciri-ciri antara lain :

1. Partai-partai yang mengorganisasi pemilihan-pemilihan dan


memimpin pemilih berdasarkan sistem Bi Party atau Multy
Party (liberalisme, sosialisme) atau Uni Party (komunisme);
2. Badan Perwakilan Rakyat bersifat badan perwakilan kepentingan
umum rakyat seluruhnya;
3. Badan Perwakilan yang dihasilkan disebut parlemen;
4. Wakil-wakil yang duduk di badan perwakilan rakyat langsung.

2. Sistem Pemilihan Organis


Pandangan organis menempatkab rakyat sebagai sejumlah
individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam
persekutuan hidup berdasarkan : geneologis (rumah tangga, keluarga),
fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani,
cendekiwan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas).

Pemilihan organis secara substansial memiliki ciri-ciri :


1. Organis, partai-partai politik itu tidak perlu dikembangkan. Karena
pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan
hidup dalam lingkungan sendiri;
2. Badan perwakilan bersifat badan perwakilan kepentingan-
kepentingan khusus persekutuan hidup itu;
3. Pemilihan organis menghasilkan dewan korporatif;
4. Wakil-wakil dalam badan perwakilan berdasarkan pengangkatan.

D. PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA DALAM LINTASAN SEJARAH

Pemilihan umum di Indonesia dalam perspektif sejarah telah berlangsung


selama sembilan kali penyelenggaraan : Pertama, Pemilu 1955 ; Kedua, Pemilu
1971 ; Ketiga, Pemilu 1977 ; Keempat, Pemilu 1982 : Kelima, Pemilu
1987 ; Keenam, Pemilu 1992 ; Ketujuh, Pemilu 1997 ; Kedelapan, Pemilu
1999 ; Kesembilan, Pemilu 2004.

1. Pemilu Berdasarkan UUDS 1950


Berdasarkan bunyi pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 35 UUD 1945,
terdapatlah dasar hukum bagi terlaksananya pemilu. Dan pemilu akan
dilaksanakan untuk memilih anggota DPR sesuai dengan bunyi Pasal 57,
karena UUDS 1950 masih bersifat sementara, maka psal 134 UUDS 1950
memerintahkan adanya suatu badan konstituante yang akan menyusun UUD
yang tetap dan pemilu tersebut juga akan memilih anggota konstituante.
Sebagai realisasi Pasal 134 UUDS 1950, maka pada tanggal 4 April 1953
rancangan UU Pemilu diundangkan menjadi UU No.7 Tahun 1955 (LN 1953
No. 29).

Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa


Indonesia setelah merdeka pada tanggal 17 Aguustus 1945 yaitu terjadi
pada masa Orde Lama, tepatnya pada masa Kabinet Burhanudin Harahap.

Adapun asas yang digunakan dalam pemilu berdasarkan pasal 35 UUDS


1950 yaitu meliputi ;

1. Umum, yaitu bahwa setiap warga negara yang memenuhu syarat-syarat


yang telah ditentukan berhak untuk ikut memilih dan dipilih;
2. Berkesamaan, yaitu bahwa semua wakil rakyat di DPR dan DPRD harus
dipilih melalui pemilu (tidak ada yang diangkat);
3. Langsung, yaitu bahwa untuk memberikan suaranya pemilih berusaha
datang sendiri di tempat pemberian suara yang ditentukan (tidak boleh
diwakilkan);
4. Bebas, yaitu para pemilih tidak ada paksaan atau intervensi di dalam
memberikan suaranya;
5. Rahasia, yaitu bahwa pemilih dijamin akan kerahasiaan pilihannya.

2. Pemilu Berdasarkan UUD 1945


a) Pemilu I 1971
Pemilu pertama 1971 sesudah kembali pada UUD 1945 menetapkan
asas kebersamaan tidak berlaku lagi, karena sebagian anggota
dewan dinyatakan diangkat dan khusus bagi anggota ABRI tidak ikut
dalam pemilu dengan ketetapan No. XI/MPRS/1966.

b) Pemilu II 1977
Pemilu kedua dibawah UUD 1945 telah dilaksanakan pada tahun
1977 dan Anggota DPR dan MPR hasil pemilu telah dilantik pada
tanggal 1 Oktober 1977. Pemilu dilaksanakan berdasarkan UU No. 4
tahun 1975.

c) Pemilu III 1982


Seperti pemilu 1977, pemilu 1982 diikuti oleh 3 kontestan, yaitu
Golkar, PPP, dan PDI. Pemilu 1982 dilaksanakan berdasarkan UU
No.2 Tahun 1980.

d) Pemilu IV 1987
Pemilu 1987 dilaksanakan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1985 dan
diikuti oleh 3 kontestan yaitu Golkar, PPP, dan PDI. Pemilu 1987 tetap
dimenangkan oleh Golkar dengan 299 kursi (73,16% suara).
Sementara PPP 61 kursi (15,97% suara) dan PDI 40 kursi (10,87%
suara).
e) Pemilu V 1992
Pemilu 1992 dilaksanakan berdasarkan Tap. No. III/MPR/1988, yang
diikuti oleh 3 kontestan peserta pemilu, yaitu Golkar, PPP, dan PDI.

f) Pemilu VI 1997
Pemilu 1997 dilaksanakan berdasarkan Tap. No. II/MPR/1993. Dalam
sidangnya MPR menetapkan Soeharto sebagai Presiden dan B.J.
Habibi sebagai Wakil Presiden.

g) Pemilu VII 1999


Pemilu 1999 dilaksanakan pada 7 Juni 1999 dengan instrumen UU
NO.3 Tahun 1999. Pemilu 1999 hanya memilih calon legislatif
DPR/MPR yang berjumlah 700 kursi, diikuti oleh 48 OPP dan
akumulasi kursi FPDI 153 (32% suara).

DAFTAR PUSTAKA

Chidmad, Tataq. Kritik Terhadap Pemilihan Langsung. Cet. I. Jakarta: Pustaka


Widyatama, 2004.

Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amedemen UUD 1945. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

Anda mungkin juga menyukai