Anda di halaman 1dari 16

KWARGANEGARAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu :

Arif Wijaya, SH., M. Hum.

Disusun Oleh Kelompok 11 :

Shelda Thifla Zahira (C04219042)

Siti Rokhima (C74219064)

Daffa Ramadhan (C94219072)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PRODI HUKUM TATA NEGARA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan anugerah untuk kami semua. Sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Kwarganegaraan.”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Tata
Negara. Dalam makalah ini mengulas lebih jauh tentang bagaiman baiat terhadap pemimpin.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Arif Wijaya,
selaku dosen mata kuliah Hukum Tata Negara UINSA yang sudah memberikan amanah
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyusun
makalah ini.
Adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini, penulis dapatkan dari
beberapa jurnal, buku-buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dan juga melalui
media internet, untuk penulis jadikan pedoman. Di antara buku-buku mapun jurnal-jurnal
tersebut telah dicantumkan dalam referensi atau daftar pustaka. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada para pengarang yang telah terlebih dahulu
menerbitkan karya-karyanya tersebut, dan dapat penulis jadikan refrensi sehingga membantu
penyelesaian karya ini.
Penulis pun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
untuk perbaikan makalah yang akan penulis buat kedepannya, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikian yang dapat penuis sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat dipahami
oleh semua orang khususnya bagi para pembaca. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya
jika terdapan kata-kata yang kurang berkenan.

Surabaya, Desember 2020

penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 2
BAB II ISI......................................................................................................................................... 3
A. Pengertian Warga Negara....................................................................................................... 3
B. Pengertian Kwarganegaraan ................................................................................................... 3
C. Asas Kwarganegaraan ............................................................................................................ 4
D. Kewarganegaraan Republik Indonesia Dalam UU no. 12 tahun 2006 ...................................... 6
E. Kedudukan Warga Negara Di Negara Indonesia ..................................................................... 8
F. Persamaan Kedudukan Warga Negara .................................................................................... 9
1. Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara ....................................... 9
2. Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara ........................................... 10
3. Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara ...................... 10
G. Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender,
Golongan, Budaya dan Suku ........................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kewarganegaraan mencakup elemen identitas, partisipasi, hak, kewajiban dan


penerimaan terhadap nilai sosial bersama. Aristoteles seorang pemikir pada masa Yunani
kuno menyatakan bahwa kewarganegaraan merupakan untuk partisipasi warga negara dalam
kehidupan publik. Konstitusi tidak bisa dilepaskan dari konsep negara dan kewarganegaraan.
Penentuan Siapakah warga negara didasarkan pada konstitusi negara. Konstitusi yang baik
ditujukan untuk kepentingan umum dan guna mencapai keadilan. Warga negara yang baik
adalah mereka yang terlibat dalam kehidupan publik baik ketika sedang memerintah maupun
diperintah. Warga negara yang demikian adalah warga negara yang terdapat dalam konstitusi
demokrasi1.

Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai


kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah
terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari
kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang
bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status
kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara
negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena
itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih
sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.

Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui
prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan
Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-
anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara
Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang
dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang
mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.

1
Winarno Narmoatmojo,”Humanika” Pemikiran Aristoteles Tentang Kwarganegaraan dan Konstitusi, vol. 21,
no. 123 (Desember, 2012), 23.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Warga Negara?


2. Jelaskan Kwarganegaraan itu seperti apa!
3. Sebutkan Apa Saja Asas Kwarganegaraan!
4. Apa Saja Isi Dalam UU no. 12 tahun 2006 Tentang Kwarganegaraan?
5. Bagaimana Kedudukan Warga Negara Di Negara Indonesia?
6. Jelaskan Persamaan Kedudukan Warga Negara!
7. Bagaimana Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras,
Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar Mengerti Pengertian dari Warga Negara.


2. Untuk Mengetahui Kwarganegaraan itu seperti apa.
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Asas Kwarganegaraan.
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Isi Dalam UU no. 12 tahun 2006 Tentang Kwarganegaraan.
5. Untuk Mengetahui Kedudukan Warga Negara Di Negara Indonesia.
6. Untuk Mengetahui Persamaan Kedudukan Warga Negara.
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa. Membeda-
bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku.

2
BAB II

ISI

A. Pengertian Warga Negara

Warga negara sebagai pendukung sebuah negara merupakan landasan bagi adanya
negara. Dengan kata lain bahwa warga negara adalah salah satu unsur penting bagi sebuah
negara, selain unsur lainnya. Warga negara itu sendiri bisa diartikan dengan orang-orang
sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini biasa juga disebut
hamba atau kawula negara. Meskipun demikian istilah warga negara dirasa lebih sesuai
dengan kedudukannya sebagai orang-orang merdeka bila dibandingkan istilah hamba dan
kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga yang
menjadi bagian dari suatu negara 2.

Rakyat suatu negara meliputi semua orang yang bertempat tinggal didalam wilayah
kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu. Pada permulaan rakyat disuatu
negara hanya terdiri dari orang-orang dari satu keturunan yang berasal dari satu nenek-
moyang. Dalam hal ini faktor yang terpenting adalah pertalian darah. Akan tetapi wilayah
negara itu didatangi oleh orang-orang dari negara lain yang mempunyai nenek moyang pula.
Adapun orang-orang yang berada diwilayah suatu negara dapat dibagi atas penduduk dan
bukan penduduk.

Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah
ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan diperkenankan mempunyai tempat
tinggal pokok(domosili)dalam wilayah negara itu. Bukan penduduk ialah mereka yang berada
diwilayah suatu negara untuk sementara waktu dan tidak bermaksud bertempat tinggal di
wilayah negara itu. Penduduk dapat dibagi atas:

1. Penduduk warga negara, dengan singkat disebut warga negara


2. Penduduk bukan warga negara yang disebut orang asing.
3. Asas Kewarganegaraan

B. Pengertian Kwarganegaraan

Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-kadang


hubungan satusatunya antara seorang individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya
hak-hak dan kewaajibankewajiban individu itu pada hukum internasional. Kewarganegaraan
dapat sebagai etudes keanggotaan kolektivitas individu-individu dimana tindakan, keputusan
dan kebijakan mereka diakui melalui konsep hukum negara yang mewakili individu- individu

2
Kansil, Ilmu Negara umum dan Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), cet. 1, 148.

3
itu. Kewarganegaraan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12
tahun 2006 adalah segala ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Sedangkan
pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan
Indonesia melalui permohonan.

Hak atas kewarganegaraan sangat penting artinya karena merupakan bentuk


pengakuan asasi suatu negara terhadap warga negaranya. Adanya status kewarganegaraan ini
akan memberikan kedudukan khusus bagi seorang Warga Negara terhadap negaranya dimana
mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik dengan negaranya. Indonesia telah
memberikan perlindungan hak anak atas kewarganegaraan yang dicantumkan dalam Pasal 5
UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana disebutkan bahwa
setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Dengan adanya hak atas kewarganegaraan anak maka negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi anak sebagai warga negaranya dan juga berkewajiban untuk menjamin
pendidikan dan perlindungan hak-hak anak lainnya Semula, untuk menentukan
kewarganegaraan seseorang didasarkan atas 2 asas yakni asas tempat kelahiran dan asas
keturunan3.

C. Asas Kwarganegaraan

1) Asas Tempat Kelahiran (ius Soli)


Yaitu asas yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya.
Asas ini dianut oleh negara-negara migrasi seperti USA, Australia, dan Kanada. Untuk
sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para
imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Namun dalam
perjalanannya, banyak negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, Belgia dan
lain-lain.

2) Asas Keturunan (Ius Sanguinis)


Yaitu asas yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan
orang tuanya (keturunannya) tanpa mengindahkan dimana dilahirkan. Asas ini dianut oleh
negara yang tidak dibatasi oleh lautan seperti Eropa Kontinental dan Cina. Keuntungan dari
asas ius sanguinis adalah:
a. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara.
b. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lain.
c. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme.
d. Bagi negara daratan seperti Cina, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu,
tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara
tetangga)4.

3
Siska Sukmawaty, ”Jurnal Selat”, Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan Masalah
Kewarganegaraan Ganda Terbatas, vol. 3, no. III (Mei, 2010), 445.
4
Ibid., 446.

4
Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006,
Indonesia lebih memperhatikan asas-asas kewarganegaraan yang bersifat umum atau
universal, yaitu :
a. Asas ius sanguinis (law of the blood), adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas, adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang, berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang.
c. Asas kewarganegaraan tunggal, adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan
bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.
Status kewarganegaraan secara yuridis diatur oleh peraturan perundang-undangan
nasional. Tetapi dengan tidak adanya uniformiteit dalam menentukan persyaratan
untuk diakui sebagai warga negara dari berbagai akibat dari perbedaan dasar yang
dipakai dalam kewarganegaraan maka timbul berbagai macam permasalahan
kewarganegaraan.

Dalam menentukan kewarganegaraannya,beberapa negara memakai asas ius


soli,sedang di negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua
kemungkinan, yaitu:

1. Apatride, Yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan, Misalnya, seorang keturunan bangsa B yang menganut azas ius soli
lahir di negara B yang menganut azas ius sanguinis. Maka orang tersebut tidak menjadi
warga negara A dan juga tidak dapat menjadi warga negara B. Dengan demikian orang
tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan.
2. Bipatride, Yaitu adanya seseorang pendudukan yang memiliki dua macam
kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap). Misalnya, seseorang keturunan
bangsa B yang menganut azas ius sanguinis lahir di negara A yang menganut azas ius soli.
Oleh karena ia keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan
tetapi, negara A juga menganggap dia warga negaranya, karena berdasarkan tempat
kelahirannya5.

Dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang, pemerintah suatu negara lazim


menggunakan dua stelsel, yaitu :
a. Stelsel aktif. Yaitu seseorang melakukan tindakan hukum tertentu (hak opsi),
misalnya dengan cara “naturalisasi”.
b. Setelsel pasif. Yaitu seseorang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara
tanpa melakukan tindakan hukum tertentu (repudiasi), misalnya dengan cara
“naturalisasi istimewa”.

5
Yoyon M. Darusman, “Kajian Yuridis Dualisme Kewarganegaraan Dalam Undang-Undang Nomor : 12 Tahun
2006 Tentang Kewarganegaraan”, Studi Pada Kasus Gloria Natapraja Hamel, vol. 5, no 1. (Maret, 2017), 13.

5
ketentuan-ketentuan yang mengatur persoalan kewarganegaraan di indonesia
tercantum dalam UU Kewarganegaraan Indonesia (UU No.62 tahun 1958 yang kemudian
diubah dengan UU No. 12 Tahun 2006), yang pada pokoknya memakai asas sanguinis.
Sebelum adanya UU kewarganegaraan itu di indonesia berlaku peraturan kewarganegaraan
yang lama, yang pada pokoknya menganut asa ius soli, sebagaimana akibat dari peraturan
kewaarganegaraan yang lama itu timbullah masalah dwi-kewarganegaraan di kalangan
orang-orang cina di indonesia.
 Penggolongan Pennduduk Indonesia di Zaman Hindia Belanda.
 Undang-undang RI No. 3 Tahun 1946

Setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengeluarkan suatu peraturan


tentang kewarganegaraan yaitu UU No. 3 tahun 1946. Menurut UU itu penduduk negara ialah
mereka yang bertempat tinggal di indonesia selama satu tahun berturut-turut. Selanjutnya
disebutkan, bahwa yang menjadi warga negara indonesia pada pokonya ialah:

1. Penduduk asli dalam daerah RI, terrmasuk anak-anak dari penduduk asli itu;
2. Istri harus seorang warga negara indonesia;
3. Keturunan dari seorang warga negara yang kawin dengan wanita negara asing;
4. Anak-anak yang lahir dalam daerah indonesia yang oleh orang tuanya tidak diakui dengan
cara yang sah6.

D. Kewarganegaraan Republik Indonesia Dalam UU no. 12 tahun 2006

Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara
Indonesia (WNI) adalah :

1. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI


2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga
negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak
memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia
dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang
ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 tahun atau belum kawin

6
http://wawai.id/pendidikan/makalah/makalah-kewarganegaraan-indonesia/. Diakses pada tanggal 01 Desember
2020, pukul 19.00.

6
8. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui
10. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI,
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi

1. Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum
kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. Anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak
oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
4. Anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut
penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.

Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam


situasi sebagai berikut:

1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia.

Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan


pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan.
Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal
di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun
tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan
pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini


memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai
18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini
dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007. Dari UU ini terlihat bahwa secara

7
prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah
dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).

E. Kedudukan Warga Negara Di Negara Indonesia

Dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara,
yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan
melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan
melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat
sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam
sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara
memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja
sebagaimana lazim dipahami selama ini.

Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat


diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara
Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di
Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan,
tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia.

Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan


cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi.
Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan
kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian
berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya
seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh
status kewarganegaraan Indonesia.

Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena
kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena
alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status
kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya
kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang
bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang
harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu
sama lain.

Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak
berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh
membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya
diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari
status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi)
tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.

8
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya
prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius
sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan
pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan
tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam
pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-
kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa
kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan
perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap
berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.

Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui
prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan
Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-
anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara
Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang
dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang
mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.

F. Persamaan Kedudukan Warga Negara

1. Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara


a. Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA)
b. Jaminan Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia yang dapat dilestarikan :

 Nilai Religius
 Nilai Gotong Royong
 Nilai Ramah Tamah
 Nilai Cinta Tanah Air
c. Jaminan Persamaan Hidup dalam Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara di dalam konstitusi negara adalah:

 Pembukaan UUD 1945 alinea 1


 Sila-sila Pancasila
 UUD 1945 dan peraturan peundangan lainnya

9
2. Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara
a) Bidang Politik
Kewajiban bela negara terhadap keberadaan dan kelangsungan NKRI
Pengembangan sistem politik nasional yang demokratis, termasuk penyelenggaraan pemilu
yang berkualitas. Meningkatkan partai politik yang mandiri dengan pendidikan kaderisasi
yang intensif dan komprehensif. Memperketat dan menetapkan prinsip persamaan dan
antidiskriminasi dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara.

b) Bidang Ekonomi
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau
perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-
nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara.
Persamaan kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan
yang berkeadilan dan bersaing sehat, efisien, produktif, berday saing, serta mengembangkan
kehidupan yang layak anggota masyarakat.

c) Bidang Hukum
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin warga
negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.

d) Bidang Sosial-Budaya
Persamaan kedudukan di bidang sosial-budaya di antaranya :

 memperoleh pelayanan kesehatan


 kebebasan mengembangkan diri
 memperoleh pendidikan yang bermutu
 memelihara tatanan sosial.

3. Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara


1. Menghargai dan menghormati kedudukan individu dengan tidak menonjolkan perbedaan
yang ada
2. Menjaga tali persaudaraan dalam suatu lingkungan
3. Negara menjamin persamaan kedudukan warga Negara, sehingga setiap warga negara
memiliki hak dan kewajiban yang sama
4. Tidak memicu konflik yang disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan atau
membangga-banggakan agama/ras/golongan pribadi
5. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa
6. Tidak mengambil hak-hak milik orang lain

10
G. Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama,
Gender, Golongan, Budaya dan Suku

Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara:

a. Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai


pluralitas
b. Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta dalam
pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan antar sesama.
c. Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan warga
Negara
d. Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender

Penerapan prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :

a. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain
b. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa
c. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin kedudukan
social, warna kulit dsb
d. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
e. Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
f. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
g. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain7.

7
https://pandidikan.blogspot.com/2011/09/makalah-kewarganegaraan.html diakses tanggal 27 Desember 2020,
pukul 10.11.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-kadang


hubungan satusatunya antara seorang individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya
hak-hak dan kewaajiban-kewajiban individu itu pada hukum internasional.

Dalam hal ini ada beberapa Asas Kwarganegaraan yakni, Asas Tempat Kelahiran (ius
Soli) Yaitu asas yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat
kelahirannya. Asas Keturunan (Ius Sanguinis) Yaitu asas yang menetapkan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya (keturunannya) tanpa mengindahkan
dimana dilahirkan. Dalam menentukan kewarganegaraannya,beberapa negara memakai asas
ius soli,sedang di negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua
kemungkinan, yaitu: Apatride, Yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak
mempunyai kewarganegaraan. Atau Bipatride, Yaitu adanya seseorang pendudukan yang
memiliki dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap)

Upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara: Setiap kebijakan


pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas, Pemerintah
harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta dalam pembangunan
nasional tanpa membeda-bedakan antar sesame, Produk hukum atau peraturan perundang-
undangan harus menjamin persamaan warga Negara.

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai
warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk,
berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai
penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor
pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas
yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.

Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan Republik Indonesia. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan
dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya
secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara.

B. Saran

Perlu adanya pengembangan dan pendalaman materi lebih lanjut untuk memperluas
pengetahuan penulis dan pembaca, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
meningingkatkan minat para masyarakat untuk mempelajari pendidikan kewarganegaraan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kansil, Ilmu Negara umum dan Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), cet. 1.

Siska Sukmawaty, ”Jurnal Selat”, Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan
Masalah Kewarganegaraan Ganda Terbatas, vol. 3, no. III (Mei, 2010).

Yoyon M. Darusman, “Kajian Yuridis Dualisme Kewarganegaraan Dalam Undang-Undang


Nomor : 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan”, Studi Pada Kasus Gloria Natapraja
Hamel, vol. 5, no 1. (Maret, 2017).

Winarno Narmoatmojo,”Humanika” Pemikiran Aristoteles Tentang Kwarganegaraan dan


Konstitusi, vol. 21, no. 123 (Desember, 2012)

http://wawai.id/pendidikan/makalah/makalah-kewarganegaraan-indonesia/. Diakses pada


tanggal 01 Desember 2020, pukul 19.00.

https://pandidikan.blogspot.com/2011/09/makalah-kewarganegaraan.html diakses tanggal 27


Desember 2020, pukul 10.11.

iv

Anda mungkin juga menyukai