Anda di halaman 1dari 40

PEMBENTUKAN SOSIOLOGI HUKUM DI INDONESIA

DOSEN: Dr. Sardjana Orba Manullang, S.H, M.H, M.Kn

Anggota Kelompok :

Roy Yudhika 1433.001.093

Hendry Arya Samudera 1433.001,044

Adella Permatasari 1433.001.106

Gildhan Firmansyah 1433.001.079

Setiawan Fauzi 1433.001.032

Ekky. E Setyono 1433.001.120

Fakultas Hukum

Universitas Krisnadwipayana Jakarta


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Tuhan yang menganugerahkan ilmu
pengetahuan kepada manusia.Sehingga dengan ilmu pengetahuan manusia terangkatlah derajat
dan martabat manusia tersebut. Dan karena dengan kehendak dan ridho-Nya lah, maka tugas
makalah ini dapat tersusun dengan sebaik mungkin.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya terkhususnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Kedua Orangtua kami yang ikut andil dalam pemberian saran & motivasi

3. Bpk. Dr. Sardjana Orba Manullang, S.H., M.H., M.Kn. Selaku Dosen

Atas bimbingan dan motivasi yang selalu membangun untuk memperbaiki dan terus memperbaiki
kesalahan-kesalahan kami sehingga kami dapat belajar lebih banyak lagi dan lebih memahami
materi makalah yang telah kami susun.

Untuk menyempurnakan makalah ini, kritik dan saran yang bersifat membangun kami nantikan
demi memenuhi maksud dan tujuan pembuatannya serta menjadikan makalah ini sebagai sumber
ilmu pengetahuan yang lebih baik lagi. Demi tercapainya makalah yang sebaik mungkin.

Jakarta, 17 April 2018

1|Kelompok 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa

ini. Bahkan, kebanyakan penelitian hukum sekarang di Indonesia dilakukan dengan

menggunakan metode yang berkaitan dengan sosilogi hukum. Sosiologi termasuk ilmu

yang paling muda dari ilmu-ilmu sosial yang ada. Pembentukan sosiologi hukum sangat

dipengaruhi oleh filsafat hukum, demikian menurut Satjipto Raharjo.

Dengan makin berkembangnya zaman serta tumbuhnya peradaban manusia,

berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat mulai memisahkan diri.

Ilmu tersebut kemudian berkembang dan mengejar tujuan masing-masing. Yang salah

satunya menjadi sosiologi hukum. Sosiologi erat kaitannya dengan hukum, serta

masyarakatnya.

2|Kelompok 13
1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan sosiologi hukum ?

2. Bagaiamana awal mula pembentukan sosiologi hukum ?

3. Bagaimana perkembangan sosiologi hukum di Indonesia?

1.3.1 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari sosiologi hukum.

2. Untuk mengetahui awal mula pembentukan sosiologi hukum.

3. Untuk mengetahui perkembangan sosiologi hukum di Indonesia.

3|Kelompok 13
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Menurut Sajipto Rahardjo, Pengertian Sosiologi Hukum adalah ilmu yang

mempelajari fenomena hukum yang bertujuan memberikan penjelasan terhadap praktik-

praktik hukum. Sosiologi hukum menjelaskan terjadinya praktik-praktik hukum, sebab,

faktor yang berpengaruh, latar belakang masalah dan sebagainya.

Menurut Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu

pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan

timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala lainnya. Dan, menurut R. Otje Salman,

Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan

gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.

R.Otje Salman Sosiologi hukum adalah suatu cabang kajian sosiologi yang

memusatkan perhatiannya pada ikhwal hukum sebagaiman terwujud sebagai bagian dari

pengalaman kehidupan masyarakat sehari-hari.

Anzilotti, pada tahun 1882 seorang pakar dari Itali yang pertama kali

memperkenalkan istilah Sosiologi hukum, yang lahir dari pemikiran di bidang filsafat

hukum, ilmu hukum maupun sosiologi, sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti

dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum

masih terasa hingga saat ini.

4|Kelompok 13
Soetandyo Wignjosoebroto Sosiologi hukum adalah studi sosiologi terhadap

fenomena-fenomena hukum spesifik yang berhubungan dengan masalah legal relation,

termasuk proses interaksional dan sosialisasi organisasional, typikasi, abolisasi dan

konstruksi sosial .

Menurut Donald Black dalam mengkaji hukum sebagai government social

control, sosiologi hukum mengkaji hukum sebagai suatu kaidah khusus yang berlaku serta

dibutuhkan guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Hukum dipandang

sebagai suatu rujukan yang akan digunakan oleh pemerintah dalam hal melakukan

pengendalian terhadap perilaku warga masyarakat.

Sosiologi Hukum adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial. Salah satu misi

dari sosiologi hukum adalah memprediksi dan menjelaskan berbagai fenomena hukum,

yaitu bagaimana suatu kasus memasuki sistem hukum dan bagaimana penyelesaiannya.

Sosiologi hukum juga menggunakan fakta-fakta tentang lingkungan sosial di tempat

hukum itu berlaku.

Wignyosoebroto berpendapat bahwa sosiologi hukum adalah salah satu cabang

kajian sosiologi yang termasuk pada keluarga ilmu pengetahuan sosial, cabang kajian

tentang kehidupan bermasyarakat manusia pada umumnya, yang memberikan perhatian

kepada upaya-upaya manusia menegakkan dan mensejahterakan kehidupannya,

serta mempunyai kekhususan yang berbeda dengan kajian pada cabang-cabang sosiologi

yang lain. Sosiologi hukum berfokus pada masalah otoritas dan kontrol yang mungkin

kehidupan kolektif manusia itu selalu berada dalam keadaan yang relatif tertib

berketeraturan.

5|Kelompok 13
Sosiologi Hukum adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial. Salah satu misi

dari sosiologi hukum adalah memprediksi dan menjelaskan berbagai fenomena hukum,

yaitu bagaimana suatu kasus memasuki sistem hukum dan bagaimana penyelesaiannya.

Sosiologi hukum juga menggunakan fakta-fakta tentang lingkungan sosial di tempat

hukum itu berlaku.

Ramdini Wahyu, menyebutkan sebagai ruang lingkup sosiologi hukum yang

dbagi ke dalam beberapa hal-hal, yakni:

1. proses pembentukan hukum di lembaga legislatif;

2. proses penyelesaian hukum di institusi hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan;

3. penetapan hukum oleh pengadilan; dan

4. tingkah laku masyarakat dan aparat hukum.

Ruang lingkup sosiologi hukum ada 2 (dua) hal, yaitu:

A. Dasar-dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat

disebut misalnya: hukum nasional di Indonesia, dasar sosialnya adalah pancasila,

dengan iri-cirinya: gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan;

B. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagao contoh dapat disebut

misalnya: Undang-undang No. 22 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999

tentang Narkotika dan Narkoba erhdap gejala konsumsi obat-obat terlarang dan

semacamnya.

Menurut Esmi Warassih, antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu hukum mempunyai

hubungan yang saling melengkapi dan mempengaruhi. Perbedaan fungsi antara keduanya

boleh dikata hanya bersifat marjinal.

6|Kelompok 13
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam

kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan Suatu sanksi. Namun demikian,

hingga Sekarang belum diperoleh suatu pengertian hukum yang memadai dengan

kenyataan.

Hal ini dikarenakan hukum memiliki banyaksegi dan bentuk, sebagaimana

diungkapkan oleh Lemaire, bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi segala

lapangan kehidupan manusia menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi

hukum yang memadai dan komperhensif.

Demikian pula Mr.Dr. Kisch mengatakan bahwa oleh karena hukum itu tidak dapat

dilihat/ditangkap oleh panca inder, maka sulit untuk membuat suatu definisi tentang hukum

yang memuaskan umum.

Ruang lingkup yang paling sederhana dari kajian sosiologi hukum adalah

memperbincangkan gejala sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam

hubungannya dengan tindakan melawan hukum, tindakan menaati hukum, tindakan

melakukan upaya hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, penafsiran masyarakat

terhadap hukum, dan hukum sebagai produk penafsiran masyarakat.

Oleh karena itu, sosiologi hukum menjadi alat pengkaji hukum yang berlaku di

masyarakat dengan paradigma yang sangat luas. Keluasannya disebabkan sosiologi sebagai

ilmu yang menguras kehidupan sosial, bukan oleh hukum yang menjenuhkan dan selalu

mempertahankan kebenaran hitam diatas putih.

7|Kelompok 13
Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung pada berbagai

faktor dan keadaan masyarakat. Disamping itu, fungsi hukum dalam masyarakat yang

belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap

masyarakat hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan

jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat

Fungsi hukum menurut masyarakat yaitu, hukum merupakan sarana perubahan

sosial.Dalam hal ini, hukum hanyalah berfungsi sebagai ratifikasi dan legitimasi saja

sehingga dalam kasus seperti ini bukan hukum yang mengubah masyarakat, melainkan

perkembangan masyarakat yang mengubah hukum.

Sosiologi hukum masih dicari perumusannya. Kendati selama puluhan terakhir

semakin mendapat perhatian dan aktual, sosiologi hukum belum memiliki batas-batas

tertentu yang jelas. Terdapat pertentangan antara ahli sosiologi dan ahli hukum mengenai

keabsahan sosiologi hukum. Ahli hukum memerhatikan masalah quid juris, sementara ahli

sosiologi bertugas menguraikan quid facti : mengembalikan fakta-fakta sosial kepada

kekuatan hubungan-hubungan.

Sosiologi hukum dipandang oleh ahli hukum dapat menghancurkan semua hukum

sebagai norma, asas yang mengatur fakta-fakta, sebagai suatu penilaian. Para ahli khawatir,

kehadiran sosiologi hukum dapat menghidupkan kembali penilaian baik-buruk (value

judgement ) dalam penyelidikan fakta sosial.

8|Kelompok 13
Roscoe Pound memandang bahwa problem yang utama dewasa ini menjadi

perhatian utama para yuris sosiologis adalah untuk memungkinkan dan untuk mendorong

perbuatan hukum, dan juga untuk menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan hukum, serta

untuk membuat lebih berharganya fakta-fakta sosial dimana hukum harus berjalan dan

untuk mana hukum itu diterapkan.

Menurut Carl Marx, hukum akan dipengaruhi oleh ekonomi. Misalnya

dimasyarakat industri terjadi benturan stratifikasi sosial antara kelas borjuis (kaum yang

mempunyai modal) dengan kaum priorentar (kaum yang tidak mempunyai modal), maka

kaum borjuislah yang akan selalu menang sedangkan kaum priorentar akan selalu

mengalami kekalahan. Pengusaha akan mempertahankan asset kemudian mereka masuk

ke wilayah legislator dan terbentuklah Undang-Undang yang tidak menyesuaikan dengan

kondisi masyarakat, bahkan cenderung merugikan masyarakat kecil

Menurut Henry S. Maine penghargaan individu bersifat warisan/ turun menurun,

dan status sangat berpengaruh tapi dilihat kenyataan sekarang tidak berlaku karena

sekarang menggunakan penilaian dari kualitas individu jadi terjadilah pergeseran

masyarakat dalam hukum. Hasil pemikiranyya bahwa ia mengatakan bahwa masyarakat

bukanlah serba laten, melainkan yang bersifat contingen. Dalam masyrakat pula terdapat

askripsi-askripsi tertentu yang sesungguhnya merupakan penganugerahan atribut dan

kapasitas kepada warga masyarakat yang bersangkutan, dalam status yang telah

ditradisikan dalam masyarakat.

9|Kelompok 13
Dalam mengungkapkan idenya tentang hukum, Durkheim bertolak dari penemuan

yang terjadi dalam masyarakat. Dengan metode empirisya, ia melihat jenis-jenis hukum

dengan tipe solidaritas dalam masyarakat. Ia membuat perbedaan antara hukum yang

menindak dengan hukum yang mengganti, atau Repressive dengan Restitutive.

Dalam konsep Durkheim, hukum sebagai moral sosial, pada hakikatnya adalah

suatu ekspresi solidaritas sosial yang berkembang di dalam suatu masyarakat. Hukum

menurutnya adalah cerminan solidaritas. Tak ada msyarakat yang dapat tegak dan eksis

tanpa adanya solidaritas. Menurut Durkheim, hukum dirumuskan sebagai suatu kaidah

yang bersanksi.

Menurut Max Weber melihat perkembangan hukum dari masyarakat klasik sampai

masyarakat modern sekarang ini atau bisa dikatakan Hukum berdasarkan fatwa sampai

hukum berdasarkan musyawarah seperti sekarang.

Sosiologi hukum memiliki kegunaan yang bermacam-macam :

Pertama, sosiologi hukum mampu memberi penjelasan tentang satu dasar terbaik

untuk lebih mengerti Undang-undang ahli hukum ketimbang hukum alam, yang kini tak

lagi diberi tempat, tetapi tempat kosong yang ditinggalkannya perlu diisi kembali.

Kedua, sosiologi hukum mampu menjawab mengapa manusia patuh pada hukum

dan mengapa dia gagal untuk menaati hukum tersebut serta faktor-faktor sosial lain yang

memengaruhinya

Ketiga, sosiologi hukum memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman

terhadap hukum di dalam konteks sosial.

10 | K e l o m p o k 1 3
Keempat, sosiologi hukum memberikan kemampuan – kemampuan untuk

mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana

pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat,maupun sarana untuk mengatur

interaksi sosial, agar mencapai keadaan-keadaan sosialtertentu.

Kelima, sosiologi hukum memberikan kemungkinan dan kemampuan-kemampuan

untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat

Sejarah perkembangan sosiologi hukum antara lain di pengauruhi oleh beberapa

pengikut aliran, yaitu :

a. Pengaruh Dari Filsafat Hukum

Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau

berprosesnya hukum. Menurut Pound, bahwa hukum adalah suatu proses yang

mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan

hakim atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau

merelatifkan dogmatif hukum. Juga hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan

membina masyarakat.

b. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)

Ajaran Kelsen “The Pure Theory of Law” (Ajaran Murni Tentang Hukum),

mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor politisi sosiologis, filosofis dan

seterusnya. Kelsen juga mengemukakan bahwa setiap data hukum merupakan susunan

daripada kaedah-kaedah (stufenbau).

11 | K e l o m p o k 1 3
Filsafat hukum hans kelsen, teori hirarki gunor dasar sosial (merupakan ruang

lingkup filsafat). Filsafat hukum yang menyebabkan lahirnya sosiologi hukum tersebut

adalah aliran positivisme. Stratifikasi derajat hukum dimaksud adalah yang paling bawah

putusan badan pengadilan, atasnya uu dan kebiasaan, atasnya lagi kontitusi dan yang paling

atas grundnorm dasar/ basis social salah satu objek bahasan dalam social hukum. Hierarki

hukum grundnorm kontitusi Undang-undang, kebiasaan dan putusan pengadilan.

Filsafat hukum adalah cabang filasat yang membicarakan apa hakekat hukum itu,

apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.

Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum

juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral

(etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.

Filsafat adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek

untuk menemukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu

cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari

suatu kebanaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang.

Pendekatan dalam sosiologi hukum, pendekatan instrumental atau suatu disiplin

ilmu teoritis yang mempelajari keteraturan dari fungsinya hukum . tahap ini adalah

merupakan tahap penengah dari perkembangan atau pertumbuhan sosilogi hukum, akan

tercapai bila adanya otonomi dan kemandirian intelektual.

Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Akan tetapi

perhatiannnya adalah hanyalah pemberian penjelasan terhadap objek fenomena hukum

yang dipelajari dalam masyarakatrakat. Perbedaan yuridis normatif dan yuridis empiris

struktur analisis aturan proses perilaku logika pilihan ilmu pengatahuan praktis tujuan

12 | K e l o m p o k 1 3
penjelasan pengambilan keputusan hukum sebagai sosial kontrol bahwa social

kontrol/sosial engineering diartikan sebagai suatu proses, baik yang direncanakan ataupun

yang tidak direncanakan, yang bersifat mendidik, atau mengajak bahkan memaksa warga

masyarakat agar mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku.

Max Weber menamakan cara pendekatan yang demikian itu sebagai

suatu interpretative understanding, yaitu dengan cara menjelaskan sebab, perkembangan

serta efek dari tingkah laku orang dalam bidang hukum. Oleh Weber, tingkah laku ini

mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Dengan demikian sosiologi hukum tidak

hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan juga memperoleh

penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku hukum,

maka sosiologi hukum tidak membedakan antara tingkah laku yang sesuai dengan hukum

dan yang menyimpang. Kedua-duanya sama-sama merupakan objek pengamatan dan

penyelidikan ilmu ini.

Sosiologi hukum memiliki kegunaan antara lain, memberikan kemampuan bagi

pemahaman terhadap hukum dalam konteks sosial; penguasaan konsep-konsep sosial

hukum dapat memberikan kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektifitas

hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah

masyarakat, sarana mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial

tertentu; sosiologi hukum memberikan kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan

evaluasi-evaluasi terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat.

13 | K e l o m p o k 1 3
Obyek sasaran Sosiologi Hukum adalah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan

penyelenggaraan hukum, seperti pengadilan, polisi, advokat, polisi, dan lain-lain.

Ruang Lingkup Sosiologi Hukum

Dalam dunia hukum, terdapat fakta lain yang tidak diselidiki oleh ilmu

hukum yaitu pola-pola kelakuan (hukum) warga-warga masyarakat.

Adapun Objek yang disoroti Sosiologi Hukum sebagai berikut :

1. Hukum dan sistem sosial masyarakat.

2. Persamaan dan perbedaan sistem-sistem hukum.

3. Sifat sistem hukum yang dualistis.

4. Hukum dan kekuasaan.

5. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya.

6. Kepastian hukum dan kesebandingan.

7. Peranan hukum sebgai alat untuk merubah masyarakat.

Untuk lebih memahami karakteristik kajian sosiologis di bidang hukum, Bapak

Ilmu Hukum Sosiologis Amerika Serikat, Roscoe Pound mengemukakan bahwa

“Masalah utama yang yurist sosiologis yang adressing sendiri saat ini adalah untuk

mengaktifkan dan untuk memaksa pembuatan undang-undang, dan juga penafsiran dan

penerapan aturan-aturan hukum, untuk membuat lebih banyak akun, dan akun lebih

cerdas, fakta sosial di mana hukum harus dilanjutkan dan yang harus diterapkan”.

14 | K e l o m p o k 1 3
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomena hukum dari sisinya yang

berbeda. Berikut ini disampaikan beberapa karakteristik studi hukum secara sosiologi:

1. Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-

praktek hukum. Apabila praktek itu dibeda-bedakan ke dalam pembuatan

undang-undang, penerapan dan pengadilan, maka ia juga mempelajari

bagaimana praktek yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum

tersebut.

Sosiologi hukum berusaha untuk menjelaskan, mengapa praktek yang

demikian itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh, latar

belakangnya dan sebagainya. Tujuan untuk memberikan penjelasan ini

memang agak asing kedengarannya bagi studi hukum “tradisional”, yaitu yang

bersifat perspektif, yang hanya berkisar pada apa hukumnya dan bagaimana

menerapkannya.

2. Sosiologi hukum senantiasa menguji keabsahan empiris (empirical validiity)

dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Pertanyaan yang bersifat khas

disini adalah “Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan itu? Apakah

kenyataan memang seperti tertera pada bunyi peraturan?”

Perbedaan yang besar antara pendekatan tradisional yang normatif dan

pendekatan sosiologi adalah bahwa yang pertama menerima apa saja yang

tertera pada peraturan hukum, sedangkan yang kedua senantiasa mengujinya

dengan data (empiris).

3. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku

yang menaati hukum dan yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan

15 | K e l o m p o k 1 3
objek pengamatan yang setaraf. Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain.

Perhatiannya yang utama adalah hanyalah pada memberikan penjelasan

terhadap objek yang dipelajarinya.

Pendekatan yang demikian itu sering menimbulkan salah paham, seolah-olah

sosiologi hukum ingin membenarkan praktik-praktik yang menyimpang atau melanggar

hukum. Sekali lagi dikemukakan di sini, bahwa sosiologi hukum tidak memberikan

penilaian melainkan mendekati hukum dari segi objektivitas semata dan bertujuan

memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.

Sosiologi hukum utamanya menitikberatkan tentang bagaimana hukum melakukan

interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum menekankan perhatiannya terhadap

kondisi-kondisi sosial yang berpengaruh bagi pertumbuhan hukum, bagaimana pengaruh

perubahan sosial terhadap hukum, dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.

Sosiologi hukum utamanya menitikberatkan tentang bagaimana hukum melakukan

interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum menekankan perhatiannya terhadap

kondisi-kondisi sosial yang berpengaruh bagi pertumbuhan hukum bagaimana pengaruh

perubahan sosial terhadap hukum, dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.

Dalam teori-teori hukum biasanya dibedakan antara 3 (tiga) macam hal berlakunya

hukum sebagai kaidah Mengenai pemberlakuan kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto

dan Mustafa Abdullah bahwa :

1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah

yang lebih tinggi tingkatnya atau bila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan

atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya

16 | K e l o m p o k 1 3
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif artinya kaidah

tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh

warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat.

3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai dengan cita-cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.

4. menurut pendapat Hugo Sinzheimer bahwa :

“Perubahan hukum senantiasa dirasakan perlu dimulai sejak adanya kesenjangan

antara keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, serta hubungan-hubungan dalam

masyarakat, dengan hukum yang mengaturnya. Bagaimanapun kaidah hukum tidak

mungkin kita lepaskan dari hal-hal yang berubah sedemikian rupa, tentu saja dituntut

perubahan hukum untuk menyesuaikan diri agar hukum masih efektif dalam

pengaturannya”.

Secara umum dapat dikatakan bahwa ada beberapa fungsi hukum dalam

masyarakat. Yaitu ;

1. Fungsi Menfasilitasi.

Dalam hal ini termasuk menfasilitasi antara pihak-pihak tertentu sehingga tercapai

suatu ketertiban.

2. Fungsi Represif.

Dalam hal ini termasuk penggunaan hukum sebagai alat bagi elite penguasa untuk

mencapai tujuan-tujuannya.

3. Fungsi Ideologis.

Fungsi ini termasuk menjamin pencapaian legitimasi, hegemoni, dominasi,

kebebasan, kemerdekaan, keadilan dan lain-lain.

17 | K e l o m p o k 1 3
4. Fungsi reflektif

Dalam hal ini hukum merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat sehingga

mestinya hukum bersifat netral.

Selanjutnya Aubert mengklasifikasi fungsi hukum dalam masyarakat, antara

lain :

1. Fungsi mengatur ( Govermence ).

2. Fungsi Distribusi Sumber Daya.

3. Fungsi safeguart terhadap ekspektasi masyarakat.

4. Fungsi penyelesaian konflik.

5. Fungsi ekpresi dari nilai dan cita-cita dalam masyarakat.

Menurut Podgorecki, fungsi hukum yang aktual harus dianalisis melalui

berbagai hipotesis sebagai berikut :

1. Hukum tertuis dapat ditafsirkan secara berbeda-beda, sesuai dengan sistem sosial dan

ekonomi masyarakat.

2. Hukum tertuis ditafsirkan secara berbeda-beda oleh berbagai sub kultur dalam

masyarakat. Misalnya, hukum akan ditafsirkan secara berbeda-beda oleh mahasiswa,

Dosen, advokat, polisi, hakim, artis, tentara, orang bisnis, birokrat dan sebagainya.

3. Hukum tertulis dapat ditafsrkan secara berbeda-beda oleh berbagai personalitas dalam

masayarakat yang diakibatkan oleh berbedanya kekuatan/kepentingan ekonomi,

politik, dan psikososial. Misalnya golongan tua lebih menghormati hukum daripada

golongan muda. Masyarakat tahun 1960-an akan lebih sensitif terhadap hak dan

kebebasan dari pekerja.

18 | K e l o m p o k 1 3
4. Faktor prosedur formal dan framework yang bersifat semantik lebih menentukan

terhadap suatu putusan hukum dibandingkan faktor hukum substantive

5. Bahkan jika sistem-sistem sosial bergerak secara seimbang dan harmonis, tidak berarti

bahwa hukum hanya sekedar membagi-bagikan hadiah atau hukuman.

2.2 PERKEMBANGAN SOSIOLOGI HUKUM

Manusia, sejak lahir telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang

lain, karena itu akan timbul suatu hasrat untuk hidup teratur, yang mana teratur menurut

seseorang belum tentu teratur buat orang lain sehingga akan menimbulkan suatu

konflik. Keadaan tersebut harus dicegah untuk mempertahankan integrasi dan

integritas masyarakat. Dari kebutuhan akan pedoman tersebut lahirlah norma atau

kaedah yang hakekatnya muncul dari suatu pandangan nilai dari perilaku manusia yang

merupakan patokan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dan berasal dari

pemikiran normatif atau filosofis, proses tersebut dinamakan Sosiologi. Seiring

berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola perilaku masyarakat dengan adanya proses

pengkhususan atau spesialisasi maka tumbuhlah suatu cabang sosiologi yaitu Sosiologi

hukum yang merupakan cabang dari ilmu ilmu-ilmu hukum yang banyak mempelajari

proses terjadinya norma atau kaedah (hukum) dari pola perilaku tertentu.

Sosiologi hukum sebenarnya merupakan ilmu tentang kenyataan hukum yang

ruang lingkupnya adalah :

1. Dasar Sosial dari hukum, atas dasar anggapan bahwa hukum timbul serta tumbuh

dari proses sosial lainnya.

19 | K e l o m p o k 1 3
2. Efek Hukum terhadap gejala sosial lainnya dalam masyarakat.

Apabila dipersoalkan adalah perspektif penelitiannya, maka dapat dibedakan :

A. Sosiologi hukum teoritis, yang bertujuan untuk menghasilkan

generalisasi/abstraksi setelah pengumpulan data, pemeriksaan terhadap

keteraturan-keteraturan sosial dan pengembangan hipotesa-hipotesa.

B. Sosiologi hukum empiris, yang bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa

dengan cara mempergunakan atau mengolah data yang dihimpun didalam

keadaan yang dikendalikan secara sistematis dan metodologis.

Dari uraian tersebut, kesimpulannya adalah bahwa dalam kerangka akademis maka

penyajian sosiologi hukum dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memungkinkan

pembentukan teori hukum yang bersifat sosiologis.

2.2.1 Sejarah Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu Pengetahuan

Lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi 3 disiplin ilmu :

Filsafat hukum hans kelsen, teori hirarki gunor dasar sosial (merupakan

ruang lingkup filsafat);

Filsafat hukum yang menyebabkan lahirnya sosiologi hukum

tersebut adalah aliran positivisme. Stratifikasi derajat hukum dimaksud

adalah yang paling bawah putusan badan pengadilan, atasnya uu dan

kebiasaan, atasnya lagi kontitusi dan yang paling atas grundnorm dasar/

basis social salah satu objek bahasan dalam social hukum. Hierarki hukum

grundnorm kontitusi uu, kebiasaan dan putusan pengadilan.

 Aliran positivisme : aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab

lahirnya Sosiologi Hukum. Dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan

20 | K e l o m p o k 1 3
Stufenbau des Recht-nya. Hukum itu tidak boleh bertentangan

dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya

adalah sebagai berikut : yang paling bawah itu = putusan badan

pengadilan, atasnya = undang undangan dan kebiasaan, atasnya lagi

= konstitusi dan yang paling atas = grundnorm (dasar sosial daripada

hukum);

 Aliran filsafat hukum yang mendorong tumbuh dan berkembangnya

sosoiologi hukum yaitu :

1. Mazhab sejarah : Carl von Savigny à hukum itu tidak dibuat, akan

tetapi tumbuh dan berkembang bersama sama dengan

masyarakatrakat.

2. Aliran utility : Jeremy Betham : hukum itu harus bermanfaat bagi

masyarakatrakat, guna mencapai hidup bahagia,

3. Aliran sociological yurisprudence : Eugen Ehrlich à hukum yang

dibuat, harus sesuai dengan hukum yang hidup didalam

masyarakatrakat ( living law ),

4. Aliran pragmatic legal realism : Roscoe Pound à “law as a tool of

social engineering“.

5. Ilmu Hukum. Hukum sebagai gejala sosial, yang mendorong

pertumbuhan sosiologi hukum, bahwa hukum harus dibersihkan

dari anasir anasir sosiologis.

6. Sosiologi yang berorientasi pada hukum. Emile

Durkheim menyatakan setiap masyarakatrakat selalu ada solidaritas

21 | K e l o m p o k 1 3
yaitu : Solidaritas mekanis : terdapat dalam masyarakatrakat

sederhana, hukumnya bersifat represip yang diasosiasikan seperti

dalam pidana. Solidaritas organis : terdapat dalam masyarakatrakat

modern, hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti

dalam perdata. Max Weber à teori ideal typenya : Irrasional

formal, Irrasional materiel, Rasional formal : pada masyarakatrakat

modern yang didasarkan pada konsep konsep ilmu hukum, Rasional

materiel.

Ilmu hukum yaitu hukum sebagai gejala sosial, banyak mendorong

pertumbuhan sosiologi hukum. hans kelsen menganggap hukum sebagai gejala

normative. Sosiologi yang berorentasi hukum yaitu bahwa dalam setiap masyarakat,

selalu ada solidaritas organisasi (masyarakat.modern, hukum bersifat restitutif seperti

hukum perdata) dan solidaritas mekanis (masyarakat sederhada, hukum yg bersifat

represif seperti hukum pidana).

Max weber, ada 4 tipe ideal, yaitu irasional formal, irasional material, rasional

material (berdasarkan konsep-konsep hukum ), dan rasional material. Letak dan ruang

lingkup sosiologi hukum dua hal yaitu dasar-dasar sosial dari hukum / basis sosial dari

hukum . hukum nasional berdasarkan sosialny, pancasila( gotong royong, musyawarah,

dan kekeluargaan).

Pendekatan dalam sosiologi hukum, pendekatan instrumental atau suatu

disiplin ilmu teoritis yg mempelajari keteraturan dari fungsinya hukum . tahap ini

adalah merupakan tahap penengah dari perkembangan atau pertumbuhan sosilogi

hukum, akan tercapai bila adanya otonomi dan kemandirian intelektual.

22 | K e l o m p o k 1 3
Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum . Akan tetapi

perhatiannnya adalah hanyalah pemberian penjelasan terhadap objek fenomena hukum

yang dipelajari dalam masyarakatrakat. Perbedaan yuridis normatif dan yuridis empiris

perbandingan yuridis empiris yuridis normatif objek sociological model jurisprudence

model fokus social struktur analisis aturan proses perilaku logika pilihan ilmu

pengatahuan praktis tujuan penjelasan pengambilan keputusan hukum sebagai sosial

kontrol bahwa social control / social engineering diartikan sebagai suatu proses, baik

yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, yang bersifat mendidik, atau

mengajak bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah dan nilai yang

berlaku. yang berupa pemidanaan, kopensasi, terapi, maupun konsiliasi.

Patokan suatu pemidanaan adalah larangan yang apabila dilanggar akan

mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. hukum sebagai alat

untuk mengubah masyarakatrakat hukum berfungsi sebagai control social sebagai

pengubah masyarakat menjadi social engineering yaitu melalui hakim sebagai

interpretasi dalam mengadilan kasus yg dihadapinya secara seimbang “balance”.

Dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu studi tentang aspek social yg actual

dari lembaga hukum , tujuan pembuatan peraturan yg efektif, studi tentang sosiologi

dalam mempersiapkan hukum , studi tntang metodologi hukum, sejarah hukum.

Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang

berisikan keadilan abstrak dari hukum yg abstrak pula. hukum dan kekuatan-kekuatan

sosial tempat kekuatan social itu adalah kekuatan uang sejak bangsa Indonesia

melaksanakan pembangunan nosional yang pada pokoknya merupakan pembangunan

ekonomi, terjadi suatu proses perubahan social yang tidak kunjung berhenti di dalam

23 | K e l o m p o k 1 3
masyarakatrakat kota, kekuatan politik di dalam system demokrasi di indonesia,

kekuatan massa dan teknoloigi baru.

Dan sejatinya, Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan

terhadap praktek prektek hukum. Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi

penjelasan terhadap praktek-praktek hukum baik oleh para penegak hukum atau

masyarakat, seperti dalam pembuatan undang-undang, praktek peradilan dan

sebagainya.

2.3 PERKEMBANGAN SOSIOLOGI HUKUM DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara hukum yang menganut sistem hukum campuran

dengan sistem hukum utamanya sistem hukum Eropa Continental yang salah satu

cirinya adalah adanya kodifikasi hukum yang sistematis yang akan ditafsirkan lebih

lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Akan tetapi di indonesia juga masih banyak

berlaku hukum hukum adat yang berbeda – beda sehingga kajian tentang sosiologi

hukum menjadi sangat penting di negara ini.

Ilmu hukum di Indonesia datang dan diusahakan melalui kolonialisasi Belanda

atas negeri ini. Pendidikan tinggi hukum yang boleh dipakai sebagai lambang dari

kegiatan kajian hukum baru dimulai pada tahun 1924, yaitu dengan dibukanya

Rechtchogeschool di Jakarta. Sebelum itu memang sudah ada Rechsschool yang yang

didirikan pada tahun 1909, dengan masa belajar enam tahun. Lembaga ini belum

dimasukkan ke dalam kategori keilmuan, karena separuh dari masa itu masih juga

dipakai untuk melakukan pendidikan menengah atau SLTP sekarang.

24 | K e l o m p o k 1 3
Sosiologi hukum merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang mulai

di kenal pada tahun 60-an. Kehadiran sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu

pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini dilihat sebagai

suatu sistem perundangan atau yang selama ini di kenal dengan pemahaman secara

normatif.

2.3.1 Sejarah Sosiologi Hukum Nasional

Ada kemiripan antara perkembangan awal dari sosiologi di

Indonesia dengan di Amerika. Kemiripan itu terletak pada karakter

sosiologi, meskipun di Indonesia lebih spesifik. Di Amerika, para pemikir

sosiologi bermula dari keilmuan yang beragam, demikian juga sebenarnya

yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarahnya,

Belanda demikian lama bertahan di nusantara karena mereka menguasai

benar tipologi masyarakat yang dijajahnya.

Demikianlah kita kenal misalnya Krom, Veth dan Snouck

Hurgronje merupakan para pejabat merangkap pemikir yang boleh

dikatakan ahli kemasyarakatan, dan sekaligus sebagai cikal bakal yang

memulai kajian-kajian berbau sosiologi di Indonesia. Mereka menguasai

struktur masyarakat dan banyak menguasai hukum adat di berbagai belahan

wilayah Indonesia masa itu (akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-

20). Sejak tahun 1920 mulai timbul minat sarjana-sarjana Belanda untuk

memahami masyarakat lebih luas. gejala-gejala yang disoroti tidak hanya

terbatas pada lingkungan suku atau kelompok etnik, tetapi lebih makro lagi.

25 | K e l o m p o k 1 3
Di antara mereka antara lain adalah B. Schrieke (1890-1945) yang menulis

sejarah yang dikawinkan dengan ethnografis, sehingga tulisan-tulisannya

bercorak sosiologi.

Kemudian, Sosiologi dikembangkan secara formal di kampus-

kampus lebih baru dibandingkan dengan cabang keilmuan sosial lain yang

serumpun di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Proses perkembangannya

seperti ini terasa unik dan menjadi pertanyaan mengapa lebih lambat

dikembangkan, karena mengingat sosiologi adalah ilmu yang analisis

teoretis makronya mampu menjadi dasar sekaligus memayungi cabang

keilmuan sosial yang lain.

Sebelum 1976 di Unpad, lahir satu konsepsi hukum yang

dikemukakan Prof Mochtar, sebagai jawaban terhadap bapenas yaitu

konsepsi hukum yang mendukung pembangunan “Pembinaan Hukum

dalam Rangka Pembangunan Nasional” dan “Hukum". Masyarakatrakat,

dan Pembinaan Hukum Nasional” tahun 1976, bahwa hukum tidak hanya

meliputi asas dan kaidah yang mengatur hidup manusia dalam mewujudkan

berlakunya kaidah itu dalam kenyataan.

“Hukum dalam masyarakatrakat dan hukum pembangunan nasional

tahun 1976 “Hukum keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hidup

manusia dalam masyarakatrakat termasuk lembaga dan proses didalam

mewujudkan berlakunya hukum itu dalam kenyataan.

Menurut mazhab Unpad “hukum tidak hanya bertujuan untuk

mencapai ketertiban dan keadilan saja, akan tetapi dapat pula berfungsi

26 | K e l o m p o k 1 3
sebagai saran untuk merubah / memperbaharui masyarakatrakat”.

Pandangan itu menggabungkan pandangan normative dan sosiologis dalam

pembinaan hukum, yang memandang bagaimana hukum dapat berperan

serta terutama didalam menghadapi situasi Negara Indonesia yang lagi

melakukan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu

proses yang menyangkut seluruh aspek aspek kehidupan manusia, yang

hanya dapat didekati dengan pendekatan sosiologis.

Diluar fakultas hukum, pendektan sosiologi juga memasuki badan-

badan, seperti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), suatu bagian

dalam Departemen kehakiman. Jajaran profesi hukum dan peradilan juga

tertarik kepada disiplin ilmu yang baru tersebut, seprerti yang dilakukan

dikalangan advokat, melalui permintaan ceramah-ceramah.

Sejak Indonesia sudah berubah menjadi negara merdeka dan mulai

saat itu juga telah mengalami perubahan secara terus-menerus sampai

akhirnya orde baru mendorong keterbukaan, maka standar lama tersebut

tidak dapat lagi dipertahankan dalam hal ini putusan tersebut menggunakan

pendekatan sosiologi hukum.

1. Kontribusi Soskum thdp PerkembanganIlmu Hukum

Bahwa perkembangan ilmu hukum di masa depan perlu diarahkan

secara lebih empiris dan induktif daripada kecendrungan yang bersifat

deduktif dan normatif seperti yang selama ini dikembangkan, ketika

pradigma ini tdk mampu lagi menerangkan realitas yg diamatinya. OKI,

sisa-sisa dari materi pendidikan hukum dogmatik baru, diisi dengan materi

27 | K e l o m p o k 1 3
yang sifatnya mengasah nalar. Misalnya Penalaran Hukum, Metodologi

Hukum, soskum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum.

2. BEBERAPA MASALAH YANG DISOROTI

SOSIOLLOGI HUKUM

a) Hukum dan Sistem Sosial Masyarakat.

b) Pada hakekatnya, hal ini merupakan obyek yang menyeluruh dari sosiologi

hukum, oleh karena tak ada keragu-raguan lagi bahwa suatu sistem hukum

merupakan pencerminan daripada suatu sistem sosial di mana sistem hukum

tadi merupakan bagiannya.

a. Persamaan-persamaan & perbedaanperbedaan sistem-sistem hukum.

Penelitian di bidang ini penting bagi Suatu ilmu perbandingan serta

untuk dapat Mengetahui apakah memang terdapat konsep-konsep hukum yang

universal, oleh karena kebutuhan masyarakats etempat memang

menghendakinya.

b. Tujuan dari pembuatan Hukum yang efektif yang berfokus pada

masyarakat

Efektif atau tidak efektifnya suatu penerapan Hukum dalam masyarakat

semua itu dapat diketahui melalui analisa empiris. Analisa Sosiologi akan

mengemukakan apakah hukum tersebut efektif dalam penggunaannya dalam

masyarakat ataukah masyarakat mengadakan kekebalan terhadap hukum yang

28 | K e l o m p o k 1 3
diterapkan. “Hukum dalam masyarakatrakat dan hukum pembangunan nasional

tahun 1976 “Hukum keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hidup manusia

dalam masyarakatrakat termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan

berlakunya hukum itu dalam kenyataan.

Dalam aliran ini, ia menjelaskan bahwa hukum itu harus mampu

memberikan manfaat yang sangat banyak untuk seluruh lapisan masyarakat. Jadi,

hukum itu tidak boleh hanya mengatur kepentingan perorangan melainkan harus

dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Pun juga, dalam teorinya berprinsip

bahwa manusia bertindak adalah untuk memperbanyak kebahagiaan dan

mengurangi penderitaan.

Ukuran baik buruknya tindakan bergantung pada apakah tindakan tersebut

dapat mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Setiap kejahatan harus dipidanakan

setimpal dengan tindakan jahat tersebut dan sanksinya tidak boleh melebihi dari

apa yang diperlukan untuk mencegah kejahatan.

29 | K e l o m p o k 1 3
BAB III

KASUS DAN ANALISA

KASUS

Kemendagri: 10 Gereja Di Aceh Singkil Diminta

Warga Dibongkar

Jakarta, CNN Indonesia -- Pendirian bangunan rumah ibadah yang tidak memiliki izin dituding

menjadi penyebab terjadinya konflik agama di masyarakat. Seperti yang baru-baru ini terjadi, warga

membakar gereja di Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

30 | K e l o m p o k 1 3
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Mayjen Soedarmo

mengatakan kasus yang terjadi di Aceh Singkil terjadi karena warga menolak adanya gereja

tersebut. Penolakan tidak mendapatkan respon yang baik dari pemerintah daerah setempat

sehingga warga bersikap anarkis.

"Itu bisa disebabkan karena mereka (pihak gereja) tidak tahu soal aturan izin membangun rumah

ibadah atau mereka memang sengaja melanggar peraturan," kata Soedarmo, ketika dihubungi CNN

Indonesia, Rabu (14/10).

Menurutnya, dari 16 gereja yang ada di Aceh Singkil, 10 diantaranya diminta dibongkar oleh warga

karena tidak ada izin dan persetujuan dari warga. sementara enam lainnya diminta diurus surat

perizinannya."Dari 16 gereja, 10 diminta dibongkar, enam lainnya diminta untuk diurus izinya,"

ujarnya.

Soedarmo menjelaskan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika membangun rumah

ibadah. Syarat tersebut sesuai dengan kesepakatan antara Kementerian Agama dan Kementerian

Dalam Negeri yang tercantum dalam Peraturan Bersama Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 soal

kerukunan beragama dan pembangunan rumah ibadah.

"Syaratnya itu di antaranya harus mendapatkan persetujuan dari warga setempat paling sedikit 60

orang dan mendapatkan 90 KTP dan tanda tangan dari umat," ujarnya. Sebelumnya, kerusuhan

terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa (13/10). Sekelompok massa dengan

membawa senjata tajam mendatangi salah satu rumah ibadah dan melakukan pembakaran. Aparat

keamanan disebut kesulitan mengatasi aksi massa.

31 | K e l o m p o k 1 3
Satu orang warga tewas sedangkan beberapa lainnya terluka, termasuk tentara. Di antara ketujuh

orang yang terluka, enam berasal dari warga, sedangkan satu lainnya merupakan prajurit TNI.

Seluruh korban telah dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. (pit/pit)

ANALISA

Sosiologi hukum merupakan hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala sosial

lainnya terutama dengan struktur sosial dan dinamika sosial. Dalam kasus peristiwa konflik dan

pembakaran gereja di Aceh Singkil dapat kita analisis dalam ilmu semiotika yang berupaya

menemukan makna dalam terjadinya suatu berita. Dalam hal ini kita dapat menafsirkan “tanda”

yang ada dengan melihat apa yang ada di belakang dan melihat “tanda-tanda” kedepannya seperti

apa yang akan mungkin terjadi kemudian hari. Charles Sander Pierce, salah seorang pendiri

semiotika, pernah berkata “....dunia ini bertaburan dengan tanda-tanda, jika tidak tersusun dari

tanda-tanda yang ekslusif”. Oleh karenanya, amat logis bagi kita untuk memahami apakah tanda-

tanda itu dan bagaimana mereka berfungsi. Akhirnya manfaat dari semiotika adalah untuk

menggali dan mengerti tentang sesuatu dari tanda-tanda yang menarik dan mengandung petunjuk

tentang kita sendiri sebagai manusia.

Hukum tidak dapat dilepaskan dengan masyarakat, baik dalam pembuatan hingga

pelaksanaannya. Hukum pula disamping memiliki sifat normatif tetapi hukum juga memiliki

dimensi empiris. Dalam kasus ini hukum yang normatif yang tercantum dalam undang-undang

adalah tentang kerukunan ibadah beragama dan pembangunan rumah ibadah. Dijelaskan dalam

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh dalam bidang agama, adat

istiadat, pendidikan dan peran ulama dan kemudian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

Tentang Pemerintah Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus

di Aceh dinilai sudah cukup sebagai dasar hukum pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.

32 | K e l o m p o k 1 3
“Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa Aceh bebas untuk menjalankan hukum Allah SWT

bagi seluruh rakyatnya. Siapapun anda, suku apa saja, muslim atau non muslim harus patuh dan

taat terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Aceh,” tegas Juru Bicara FUI,

Hambalisyah Sinaga juga Ketua Front Pembela Islam (FPI) Aceh Singkil dalam CNN Indonesia.

Soedarmo menjelaskan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika membangun rumah ibadah.

Syarat tersebut sesuai dengan kesepakatan antara Kementerian Agama dan Kementerian Dalam

Negeri yang tercantum dalam Peraturan Bersama Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 soal kerukunan

beragama dan pembangunan rumah ibadah. Syaratnya itu di antaranya harus mendapatkan

persetujuan dari warga setempat paling sedikit 60 orang dan mendapatkan 90 KTP dan tanda

tangan dari umat," ujarnya.

Pendirian rumah ibadah masih menjadi polemik dimana pendirian rumah ibadah saat ini

masih berada di bawah peraturan bersama menteri. Aturan ini perlu dievaluasi agar dapat

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Emile Durkheim

bahwa hukum sebagai moral sosial, pada hakikatnya adalah suatu ekspresi solidaritas sosial.

Hukum sebagai moral sosial karena hukum harus dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat

maka timbul nilai-nilai solidaritas masyarakat. Dalam mengungkapkan gagasannya tentang

hukum, Durhkeim bertolak dari penemuannya di masyarakat. Dengan metode empirisnya ia

membuat kesimpulan bahwa hukum sebagai moral sosial pada hakikatnya adalah suatu ekspresi

solidaritas sosial yang berkembang dalam suatu masyarakat. Hukum adalah cerminan solidaritas.

Menurut Durkheim, dalam solidaritas ada konsep kolektif atau kesadaran bersama (common

consiousness), yang merupakan hasil kepercayaan dan perasaan dari seluruh anggota masyarakat.

Menurut Durkheim, terkait dengan hukum, dalam masyarakat terdapat dua jenis solidaritas, yaitu

solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas mekanis dapat ditemukan ekspresinya

33 | K e l o m p o k 1 3
dalam pelanggaran kaidah hukum yang bersifat represif. Solidaritas ini untuk menanggulangi

ancaman-ancaman dan pelanggaran-pelanggaran terhadap apa yang disebut kesadaran nurani

kolektif.

Sementara itu, dengan perkembangan kerja yang semakin cepat, individu-individu tidak

akan selamanya sama, sebab pekerjaan mereka mengikuti fungsi spesifik. Akan tetapi, perasaan

solidaritas mengikuti pembagian kerja, yang membawa pada posisi saling melengkapi. Hal inilah

yang menyebabkan kegiatan bersama sebagai sumber perasaan solidaritas dari macam-macam

peradaban tertentu. Sebagai pengganti saling bertentangan dan saling melengkapi satu sama

lainnya, sehingga pembagian kerja menentukan bentuk kontrak moral baru antara individu.

Durkheim menamakan ini sebagai solidaritas organis. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan

Umum Kementerian Dalam Negeri Mayjen Soedarmo mengatakan kasus yang terjadi di Aceh

Singkil terjadi karena warga menolak adanya gereja tersebut. Penolakan tidak mendapatkan respon

yang baik dari pemerintah daerah setempat sehingga warga bersikap anarkis.

"Perlu ditegaskan, tidak ada maksud untuk tidak mengurus izin gereja. Tetapi realitasnya,

pengurusan izin mendirikan rumah ibadah sangat sulit dan bahkan sering tidak diperolehkan walau

sudah diupayakan maksimal," ungkap dia dalam siaran pers PGI (13/10).

Hal ini berkaitan dengan apa yang dikatakan Karl Marx bahwa hukum adalah alat yang

menyebabkan timbulnya konflik dan perpecahan, seperti diutarakan oleh Persekutuan Gereja-

Gereja di Indonesia (PGI) yang menyayangkan kekerasan ini. Pasalnya, sebelum kejadian sudah

ada kesepakatan antara Bupati Aceh Singkil, Muspida, Ulama dan sejumlah kelompok tentang

pembongkaran gereja. Dalam penilaian Henriette, kejadian itu juga tak tak lepas dari sulitnya

34 | K e l o m p o k 1 3
mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) di tempat tersebut. Terhitung, sejak tahun 1979, 2012

hingga sekarang, pihak gereja selalu ditolak mendirikan bangunan. Kesulitan-kesulitan yang

timbul terhadap izin mendirikan bangunan dipengaruhi oleh birokrasi yang ada. Dimana dalam hal

ini Marx berpendapat bahwa hukum merupakan alat integrasi, akan tetapi hukum pula yang

merupakan pendukung ketidaksamaan yang dapat membentuk perpecahan kelas yang dalam hal

ini pihak pemerintah bisa saja mempersulit izin tersebut dengan alasan-alasan untuk melindungi

kelompok dominan. Bagaimanapun juga, hukum mengatur kepentingan masyarakat. Karena itu

tentu saja peranan hukum dalam masyarakat teratur dalam masyarakat cukup penting.

Sedangkan bagi kaum postmodem, “perbedaan” ini merupakan inti dari segala kebenaran.

Karena itu, mereka tidak mempercayai pada hal-hal yang universal, harmonis, dan konsisten.

Tidak ada musyawarah dalam mencari kebenaran dan menghadapi realitas. Yang ada hanyalah

perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut harus selalu dihormati. Kaum

postmodern percaya bahwa tidak ada suatu yang transenden dalam realitas. Menurut paharn

postmodem, realitas yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda – beda oleh pihak yang berbeda

– beda. Karena itu, tidak mengherankan jika Jacques Derrida, seorang pelopor aliran postmodem,

mengajak manusia untuk berhenti mencari kebenaran (sebagaimana yang dilakukan oleh kaurn

pencerahan), bahkan seyogianya kita membuang pengertian kebenaran tersebut. Tidak ada

kebenaran yang absolut, universal, dan permanen. Yang ada hanyalah kebenaran menurut suatu

komunitas tertentu saja. Yang diperlukan bukanlah usaha mencari kebenaran, melainkan yang

diperlukan adalah percakapan dan penafsiran yang terus – menerus terhadap suatu realitas, tanpa

perlu memikirkan suatu kebenaran yang objektif.

35 | K e l o m p o k 1 3
Para penganut critical legal studies mengkritik pandangan modern tentang organisasi

pemerintahan. Sebab, menurut para penganut aliran critical legal studies bahwa setiap sarana untuk

membatasi kekuasaan negara, akan cenderung juga merugikan masyarakat. Karena itu diperlukan

suatu cara yang bersifat resolusi, dimana terjadi pembatasan kekuasaan negara tanpa membatasi

aktifitas negara yang bersifat normatif. Kedepannya diharapkan kejadian ini tidak terulang lagi

yaitu dengan mengedepankan toleransi antar umat beragama. Negara mesti hadir sebagai perekat

kohesivitas sosial. Peraturan, regulasi, ketentuan terkait dengan pendirian rumah ibadah itu tetap

diperlukan. Peraturan Bersama Menteri (PBM) yang mengatur regulasi pendirian rumah ibadah

merupakan sesuatu yang sudah disepakati bersama dan melalui proses yang panjang. Peninjauan

ulang itu tidak harus berujung pada dicabutnya PBM tersebut. Jadi evaluasi itu harus dilakukan,

karena kemudian kita akan melihat apakah ada bagian-bagian tertentu yang harus disempurnakan

dari PBM itu. Tapi tidak menghilangkan semuanya, tapi justru bagaimana penyempurnaan-

penyempurnaan.

36 | K e l o m p o k 1 3
BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari,

menjelaskan secara analiti empiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan fenomena-

fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial

lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum.

Fungsi hukum dalam masyarakat tergantung dari berbagai faktor dan keadaan masyarakat.

Masyarakat yang sudah maju berbeda kebutuhan hukumnya dengan masyarakat yang belum maju.

Sehingga fungsi hukumnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat tersebut.

Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam

kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Namun demikian, hingga

sekarang belum diperoleh suatu pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan.

Hal ini dikarenakan hukum memiliki banyak segi dan bentuk, sebagaimana diungkapkan

oleh Lemaire, bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi segala lapangan kehidupan manusia

menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi hukum yang memadai dan

komperhensif.

37 | K e l o m p o k 1 3
Pada sosiologi hukum, hukum bercirikan sebagai pola perilaku sosial, dan institusi sosial

yang nyata dan fungsional di dalam sistem kehidupan masyarakat baik dalam proses pemulihan

ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola

perilaku yang baru.

3.2 SARAN

Pembentukan hukum harus memperhatikan hukum yang hidup. Terdapat perimbangan

antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Dan dalam kehidupan ssosialpun, harus dihindari

sikap acuh terhadap sesama demi menjaga keutuhan persaudaraan di dalam lingkup masyarakat

38 | K e l o m p o k 1 3
DAFTAR PUSTAKA

Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008,

Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1982),

Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Nusa Media, Bandung, 2012,

Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama,
2005),

Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004),

Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009),

Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hokum, (Jakarta: Rajawali Pers,1980),

Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009)

Sugi Aritonang, “ Pengertian Dan Karakteristik Sosiologi Hukum”, Blog, diakes dari

http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-dan-karakteristik-sosiologi.html, pada tanggal

2 Juli 2018 Pukul 15.03 WIB.

Sugi Aritonang, “Pengertian Hukum”, Blog, diakses dari

http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-hukum.html, pada tanggal 2 juli 2018 pukul

18.03 Wib

39 | K e l o m p o k 1 3

Anda mungkin juga menyukai