Anda di halaman 1dari 14

ARGUMENTUM, VOL. 10 No.

1, Desember 2010

USAHA PENERTIBAN DAN PEMBINAAN


PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN LUMAJANG
Henny Purwanti dan Misnarti
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang ABSTRAK
PKL merupakan sektor informal yang meskipun membebani,
namun merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk membina
serta melindunginya. Pembinaan PKL akan meningkatkan
penggalian dana dalam rangka penerimaan daerah sekaligus
mengembangkan kekuatan ekonomi rakyat kecil. Selain itu,
pemerintah daerah juga melakukan penertiban yang acapkali
terjadi kekerasan di dalamnya. Dalam kenyataannya, Pemkab
Lumajang tidak konsisten dalam penegakan Perda No. 8 Tahun
2006 tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kab. Lumajang.
Kata Kunci: Penertiban, Pembinaan, Pedagang Kaki Lima.
A. PENDAHULUAN
Pedagang kaki lima telah (PKL)1 memberikan inspirasi tentang
adanya jiwa kewirausahaan. Apabila PKL ada di seluruh belahan dunia
berarti jiwa kewirausahaan bersifat universal. Akan tetapi tidak semua
orang yang melakukan kegiatan usaha melalui PKL menjadi pelaku usaha
yang berhasil. Namun mereka yang berhasil pada umumnya bertumpu di
atas fondasi kegagalan.
PKL sebagai bagian dari usaha sektor informal dapat dijelaskan
melalui ciri-ciri (a) pedagang kadang juga produsen, (b) menetap
dan ada yang bergerak dalam menjajakan dagangan, (c)
umumnya bermodal kecil, (d) juga merupakan lembaga sosial
(Kartini Kartono dkk, 1980: 3-7).2
Masalah PKL selalu menjadi hal yang menarik untuk diteliti. PKL
selalu menjadi polemik di berbagai kalangan, baik di kalangan masyarakat
maupun di kalangan pemerintah. Keberadaannya sering berhubungan
dengan masalah penertiban dan penggusuran seolah telah menjadi satu
1

PKL diartikan sebagai orang yang hidup yang bermata pencaharian


sebagai pedagang yang dilakukan secara berpindah-pindah atau tidak menetap di
suatu tempat. Lihat Nur Samsi (2002) Analisis Pemahaman Pedagang Kaki
Lima (PK-5) Terhadap Ketertiban Umum di Kecamatan Lumajang Kabupaten
Lumajang. Skripsi. STIH Jenderal Sudirman, Lumajang, hal. 8.
2
http://74.125.153.132/search?q=cache:p8m0zblkKJ8J:images.somarno.
multipley.com.

29

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


mata rantai tak terpisahkan. Upaya penertiban yang dilakukan oleh aparat
pemerintah sering berakhir dengan bentrokan dan mendapat perlawanan
fisik dari PKL. Menurut Satjipto Rahardjo, Ketertiban adalah sesuatu yang
dinamis. Ketertiban dan kekacauan sama-sama ada dalam asas proses
sosial yang bersambungan (continuum).3 Keduanya tidak berseberangan,
tetapi sama-sama ada dalam sati asas kehidupan sosial. Ketertiban
bersambung dengan kekacauan dan kekacauan membangun ketertiban
baru, demikian seterusnya. Dalam ketertiban ada benih-benih kekacauan,
sedangkan dalam kekacauan tersimpan bibit-bibit ketertiban. Keduanya
adalah sisi-sisi dari mata uang yang sama.4
Pemerintah daerah masih banyak mengalami kendala dalam
mengatasi masalah PKL. Bagi pemerintah daerah sendiri, dalam setiap
kebijakan yang ingin dilaksanakan harus melalui satu atau lain bentuk
perundang-undangan. Sehingga nantinya kebijakan tersebut dapat
dipahami oleh masyarakat juga pihak yang berkaitan dengan kebijakan
tersebut.5 Dalam rangka mewujudkan arah kebijakan tersebut di atas,
pembentukan peraturan perundang-undangan diharapkan dapat
menciptakan harmonisasi yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Penggusuran PKL sebetulnya tidak perlu terjadi bila Perda dan
penegakannya (law enforcement) sudah memadai. Inti dan arti penegakan
hukum terletak pada kegiatan menyelesaikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.6
Fenomena PKL beserta pembinaan dan penertibannya demikian
itu juga terjadi di Kabupaten Lumajang. Salah satu upaya untuk melakukan
penertiban dan pembinaan tersebut adalah dengan mengeluarkan
peraturan dalam bentuk Perda. Tampaknya penerapan Perda Nomor 8
Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Lumajang menimbulkan kontroversi di tengah-tengah
masyarakat. Relokasi PKL yang berada di Taman Mini dan area seputar
Alun-Alun Lumajang ada unsur politik. Sementara dari aparat pemerintah
beralasan perelokasian ini murni dilakukan karena keberadaan PKL di
3

Satjipto Rahardjo (2006) Membedah Hukum Progresif. Kompas,


Jakarta, hal. 85.
4
Ibid
5
Satjipto Rahardjo (1996) Ilmu Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung,
hal. 91.
6
Soerjono Soekamto (1983) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 5.

30

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


seputar jalan Alun-alun Lumajang dianggap tidak sesuai dengan tata ruang
kota dan relokasi tersebut telah sesuai dengan Perda.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka upaya penertiban
dan pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang perlu untuk dikaji dan diteliti
lebih dalam.
B. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
yang bersifat yuridis sosiologis, yang dikaji berdasarkan sosiologi hukum.
Pendekatan ini dipakai karena peneliti bermaksud untuk memperoleh
gambaran yang mendalam tentang upaya penertiban dan pembinaan yang
dilakukan pemerintah di Kabupaten Lumajang, khususnya tentang
perelokasian PKL di area seputar Alun-alun Lumajang dan Taman Mini
serta pendapat dari PKL yang berada di lokasi tersebut.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C.1. Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dalam UUD 1945
Ketentuan perlindungan hukum bagi para PKL terdapat pada
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal
tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk
bekerja dalam bidang apapun selama tidak bertentangan dengan Undangundang agar dapat mencukupi kebutuhan hidup bagi keluarganya
sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak dan pantas dalam
masyarakat. Apabila kehidupan masyarakatnya telah mencukupi, pemerintah tidak akan kesulitan dalam memperbaiki ekonomi negara. Hal
tersebut dapat terwujud bila pemerintah mampu mengatasi masalah
pedagang kaki lima dengan bujak dan santun.
Pasal 34 UUD 1945 juga menyebutkan:
1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam Undang-undang.
Mengacu pada Pasal 34 tersebut, khususnya ayat 2 dan 3 sudah
seharusnya pemerintah bertanggung jawab atas warga negara yang
berada di bawah garis kemiskinan melalui cara-cara pemberdayaan
31

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


terhadap masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat sebagai manusia.
Pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap
warganya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 71 dan 72 Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pada pasal 71
dijelaskan Pemerintah wajib dan bertanggung jawaqb menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur
dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan
hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara
Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah kembali
disebutkan pada Pasal 72 bahwa kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah
implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan keamanan negara dan bidang lainnya.
Mengenai hak-hak yang termasuk kategori hak ekonomi dan sosial
mencakup hak-hak: a. hak untuk bekerja; b. hak untuk mendapatkan upah
yang sama; c. hak untuk tidak dipaksa bekerja; d. hak untuk cuti; e. hak
atas makanan; f. hak atas perumahan; g. hak atas kesehatan; dan h. hak
atas pendidikan.7
C.2. Perda No. 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan PKL
di Kabupaten Lumajang.
Perda Nomor 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang dikeluarkan sebagai wujud
kebijakan pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Lumajang untuk menertibkan para PKL di Kabupaten Lumajang. Perda
tersebut dibentuk atas inisiatif dan prakarsa dari Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Lumajang dan tercantum dalam materi pokok mengenai
pengaturan penertiban dalam Lembaran Daerah Seri E No. 8 Tahun 2006
tertanggal 22 Mei 2006.8
Salah satu bentuk pembinaan terhadap para PKL tersebut adalah
dengan pendataan oleh instansi terkait serta pejabat yang ditunjuk, dan
pemberian bimbingan serta penyuluhan secara berkesinambungan
kepada para PKL. Namun dalam faktanya tidak semua PKL merasa telah
mendapat pembinaan dari aparat pemerintah. Bahkan banyak PKL merasa
tidak ada pembinaan secara nyata terhadap keberadaannya. Sementara
salah satu upaya penertiban dilakukan Pemerintah Kabupaten Lumajang
dengan perelokasian tempat berjualan para PKL. Perelokasian dalam
7

Jimly Asshidiqie (2010) Konstitusi Ekonomi. Kompas, Jakarta, hal.

http://www.Lumajang.go.id/perda.htm

264.

32

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


rangka penertiban PKL terkesan hanya terfokus pada PKL yang ada di
daerah Alun-alun Lumajang saja. Maka wajar bila sebagian PKL merasa
tidak puas dengan isi Perda serta kebijakan pemerintah tersebut yang
dianggap hanya menjalankan hukum secara setengah-setengah tanpa
memandang nilai-nilai keadilan yang seharusnya ada dalam setiap hukum
di Indonesia.
Dalam Perda Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 3 disebutkan bahwa PKL
dilarang:
a. melakukan kegiatan usahanya di Jalan Alun-alun Lumajang dan
daerah sekitarnya, trotoar, jalur hijau, stren sungai dan atau
fasilitas umum di Kabupaten Lumajang, kecuali kawasan tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
b. melakukan kegiatan usahanya dengan mendirikan tempat usaha
yang bersifat semi permanen dan atau permanen;
c. melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan kerugian dalam hal
keamanan, ketertiban, kebersihan, kesehatan, kerapian, dan
keindahan;
d. menggunakan lahan yang melebihi ketentuan yang telah diijinkan
oleh Bupati dan/atau wakil pejabat yang ditunjuk;
e. menelantarkan dan atau membiarkan kosong tanpa kegiatan
secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan.
C.3. Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang
Kondisi ekonomi di Kabupaten Lumajang semakin lama semakin
tak menentu, membuat sebagian besar masyarakat Kabupaten Lumajang
harus berusaha lebih keras agar dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan juga keluarganya. Di tambah lagi dengan sulitnya
memperoleh lapangan pekerjaan yang layak, maka tidak mengherankan
bila jumlah pedagang kaki lima di Kabupaten Lumajang semakin hari
semakin meningkat.
Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah PKL di Kabupaten Lumajang
menurut data yang diperoleh dari Asosiasi PKL di Kabupaten Lumajang,
pada tahun 2001 jumlah PKL yang berada di Kabupaten Lumajang
sebesar 178 orang, kemudian pada tahun 2002 menjadi 236 orang. 9 Dari
hal tersebut nampak besar sekali jumlah peningkatannya yaitu lebih kurang
27 persen dari yang semula 178 menjadi 236 orang selama satu tahun.
Pada tahun 2010 jumlah PKL menjadi 450 orang yang telah didata
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang. Jumlah
tersebut belum termasuk para PKL yang berada di trotoar sepanjang Jalan
Raya PB Sudirman Lumajang dan tidak masuk dalam pendataan Dinas
9

Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang Tahun 2007.

33

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lumajang
masih rendah karena masih banyak penduduk di Kabupaten Lumajang
yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar penduduk yang
bekerja sebagai PKL adalah penduduk yang kurang mampu dalam
perekonomian.
Sejak dikeluarkan Perda No. 8 Tahun 2006 pemerintah Kabupaten
Lumajang melarang PKL dan tidak diijinkan berjualan di Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang. Namun PKL tidak mengu\indahkan larangan
tersebut. Sehingga pemerintah harus berusaha lebih keras lagi dalam
mengadakan penertiban terhadap PKL tersebut. Akhirnya pada tahun
2009, pemerintah mulai bertindak tegas terhadap keberadaan PKL di
Taman Mini dan di sekitar Alun-alun Lumajang. Pemerintah kembali
melarang para PKL yang menempati lokasi tersebut dan berusaha untuk
memindahkan PKL ke lokasi yang lain. Larangan tersebut menimbulkan
penolakan dari para pedagang kaki lima yang tidak ingin pindah dari lokasi
Taman Mini dan Alun-alun Lumajang tersebut.
PKL yang berada di Alun-alun Lumajang dan di taman Mini mulai
melakukan perlawanan dengan unjuk rasa kepada Pemerintah Kabupaten
Lumajang sebagai bentuk penolakan terhadap tindakan Pemerintah
Kabupaten Lumajang yang telah melarang PKL untuk berjualan di lokasi
tersebut. PKL menuntut agar agar disediakan lokasi yang baru bila tidak
diijinkan lagi untuk berdagang di Alun-alun Lumajang. PKL bahkan sempat
mengadu kepada DPRD Lumajang untuk memperoleh kepastian tentang
keberadaannya. Akhirnya pada tanggal 4 Agustus 2009, DPRD
memberikan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Bupati Lumajang
selaku pemimpin di Kabupaten Lumajang.
Adapun ini surat rekomendasi tersebut antara lain agar para PKL
tersebut diijinkan berjualan di Alun-alun Lumajang sebelum mendapat
tempat relokasi yang permanen dan representatif. Apabila pemerintah
Kabupaten Lumajang telah siap menyediakan tempat relokasi yang
pemanen dan strategis, maka PKL siap untuk dipindahkan ke tempat
relokasi yang baru. Menanggapi hal tersebut, akhirnya Pemerintah
Lumajang memberikan kelonggaran . PKL diijinkan untuk tetapberjualan
di Alun-alun dan Taman Mini namun hanya pada hari tertentu yang telah
ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang, sampai lokasi baru
selesai didirikan.Selanjutnya di hari tertentu PKL tidak diijinkan untuk
berjualan di area Alun-alun dan Taman Mini Lumajang dan dihimbau untuk
menempati tempat relokasi sementara yang berada di halaman sebelah
Barat Stadion Semeru Lumajang. Hal tersebut berdasarkan pada surat
Keputusan Bupati Lumajang Nomor: 188.45/209/427.12/2009 tanggal 14
34

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


Agustus 2009. tentang Relokasi PKL di Kawasan Alun-alun Lumajang ke
Relokasi sementara di Halaman Sebelah Barat Stadion Semeru
Lumajang..
Lokasi baru yang disediakan oleh Pemerintah Lumajang adalah
area Artagama Lumajang yang terletak di sebelah Barat Stadion Semeru.
Lokasi tersebut dianggap strategis oleh pemerintah karena berada di
sekitar Stadion yang banyak dikunjungi masyarakat. Namun PKL tidak
setuju untuk direlokasi ke lokasi tersebut karena menganggap area
Artagama Lumajang tidak strategis serta jauh dari keramaian. Akhirnya
terjadi kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Lumajang dengan PKL
bahwa PKL tetap dapat berjualan di Alun-alun Lumajang pada hari-hari
tertentu saja.
Setelah pendirian lokasi berdagang baru selesai, para PKL mulai
dilarang berjualan di area Alun-alun Lumajang, dan dihimbau untuk pindah
ke lokasi yang telah disediakan. Namun PKL tetap tidak setuju, hingga
Pemerintah Kabupaten Lumajang melalui Satuan Polisi Pamong Praja
mulai melakukan penertiban terhadap PKL di area Alun-alun Lumajang.
PKL kembali melakukan unjuk rasa. Namun Pemerintah Kabupaten
Lumajang tetap tidak mengijinkan PKL untuk berjualan di Alun-alun
Lumajang dan sekitarnya dengan alasan karena lokasi baru yang dituntut
para PKL sudah selesai dan disediakan. Bahkan Pemerintah Kabupaten
Lumajang menutup lokasi Taman Mini agar para PKL tidak berdagang di
lokasi tersebut. Akhirnya sebagian kecil pedagang kaki lima di Alun-alun
Lumajang yang awalnya menolak direlokasikan ke Artagama, mulai setuju
untuk menempati lokasi tersebut, namunb sebagian besar tersebar ke
tempat-tempat lain. Ada yang berjualan di sekitar tempat tinggalnya, ada
yang berkeliling menjajakan daganganya dan sebagian lagi menempati
lokasi-lokasi yang strategis yang lain.
Awalnya para PKL yang tidak setuju untuk menempati lokasi Area
Artagama, mulai menempati lokasi strategis seperti di sekitar perempatan
dan Jalan Panjautan, namun warga sekitar tidak setuju karena lokasi
tersebut merupakan jalan yang ramai sehingga dengan adanya PKL di
wilayah tersebut, maka pengguna kendaraan menjadi terganggu.
Akhirnya PKL yang menempati lokasi tersebut pindah ke Area
Perumahan Tukum Indah. Sehingga PKL yang berasal dari Taman Mini
dan Alun-alun Lumajang akhirnya menempati dua lokasi yang berbeda.
Sebagian dari PKL pindah ke Area Artagama dan sebagian lagi menempati
Area Perumahan Tukum Indah.
C.3.1. Keberadaan PKL di Area Artagama Lumajang.
Area Artagama (Area Wisata Jalan Gajah Mada) Lumajang
merupakan salah satu tempat PKL yang didirikan dan disediakan oleh
35

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


pemerintah Kabupaten Lumajang bagi para pedagang kaki lima yang telah
direlokasi dari Alun-alun Lumajang dan Taman Mini (Taman Arya Wiraraja)
Lumajang. Area Artagama terletak di Jalan Gajah Mada Lumajang yang
berada di daerah sebelah Barat Stadion Semeru Lumajang atau dikenal
dengan nama Area Toga. Di depan Area Artagama tersebut terdapat
sebuah ruas jalan yang ramai dilewati oleh para pemakai kendaraan
bermotor dan juga para pejalan kaki.
Area Artagama Lumajang ditempati sekitar 135 PKL yang
menempati petak-petak yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten
Lumajang. Berdasarkan pada hasil wawancara dengan Bp. Waluyo dari
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang, pada saat
awal di data jumlah PKL yang terdaftar adalah sebanyak hampir 150
orang pedagang yang menempati 4 petak lokasi berdagang yang tersedia,
tiap petak diisi rata-rata 40 orang PKL.
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan para PKL di area
Artagama, banyak yang mengaku masih baru berjualan di lokasi tersebut
dan bukan PKL yang berasal dari Alun-alun Lumajang. Berdasarkan
wawancara dengan Bu Neto, salah seorang pedagang makanan di
Artagama yang berasal dari Alun-alun Lumajang, jumlah PKL di Alun-alun
Lumajang berkisar 115 PKL. Setelah dilarang berjualan di Alun-alun
Lumajang dan diadakan relokasi, PKL yang menempati Area Artagama
hanya sekitar 15 orang saja sementara sisanya tersebar ke tempat lain
salah satunya Area Perumahan Tukum Indah. Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Lumajang juga menerangkan bahwa pihak Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Lumajang merasa kesulitan dalam
mendata PKL yang berasal dari Alun-alun Lumajang atau PKL baru yang
menempati lokasi Artagama tersebut.
Berdasarkan data dari Disperindag Kab. Lumajang Tahun 2010
dapat diketahui bahwa PKL yang paling banyak adalah berjualan makanan
yaitu berjumlah 63 pedagang atau sekitar 48 % dari 132 jumlah PKL
(seluruh PKL di Artagama.). Sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah
PKL yang berjualan helm yaitu hanya 1 orang atau 0,76%. Para PKL
tersebut banyak yang menjual makanan karena umumnya pengunjung
datang untuk sekedar rekreasi sambil menikmati makanan atau sekedar
berbelanja murah karena di sebelah utaranya ada lokasi tersebut.
Sudahterdapat hutan kota yang cukup rindang yang difungsikan sebagai
tempat bermain bagi anak-anak.
Dari hasil pengamatan nampak bahwa letak PKL yang menempati
lapak-lapak yang telah disediakan juga tidak merata, karena jumlah PKL
yang menempati Petak D hanya sedikit yaitu 7 orang berarti hanya 5 %
sedang yang berada di Petak C paling padat yaitu sebanyak 50 PKL berarti
36

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


38 % berada di Petak C. Hal ini menunjukkan bahwa penataan PKL di
Area Artagama masih belum maksimal, karena lapak-lapak yang tersedia
masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dibiarkan dalam keadaan
kosong.
Berawal dari jumlah PKL yang di data oleh Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Lumajang yang berjumlah 150 PKL. Setelah
diteliti ternyata berkurang menjadi hanya sekitar 132 PKL dan hanya 15
PKL yang berasal dari Alun-alun Lumajang, sementara lainnya adalah PKL
baru. Hal tersebut dikarenakan sebagian PKL yang berasal dari Taman
Mini dan Alun-alun Lumajang tidak setuju dengan relokasi tersebut dengan
alasan tempat yang kurang strategis dan tidak se ramai di Area seputar
Taman Mini dan Alun-alun Lumajang.
C.3.2. Keberadaan PKL di Perumahan Tukum Indah
Perumahan Tukum Indah merupakan lokasi perumahan yang
terletak di sebelah Timur Desa Bagusari dan termasuk dalam wilayah
Kecamatan Tekung. Lokasi PKL tersebut berada tepat di sebelah selatan
pojok Jalan Lintas Timur Lumajang. PKL yang berjualan di Perumahan
Tukum Indah Lumajang merupakan PKL yang berasal dari Alun-alun
Lumajang. Awalnya pemerintah Kabupaten Lumajang bermaksud
melakukan relokasi ke Area Artagama. Namun para PKL tersebut menolak
untuk pindah ke lokasi tersebut dengan alasan lokasi baru yang disediakan
Pemerintah dianggap kurang strategis dan tidak seramai di Taman Mini
dan Alun-alun Lumajang. Sehingga PKL yang berasal dari Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang lebih memilih untuk mencari lokasi berdagang sendiri
yang dianggap strategis daripada di area Artagama.
Jumlah PKL yang menempati area Perumahan Tukum Indah
sekitar 44 PKL yang menjual berbagai macam barang dagangan. Sebagian
PKL yang menempati lokasi Perumahan Tukum Indah adalah PKL yang
berasal dari Taman Mini dan Alun-alun Lumajang. Dari 44 PKL dapat
diketui bahwa PKL yang paling banyak adalah penjual makanan sebanyak
16 orang berarti 36 % dari 44 orang PKL yang berada di Perumahan
Tukum Indah berjualan makanan. Sedangan yang berjualan alat dapur dan
ikan hias masing-masing sama hanya 1 orang, berarti sekitar 2,3 % saja.
Jumlah tersebut belum termasuk PKL yang telah menyebar ke
lokasi lainnya. Umumnya, para PKL yang berasal dari Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang lebih memilih menjajakan barang dagangannya
dengan cara berkeliling dari tempat satu ke tempat lain daripada harus
menempati satu lokasi saja. Namun terkadang para PKL tersebut juga
menempati lapak-lapak yang berada di Area Perumahan Tukum Indah.
Dengan berbagai alasan PKL untuk menolak direlokasi lebih
memilih lokasi Perumahan Tukum Indah daripada harus menempati lokasi
37

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


Artagama yang telah disediakan Pemerintah Kabupaten Lumajang. Namun
keberadaan para PKL di Area Perumahan Tukum Indah juga masih belum
ada kepastian karena lokasi yang digunakan, awalnya merupakan sub
terminal yang sewaktu-waktu akan difungsikan kembali.
C.4. Penerapan Perda Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Penertiban dan
Pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang
C.4.1. Penerapan Perda Terhadap Masyarakat Kabupaten Lumajang
Masyarakat di Kabupaten Lumajang umumnya tidak begitu
memahami Perda Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Penertiban dan
Pembinaan PKL di Kab. Lumajang tersebut. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa narasumber, masyarakat hanya mengetahui bahwa PKL
di Taman Mini dan seputar Alun-alun Lumajang telah pindah lokasi yang
baru yaitu Area Artagama Lumajang. Umumnya masyarakat tidak
mengetahui tentang pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2006. namun
dengan direlokasikannya PKL yang berada di taman Mini dan sekitar Alunalun Lumajang mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat. Ada
yang pro dan ada yang kontra. Yang tidak setuju bila PKL dipindah ke
Artagama menyatakan alasannya karena Taman Mini dan Alun-alun
Lumajang sering dikunjungi wisatawan baik dari dalam maupun dari luar
kota Lumajang. Karena biasanya sambil rekreasi warga juga dapat
membeli makanan sebagai pelengkap selama ngobrol atau ketika sedang
berekreasi bersama putra-putrinya maupun keluarganya. Ibu Ratna
memberikan saran agar PKL tidak direlokasi tapi cukup ditata dan
dirapikan saja seperti yang terjadi di daerah lain. Sebaliknya menurut Sdr.
Sarwo menyatakan bahwa PKL memang seharusnya dipindahkan agar
Taman Mini dan Alun-alun Lumajang menjadi bersih dan indah serta
tampak hijau dan rindang.
Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menaungi
keberadaan para PKL di Taman Mini dan Alun-alun Lumajang. Salah
satunya adalah LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) yang
dengan gigih berusaha mempertahankan agar para PKL yang berada di
Taman Mini dan sekitar Alun-alun Lumajang tetap berdagang di lokasi
tersebut, karena mereka beranggapan bahwa warga punya hak untuk
berusaha mempertahankan hidup dan kehidupannya tanpa adanya
tekanan dari pihak manapun tak terkecuali pemerintah. Bahkan para PKL
menganggap bahwa LSM tersebut lebih memahami masyarakat kecil
daripada pemerintah sendiri.
Hal tersebut sebagaimana yang ada dalam UU Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 38 angka 1 menyebutkan
bahwa setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan
38

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak. Demikian juga pada
angka 32 disebutkan
bahwa setiap orang berhak bebas memilih
pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat
ketenagakerjaan yang adil.
C.4.2. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai Pelaksana Perda
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lumajang bertugas
menertibkan para PKL yang berada du Kabupaten Lumajang. Sebagai
salah satu upaya relokasi terhadap PKL yang berada di wilayah Taman
Mini dan seputar Alun-alun Lumajang, Satpol PP memegang peranan
untuk menertibkan PKL yang berada di lokasi tersebut. Walaupun cara
yang dipakai dalam penertiban tersebut identik dengan kekerasan, Satpol
PP Lumajang beralasan bahwa mereka hanya melakukan Perda yang ada.
Menurut salah satu staf di Kantor Satpol PP Lumajang: tidak
seharusnya PKL menyalahkan Satpol PP jika sampai muncul kekerasan
dalam upaya penertiban yang dilakukan di Taman Mini dan sekitar Alunalun Lumajang. Karena satpol PP hanya berusaha menegakkan Perda
yang telah dibentuk oleh DPRD beserta Pemerintah Kab. Lumajang.
Karena Satpol PP sebagai pelaksana, bukan pembuat atau pembentuk
Perda tersebut. Jika PKL tidak puas dengan isi perda tersebut, maka PKL
harus berdialog dengan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lumajang
selaku pembuat Perda tersebut.
Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari salah satu LSM
yang menaungi PKL, Satpol PP Kab. Lumajang menjelaskan dan
mengklarifikasi mengenai beberapa tindakan yang berkaitan dengan
relokasi antara lain :
1. Satpol PP melaksanakan tugas untuk mengendalikan para PKL agar
tidak berjualan di sembarang tempat yang dapat mengganggu bahkan
merampas hak masyarakat lain. Oleh karena itu, berdasarkan UU No.
32 Tahun 2004 jo PP 32 Tahun 2004 Satpol PP diberi kewenangan
oleh Pemerintah cq Kab. Lumajang guna memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat.
2. Tugas Satpol PP memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan
ketertiban umum, serta menegakkan Perda dan Peraturan Bupati.
Oleh karena Satpol PP sebagai unsur pelaksana teknis daerah, maka
bertanggung jawab kepada Bupati melalui sekretaris daerah.
Berdasarkan hasil audiensi dengan korlap PKL di seputar Alun-alun
tgl. 8 Juni 2009 di ruang Mahameru, disepakati bahwa Satpol PP untuk
segera merelokasi lokasi usaha para PKL dari Taman Mini dan sekitar
Alun-alun Lumajang ke halaman Stadion Semeru sebelah Barat
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a)
Mewujudkan tata ruang yang harmonis;
39

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


b)
Tersedianya fasilitas umum dan sosial;
c)
Memberikan kepastian usaha bagi PKL;
d)
Meningkatkan ekonomi masyarakat.
3. Salah satu tugas Satpol PP adalah menegakkan Perda, salah satunya
adalah Perda No. 8 Tahun 2006 Tentang Penertiban dan Pembinaan
PKL di Kab. Lumajang, khususnya pasal 3 (1) huruf a disebutkan
bahwa PKL dilarang melakukan kegiatan usahanya di Alun-alun
Lumajang dan sekitarnya, trotoar, jalur hijau, stren sungai, dan atau
fasilitas umum, kecuali di kawasan tertentu yang ditetapkan dengan
peraturan Bupati Lumajang.
4. Dasar tindakan instansi Satpol PP terkait pemasangan pengumuman
(plak pengumuman) di depan Taman Mini adalah wujud atau
visualisasi kepada PKL dalam bentuk sosialisasi sebagaimana
diamanatkan delam Perda No. 26 Tahun 2007 Tentang Sistem
Operasional dan Tata Kerja Satpol PP.
5. Terkait upaya relokasi PKL di Taman Mini adalah berdasarkan Perda
No. 8 tahun 2006 Tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kab.
Lumajang, dan Perda No. 26 Tahun 2007 Tentang Sistem Operasional
dan tata Kerja Satpol PP dikuatkan dengan surat Gubernur
111.1/983/303/2008 tanggal 31 Des Tahun 2008 Tentang Pembinaan
PKL. Juga hasil rapat bersama di Kantor Bappekab untuk merelokasi
PKL di Taman Mini dan seputar Alun-alun Lumajang.
6. Terkait Relokasi PKL di Taman Mini adalah berdasarkan Perda No. 8
Tahun 2006 Pasal 3 (1) karena Taman Mini diperuntukkan sebagai
fasilitas umum, rekreasi anak-anak.
7. Dasar pemasangan papan pengumuman dan upaya relokasi PKL di
Taman Mini merupakan visualisasi Satpol PP sebagaimana tertuang
dalam Perda No. 8 Tahun 2006 untuk melakukan pembinaan dan di
dalamnya ada unsur sosialisasi.
8. Terkait relokasi PKL yang berada di Dalam Taman Mini berdasarkan
pada UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 sebagaimana sesuai
dengan tahapan yang dilalui pada awal tanggal 8 Juli 2009
melaksanakan audiensi dan hasilnya ditindak lanjuti pada hari Kamis
tgl. 11 Juni 2009 dengan sosialisasi bersama seluruh PKL yang ada di
taman Mini dan seputar Alun-alun lumajang, Jalan Abu Bakar, Jalan
Cokro Sudjono dan Jalan Imam Sujai.
9. Satpol PP telah melakukan sosialisasi sebanyak 2 kali dengan dihadiri
seluruh PKL, sedangkan terkait dengan permodalan sudah diusulkan
kepada Bupati melalui Surat Satpol PP pada tgl. 11 Juni 2009.
Klarifikasi tersebut terdapat dalam berita acara LSM GMBI
Distrik Lumajang No. 51 A.KLA/PK5/GMBI/DPD-LMJG/VI/2009 perihal
40

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


klarifikasi dan tindakan. Demikian hasil klarifikasi dan tanggapan dari
Satpol PP tgl. 15 Juli 2009 di Kantor Satpol PP kab. Lumajang terkait
dengan surat yang berasal dari LSM GMBI yang mempertanyakan dasar
tindakan Satpol PP terhadap Penertiban serta upaya relokasi PKL.
D.2.3. Pembinaan Terhadap PKL oleh Pemerintah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Waluyo dari dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten lumajang, terdapat tim
pembina dan penertiban PKL di Kab. Lumajang. Tim tersebut terdiri dari 13
unsur instansi yaitu: (1) Unsur Bappeda, (2) Unsur Satpol PP, (3) Unsur
Badan Kesbangpol, (4) Unsur Dinas Perhubungan, (5) Unsur Dinas
Pekerjaan Umum, (6) Unsur Dinas Lingkungan Hidup, (7) Unsur Dinas
Pasar, sebagai Pengelola retribusi terhadap PKL, (8) Unsur Bagian umum
Setda, (9) Unsur Bagian Hukum Setda, (10) Unsur Kantor Pelayanan, (11)
Unsur Kodim Lumajang (12) Unsur Polres Lumajang, dan (13)Unsur
Kecamatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris di Dinas Pasar
Kab. Lumajang, saat ini pengelolaan retribusi dari PKL di area Artagama
Lumajang telah ditangani oleh pengelola pasar Sukodono, karena
pengelolaannya masih menjadi satu dengan Lesehan Stadion Semeru
(LSS), nantinya pengelola Pasar Sukodono yang akan bekerjasama
dengan Dinas Pasar Kab. Lumajang. Namun, untuk PKL yang berada di
Perumahan Tukum Indah belum dipungut retribusi, karena masih melihat
perkembangan mengenai kawasan tersebut. Hal tersebut berdasarkan
pada Keputusan Bupati No. 26 Tahun 2003 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1999 Tentang Retribusi
Pasar.10 Dalam peraturan tersebut disebutkan mengenai fasilitas, jenis
retribusi dan ketentuan besarnya tarif.
Dengan demikian pemerintah Kab. Lumajang hanya menertibkan
PKL sebatas di Area Taman Mini dan seputar Alun-alun Lumajang dan
belum sepenuhnya mencakup seluruh PKL yang ada di wilayah Kab.
Lumajang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Kab. Lumajang tidak
konsisten dalam penegakan Perda No. 8 Tahun 2006 tentang Penertiban
dan Pembinaan PKL di Kab. Lumajang.
D. PENUTUP
Upaya pemerintah dalam penertiban dan pembinaan PKL di
Kabupaten Lumajang masih belum sepenuhnya. Hal ini terlihat dari
banyaknya PKL yang masih berjualan di atas trotoar, emperan toko Jalan
Raya PB Sudirman, Lumajang dan tempat umum yang lainnya. Penertiban
10

http://www.lumajang.go.id/din-pasar.php

41

ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 1, Desember 2010


yang dilakukan pemerintah ada yang pro dan ada yang kontra, penolakan
relokasi PKL di Taman Mini dan seputar Alun-alun Lumajang, ke area
Artagama, menimbulkan ketidakpuasan para PKL hingga melakukan
demo sebagai wujud penolakan tindakan pemerintah Kab. Lumajang.
Namun pemerintah tetap melakukan perelokasian tersebut. Dan
pembinaan permodalan baru sebatas usulan kepada Bupati melalui surat
Satpol PP Kabupaten Lumajang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asshidiqie, Jimly (2010) Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta
Manan, Abdul (2005) Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kencana Prenada
Media, Jakarta
Nitisusastro, Mulyadi (2009) Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil,
Alfa Beta, Bandung
Rasjidi, Lili and Wyasa Putra (2003) Hukum Sebagai Suatu sistem. Mandar
Maju, Bandung
Rahardjo, Satjipto (1996) Ilmu Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung
Rahardjo, Satjipto (2006) Membedah hukum progresif. Kompas, Jakarta
Soekanto, Soerdjono (1983) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta
Soekanto, Soerjono (1997) Pokok-pokok Sosiologi Hukum. RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Samsi, Nur (2202) Analisis Pemahaman Pedagang Kaki Lima (PK-5)
Terhadap Ketertiban Umum di Kecamatan Lumajang, Kabupaten
Lumajang. Skripsi, STIH Jend. Sudirman, Lumajang
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang Kaki Lima
http://74.125.153.132/search?q=cache:p8m0zblkKJ8J:images.somarno.mu
ltiply.com
http://www.limajang.go.id/perda.htm
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pembinaan dan
Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang.

42

Anda mungkin juga menyukai