Anda di halaman 1dari 28

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN

HUKUM KREDITUR AKIBAT DEBITUR WANPRESTASI

Makalah Individu ini di buat untuk keperluan syarat-sarat Perkuliahan Aspek Aspek
Pengubah Hukum Pascasarjana Fakultas Magister Hukum Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Pamulang Kota Tangerang Selatan

Dosen Pengampu : Dr. Gregorius Hermawan Kristyanto, S.H. M.H.,

Di susun Oleh:
Akbarudin Noor, S.H.,
NIM : 211017400130

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2021
ABSTRAK

Assalamualaikum waroh matullahi wabarokatu


Puja dan Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat untuk mendapatkan Ilmu dan nikmat sehat untuk menjalankan aktifitas saya
selama ini untuk menempuh pembelajaran program studi Ilmu Hukum Pascasarjan
universitas Pamulang saya Akbarudin Noor, S.H., memberikan judul pada tulisan
makalah ini, dengan judul Eksekusi Hak Tanggungan sebagai Perlindungan Hukum
Kreditur Akibat Debitur Wanprestasi

Salah satu asas hukum yang dianut dalam hukum perjanjian adalah “asas
kebebasan berkontrak”, yang berarti setiap orang bebas untuk mengadakan suatu
perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang perjanjian
itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan. Pertama, Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran
hak dan hak asasi manusia.Kedua, Pemahaman terhadap asas ini membawa pengertian
bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengikatkan dirinya pada orang lain.
Asas ini mengasumsikan ada posisi tawar yang seimbang diantara para pembuat
kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian di Indonesia,
sehingga hukum perjanjian di indonesia menganut sistem terbuka.

hak tanggungan dalam kamus besar bahasa indonesia ( KBBI ) adalah sebagai
berikut, Tanggungan diartikan sebagai barang yang di jadikan jaminan. Sedangkan
jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima. Penggunaan istilah
hak “Tanggungan” bagi lembaga jaminan atas tanah hingga saat ini masih dipersoalkan
oleh beberapa ahli. Kata tanggungan sebenarnya merupakan istilah yang lazim dipakai
di dunia perasuransian kata tanggung sering dipakai sebagai sinonim dari kata asuransi.
Sehingga muncul istilah penanggungan, artinya asuradur dan tertanggung, tertanggung,
yaitu pihak yang diasuransikan atau ditanggung. Sehubungan dengan pemakaian istilah
hak tanggungan di dalam UUPA dan UUHT, dunia perasuransian telah menggugat
pemakaian istilah tersebut sebagai istilah khusus bagi dunia mereka yang sebaiknya
tidak digunakan oleh kalangan selain kalangan perasuransian. Dengan digunakannya
kata tanggungan untuk menamai lembaga jaminan atas tanah maka memiliki 2 (dua) arti,
yaitu jaminan (atas tanah) dan asuransi. Berikut beberapa pengertian dari hak
tanggungan yang dikemukakan oleh para ahli.

Demikian Saya Sebagai dengan ini membuat makalah ini agar bermanfaat bagi
mahasiswa dan bermanfaat bagi orang yang mencari ilmu.Terimakasi

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Tangerang Selatan, 25 Desember 2021


Penulis,

Akbarudin Noor, S.H.,


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia yang hidup di dunia pasti saling membutuhkan satu sama lain dalam
mengelola keuangan ( Finansial ), begitu juga dengan Kegiatan pinjam-meminjam uang
telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang
sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah
menjadikan kegiatan pinjam meminjam uang sebagai suatu yang sangat diperlukan untuk
mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf
kehidupannya.

Dan Untuk menjamin kepastian Hukum setiap tranksaksi maka di perlukan nya suatu
perjanjian yang tertuang dalam kertas, sebagai undang-undang atau aturan-aturan bagi
parapihak yang bersepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian / Perikatan

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua belah pihak berdasarkan mana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain. Pihak yang berhak
menuntut disebut kreditur ( Si berpiutang ), sedangkan pihak yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu disebut debitur ( Si berutang ).

Sehubungan dengan uraian di atas, Pasal 1233 KUHPerdata mengatur bahwa tiap
tiapmperikatan dilahirkan baik karena Persetujuan atau perjanjian baik karena Undang-
undang. Itulah sebabnya ada perikatan yang lahir dari persetujuan atau perjanjian dan
ada perikatan yang lahir dari Undang-undang. begitu juga akibatnya, lahirnya seseorang
atau pihak sebagai kreditur ( si berpiutang ) dan/atau sebagai debitur ( si berutang ), bisa
karena mereka melakukan atau mengadakan perjanjian untuk melakukan hak atau
kewajiban itu dan bisa juga hak dan kewajiban itu dilahirkan atas dasar ketentuan
undang-undang dari perbuatan atau peristiwa yang mereka lakukan1

1
I Ketut Okta setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika,Jakarta:2015, Hal 42
Salah satu asas hukum yang dianut dalam hukum perjanjian adalah “asas kebebasan
berkontrak”, yang berarti setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang
memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang perjanjian itu dibuat secara
sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pertama,
Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak dan hak asasi
manusia.Kedua, Pemahaman terhadap asas ini membawa pengertian bahwa setiap
orang mempunyai kebebasan untuk mengikatkan dirinya pada orang lain. Asas ini
mengasumsikan ada posisi tawar yang seimbang diantara para pembuat kontrak. Asas
kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian di Indonesia, sehingga hukum
perjanjian di indonesia menganut sistem terbuka.2

Dalam suatu perjanjian/perikatan juga dapat menghasilkan keuntungan bagi sebagian


dan sebagian lagi adalah penguasaaan terhadap Hak bezit baik benda bergerak maupun
benda tak bergerang , Benda bergerak seperti Mobil, Pesawat, kendaraan transportasi
lainnya sedangkan benda tak bergerak seperti Rumah, tanah, Rusun, Kontrakan, ruko,
dan lain lain, kesemuanya tersebut adalah harta yang di peroleh untuk di nikmati baik
sendiri maupun orang lain untuk mendapati keuntungan.

Dan setiap orang yang ingin memiliki hak bezit tersebut melalui beberapa cara seperti
melalui kredit maupun jual-beli, dalam melakukan Perjanjian kredit juga mengikat para
pihak dengan hak jaminan Perjanjian jaminan ini membuat suatu janji dengan
mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak debitur, dengan tujuan memberikan
keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian Pokok
jaminan. Dalam perjanjian kredit banyak sekali kendala atau kerugian yang dapat terjadi
maupun dialami oleh pihak debitur maupun kreditur, solusi yang diambil yaitu kewajiban
untuk menyerahkan jaminan utang oleh pihak peminjam dalm rangka pinjaman uang
sangat terkait dengan kesepakatan diantara pihak-pihak yang melakukan pinjam
meminjam uang,

Perjanjian kredit juga memuat adanya jaminan atau agunan yang dapat digunakan
sebagai pengganti pelunasan hutang bilamana di kemudian hari apabila debitur cidera

2
Website badilag.mahkamah agung.go.id
janji atau wanprestasi. Apabila debitur cidera janji dengan tidak melakukan pelunasan
setelah melewati proses somasi atas perjanjian hutang piutang dalam hak tanggungan
maka sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial. Baik di perjanjikan atau
tidak di perjanjikan dalam akta pembebanan hak tanggungan. Karena sertifikat hak
tanggungan tersebut pada dasarnya merupakan suatu grosse akta yang berirah-irah “
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “. Maka Eksekusi
Hak tanggungan dapat dilakukan dengan cara Pelelangan Umum.3

Dari uraian di atas maka penulis mengambil judul makalah ini yaitu “EKSEKUSI HAK
TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR AKIBAT DEBITUR
WANPRESTASI”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara melakukan Perjanjian kredit dengan menggunakan Hak tangungan ?


2. Bagaimana Proses Eksekusi Hak tanggungan jika debitur melakukan Wanprestasi ?
3. Apakah akibat kerugian bagi debitur jika dilakukan eksekusi terhadap Hak tanggungan ?

C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode yuridis
normatif yaitu penelitian terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan mempelajari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan ,
membandingkan dengan penerapan

hukum dan peraturan dalam masyarakat. Pendekatan empiris yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap
masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan sifat

3
Evie Hanavia, eksekusi hak tanggungan berdasarkan title eksekutorial dalam sertifikat hak tanggungan, jurnal
Univ, sebelas maret, hal 22
hukum yang nyata sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan
dihubungkan pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Sumber data

Sumber data yang saya gunakan adalah dari sumber buku-buku, Jurnal, dan data
data dari perpustakaan yang menjadi data dari penelitian ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Tanggungan


Istilah hak tanggungan dalam kamus besar bahasa indonesia ( KBBI ) adalah
sebagai berikut, Tanggungan diartikan sebagai barang yang di jadikan jaminan.
Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima.
Penggunaan istilah hak “Tanggungan” bagi lembaga jaminan atas tanah hingga saat ini
masih dipersoalkan oleh beberapa ahli. Kata tanggungan sebenarnya merupakan istilah
yang lazim dipakai di dunia perasuransian kata tanggung sering dipakai sebagai sinonim
dari kata asuransi. Sehingga muncul istilah penanggungan, artinya asuradur dan
tertanggung, tertanggung, yaitu pihak yang diasuransikan atau ditanggung. Sehubungan
dengan pemakaian istilah hak tanggungan di dalam UUPA dan UUHT, dunia
perasuransian telah menggugat pemakaian istilah tersebut sebagai istilah khusus bagi
dunia mereka yang sebaiknya tidak digunakan oleh kalangan selain kalangan
perasuransian. Dengan digunakannya kata tanggungan untuk menamai lembaga
jaminan atas tanah maka memiliki 2 (dua) arti, yaitu jaminan (atas tanah) dan asuransi.
Berikut beberapa pengertian dari hak tanggungan yang dikemukakan oleh para ahli.

1. Prof. Boedi Harsono, S.H. mengemukakan bahwa "Hak Tanggungan adalah


penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat
sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai
secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji
dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian-sebagian pembayaran
lunas utang debitur kepadanya".

2. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. mengemukakan bahwa "Hak Tanggungan
adalah salah satu jenis dari hak jaminan di samping hi potek, gadai, dan fidusia.
Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang
memberikan hak utama seorang debitur yang memberikan hak utama kepada
seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk didahulukan
terhadap kreditur kreditur lain apabila cedera janji"?
3. Kartini Muljadi, S.H., M.H. dan Gunawan Widjaja S.H. mengemuka kan bahwa
"Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak
mendahului, dengan objek (jaminannya) berupa hak, hak atas tanah yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun. 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria atau Undang Undang Pokok Agraria"

4. Menurut Sutarno, bahwa "Hak Tanggungan adalah jaminan yang adanya karena
diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dengan debitur, jaminan yang adanya
atau lahirnya karena perjanjian ini akan menimbulkan jaminan khusus yang berupa
jaminan kebendaan, yaitu Hak Tanggungan/Hypotheek. Sebagaimana disebutkan
bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang, keberadaan
Hak Tanggungan memberikan suatu rasa aman kepada kreditur, karena kreditur
berada pada posisi yang diutamakan daripada kreditur lainnya, dalam arti apabila
debitur-debitur tidak dapat melaksana kan kewajibannya (wanprestasi) kreditur
pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual barang jaminan
melalui suatu pelelangan umum terhadap tanah yang dijadikan jaminan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan, kedudukan yang diutamakan ini di
kecualikan apabila dalam hal-hal adanya piutang negara yang harus diutamakan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan".

5. Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan


bahwa hak tanggungan adalah: "Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kre ditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya".
6. Di dalam Penjelasan Umum angka 4 UUHT menyebutkan bahwa hak Tanggungan
adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan ay tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditar tertentu terhadap kreditur kreditur lain.
Dalam arti, bahwa jika debitu cedera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan
berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak
mendahulu daripada kreditur kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut
sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang.4

Bahwa dari uraian di atas maka penulis simpulkan bahwa Hak tanggungan adalah
untuk memberikan jaminan terhadap Kreditur ( Si berpiutang ) agar Debitur ( Si berutang
) melakukan prestasinya. Sehingga Debitur tidak melalaikan untuk melakukan
prestasinya.

B. Eksistensi Hak tanggungan Pada masa ke masa


Indonesia mengalami beberapa fase perubahan seperti Zaman Penjajahan dan
Zaman Pasca kemerdekaan. Pada zaman penjajahan ini, terkait dengan pengaturan
mengenai hak tanggungan, dibedakan menjadi 2 (dua) fase berikut.

1. Zaman Penjajahan Belanda

Pada zaman pemerintah Hindia Belanda, ketentuan hukum yang mengatur tentang
hak tanggungan dapat dilihat pengaturannya dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1908
Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi Stb. 1937 Nomor 190 tentang
Credietverband. Dalam Buku II KUH Perdata, ketentuan-ketentuan hukum yang
berkaitan dengan hak tanggungan diatur dalam ketentuan mengenai hipotek mulai dari
Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. Credietverband adalah suatu
jaminan atas tanah berdasarkan Koninklijk Besluit (KB) tanggal 6 Juli 1908 No.5 (STBL
1908 No. 542).

4
Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum., Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda di
atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020, Hlm. 4-6
Dari konsiderans KB tersebut dapat diketahui bahwa yang di maksudkan adalah untuk
memberikan kesempatan kepada orang-orang Bumiputera yang meminjam uang dari
Credietinstellingn (Lembaga Lembaga Perkreditan), untuk memberikan jaminan tanah
yang mirip dengan hipotek.

Adapun yang menjadi objek credietverband adalah tanah-tanah milik adat


(masyarakat pribumi). Credietverband hanya dapat diberikan oleh lembaga-lembaga
perkreditan (bank) yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Dulu yang ditunjuk untuk itu
adalah Algemene Volkscredie Bank (AVB). Sedangkan bagi orang Eropa dan
dipersamakan dengan itu ter kait dengan hak tanggungan, berlaku ketentuan-ketentuan
hukum yang berkaitan dengan hipotek.

2. Zaman Penjajahan Jepang

Pada zaman Jepang ketentuan mengenai hak tanggungan tidak berkembang karena
pada zaman ini ketentuan-ketentuan hukum yang diberlakukan dalam pembebanan hak
atas tanah (hak tanggungan) didasarkan pada ke tentuan hukum yang tercantum dalam
KUH Perdata dan Credietverband.

Hal ini dapat kita ketahui dari bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942, yang
berbunyi:

"Semua badan-badan pemerintah, kekuasaannya, hukum dan undang undang


dan pemerintah terdahulu, tetap diakui buat sementara waktu asal saja tidak
bertentangan dengan Pemerintahan Militer"

Berdasarkan ketentuan ini, jelaslah bahwa hukum dan undang undang yang berlaku
pada zaman Hindia Belanda masih tetap diakui sah oleh Pemerintah Dai Nippon. Tujuan
adanya ketentuan ini untuk mencegah terjadi kekosongan hukum (rechtvacuum).

3. Pasca Kemerdekaan

Pada saat awal Indonesia merdeka belum mampu membuat produk hukum sendiri
untuk mengganti hukum kolonial, maka untuk sementara sebagian hukum buatan
penjajah tetap diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Salah satu ketentuan yang masih tetap dipertahankan adalah
berkaitan dengan pertanahan, yaitu jaminan hak atas tanah (hak tanggungan)
sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
mengatur hipotek dan Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi Stb. 1937
Nomor 190 tentang Credietverband. Pengaturan mengenai hukum pertanahan di
Indonesia mempunyai sejarah panjang dan kompleks. Kompleksitas itu di sebabkan oleh
adanya pluralisme pengaturan hukum perdata yang berlaku di Indonesia sejak jaman
kolonial Belanda. Keanekaragaman ini semakin tampak dengan adanya tindakan
Penguasa Kolonial Belanda sebagai bagian dari politik devide et imper-membagi
penduduk Indonesia menjadi tiga golongan berdasarkan Pasal 163 IS (Indische
Staatsregeling), yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Bumiputera.
Penggolongan penduduk tersebut membawa implikasi pluralisme hukum yang berlaku di
Indonesia saat itu. Implikasi pluralisme hukum tersebut berpengaruh pula terhadap
pengaturan di bidang hukum pertanahan, sehingga muncul dualisme hukum dengan
dianutnya sistem hukum Barat dan hukum Adat dalam mengatur pertanahan di
Indonesia. Konsekuensinya maka muncul adanya hak atas tanah yang berbeda
pengaturan dan dasar hukumnya, sehingga muncul hak atas tanah Barat (eigendom,
erfpacht, opstal, dan lain-lain) dan hak atas tanah Adat (hak gogolan, hak yasan,
bengkok, hak grant sultan, dan lain-lain.

Dualisme hukum pertanahan tersebut terus berlangsung hingga Indonesia merdeka,


sampai akhirnya dilakukan perubahan sangat mendasar dan revolusioner dengan
diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria). Kelahiran Undang-Undang Pokok
Agraria menghapuskan stelsel hukum pertanahan di Indonesia yang bersifat dualisme
menjadi hanya ada satu hukum tanah. Unifikasi hukum pertanahan itu merupakan
perwujudan wawasan nusantara di bidang hukum, di mana seluruh kepulauan nusantara
merupakan satu kesatuan sistem hukum, yakni hanya berlaku satu sistem hukum
nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria juga dimaksudkan untuk


memerdekakan bangsa dari belenggu hukum kolonial, terutama hukum yang mengatur
pertanahan. Kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria disemangati oleh keinginan
bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari pengaruh apa saja yang berbau kolonial
yang saat itu mewarnai corak dan sifat dari produk perundang-undangan di Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (UUPA) mengenai peraturan tentang lembaga jaminan yang bertalian
dengan tanah diatur dalam pasal-pasal tertentu dari UPPA beserta peraturan peraturan
pelaksanaannya. Menurut ketentuan Pasal 51 UUPA dinyatakan bahwa hak tanggungan
yang dapat dibebankan kepada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan tersebut
dalam Pasal 25, 33, 39 diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya Pasal 57 UUPA menyatakan bahwa: Selama undang undang yang


mengenai hak tanggungan tersebut dalam Pasal 51 UUPA di atas belum terbentuk maka
yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hipotek tersebut dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia dan Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah
menjadi Stb. 1937 Nomor 190 tentang Credietverband.

Maka dapat disimpulkan bahwa mengenai segi materielnya, yaitu. mengenai hak-
hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan-hubungan hukum dari hipotek dan
credietverband itu masih tunduk pada peraturan peraturan lama sebagaimana tercantum
dalam KUH Perdata dan Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi Stb.
1937 Nomor 190 tentang Credietverband. Sedangkan mengenai segi formalnya, yaitu
mengenai cara pembebanannya dan cara pemasangan atau pendaftaran hipotek dan
credietverband tunduk pada ketentuan-ketentuan UUPA beserta peraturan
pelaksananya, seperti:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;

b. Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pejabat Pembuat Akta
Tanah;

c. Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pembebanan dan


Pendaftaran Hipotek dan Credietverband;

d. Peraturan Menteri Agraria Nomor 7 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Roya;


e. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1973 tentang Bank-Bank Negara yang Berhak
Menerima Credietverband.

Setelah menunggu selama 36 tahun sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjanjikan adanya Undang-
Undang tentang Hak Tanggungan, maka pada tanggal 9 April 1996 disahkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Kependekan resmi dari nama Undang-Undang
tersebut adalah Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Dengan telah
diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, terwujudlah sudah unifikasi
hukum tanah nasional. Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang ini
adalah dimaksudkan sebagai pengganti dari hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan
Credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah
dengan Staatsblad 1937-190, berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), masih diberlakukan
sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan
tersebut.

Undang-Undang Hak Tanggungan ini telah lama ditunggu-tunggu lahirnya oleh


masyarakat. Seperti dikemukakan di dalam Penjelasan Umum UUHT, ketentuan-
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Hipotek dan Credietverband
berasal dari zaman kolonial Belanda dan didasarkan pada hukum tanah yang berlaku
sebelum adanya Hukum Tanah Nasional, sebagaimana pokok-pokok ketentuannya
tercantum dalam UUPA dan dimaksudkan untuk diberlakukan hanya untuk semen tara
waktu, yaitu sambil menunggu terbentuknya Undang-Undang yang dimaksud dalam
Pasal 51 UUPA. Ketentuan tentang Hipotek dan Credietverband itu tidak sesuai dengan
asas-asas hukum tanah nasional dan dalam kenyataannya tidak dapat menampung
perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat
dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibatnya ialah timbulnya perbedaan pandangan
dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas
tanah. Misalnya, mengenai pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan eksekusi, dan
lain sebagainya, sehingga peraturan perundang undangan tersebut dirasa kurang
memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan (Penjelasan Umum
UUHT).5

C. Subjek dan Objek dalam Hak Tanggungan

1. Subjek dalam Hak Tanggungan


Untuk mengetahui siapa subjek hak tanggungan tersebut, maka terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa itu subjek hukum. Istilah subjek hukum dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah legal subject, sedang kan dalam bahasa Belanda disebut dengan
rechtssubject memiliki peranan yang sangat penting dalam lalu lintas hukum, karena para
subjek hukumlah yang akan melakukan perbuatan hukum.?

Adapun beberapa definisi mengenai subjek hukum yang dikemukakan oleh


beberapa ahli, yaitu sebagai berikut.

a. Menurut Algra, dkk., mengartikan subjek hukum (rechtsubject) adalah:


"setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai
wewenang hukum (rechtsbevoegheid)".

b. Menurut Chaidir Ali, mengartikan subjek hukum adalah yang berkepribadian


hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat
yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
manusia

c. LJ. van Alpeldoorn, ia mengartikan subjek hukum atau persoon sebagai:


"segala sesuatu yang mempunyai kewenangan hukum"

d. Menurut Chainur Arrasjid mengartikan subjek hukum adalah segala sesuatu


yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan
kewajiban.

5
Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum.,DKK. Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda di
atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020, Hlm. 19-24
e. Menurut Soedjono Dirdjosisworo, mengartikan subjek hukum atau subjeck van
een recbt, yaitu "orang yang mempunyai hak manusia pribadi atau badan hukum
yang berhak atau yang melakukan per buatan hukum.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai subjek hukum di atas penulis


kemudian dapat memberikan definisi mengenai subjek hak tanggungan adalah setiap
orang atau badan hukum yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan
menggunakan hak-hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum yang berkaitan dengan
hak jaminan yang pada hak atas tanah (hak tanggungan). Dibebankan

Pengaturan mengenai subjek hak tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 4


Tahun 1996 diatur dalam 2 (dua) pasal, yaitu Pasal 8 dan Pasal 9. Dalam kedua pasal
itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hak tanggungan, yaitu sebagai berikut.

a.Pemberi hak tanggungan

Dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan,
pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan per buatan hukum terhadap objek hak
tanggungan yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 8 UUHT bahwa Pemberi Hak Tanggungan adalah pihak yang
berutang atau debitur. Subjek hukum lain dimungkinkan untuk menjamin pelunasan utang
debitur dengan syarat Pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan. Kewenangan atas hak
tanggungan tersebut harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran
hak tanggungan dilakukan. Hal ini karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat
didaftarkannya hak tanggungan itu. Oleh karena itu, kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak
tanggungan, pada saat pembuatan buku tanah (pendaftaran) hak tanggungan.
b. Pemegang hak tanggungan

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan: Pemegang Hak


Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai
pihak yang berpiutang. Sebagai pihak yang berpiutang dapat berupa lembaga keuangan
berupa bank, atau lembaga keuangan bukan bank, dan badan hukum lainnya atau
Perseorangan. Oleh karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah
tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah
yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam penguasaan pemberi hak
tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c
Undang-Undang Hak Tanggungan tentang janji yang memberikan kewenangan kepada
pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasar kan
penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi tempat objek Hak Tanggungan
apabila debitur sungguh cedera janji. daerah hukumnya sungguh

Berdasarkan ketentuan dan uraian di atas, maka subjek pemegang hak tanggungan
dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat
juga oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang berdomisili di Indonesia dan
melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

2. Objek Hak Tangungan

Istilah objek hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan law attraction/law of the object,
sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan wet vanaantrekhing mempunyai arti
yang penting dalam lalu lintas hukum karena objek hukum berkaitan erat dengan benda
atau sasaran di dalam setiap transaksi yang dilakukan subjek hukum. Objek hukum
diartikan sebagai setiap hal atau benda yang menjadi objek dalam setiap hubungan
hukum. Berikut beberapa pengertian objek hukum menurut para ahli.

a. Menurut Chidir Ali yang dimaksud dengan objek hukum adalah: "segala sesuatu
yang bermanfaat bagi subjek hukum (manusia dan badan hukum) dan yang dapat
menjadi pokok (objek) suatu hu bungan hukum (dapat pula disebut: hak) karena
segala sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum".
b. Menurut Chainnur Arrasjid (2008: 132) yang dimaksud objek hukum adalah:
"segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan
oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum), berdasarkan hak dan kewajiban
objek hukum yang bersang kutan".

Dengan demikian maka yang dimaksud dengan objek hak tanggungan adalah
sesuatu yang dapat dibebani dengan hak tanggungan. Pengaturan mengenai objek
jaminan hak tanggungan dapat dilihat dalam ketentuan UUPA dan UUHT. Dalam UUPA
dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 25, 33, dan 39 yang menyatakan bahwa yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna
bangunan dan hak guna usaha, sedangkan untuk hak pakai dalam UUPA tidak
disebutkan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan. Sedangkan di
dalam UUHT objek hak tanggungan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 yang
menyebutkan bahwa yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah sebagai
berikut.

- Hak Milik.

- Hak Guna Usaha.

- Hak Guna Bangunan.

- Hak Pakai Atas Tanah Negara (Pasal 4 ayat (1), yang menurut ketentuan yang
berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Maksud dari
hak pakai atas tanah Negara di atas adalah Hak Pakai yang diberikan oleh negara
kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata dengan jangka
waktu terbatas, untuk keperluan pribadi/usaha. Sedangkan Hak Pakai yang
diberikan kepada Instansi-Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-Badan
Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing yang peruntukannya
tertentu dan telah didaftar bukan merupakan hak pakai yang dapat dibebani
dengan hak tanggungan karena yang tidak dapat dipindahtangankan. Selain itu,
Hak Pakai oleh pemilik tanah dapat juga menjadi objek hak tanggungan. sifatnya
diberikan
- Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yangmerupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan merupakan milik pemegang hak atas tanah
yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan. yang

Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, maka objek hak tanggungan harus
memenuhi empat (4) syarat berikut.

a. Dapat dinilai dengan uang.

Artinya objek hak tanggungan tersebut harus dapat diperjualbelikan dan bernilai
dengan uang.

b. Mempunyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitur cedera janji, maka
benda yang dijadikan harus dapat dipindahtangan kepada kreditur, yang apabila
diperlukan untuk membayar utang debitur yang dijamin pelunasannya, benda
jaminannya dapat di pindahtangankan kepada pihak ketiga untuk dijual atau
dilelang.
c. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan pendaftaran tanah yang berlaku.
Maksudnya adalah adanya kewajiban untuk mendaftarkan objek hak tanggungan
dalam daftar umum, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan
dengan kedudukan diutamakan atau preferen yang diberikan kepada kreditur
pemegang hak tanggungan terhadap kreditur lainnya. Untuk itu harus ada catatan
mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah
yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya.
D. Memerlukan penunjukan khusus oleh undang-undang sebagai benda yang dapat
dipertanggungkan.

permanen dan tanamannya tanaman keras) dengan maksud mengikut sertakan


bangunan dan/atau tanaman tersebut dinyatakan secara tegas oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Praktik tersebut dikukuhkan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan
dalam Pasal 4 ayat (4), tanpa mengganti asas pemisahan horizontal dengan asas
perlekatan atau asas accessie. Pengikutsertaan bangunan dan atau tanaman tersebut
tetap tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus secara tegas dinyatakan oleh para
pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Objek Hak
Tanggungan adalah juga hak atas tanah dan bangunan yang ditunjuk oleh Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal 27), yaitu:

1. Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai yang diberikan oleh negara lain;
2. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan bangunannya berdiri di atas tanah hak-
hak yang disebut di atas.

Hak Pakai yang diberikan kepada instansi-instansi pemerintah, pemerintah daerah,


badan-badan keagamaan dan sosial, serta perwakilan negara asing tidak dapat dijadikan
objek Hak Tanggungan, peruntukan nya tertentu dan menurut sifatnya tidak dapat
dipindahtangankan. Hak Pakai tersebut tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena
tidak ada penunjukannya dengan undang-undang. Karena menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dan termasuk hak yang didaftar, maka Hak Jaminan yang yang dapat
dibebankan adalah fidusia (Undang-Undang Rumah Susun Pasal 12 dan 13). Berikut
penjelasan mengenai hak-hak atas tanah dapat dijadikan objek jaminan hak
tanggungan.6

D. Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan


Eksekusi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh salah satu pihak atau oleh
beberapa pihak, atau institusi tertentu terhadap suatu benda yang menjadi objek
perbuatan hukum yang dikuasai oleh pihak pemegang hak atau pihak pemberi hak.
Eksekusi juga merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
orang atau oleh institusi atas dasar keputusan yang dilakukan oleh suatu institusi yang

6
Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum.,DKK. Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda di
atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020, Hlm. 41-48
berwenang. Eksekusi dilakukan terhadap beberapa hal dan dilakukan karena beberapa
hal.

Eksekusi Hak Tanggungan dilakukan oleh pihak pemegang Hak Tanggungan


(kreditur) atas suatu benda yang dijadikan objek Hak Tang gungan oleh pemberi hak
tanggungan (debitur) baik dilakukan secara langsung di bawah tangan atau dilakukan
melalui pelelangan umum pada Kantor Pelelangan Umum. Eksekusi Hak Tanggungan
dilakukan disebab kan oleh wanprestasi dari debitur. Wanprestasi tersebut disebabkan
oleh beberapa hal sehingga debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya yang
mengakibatkan kreditur atau pihak pemegang Hak Tanggungan mengalami kerugian.

Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 jika debitur wanprestasi. Untuk


Pelaksanaan eksekusi ini sudah diatur di dalam Undang-Undang mempermudah
pelaksanaan eksekusi, undang-undang ini telah menentu kan tentang kewajiban
mendaftarkan akta Hak Tanggungan tersebut di Kantor Badan Pertanahan Nasional yang
sekarang adalah Kementerian.

Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk


mendapatkan sertifikat Hak Tanggungan sehingga mempermudah untuk melakukan
eksekusi. Pasal 14 UUHT menentukan sebagai berikut.

(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan
sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah
dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDA SARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA".

(3) Sertifikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
dengan putusan
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan
pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(5) Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

Di dalam Penjelasan Umum UUHT angka 7 dan angka 9 disebutkan sebagai berikut.
Penjelasan angka 7 antara lain menjelaskan bahwa proses pembebanan Hak
Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut.

a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak


Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT,
yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin.
b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya
Hak Tanggungan yang dibebankan.

PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pe mindahan hak atas
tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya
ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang
terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kedudukan sebagaimana
disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta autentik.

Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang pembuatan aktanya
merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan Hak Guna
Bangunan Atas Tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-
Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak
Tanggungan yang diatur dalam undang-undang ini.

Penjelasan angka 9 disebutkan: salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah
mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur cedera janji. Walaupun
secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang
berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi
Hak Tanggungan dalam undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga Parate
Executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diper
baharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum
untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in
de Gewesten Buiten Java en Madura).

Sehubungan dengan itu pada sertifikat Hak Tanggungan, yang ber fungsi sebagai
surat-tanda-bukti adalah Hak Tanggungan, dibubuhkan irah irah dengan kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", untuk memberikan
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Selain itu sertifikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai
pengganti.

sepakat di sini maksudnya adalah harus diberikan secara bebas. Walaupun syarat
kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi, mungkin terdapat suatu
kekhilafan atau mungkin pula diberikan karena penipuan, paksaan dan kekerasan maka
perjanjian yang timbul secara demikian dapat dibatalkana diadakan pembatalan oleh
Pengadilan atas tuntutan dari orang. orang yang berkepentingan. atau

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian.

Yang dimaksud dengan cakap dalam membuat perjanjian adalah bahwa orang
yang membuat perjanjian haruslah cakap menurut hukum. Orang yang cakap menurut
hukum adalah orang yang telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi
telah pernah kawin, sedangkan menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata g dikatakan
tidak cakap membuat perjanjian adalah: yang

a. orang yang belum dewasa;


b. orang yang berada di bawah pengampuan; seorang perempuan yang masih
bersuami.

3. Suatu hal tertentu.


Maksudnya bahwa barang yang dijadikan objek dalam harus jelas, paling tidak
harus ditentukan jenisnya. perjanjian

4. Suatu sebab yang halal.

Suatu sebab yang halal adalah menyangkut isi perjanjian yang tidak berlawanan
dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dalam perjanjian terdapat objek perjanjian atau yang diperjanjikan sesuai dengan
ketentuan 1320 KUH Perdata. Objek tersebut berupa prestasi yaitu barang atau sesuatu
yang harus dituntut. Prestasi dari seorang debitur diharapkan akan dapat terpenuhi tetapi
adakalanya prestasi itu tidak dapat terpenuhi. Maka dalam hal demikian debitur telah lalai
atau melakukan wanprestasi. Yang dimaksud dengan wanprestasi adalah apabila
seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang
keliru atau terlambat melakukan prestasi, maka dalam hal-hal yang demikian inilah yang
disebut seorang debitur melakukan wanprestasi. Dari batasan ini dapat kita ketahui
bentuk-bentuk dari wanprestasi itu, yakni:

1. tidak melakukan prestasi sama sekali;

2. melakukan prestasi yang keliru;

3. terlambat melakukan prestasi.

Wanprestasi dapat timbul dari dua hal, yaitu sebagai berikut.

1. Kesengajaan, maksudnya perbuatan itu di hendaki oleh debitur.sendiri

2. Kelalaian, maksudnya si debitur tidak mengetahui adanya kemungkinan bahwa akibat


itu akan timbul.

Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi tersebut adalah timbulnya hak dari
pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak
yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi.

Salah satu bentuk perjanjian dibuat oleh para pihak adalah perjan jian kredit.
Perjanjian kredit mengikat para pihak dengan hak jaminan. Perjanjian jaminan ini
membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu/kesanggupan pihak debitur,
dengan tujuan memberikan pokok jaminan. Dalam perjanjian kredit banyak sekali
kendala atau kerugian yang dapat terjadi ataupun dialami baik oleh pihak debitur maupun
kreditur. Solusi yang diambil, yaitu kewajiban untuk menyerahkan jaminan utang oleh
pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di
antara para pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Perjanjian kredit juga
memuat adanya jaminan atau agunan yang dapat digunakan sebagai pengganti
pelunasan utang bilamana di kemudian hari debitur wanprestasi (cedera janji). Dalam
praktik perbankan debitur dikatakan wanprestasi ketika tidak melaksanakan kewajiban
membayar angsuran kredit sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama.

Menurut Pasal 238 KUH Perdata jika dalam perikatannya telah dibuat suatu ketetapan,
maka debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan. Apabila
debitur wanprestasi dengan tidak melakukan pelunasan setelah melewati proses somasi
atas perjanjian utang piutang dalam hak tanggungan, maka sertifikat hak tanggungan
memiliki kekuatan eksekutorial, baik diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan dalam hak
tanggungan karena sertifikat hak tanggungan tersebut pada dasarnya merupakan suatu
grosse akta yang memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa". Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 20
Undang-Undang Hak Tanggungan.7

E. Pelaksanaan eksekusi Hak Atas tanah Objek Hak tanggungan

Salah satu ciri dari hak tanggungan adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya apabila di kemudian hari debitur wanprestasi. Eksekusi adalah pelaksanaan
secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang
kalah (tereksekusi/pihak ter gugat) tidak mau menjalankan secara sukarela. Eksekusi
Hak Tanggungan dilakukan apabila debitur cedera janji maka objek Hak Tanggungan

7
Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum.,DKK. Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda di
atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020, Hlm. 169
dijual melalui pelelangan umum sesuai cara yang ditentukan dalam Pasal 6 dan Pasal 21
ayat (1) UUHT dan pemegang hak tanggungan berhak mengambil

seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak
mendahului daripada kreditur-kreditur lain.

Selain itu dalam ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT, berikan kemungkinan untuk
menyimpang dari prinsip eksekusi Hak Tanggungan dilaksanakan melalui pelelangan
umum. Pasal 20 ayat (2) UUHT menetapkan, bahwa atas kesepakatan pemberi dan Hak
Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika
dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua
pihak. Dengan demikian, eksekusi melalui penjualan di bawah tangan hanya dapat
dilakukan bila hal tersebut telah disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan. Ditentukan dalam penjelasan atas Pasal 20 ayat (2) UUHT, bahwa
kemungkinan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan tersebut dimaksudkan untuk
mempercepat penjualan objek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi, sebab
penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga
tertinggi. pemegang

Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan


terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan dengan
bantuan pengadilan. Eksekusi objek jaminan adalah pelaksanaan hak kreditur pemegang
hak jaminan terhadap objek jaminan apabila terjadi perbuatan ingkar atau wanprestasi
oleh debitur dengan cara penjualan benda objek jaminan untuk melunasi piutangnya. Hak
untuk melaksanakan pemenuhan hak kreditur ini dilakukan dengan cara menjual benda
objek jaminan yang hasilnya digunakan sebagai pelunasan piutang krediturnya.
Pengaturan megenai Eksekusi hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 19%. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 diatur tentang cara eksekusi hak tanggungan. Eksekusi hak tanggungan
dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara berikut.8

8
Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum.,DKK. Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda di
atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020, Hlm. 170
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan terhadap Kreditur ( Si berpiutang
) agar Debitur ( Si berutang ) melakukan prestasinya. Sehingga Debitur tidak melalaikan
untuk melakukan prestasinya.

Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi
kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan
untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur
cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian-sebagian
pembayaran lunas utang debitur kepadanya

Bahwa Hak Tanggungan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur agar bisa
memiliki jaminan ketika pihak debitur telat bayar, sehingga tidak mengakibatkan kerugian
dan penipuan terhadap objek jaminan yang di jadikan aset jaminan piutang

B. Saran
Agar mahasiswa lebih memahami bagaimana meminimalisir akibat dari Hutang
piutang yang di berikan dan tidak tejadi kerugian bagi debitur yang meminjamkan
uangnya sehingga apabila pihak debitur melarikan diri tidak terpengaruh terhadap
kerugian yang dilakukan debitur
Daftar Pustaka
I Ketut Okta setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika,Jakarta:2015

Website badilag.mahkamah agung.go.id

Prof.Dr. H.M. Arba, S.H.,M.Hum., Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas Tanah
dan Benda-Benda di atasnya, Jakarta,Sinar grafika: 2020,

Evie Hanavia, eksekusi hak tanggungan berdasarkan title eksekutorial dalam sertifikat hak
tanggungan, jurnal Univ, sebelas maret

Anda mungkin juga menyukai