Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan


seluruh alam, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, serta Shalawat dan
Salam kita haturkan kepada nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi
Wa Sallam, Semoga limpahan Rahmat dan Ampunan Allah senantiasa tercurah
kepada kita seluruh kaum muslimin.
Syukur kehadirat Allah yang telah memberikan anugrah, kesempatan dan
pemikiran kepada saya untuk dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Poltik Hukum yang berjudul Kajian Politik Hukum
tentang Hukum Mahar Politik di Indonesia.
Makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan persepsi atas materi
yang dibahas, selanjutnya masuk pada inti pembahasan dan diakhiri dengan
kesimpulan dan saran, saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan baik secara langsung dan tidak langsung atas
tersusunnya makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kelemahan serta
kekurangan, baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu saya
membutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan
makalah ini dan perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang, semoga
makalah ini dapat bermanfaat, terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Januari 2018


Penulis

NELSON SYAH HABIBI SEMBIRING


177005084

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................... 1


Daftar Isi ................................................................................... 2
BAB I. Pendahuluan ................................................................................... 3
A. Latar Belakang ....................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
BAB II. Pembahasan ....................................................................... 8
A. Pengertian dari Politik Hukum ............................................... 8
B. Pengertian dari Mahar Politik ............................................... 10
C. Kondisi Mahar Politik di Indonesia ............................................... 14
D. Hukum Mahar Politik di Indonesia ............................................... 16
BAB III. Penutup ....................................................................... 17
A. Kesimpulan ....................................................................... 17
B. Saran ....................................................................... 19
Daftar Pustaka ....................................................................... 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang telah memasuki tahun Pemilihan Umum (Pemilu) 2018


digemparkan dengan pernyataan seorang La Nyalla Mattalitti, yang merupakan
salah satu tokoh masyarakat dari Jawa Timur kelahiran 10 Mei 1959. “Ada saat
tanggal 9 itu yang ditanyakan uang saksi. Kalau siapkan uang saksi, saya direkom
tapi kalau uang saksi dari 68.000 TPS dikali Rp 200.000 per orang dikali 2 berarti
Rp 400.000. Itu sekitar Rp 28 miliar. Tapi, yang diminta itu Rp 48 miliar dan
harus diserahkan sebelum tanggal 20 Desember 2017. Nggak sanggup saya, ini
namanya saya beli rekom, saya nggak mau," ujar La Nyalla dalam konferensi pers
di Restoran Mbok Berek, Jl Prof Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa
(11/1/2017)”. 1

La Nyalla yang ingin bertarung dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur


menyebutkan bahwa Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) melalui Ketua
Umumnya, Letjend (Purn) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo meminta
mahar politik kepada dirinya untuk memperoleh Rekomendasi, berita Mahar
Politik inipun kemudian berhembus kencang dan menjadi pembicaraan yang
menarik di tengah masyarakat, seperti yang tersiar di beberapa media televisi
Indonesia.

1
Seisha Desnikia, “La Nyalla: Prabowo Tanya Saya, ‘Sanggup Rp 200 Miliar?”,
(Online), (dikutip dari https://news.detik.com diakses 16 Januari 2018).

3
Mahar Politik sendiri memiliki makna yang plural, Basuki Tjahaja
Purnama atau “Ahok menyatakan bahwa Mahar Politik adalah Ongkos yang
dikeluarkan untuk menutupi biaya menggerakkan parpol sejak dari tingkat bawah
sampai ke atas. Namun banyak kalangan tampak lebih memersepsikan soal mahar
dengan praktik ”jual beli” dukungan antara calon dalam pilkada atau pilgub (juga
dalam pileg dan pilpres) dengan parpol”. 2

Istilah Mahar dalam percaturan politik dipandang negatif, Praktik mahar


politik mencerminkan terjadinya pergeseran arti istilah atau konsep mahar (bahasa
Arab mahr, bahasa Inggris dowry) dalam wacana publik Indonesia. Mahar yang
semula terkait agama (Islam) kian populer dalam wacana dan praktik politik masa
demokrasi pasca-Soeharto.

Dari sudut sentimen keislaman, pergeseran makna dan konsep mahar yang
semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan karena dapat menimbulkan
persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam. Agaknya
kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam
politik Indonesia.

Istilah atau konsep mahar semula dalam fikih (yurisprudensi Islam)


mengacu pada ketentuan tentang pemberian wajib (calon) suami kepada (calon)
istri yang disampaikan pada waktu akad nikah (ijab kabul) perkawinan. Besar-
kecilnya tergantung kemampuan pihak (calon) suami, dan (calon) istri mesti
ikhlas menerima. Dengan demikian, mahar merupakan pertanda ikatan sakral
(akad) dalam pernikahan antara (calon) suami dan (calon) istri. Mahar bendawi
yang diberikan suami menjadi sepenuhnya milik istri sebagai cadangan jika ia
membutuhkan dana.

2
Azyumari Azra, “Mahar Politik, Politik Mahar”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.kompas.com diakses 16 Januari 2018).

4
Dalam praktik politik Indonesia lebih satu dasawarsa terakhir, istilah
mahar politik dipahami publik sebagai transaksi di bawah tangan atau illicit deal
yang melibatkan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan
yang diperebutkan (elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang
menjadi kendaraan politiknya.

Tanpa bermaksud memberi justifikasi pada praktik mahar politik yang


tampaknya kian lazim, hal sama terjadi di banyak negara. Disebut sebagai
political dowry, praktik mahar politik bisa terjadi antarcalon untuk berbagai
jabatan melalui pemilu dan juga antarpartai untuk membentuk koalisi.

Kehebohan pernah terjadi di Amerika Serikat saat Presiden George W


Bush, yang maju sebagai calon presiden pada 2000 memilih Dick Cheney sebagai
cawapres, disebut-sebut melibatkan praktik political dowry. Di Korea Selatan,
koalisi Aliansi Baru, gabungan tiga partai oposisi, pada 2015 diberitakan media
terbentuk berkat generous political dowry dari pihak tertentu.

Political dowry disebut menghasilkan ”kawin kontrak” (marriage for


convenience) dengan bulan madu di antara parpol berbeda yang (semula)
memiliki kepentingan masing-masing. Baik dalam konteks Indonesia maupun
mancanegara, sangat sulit mengetahui persis proses atau modus operandi praktik
mahar politik. Pemberi dan penerima tidak pernah mengungkapkan bagaimana
kesepakatan mahar politik tercipta, berapa jumlah mahar politik, dan apa saja
yang harus dipenuhi sang calon jika ia menang kepada donor dana atau parpol
pendukungnya.

5
Kenyataan bahwa mesin Partai Politik memerlukan anggaran besar untuk
bergerak terutama semasa Pemilu tidak dapat dipungkiri. Seperti sebuah Taksi
antara Pemesan dan Kendaraan keduanya saling mempengaruhi. Demikian halnya
antara seseorang yang berkeinginan menjadi Calon Kepala Daerah memerlukan
Partai Politik untuk melaju menggapai asanya, walaupun masih ada kesempatan
yang diberikan untuk melaju melalui jalur perseorangan (independen) seperti yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Gejala adanya donor murah hati di Indonesia juga selalu muncul dalam
rumor politik sepanjang musim pileg, pilpres, dan pilkada. Bahkan di Indonesia—
seperti juga di Amerika Serikat—selalu ada donor dari kalangan korporasi yang
memasang kakinya di semua calon. Siapa pun yang menang, donor tetap melekat
dengan kekuasaan. mahar politik jelas menimbulkan penyimpangan dalam
demokrasi. Jika demokrasi adalah kepentingan rakyat, mahar politik membuat
demokrasi lebih berorientasi pada pihak pemberi mahar, baik parpol maupun
donor korporasi.

Karena itu, bisa diharapkan, pemegang jabatan publik yang terlibat mahar
politik cenderung mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan berbagai pihak
terkait langsung daripada kepentingan publik. Hasilnya, demokrasi gagal dalam
meningkatkan kehidupan politik, juga dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Mahar Politik memunculkan politik biaya tinggi—menjadi ”investasi” sangat
mahal bagi setiap aspiran politik. Investasi perlu dikembalikan, dan ini
mendorong merajalelanya korupsi.

Politik Hukum sebagai salah satu bagian dari ilmu hukum bertugas untuk
melihat perubahan – perubahan mana yang perlu diadakan terhadap hukum yang
ada agar memenuhi kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan masyarakat.
Dengan objek kajian Politik Hukum adalah Hukum, Oleh karena itu maka penulis
tertarik untuk mengangkat judul “Kajian Politik Hukum tentang Hukum Mahar
Politik di Indonesia”.

6
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Politik Hukum?
2. Pengertian dari Mahar Politik?
3. Bagaimana kondisi Mahar Politik di Indonesia?
4. Bagaimana Hukum Mahar Politik di Indonesia?

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Politik Hukum

Ada beberapa pengertian politik hukum menurut para ahli, Kata Politik
Hukum terdiri dari Politik dan Hukum. Politik adalah The Art Of Possibilities
(seni dari kemungkinan), het kiezen van alternatieven (memilih alternatif).
Menurut C.F. Strong : Political science is the science of the state (Ilmu politik
adalah ilmu negara).

Dan arti Hukum dapat dikaitkan dengan cara-cara untuk merealisasikan


hukum dan juga pengertian yang diberikan oleh masyarakat (Paul Moedigdo
dalam Sociologie en Recht).3

Beberapa pengertian tentang Politik Hukum :


Menurut Satjipto Raharjo4:
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai
tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum
dalam masyarakat.

Menurut Patmo Wahjono disetir oleh Y. Stefanus:


Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa
yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu (menjadikan sesuatu
sebagai Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan
pembentukan hukum dan penerapannya.

3
Mirza Nasution, Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Medan:puspantara, 2015), hal 9-10.
4
Balianzahab, “Apa Politik Hukum Itu”, (Online), (dikutip dari
https://balianzahab.wordpress.com diakses 16 Januari 2018).

8
Menurut L. J. Van Apeldorn:
Politik hukum sebagai politik perundang – undangan.
Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang –
undangan. (pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis
saja)

Menurut Moh. Mahfud MD:5


Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
1. Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan
meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian
yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang
diperlukan.
2. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan
Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in
Nederland
Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai
ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari
ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas :
a. Dogmatika Hukum
b. Sejarah Hukum
c. Perbandingan Hukum
d. Politik Hukum
e. Ilmu Hukum Umum
Politik Hukum bertugas untuk meneliti perubahan – perubahan mana
yang perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar memenuhi
kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan atas posisi ilmu politik hukum dalam dunia ilmu
pengetahuan seperti yang telah diuraikan, maka objek ilmu politik
hukum adalah “ HUKUM “.

5
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”,
(Online), (dikutip dari https://www.scribd.com diakses 16 Januari 2018).

9
Hukum yang berlaku sekarang, yang berlaku diwaktu yang lalu,
maupun yang seharusnya berlaku diwaktu yang akan datang.
Politik Hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia.Legal policy mengenai
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan
terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto: 6


Politik hukum adalah kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-
nilai.

Menurut Teuku Muhammad Radhie:


Politik hukum adalah sebagai pernyataan kehendak penguasa negara dan
mengenai hukum yang berlaku di wilayah suatu negara dan mengenai arah
pengembangan hukum.

Menurut Abdul Hakim:


Politik hukum bermakna sama dengan politik pembangunan hukum..

B. Pengertian Mahar Politik

Mahar dalam konteks pernikahan sejatinya adalah harta yang diberikan


oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan
(atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa


mahar/ma*har/ n adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai
laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah;
maskawin.
6
Utsman Ali, “Pengertian Politik Hukum menurut Para Ahli”, (Online), (dikutip dari
http://www.pengertianpakar.com diakses 16 Januari 2018).

10
Kata mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al-Mahr, jamaknya Muhur dan
muhurah. Sedangkan menurut bahasa, kata al-mahr bermakna al-Sadaq yang
dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "maskawin", yaitu pemberian segala
sesuatu kepada seseorang perempuan yang akan dijadikan istri. 7

Para ulama memberikan pengertian mahar, yaitu, antara lain:


Pertama, mahar diartikan sebagai nama suatu benda yang wajib diberikan
oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang disebut dalam akad nikah sebagai
perujudan hubungan antara pria dan wanita itu untuk hidup bersama sebagai
suami istri.

Kedua, mahar adalah pemberian yang wajib diberikan dan dinyatakan oleh
calon suami atas calon istrinya di dalam sighat akad nikah yang merupakan tanda
persetujuan, kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri.

Ketiga, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria pada calon
mempelai wanita baik berbentuk barang, uang, maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.

Dari ketiga pengertian mahar menurut istilah tersebut, mahar menurut


istilah dapat disimpulkan sebagai sebuah pemberian wajib dari seorang pria
kepada seorang wanita, baik berbentuk barang, uang, maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan agama Islam di waktu akad nikah. Jadi, mahar hanyalah
sebutan atau nama untuk suatu harta yang wajib diberikan kepada wanita sebagai
calon mempelai di dalam akad nikah.

7
Edy Supriatna Sjafei, “Adakah kesamaan Mahar Nikah dan Mahar Politik”, (Online),
(dikutip dari https://www.kompasiana.com diakses 16 Januari 2018).

11
Jika melihat makna mahar dalam kontek sebagai pemberian untuk
menjadi anggota partai atau belajar maka kini maknanya sudah bergeser luas.
Mahar tak lagi bermakna sebatas dalam kontek pemberian calon pengantin lelaki
kepada pasangannya, tetapi juga bisa sebagai pemberian atau berupa sogokan
dan seterusnya untuk mendapat restu/dukungan.

Menurut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Mantan Gubenur Jakarta


Mahar Politik adalah Ongkos yang dikeluarkan untuk menutupi biaya
menggerakkan parpol sejak dari tingkat bawah sampai ke atas.

Menurut Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI 8


Menyebut dengan istilah Biaya Politik adalah Biaya yang dikeluarkan
selama Pemilu berlangsung, dana-dana untuk pembiayaan calon, biaya
saksi, iklan, kampanye dan lain-lain, .

Menurut M. Imam Nasef, Pengamat Hukum Tata Negara SIGMA 9


Pengertian Mahar Politik Hukum terbagi dua, yaitu: Pertama, suatu
imbalan khususnya dalam bentuk uang yang diberikan seorang calon
kepada partai politik tertentu, dengan maksud agar parpol tersebut
mencalonkan yang bersangkutan dalam Pilkada."Praktik semacam ini
sering diistilahkan dengan 'jual-beli perahu', Kedua yakni mengacu pada
sejumlah uang yang dipersiapkan untuk membantu biaya operasional
keikutsertaan calon tertentu dalam suatu kontestasi Pilkada.

8
Fauziah Mursid, “Ini defenisi Mahar Politik Versi Fadli Zon”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.republika.co.id diakses 16 Januari 2018).
9
Umi Nur Fadhilah, “Pengamat: Mahar Politik diatur dalam UU Pilkada”, (Online),
(dikutip dari http://www.republika.co.id diakses 17 Januari 2018).

12
Menurut Suhud Alynudin, Sekretaris DPP PKS Bidang Polhukam 10
Mahar Politik merupakan sebuah konsekuensi dari sistem demokrasi yang
ada di Indonesia, yaitu setiap warga negara dapat memilih langsung
pemimpinnya. Akibat dari sistem itu, muncul biaya untuk membayar
ongkos kampanye dan saksi pada pemungutan suara

Namun banyak kalangan tampak lebih memersepsikan soal mahar dengan


praktik ”jual beli” dukungan antara calon dalam pilkada atau pilgub (juga dalam
pileg dan pilpres) dengan parpol”.

Istilah Mahar dalam percaturan politik dipandang negatif, Praktik mahar


politik mencerminkan terjadinya pergeseran arti istilah atau konsep mahar (bahasa
Arab mahr, bahasa Inggris dowry) dalam wacana publik Indonesia. Mahar yang
semula terkait agama (Islam) kian populer dalam wacana dan praktik politik masa
demokrasi pasca-Soeharto.

Dari sudut sentimen keislaman, pergeseran makna dan konsep mahar yang
semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan karena dapat menimbulkan
persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam. Agaknya
kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam
politik Indonesia.

10
Ihsanuddin, “PKS: Mahar Politik Konsekuensi Sistem”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.kompas.com diakses 17 Januari 2018).

13
C. Kondisi Mahar Politik di Indonesia

Keberadaan Mahar Politik masih seperti ada dan tiada, Dalam praktik
politik Indonesia lebih satu dasawarsa terakhir, istilah mahar politik dipahami
publik sebagai transaksi di bawah tangan atau illicit deal yang melibatkan
pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan yang diperebutkan
(elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang menjadi kendaraan
politiknya, dan juga antarpartai untuk membentuk koalisi.

Sejak Orde Baru tumbang, di mana Pilkada masih menggunakan


pemilihan tak langsung alias dipilih para wakil rakyat yang terhormat, yang
namanya rekomendasi pencalonan dari DPP partai pengusung menjadi hal paling
mutlak. Kendati syarat pencalonan sebenarnya hanya cukup membawa
rekomendasi DPC partai, faktanya rekomendasi DPP wajib dikantongi Paslon.11

Untuk mendapatkan rekomendasi DPP, bukanlah suatu pekerjaan yang


mudah. Calon Kepala Daerah (Cakada) harus berjuang keras menyingkirkan
kompetitor lainnya. Tidak ada tolok ukur yang pasti agar Paslon memperoleh
rekomendasi, karena masing- masing partai memiliki mekanisme penjaringan
tersendiri. Ditengarai, rekomendasi yang berhasil dikantongi juga tak gratis.

Saat pemerintah memutuskan Pilkada langsung, ternyata rekomendasi


DPP partai pengusung tetap menjadi barang yang sangat berharga bagi Paslon.
Berapa pasaran “mahar” yang wajib disetor ? “ Tergantung partainya. Partai besar,
sedang atau partai kecil,”.

11
Irawan, “Balada Mahar Politik Parpol, Antara ada dan tiada”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 18 Januari 2018).

14
“Mahar” yang dimaksud, diberikan secara berjenjang. Dimulai dari
penjaringan di Kabupaten/ Kota yang melibatkan pengurus anak cabang
(Kecamatan), biasanya dikemas dalam Musyawarah Anak Cabang atau Raker
Anak Cabang agar menetapkan Cakada tertentu. Dari penetapan tersebut,
dilakukan Musyawarah Cabang, Rakercab, Konfercab atau istilah lain guna
mengeluarkan rekomendasi pencalonan.

Rekomendasi tingkat DPC (Kabupaten/Kota) ini, selanjutnya dibawa ke


tingkat Provinsi (DPD) dan selanjutnya sampai tingkat DPP. Sesuai levelnya,
maka “mahar” yang harus ditebus juga mirip anak tangga. Bagian bawah tak
terlalu banyak, semakin naik nominal juga ikut bertambah. Bila ditotal secara
keseluruhan, ya akan mencapai angka miliran.

Lantas apakah seluruh Cakada hukumnya wajib menyerahkan “mahar” ?


Jawabnya tidak seluruhnya. Bila yang maju adalah kader partai tingkat DPD
(Provinsi) apa lagi level DPP, maka akan diputihkan kewajiban menyerahkan
“mahar”. Di luar kader yang sudah teruji loyalitasnya, maka “mahar” adalah hal
yang mutlak.

Dalam Pilkada langsung, pergerakan politik sedikit saja, pasti ada biaya
yang timbul. Tanpa dana, operasional partai politik terganggu. Bukankah dalam
kampanye Dari mulai sekedar mengumpulkan foto copi KTP dukungan,
rekomendasi, panggung, kampanye alat peraga dan semuanya tak ada yang gratis.
Belum lagi, biaya lobi untuk meraih suara. Dana untuk mahar politik itu sangat
besar, karena di situ bekerja mesin-mesin pencitraan.

15
D. Hukum Mahar Politik di Indonesia

Apabila mahar politik itu merujuk kepada jual-beli kendaraan partai


politik, melalui ketentuan Pasal 47 UU Pilkada hal itu telah secara tegas dilarang.
Bahkan, apabila ada praktik semacam itu, sanksinya sangat berat, calon yang
bersangkutan bisa dibatalkan keikutsertaannya. Sementara parpol yang menerima
imbalan tidak boleh ikut pada pilkada berikutnya.

Sementara, apabila mahar politik itu merujuk kepada biaya operasional,


Undang - Undang Pemilihan Kepala Daerah memang tidak melarangnya. Karena
hal itu merupakan suatu keniscayaan. Akan tetapi, UU Pilkada tetap memberi
batasan, misalnya, pihak mana saja yang boleh menyumbang, berapa besaran
maksimal sumbangannya dan lain sebagainya.

Ada dua hal tentang Mahar Politik, yang termasuk dalam golongan
sumbangan ke parpol secara umum, diatur dalam UU No 2 Tahun 2011 yang
merupakan perubahan terhadap UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
sebagai berikut :
1). Pasal 34 ayat 1b yang menyatakan bahwa keuangan Partai Politik bersumber
dari sumbangan sah menurut hukum. Pengertian sah ini menurut hukum ini
menyangkut semua hukum yang berlaku di wilayah RI termasuk hukum
tentang korupsi dan pencucian uang (TPPU). Jika parpol, melalui pengadilan,
terbukti menerima sumbangan haram, parpol tersebut bisa dibubarkan.
2). Pasal 35 ayat 1b yang menyatakan bahwa sumbangan tersebut untuk poin (1)
di atas dibatasi untuk perseorangan bukan anggota parpol maksimal adalah
Rp. 1milyar per tahun anggaran. Pelanggaran atas batas sumbangan ini
menurut pasal 49 dapat dijatuhi hukuman pidana baik bagi para penyumbang
maupun pengurus parpol yang menerima. Untuk penyumbang penjara
maksimal 6 bulan dan denda 2 kali besar sumbangan, sedang untuk penerima
penjara maksimal 1 tahun dan denda 2 kali dana yang diterima, dan dana
sumbangan disita untuk negara.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahar Politik merujuk kepada transaksi di bawah tangan atau illicit deal
yang melibatkan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan
yang diperebutkan (elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang
menjadi kendaraan politiknya, dan juga antarpartai untuk membentuk koalisi
lazim terjadi dan mencederai nilai-nilai demokrasi. Namun, hal itu sulit
dibuktikan. Demikian halnya pembuktian terhadap kasus Mahar Politik sebesar
Rp 40 miliar yang diminta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
kepada Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla
Mattalitti seperti yang dinyatakan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Pramono Ubaid Tanthowi. 12

Mahar politik merupakan pelanggaran dalam Undang-Undang Pilkada,


seharusnya proses pencalonan itu terjadi melalui kesepakatan antara partai politik
dan kandidat yang akan diusung, Kesepakatan itu bisa berupa kesamaan visi
antara pengurus parpol dan kandidat.

Ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 yang diubah dengan UU


Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan, setiap orang atau lembaga
dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik
dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota

12
Estu Surowati, “KPU: Mahar Politik Cederai Demokrasi, tetapi sulit dibuktikan”,
(Online), (dikutip dari http://nasional.kompas.com diakses 19 Januari 2018).

17
Ada pendapat yang menyatakan bahwa akar masalah dari mahar politik
adalah sistem pemilu langsung yang mahal atau high cost, Sebenarnya sistem
pemilu langsung yang digunakan saat ini tujuannya baik, yakni untuk
menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki legitimasi dan kepercayaan
penuh dari rakyat karena pada hakikatnya demokrasi adalah kekuasaan ada di
tangan rakyat. Apalagi sistem pemilihan sebelumnya yang melalui lembaga
perwakilan sangat kental dengan nuansa politik uang dan politik transaksional.

Namun dalam prakteknya, Dikutip dari situs https://acch.kpk.go.id, jumlah


kepala daerah yang melakukan tindak pidana korupsi sejak tahun 2004 hingga 30
November 2017 mencapai 87 orang dengan perincian 18 orang gubernur dan
sisanya 69 orang bupati/wali kota beserta wakilnya. Bahkan sumber lain
menyatakan bahwa dari kurun waktu tahun 2004 hingga akhir tahun 2017
jumlahnya mencapai 90 orang kepala daerah, dengan perincian 18 orang gubernur
dan 72 orang bupati/wali kota beserta wakilnya. 13

Fenomena ini sebenarnya bukan sesuatu yang aneh. Bagaimana tidak


melakukan korupsi (meskipun ini bukan justifikasi) jika untuk menjadi gubernur
seorang calon gubernur harus menyiapkan uang Rp. 300 M sebagai "dana
pemenangan". Jika seorang gubernur menjabat 1 periode atau 5 tahun, ini sama
saja dengan ia harus mendapatkan uang sebesar Rp. 5 M per bulan untuk
mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya saat pencalonan gubernur. Kita
semua tahu bahwa gaji resmi seorang gubernur paling besar hanya puluhan juta
rupiah per bulan sudah termasuk semua tunjangan.

13
INS Saputra, “Solusi Politik Biaya Tinggi”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 20 Januari 2018).

18
B. Saran

Berikut adalah cara-cara pemilihan pejabat publik yang lazim digunakan


yang diadopsi dari pemilihan hakim di Amerika yang telah diterapkan di
Indonesia.14

1. Penujukan secara politis (political appointee), contohnya presiden menunjuk


seorang menteri (oleh karena itu jabatan menteri disebut sebagai jabatan
politis) atau presiden menunjuk kepala lembaga pemerintahan non
kementerian (Kepala Basarnas, BNN, LIPI, BSSN, dll.).

2. Pemilihan yang tidak melibatkan partai politik (nonpartisan election),


contohnya pemilihan calon kepala daerah yang hanya diikuti oleh calon
perseorangan yang tidak berafiliasi dengan partai politik (sering disebut calon
independen) atau pemilihan Ketua MA oleh semua (anggota) hakim agung
berdasarkan voting atau pemungutan suara terbanyak.

3. Pemilihan yang melibatkan partai politik (partisan election), contohnya


pemilihan (paket) ketua DPR oleh anggota DPR yang merupakan
perpanjangan tangan partai politik.

4. Pemilihan berdasarkan merit system. Merit system adalah sistem


penentuan/pemilihan seseorang yang akan menduduki jabatan tertentu
melalui proses seleksi terbuka yang berbasis kualifikasi, kompetensi dan
integritas yang melibatkan beberapa lembaga tertentu sehingga proses seleksi
lebih bermutu, transparan dan akuntabel. Contoh pemilihan pejabat publik
yang menggunakan model merit system adalah pemilihan
pimpinan/komisioner KPK, KPU, dan Bawaslu yang semuanya diawali
dengan seleksi oleh panitia seleksi (pansel).

14
Ibid.

19
Solusi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Menurut pandangan penulis sebaiknya untuk pemilihan presiden dan
wakil presiden tetap dilakukan secara langsung melalui pilpres
(nonpartisan/partisan election). Alasannya adalah karena jabatan presiden dan
wakil presiden hanya ada satu di Indonesia dan pemilihannya pun dilakukan 5
(lima) tahun sekali sehingga biaya yang dikeluarkan relatif tidak terlalu mahal
(apalagi dilakukan secara serentak dengan pemilihan umum legislatif).
Dengan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat juga diharapkan
presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dan legitimasi penuh dari rakyat.

Solusi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur


Menurut UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, seorang gubernur
adalah sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Oleh karenanya maka agar
tercipta sinergitas dan harmonitas hubungan pemerintah pusat dan daerah, maka
sebaiknya gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden (political
appointee) dengan mempertimbangkan usulan dari menteri dalam negeri dan/atau
usulan dari unsur forkopimda (dulu muspida) provinsi selain gubernur (Ketua
DPRD Provinsi, Kajati, Kapolda dan Pangdam). Namun pertimbangan ini tidak
bersifat mengikat karena wewenang sepenuhnya ada di tangan presiden.

Pemilihan Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota


Agar DPRD kabupaten/kota tidak terus-menerus dicurigai melakukan
praktek politik uang dan politik transaksional, maka untuk pemilihan bupati/wali
kota sebaiknya menggunakan model merit system seperti pemilihan komisioner
KPK, KPU, Bawaslu sehingga diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang
memiliki integritas yang tinggi serta kemampuan atau kompetensi yang memadai.
Pemilihan diawali dengan membuat tim panitia seleksi (pansel) yang dibentuk
oleh gubernur dan beranggotakan 7 (tujuh) atau 9 (sembilan) orang dari kalangan
profesional, praktisi, akademisi, dan tokoh masyarakat.

20
Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan praktek politik uang
dan politik transaksional yang kerap terjadi. Dengan sistem seleksi ini, setidaknya
ada tiga stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat yakni publik melalui
partisipasi publik, gubernur dan DPRD. Bahwa kemudian sistem ini mungkin
masih memiliki kekurangan, pastinya ya, karena harus diakui pula bahwa sebagus
apa pun sistem yang dibuat dan digunakan namun jika tidak disertai dengan niat
yang baik dan moralitas yang tinggi dari pengguna atau pelaksananya maka sistem
tersebut akan sia-sia.

Dalam hierarki perundang-undangan negara kita, UUD 1945 menduduki


urutan pertama diikuti oleh Ketetapan MPR , UU/Perpu, PP, Perpres dan aturan di
bawahnya. Namun demikian konstitusi atau UUD 1945 harus sejalan dan senafas
dengan dasar negara Pancasila. Dalam sila keempat Pancasila tegas dinyatakan
bahwa sistem demokrasi kita melalui permusyawaratan/perwakilan. Artinya,
pemilihan kepala daerah melalui lembaga perwakilan (DPRD) tentu sejalan
dengan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai semangat konstitusi kita.

Rakyat yang ingin menyampaikan aspirasinya secara langsung pun masih


memiliki kesempatan secara luas dalam pemilihan presiden dan pemilihan
anggota legislatif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) yang dilakukan
secara langsung dan serentak.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Utsman. “Pengertian Politik Hukum menurut Para Ahli”, (Online), (dikutip dari
http://www.pengertianpakar.com diakses 16 Januari 2018).

Azra, Azyumari. “Mahar Politik, Politik Mahar”, (Online), (dikutip dari


http://nasional.kompas.com diakses 16 Januari 2018).

Balianzahab, “Apa Politik Hukum Itu”, (Online), (dikutip dari https://balianzahab.wordpress.com


diakses 16 Januari 2018)

Desnikia, Seisha. “La Nyalla: Prabowo Tanya Saya, ‘Sanggup Rp 200 Miliar?”, (Online), (dikutip
dari https://news.detik.com diakses 16 Januari 2018).

Fadhilah, Umi Nur. “Pengamat: Mahar Politik diatur dalam UU Pilkada”, (Online), (dikutip dari
http://www.republika.co.id diakses 17 Januari 2018).

Ihsanuddin, “PKS: Mahar Politik Konsekuensi Sistem”, (Online), (dikutip dari


http://nasional.kompas.com diakses 17 Januari 2018).

Irawan, “Balada Mahar Politik Parpol, Antara ada dan tiada”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 18 Januari 2018).

Mursid, Fauziah. “Ini defenisi Mahar Politik Versi Fadli Zon”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.republika.co.id diakses 16 Januari 2018).

Nasution, Mirza. Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Medan:puspantara,


2015), hal 9-10

Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”,
(Online), (dikutip dari https://www.scribd.com diakses 16 Januari 2018)

Sjafei, Edy Supriatna. “Adakah kesamaan Mahar Nikah dan Mahar Politik”, (Online), (dikutip
dari https://www.kompasiana.com diakses 16 Januari 2018).

Surowati, Estu. “KPU: Mahar Politik Cederai Demokrasi, tetapi sulit dibuktikan”, (Online),
(dikutip dari http://nasional.kompas.com diakses 19 Januari 2018).

Saputra, INS. “Solusi Politik Biaya Tinggi”, (Online), (dikutip dari https://www.kompasiana.com
diakses 20 Januari 2018).

22

Anda mungkin juga menyukai