1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Seisha Desnikia, “La Nyalla: Prabowo Tanya Saya, ‘Sanggup Rp 200 Miliar?”,
(Online), (dikutip dari https://news.detik.com diakses 16 Januari 2018).
3
Mahar Politik sendiri memiliki makna yang plural, Basuki Tjahaja
Purnama atau “Ahok menyatakan bahwa Mahar Politik adalah Ongkos yang
dikeluarkan untuk menutupi biaya menggerakkan parpol sejak dari tingkat bawah
sampai ke atas. Namun banyak kalangan tampak lebih memersepsikan soal mahar
dengan praktik ”jual beli” dukungan antara calon dalam pilkada atau pilgub (juga
dalam pileg dan pilpres) dengan parpol”. 2
Dari sudut sentimen keislaman, pergeseran makna dan konsep mahar yang
semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan karena dapat menimbulkan
persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam. Agaknya
kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam
politik Indonesia.
2
Azyumari Azra, “Mahar Politik, Politik Mahar”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.kompas.com diakses 16 Januari 2018).
4
Dalam praktik politik Indonesia lebih satu dasawarsa terakhir, istilah
mahar politik dipahami publik sebagai transaksi di bawah tangan atau illicit deal
yang melibatkan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan
yang diperebutkan (elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang
menjadi kendaraan politiknya.
5
Kenyataan bahwa mesin Partai Politik memerlukan anggaran besar untuk
bergerak terutama semasa Pemilu tidak dapat dipungkiri. Seperti sebuah Taksi
antara Pemesan dan Kendaraan keduanya saling mempengaruhi. Demikian halnya
antara seseorang yang berkeinginan menjadi Calon Kepala Daerah memerlukan
Partai Politik untuk melaju menggapai asanya, walaupun masih ada kesempatan
yang diberikan untuk melaju melalui jalur perseorangan (independen) seperti yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Gejala adanya donor murah hati di Indonesia juga selalu muncul dalam
rumor politik sepanjang musim pileg, pilpres, dan pilkada. Bahkan di Indonesia—
seperti juga di Amerika Serikat—selalu ada donor dari kalangan korporasi yang
memasang kakinya di semua calon. Siapa pun yang menang, donor tetap melekat
dengan kekuasaan. mahar politik jelas menimbulkan penyimpangan dalam
demokrasi. Jika demokrasi adalah kepentingan rakyat, mahar politik membuat
demokrasi lebih berorientasi pada pihak pemberi mahar, baik parpol maupun
donor korporasi.
Karena itu, bisa diharapkan, pemegang jabatan publik yang terlibat mahar
politik cenderung mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan berbagai pihak
terkait langsung daripada kepentingan publik. Hasilnya, demokrasi gagal dalam
meningkatkan kehidupan politik, juga dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Mahar Politik memunculkan politik biaya tinggi—menjadi ”investasi” sangat
mahal bagi setiap aspiran politik. Investasi perlu dikembalikan, dan ini
mendorong merajalelanya korupsi.
Politik Hukum sebagai salah satu bagian dari ilmu hukum bertugas untuk
melihat perubahan – perubahan mana yang perlu diadakan terhadap hukum yang
ada agar memenuhi kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan masyarakat.
Dengan objek kajian Politik Hukum adalah Hukum, Oleh karena itu maka penulis
tertarik untuk mengangkat judul “Kajian Politik Hukum tentang Hukum Mahar
Politik di Indonesia”.
6
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Politik Hukum?
2. Pengertian dari Mahar Politik?
3. Bagaimana kondisi Mahar Politik di Indonesia?
4. Bagaimana Hukum Mahar Politik di Indonesia?
7
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa pengertian politik hukum menurut para ahli, Kata Politik
Hukum terdiri dari Politik dan Hukum. Politik adalah The Art Of Possibilities
(seni dari kemungkinan), het kiezen van alternatieven (memilih alternatif).
Menurut C.F. Strong : Political science is the science of the state (Ilmu politik
adalah ilmu negara).
3
Mirza Nasution, Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Medan:puspantara, 2015), hal 9-10.
4
Balianzahab, “Apa Politik Hukum Itu”, (Online), (dikutip dari
https://balianzahab.wordpress.com diakses 16 Januari 2018).
8
Menurut L. J. Van Apeldorn:
Politik hukum sebagai politik perundang – undangan.
Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang –
undangan. (pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis
saja)
5
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”,
(Online), (dikutip dari https://www.scribd.com diakses 16 Januari 2018).
9
Hukum yang berlaku sekarang, yang berlaku diwaktu yang lalu,
maupun yang seharusnya berlaku diwaktu yang akan datang.
Politik Hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia.Legal policy mengenai
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan
terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan.
10
Kata mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al-Mahr, jamaknya Muhur dan
muhurah. Sedangkan menurut bahasa, kata al-mahr bermakna al-Sadaq yang
dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "maskawin", yaitu pemberian segala
sesuatu kepada seseorang perempuan yang akan dijadikan istri. 7
Kedua, mahar adalah pemberian yang wajib diberikan dan dinyatakan oleh
calon suami atas calon istrinya di dalam sighat akad nikah yang merupakan tanda
persetujuan, kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri.
Ketiga, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria pada calon
mempelai wanita baik berbentuk barang, uang, maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
7
Edy Supriatna Sjafei, “Adakah kesamaan Mahar Nikah dan Mahar Politik”, (Online),
(dikutip dari https://www.kompasiana.com diakses 16 Januari 2018).
11
Jika melihat makna mahar dalam kontek sebagai pemberian untuk
menjadi anggota partai atau belajar maka kini maknanya sudah bergeser luas.
Mahar tak lagi bermakna sebatas dalam kontek pemberian calon pengantin lelaki
kepada pasangannya, tetapi juga bisa sebagai pemberian atau berupa sogokan
dan seterusnya untuk mendapat restu/dukungan.
8
Fauziah Mursid, “Ini defenisi Mahar Politik Versi Fadli Zon”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.republika.co.id diakses 16 Januari 2018).
9
Umi Nur Fadhilah, “Pengamat: Mahar Politik diatur dalam UU Pilkada”, (Online),
(dikutip dari http://www.republika.co.id diakses 17 Januari 2018).
12
Menurut Suhud Alynudin, Sekretaris DPP PKS Bidang Polhukam 10
Mahar Politik merupakan sebuah konsekuensi dari sistem demokrasi yang
ada di Indonesia, yaitu setiap warga negara dapat memilih langsung
pemimpinnya. Akibat dari sistem itu, muncul biaya untuk membayar
ongkos kampanye dan saksi pada pemungutan suara
Dari sudut sentimen keislaman, pergeseran makna dan konsep mahar yang
semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan karena dapat menimbulkan
persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam. Agaknya
kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam
politik Indonesia.
10
Ihsanuddin, “PKS: Mahar Politik Konsekuensi Sistem”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.kompas.com diakses 17 Januari 2018).
13
C. Kondisi Mahar Politik di Indonesia
Keberadaan Mahar Politik masih seperti ada dan tiada, Dalam praktik
politik Indonesia lebih satu dasawarsa terakhir, istilah mahar politik dipahami
publik sebagai transaksi di bawah tangan atau illicit deal yang melibatkan
pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan yang diperebutkan
(elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang menjadi kendaraan
politiknya, dan juga antarpartai untuk membentuk koalisi.
11
Irawan, “Balada Mahar Politik Parpol, Antara ada dan tiada”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 18 Januari 2018).
14
“Mahar” yang dimaksud, diberikan secara berjenjang. Dimulai dari
penjaringan di Kabupaten/ Kota yang melibatkan pengurus anak cabang
(Kecamatan), biasanya dikemas dalam Musyawarah Anak Cabang atau Raker
Anak Cabang agar menetapkan Cakada tertentu. Dari penetapan tersebut,
dilakukan Musyawarah Cabang, Rakercab, Konfercab atau istilah lain guna
mengeluarkan rekomendasi pencalonan.
Dalam Pilkada langsung, pergerakan politik sedikit saja, pasti ada biaya
yang timbul. Tanpa dana, operasional partai politik terganggu. Bukankah dalam
kampanye Dari mulai sekedar mengumpulkan foto copi KTP dukungan,
rekomendasi, panggung, kampanye alat peraga dan semuanya tak ada yang gratis.
Belum lagi, biaya lobi untuk meraih suara. Dana untuk mahar politik itu sangat
besar, karena di situ bekerja mesin-mesin pencitraan.
15
D. Hukum Mahar Politik di Indonesia
Ada dua hal tentang Mahar Politik, yang termasuk dalam golongan
sumbangan ke parpol secara umum, diatur dalam UU No 2 Tahun 2011 yang
merupakan perubahan terhadap UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
sebagai berikut :
1). Pasal 34 ayat 1b yang menyatakan bahwa keuangan Partai Politik bersumber
dari sumbangan sah menurut hukum. Pengertian sah ini menurut hukum ini
menyangkut semua hukum yang berlaku di wilayah RI termasuk hukum
tentang korupsi dan pencucian uang (TPPU). Jika parpol, melalui pengadilan,
terbukti menerima sumbangan haram, parpol tersebut bisa dibubarkan.
2). Pasal 35 ayat 1b yang menyatakan bahwa sumbangan tersebut untuk poin (1)
di atas dibatasi untuk perseorangan bukan anggota parpol maksimal adalah
Rp. 1milyar per tahun anggaran. Pelanggaran atas batas sumbangan ini
menurut pasal 49 dapat dijatuhi hukuman pidana baik bagi para penyumbang
maupun pengurus parpol yang menerima. Untuk penyumbang penjara
maksimal 6 bulan dan denda 2 kali besar sumbangan, sedang untuk penerima
penjara maksimal 1 tahun dan denda 2 kali dana yang diterima, dan dana
sumbangan disita untuk negara.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahar Politik merujuk kepada transaksi di bawah tangan atau illicit deal
yang melibatkan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan
yang diperebutkan (elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang
menjadi kendaraan politiknya, dan juga antarpartai untuk membentuk koalisi
lazim terjadi dan mencederai nilai-nilai demokrasi. Namun, hal itu sulit
dibuktikan. Demikian halnya pembuktian terhadap kasus Mahar Politik sebesar
Rp 40 miliar yang diminta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
kepada Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla
Mattalitti seperti yang dinyatakan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Pramono Ubaid Tanthowi. 12
12
Estu Surowati, “KPU: Mahar Politik Cederai Demokrasi, tetapi sulit dibuktikan”,
(Online), (dikutip dari http://nasional.kompas.com diakses 19 Januari 2018).
17
Ada pendapat yang menyatakan bahwa akar masalah dari mahar politik
adalah sistem pemilu langsung yang mahal atau high cost, Sebenarnya sistem
pemilu langsung yang digunakan saat ini tujuannya baik, yakni untuk
menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki legitimasi dan kepercayaan
penuh dari rakyat karena pada hakikatnya demokrasi adalah kekuasaan ada di
tangan rakyat. Apalagi sistem pemilihan sebelumnya yang melalui lembaga
perwakilan sangat kental dengan nuansa politik uang dan politik transaksional.
13
INS Saputra, “Solusi Politik Biaya Tinggi”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 20 Januari 2018).
18
B. Saran
14
Ibid.
19
Solusi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Menurut pandangan penulis sebaiknya untuk pemilihan presiden dan
wakil presiden tetap dilakukan secara langsung melalui pilpres
(nonpartisan/partisan election). Alasannya adalah karena jabatan presiden dan
wakil presiden hanya ada satu di Indonesia dan pemilihannya pun dilakukan 5
(lima) tahun sekali sehingga biaya yang dikeluarkan relatif tidak terlalu mahal
(apalagi dilakukan secara serentak dengan pemilihan umum legislatif).
Dengan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat juga diharapkan
presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dan legitimasi penuh dari rakyat.
20
Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan praktek politik uang
dan politik transaksional yang kerap terjadi. Dengan sistem seleksi ini, setidaknya
ada tiga stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat yakni publik melalui
partisipasi publik, gubernur dan DPRD. Bahwa kemudian sistem ini mungkin
masih memiliki kekurangan, pastinya ya, karena harus diakui pula bahwa sebagus
apa pun sistem yang dibuat dan digunakan namun jika tidak disertai dengan niat
yang baik dan moralitas yang tinggi dari pengguna atau pelaksananya maka sistem
tersebut akan sia-sia.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Utsman. “Pengertian Politik Hukum menurut Para Ahli”, (Online), (dikutip dari
http://www.pengertianpakar.com diakses 16 Januari 2018).
Desnikia, Seisha. “La Nyalla: Prabowo Tanya Saya, ‘Sanggup Rp 200 Miliar?”, (Online), (dikutip
dari https://news.detik.com diakses 16 Januari 2018).
Fadhilah, Umi Nur. “Pengamat: Mahar Politik diatur dalam UU Pilkada”, (Online), (dikutip dari
http://www.republika.co.id diakses 17 Januari 2018).
Irawan, “Balada Mahar Politik Parpol, Antara ada dan tiada”, (Online), (dikutip dari
https://www.kompasiana.com diakses 18 Januari 2018).
Mursid, Fauziah. “Ini defenisi Mahar Politik Versi Fadli Zon”, (Online), (dikutip dari
http://nasional.republika.co.id diakses 16 Januari 2018).
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”,
(Online), (dikutip dari https://www.scribd.com diakses 16 Januari 2018)
Sjafei, Edy Supriatna. “Adakah kesamaan Mahar Nikah dan Mahar Politik”, (Online), (dikutip
dari https://www.kompasiana.com diakses 16 Januari 2018).
Surowati, Estu. “KPU: Mahar Politik Cederai Demokrasi, tetapi sulit dibuktikan”, (Online),
(dikutip dari http://nasional.kompas.com diakses 19 Januari 2018).
Saputra, INS. “Solusi Politik Biaya Tinggi”, (Online), (dikutip dari https://www.kompasiana.com
diakses 20 Januari 2018).
22