Anda di halaman 1dari 171

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI

DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN


(STUDI DI BANK UOB INDONESIA)

TESIS

Oleh

RICKY
087011093/M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI
DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN
(STUDI DI BANK UOB INDONESIA).

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

R ICKY
087011093/M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT
SINDIKASI DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN”
(STUDI DI BANK UOB INDONESIA)
Nama Mahasiswa : RICKY
Nomor Pokok : 087011093
Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

Prof.Dr. Runtung, SH,MHum.


Ketua

Chairani Bustami, SH, SpN,MKn. Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN.


Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal Lulus : 29 Nopember 2010

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal : 29 Nopember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum.


Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn.
2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN.
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
4. Syahril Sofyan, SH, MKn.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh beberapa bank atau
lembaga non bank secara sindikasi membiayai satu debitur, dimana diantara bank-
bank peserta sindikasi tersebut terdapat hubungan lintas kreditur yang dikoordinasi
secara erat dan kokoh oleh satu bank sebagai koordinator yang disebut lead creditur
atau lead manager, dan subjek yang ada dalam kredit sindikasi yakni : pihak debitur,
pihak kreditur, pihak lead manager, pihak agen bank.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaannya, dapat dijumpai
dua jenis sindikasi yakni Sindikasi Murni dan Club Deal/Join Banking. Dalam
Sindikasi Murni, kredit yang disindikasikan oleh dua bank atau lebih berdasarkan
sebuah Perjanjian Kredit yang berlaku sama untuk semua Kreditur. Dokumen-
dokumen Perjanjian Kredit ini diadministrasikan oleh Agen. Sedangkan dalam Club
Deal, masing-masing kreditur dan debitur mempunyai perjanjian kredit (bilateral),
dan para kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, yang
pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur
tersebut.
Hal yang tidak dapat diabaikan dalam perjanjian kredit adalah perlindungan
hukum bagi kreditor manakala debitor wanprestasi, apalagi kalau debitor sampai
mengalami kemacetan dalam pembayarannya. Dalam Sindikasi Murni, untuk
menutup kebutuhan dana debitor, debitor dapat saja menyerahkan suatu objek
jaminan untuk dijaminkan dengan hak tanggungan namun bukan sebagai jaminan
utama melainkan hanya sebagai jaminan tambahan. Sedangkan dalam Club Deal/Join
Banking, objek yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan adalah merupakan jaminan
utama dan karena kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, maka
pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur
tersebut.
Bagaimana hubungan para kreditor satu dengan yang lain, diatur oleh mereka
sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan
jika bukan oleh debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk salah seorang
kreditor yang akan bertindak atas nama mereka. Dalam pelaksanaan kredit sindikasi,
tata cara pemberian Hak Tanggungan sama dengan pemberian Hak Tanggungan pada
umumnya sesuai dengan dalam Undang Undang Hak Tanggungan.

Kata Kunci : Kredit Sindikasi, Hak Tanggungan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Syndication loan is the loan which is granted by some banks and non-bank
financial institutions in financing debtors, in which the inter creditor relationship
among the members of the syndication banks is closely related and tenaciously
coordinated by one bank as the coordinator which is called lead creditor or lead
manager, and the subjects of the syndication loan are debtors, creditors, lead
manager and bank agencies
The result of the research showed that in practice, there were two kinds of
syndication: Pure Syndication and Club/Join Banking. In the Pure Syndication, the
loan syndicated by two or more banks is based on o loan agreement which is effected
to all creditors. The loan agreement will be administered by the Representative. In
the Club Deal, each creditor or debtor has loan agreement (bilateral), and the
creditors will share the guarantee with the other creditors. The application is done by
the guarantee representative who is appointed by the creditors.
One thing which cannot be ignored in the loan agreement is the legal
protection for the creditors if the debtors default, or they cannot pay up their debts. In
the Pure Syndication, in order to cover the debtors’ finance, the debtors can give
collateral as the hypothecation, not as the primary guarantee but as the
supplementary one. In the Club Deal/Join Banking, the collateral which is
guaranteed by the hypothecation is the primary guarantee because the creditors will
share the guarantee with the other creditors. The application is done by the
guarantee representative who is appointed by the creditors. The relationship among
the creditors is established by themselves, while the relationship between the
creditors and the hypothecation providers is established by one of the creditors on
behalf of their own rights. In the application of syndication loan, the procedure of
giving the hypothecation is similar to all cases, based on the Hypothecation Act.

Key Words : Syndication Loan, Hypothecation

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
perlindungan-Nya karena hanya dengan berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan
tesis berjudul ”ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI
DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK UOB
INDONESIA)” dapat terlaksana. Penulisan tesis ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih
yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan
amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, Ibu Chairani Bustami,
S.H., SpN, MKn. dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN., selaku
Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Demikian pula ucapan terima kasih
kepada Dosen Penguji Ujian Tesis Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN,
M.Hum., dan Bapak Syahril Sofyan, S.H., MKn. yang telah memberikan masukan
yang berharga terhadap kesempurnaan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan
arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil
sampai pada tahap ujian tesis tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih
sempurna dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu
yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar di bangku kuliah.

Universitas Sumatera Utara


6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama
menjalani pendidikan.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, khususnya Angkatan Tahun 2008 yang telah banyak memberikan
motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah
kepada kita semua.
Penyusunan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun
kenyataannya masih ditemukan kekurangan yang disebabkan karena
keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini.

Medan, Nopember 2010


Penulis,

Ricky

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI
Nama : RICKY
Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 02 Agustus 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Buddha
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jalan Asahan No.1 C Medan
Telepon/HP : 061-4560427 / 08126496125

II. Pendidikan Formal


1. SD Sutomo 1 Medan Lulus tahun 1998
2. SLTP Sutomo 1 Medan Lulus tahun 2001
3. SMU Sutomo 1 Medan Lulus tahun 2004
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Lulus tahun 2008
5. S-2 Program Magister Kenotariatan FH USU Lulus tahun 2010

III. Pendidikan Informal


General English
Australia Centre, R.A Kartini 32, Medan
Tertanggal : 2002 s/d 2003

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK …….………………………………….……………… i
ABSTRACT ………………………………………………..…… ii
KATA PENGANTAR …............................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………. v
DAFTAR ISI …............................................................................... vi
DAFTAR ISTILAH ……………………………………………. viii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B. Permasalahan........................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian................................................................... 15
E. Keaslian Penelitian .................................................................. 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ................................................. 16
G. Metode Penelitian.................................................................... 29
BAB II PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DAN HUBUNGAN
HUKUM ANTARA PARA KREDITUR (BANK) DENGAN
DEBITUR (NASABAH) .............................................................. 33
A. Pengertian Perjanjian Kredit pada Umumnya......................... 33
1. Sifat Perjanjian Kredit Bank ............................................. 39
2. Macam-macam Kredit Bank ............................................. 42
3. Dokumen dalam Perjanjian Kredit.................................... 48
B. Perjanjian Kredit Sindikasi pada Umumnya ........................... 50
1. Pengertian Perjanjian Kredit Sindikasi ............................. 50
2. Ciri-Ciri Utama Kredit Sindikasi ...................................... 54
3. Dasar Hukum Perjanjian Kredit Sindikasi ........................ 57
4. Fungsi Kredit Sindikasi..................................................... 58
5. Para Pihak dan Isi dari Perjanjian Kredit Sindikasi .......... 59

Universitas Sumatera Utara


6. Prosedur Pemberian Kredit Sindikasi ............................... 91
C. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Sindikasi antara Bank UOB ...
Indonesia dengan Bank CIMB Niaga ..................................... 103

BAB III PENJAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT


INDIKASI ..................................................................................... 109
A. Jenis Penjaminan dalam Kredit Sindikasi ............................... 109
1. Jaminan Perorangan ............................................................ 109
2. Jaminan Kebendaan ............................................................ 114
B. Aspek-Aspek Pokok Tentang Hak Tanggungan ..................... 115
1. Pengertian Hak Tanggungan ............................................. 115
2. Subyek dan Obyek Hak Tanggungan................................ 116
a. Subyek Hak Tanggungan ............................................ 116
b. Obyek Hak Tanggungan ............................................. 118
3. Ciri-ciri dan Sifat Hak Tanggungan.................................. 119
4. Janji-Janji Dalam Hak Tanggungan .................................. 122
C. Prosedur dan Tahap Pemberian Hak Tanggungan dalam
Kredit Sindikasi....................................................................... 127

BAB IV LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN


PEMBAGIAN HASILNYA DIANTARA PARA
KREDITUR .................................................................................. 134
A. Wanprestasi ............................................................................. 134
B. Prosedur Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah dan
Pembagian hasilnya diantara Para Kreditur ............................ 137
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 146
A. Kesimpulan ............................................................................. 146
B. Saran........................................................................................ 147

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 149

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

Acceptance, adalah penerimaan atas penawaran yang diajukan.

Agency fee, yaitu fee yang wajib dibayar olehebitur kepada dan untuk agent bank
sebagai pengelola kredit sindikasi bank.

Agent bank, adalah bank yang ditunjuk untuk bertindak sebagai kuasa dari bank-bank
peserta sindikasi dengan tugas mengadministrasikan kredit tersebut setelah perjanjian
kreditnya ditandatangani.

Arrangement fee, yaitu fee yang dibebankan oleh arranger baik oleh arranging bank
maupun bidding group of bank untuk jasanya dalam membentuk sindikasi.

Arranger, yaitu yang bertugas dan bertanggungjawab mulai dari proses solisitasi
(permintaan pinjaman) nasabah sampai dengan proses penandatanganan kredit.

Borrower, adalah nasabah peminjam kredit sindikasi.

Commitment fee, merupakan fee atau honorarium yang dibebankan kepada debitur
atas bagian yang tidak digunakan dari pinjaman.

Corporate guarantee, adalah jaminan perusahaan

Cross default clause, yaitu suatu klausul yang berisi pernyataan hukum yang
mengikat para pihak bahwa apabila debitur mengalami kemacetan kredit yang
diperoleh dari lembaga pemberi kredit yang lain, maka kredit yang diterima debitur
berdasarkan perjanjian tersebut menjadi demi hukum default dan dengan demikian
pemberi kredit berhak untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh kredit sekalipun
jangka waktu kredit belum berakhir atau masa penyicilan belum tiba saatnya.

Double dipping, yaitu suatu keadaan yang terjadi apabila bank melakukan
kompensasi atas jumlah kreditnya dengan suatu jumlah deposito milik debitur

Events of default, yaitu klausul yang menentukan apabila terjadi salah satu kejadian
(event) yang ditentukan di dalam klausul tersebut akan mengakibatkan timbulnya hak
sindikasi para kreditur yang dilaksanakan oleh agent bank untuk dapat menghentikan
penggunaan selanjutnya dari kredit itu oleh debitur dan menimbulkan hak bagi
sindikasi untuk seketika dan sekaligus menagih kredit sindikasi yang telah digunakan
oleh debitur.
Facility Agent, merupakan bank yang berperan sebagai agen fasilitas kredit.

Universitas Sumatera Utara


Fixed rate of interest’, adalah tingkat bunga tetap’

Floating rate of interest’ adalah tingkat bunga mengambang atau ‘,

Front-end fee adalah fee yang diterima oleh kreditur untuk partisipasinya pada suatu
fasilitas kredit sindikasi

Governing law, adalah hukum mana yang dipilih untuk menyelesaikan suatu masalah

Information memorandum, yaitu suatu informasi yang menjelaskan segala sesuatu


yang menyangkut perusahaan calon debitur.

Lead Manager, yaitu salah satu bank peserta sindikasi yang ditunjuk untuk
memimpin mereka dalam melakukan kredit sindikasi.

Legal Lending Limit, artinya Batas Maksimum Pemberian Kredit.

Lender merupakan bank-bank yang tergabung dalam sindikasi kredit dan ikut serta
membiayai kredit sindikasi.

Loan signing ceremony, yaitu suatu upacara penandatanganan kredit

Management fee, yaitu fee yang wajib dibayarkan kepada bank-bank yang
berpatisipasi di dalam management group

Mandate, yaitu kewenangan yang diberikan oleh calon debitur kepada bank atau
sekelompok bank untuk mengorganisasi transaksi kredit yang dimaksud.

Multi currency loans adalah Kredit yang diberikan dalam beberapa mata uang.

Offer document, yaitu dokumen penawaran

Participation fee, adalah fee yang dibayarkan kepada bank-bank yang bepartisipasi di
dalam transaksi sebagai participant.

Pool fee, yaitu fee yang diberikan berdasarkan tingkat komitmen yang diberikan.

Potential events of defaults, yaitu suatu kejadian yang berpotensial mengakibatkan


terjadinya wanprestasi/cidera janji.

Primary market,yaitu pasar primer.

Secondary market, yaitu pasar sekunder.

Universitas Sumatera Utara


Self financing adalah bagian dari biaya proyek tersebut yang menjadi bagian debitur.

Spread of the risk, artinya penyebaran resiko

Underwriting fee, yaitu fee yang dibayarkan oleh debitur kepada arranging bank jika
arranging bank selain melakukan arrangement juga menanggung (to underwrite)
fasilitas tersebut, atau mengumpulkan sekelompok penanggung bagi transaksi itu.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh beberapa bank atau
lembaga non bank secara sindikasi membiayai satu debitur, dimana diantara bank-
bank peserta sindikasi tersebut terdapat hubungan lintas kreditur yang dikoordinasi
secara erat dan kokoh oleh satu bank sebagai koordinator yang disebut lead creditur
atau lead manager, dan subjek yang ada dalam kredit sindikasi yakni : pihak debitur,
pihak kreditur, pihak lead manager, pihak agen bank.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaannya, dapat dijumpai
dua jenis sindikasi yakni Sindikasi Murni dan Club Deal/Join Banking. Dalam
Sindikasi Murni, kredit yang disindikasikan oleh dua bank atau lebih berdasarkan
sebuah Perjanjian Kredit yang berlaku sama untuk semua Kreditur. Dokumen-
dokumen Perjanjian Kredit ini diadministrasikan oleh Agen. Sedangkan dalam Club
Deal, masing-masing kreditur dan debitur mempunyai perjanjian kredit (bilateral),
dan para kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, yang
pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur
tersebut.
Hal yang tidak dapat diabaikan dalam perjanjian kredit adalah perlindungan
hukum bagi kreditor manakala debitor wanprestasi, apalagi kalau debitor sampai
mengalami kemacetan dalam pembayarannya. Dalam Sindikasi Murni, untuk
menutup kebutuhan dana debitor, debitor dapat saja menyerahkan suatu objek
jaminan untuk dijaminkan dengan hak tanggungan namun bukan sebagai jaminan
utama melainkan hanya sebagai jaminan tambahan. Sedangkan dalam Club Deal/Join
Banking, objek yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan adalah merupakan jaminan
utama dan karena kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, maka
pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur
tersebut.
Bagaimana hubungan para kreditor satu dengan yang lain, diatur oleh mereka
sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan
jika bukan oleh debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk salah seorang
kreditor yang akan bertindak atas nama mereka. Dalam pelaksanaan kredit sindikasi,
tata cara pemberian Hak Tanggungan sama dengan pemberian Hak Tanggungan pada
umumnya sesuai dengan dalam Undang Undang Hak Tanggungan.

Kata Kunci : Kredit Sindikasi, Hak Tanggungan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Syndication loan is the loan which is granted by some banks and non-bank
financial institutions in financing debtors, in which the inter creditor relationship
among the members of the syndication banks is closely related and tenaciously
coordinated by one bank as the coordinator which is called lead creditor or lead
manager, and the subjects of the syndication loan are debtors, creditors, lead
manager and bank agencies
The result of the research showed that in practice, there were two kinds of
syndication: Pure Syndication and Club/Join Banking. In the Pure Syndication, the
loan syndicated by two or more banks is based on o loan agreement which is effected
to all creditors. The loan agreement will be administered by the Representative. In
the Club Deal, each creditor or debtor has loan agreement (bilateral), and the
creditors will share the guarantee with the other creditors. The application is done by
the guarantee representative who is appointed by the creditors.
One thing which cannot be ignored in the loan agreement is the legal
protection for the creditors if the debtors default, or they cannot pay up their debts. In
the Pure Syndication, in order to cover the debtors’ finance, the debtors can give
collateral as the hypothecation, not as the primary guarantee but as the
supplementary one. In the Club Deal/Join Banking, the collateral which is
guaranteed by the hypothecation is the primary guarantee because the creditors will
share the guarantee with the other creditors. The application is done by the
guarantee representative who is appointed by the creditors. The relationship among
the creditors is established by themselves, while the relationship between the
creditors and the hypothecation providers is established by one of the creditors on
behalf of their own rights. In the application of syndication loan, the procedure of
giving the hypothecation is similar to all cases, based on the Hypothecation Act.

Key Words : Syndication Loan, Hypothecation

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
perlindungan-Nya karena hanya dengan berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan
tesis berjudul ”ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI
DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK UOB
INDONESIA)” dapat terlaksana. Penulisan tesis ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih
yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan
amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, Ibu Chairani Bustami,
S.H., SpN, MKn. dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN., selaku
Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Demikian pula ucapan terima kasih
kepada Dosen Penguji Ujian Tesis Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN,
M.Hum., dan Bapak Syahril Sofyan, S.H., MKn. yang telah memberikan masukan
yang berharga terhadap kesempurnaan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan
arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil
sampai pada tahap ujian tesis tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih
sempurna dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu
yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar di bangku kuliah.

Universitas Sumatera Utara


6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama
menjalani pendidikan.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, khususnya Angkatan Tahun 2008 yang telah banyak memberikan
motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah
kepada kita semua.
Penyusunan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun
kenyataannya masih ditemukan kekurangan yang disebabkan karena
keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini.

Medan, Nopember 2010


Penulis,

Ricky

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan dana bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya

tidak diragukan lagi sebagai suatu kebutuhan yang amat esensial. Dana bagi sebuah

perusahaan dapat diperoleh dari berbagai sumber; dapat berupa modal (equity) atau

utang (loan). Dana yang berupa modal (equity) dapat diperoleh dari para pendirinya

berupa setoran modal pendiri dan dapat juga diperoleh dari para pemodal (investor)

yang menyetorkan dana untuk modal perusahaan setelah perusahaan tersebut berdiri.1

Memperoleh dana modal dapat dilakukan baik dengan cara menjual saham

langsung kepada pemodal (direct placement atau private placement). Penjualan

saham, tentu saja, hanya dapat dilakukan sepanjang perusahaan tersebut berbentuk

perseroan terbatas (P.T.). Apabila perusahaan tersebut tidak berbentuk perseroan

terbatas, misalnya firma atau persekutuan (partnership), maka penyertaan modal oleh

investor dilakukan dengan cara menjadi kongsi atau mitra usaha perusahaan itu.2

Menurut Remy Sjahdeini, dana merupakan ‘darah’ bagi pelaku usaha dalam

melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah,

pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana.3

1
Fanny Kurniawan, SH, Penerapan Hak Jaminan Dalam Kepailitan, Analisa Yuridis Putusan
No.10/PAILIT/2001/PN.NIAGA/ JAK.PST Dalam Perkara Kepailitan Bank Shinta Indonesia Melawan
Harry Susanto, Yogyakarta, 2004, hal. ii
2
Ibid.
3
Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured
Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung (Jakarta UI
2006), hal. 641.

Universitas Sumatera Utara


Dana yang berupa utang (loan) dapat diperoleh perusahaan tersebut dari

berbagai sumber seperti bank-bank, lembaga-lembaga pembiayaan, pasar uang

(financial market) yang memperjual-belikan surat-surat utang jangka pendek seperti

commercial papers, pasar modal (capital market) yang memperjual-belikan surat-

surat utang jangka panjang (obligasi atau bond), atau dari sumber-sumber

pembiayaan lainnya.

Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk

perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi

kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.4 Lembaga perbankan

sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan

perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-

pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang

kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds).5

Mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dalam mengendalikan

moneter dan kegiatan perekonomian, maka berbagai kebijaksanaan telah ditetapkan

oleh Bank Indonesia untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat.

Kebijaksanaan tersebut antara lain meliputi kebijaksanaan mengenai tingkat bunga,

4
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV.Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 1
5
Muhamad Djumhana., Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hal. ix

Universitas Sumatera Utara


sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan

yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian.6

Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu

senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif agar mampu berfungsi

secara efisien, sehat, wajar dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat

global, serta mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat

kepadanya juga mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang

produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.7

Salah satu penyebab dari kegagalan usaha bank antara lain adalah penyediaan

dana yang tidak didukung oleh kemampuan bank mengelola konsentrasi penyediaan

dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank sebagai

akibat dari konsentrasi penyediaan dana tersebut maka bank wajib menerapkan

prinsip kehati-hatian, antara lain dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi

portofolio penyediaan dana terutama melalui pembatasan penyediaan dana, baik

kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu

dari modal bank atau yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit

(BMPK).8

6
Butar-Butar, Harlen dan Aris Budi Setyawan, Analisis Perbandingan Tingkat Kolektibilitas
Kredit Pada Bank Pembangunan Daerah Di Pulau Jawa Dan Luar Pulau Jawa Desember 2002
Sampai Dengan Desember 2006, http://haryramadhon.files.wordpress.com/2008/05/jurnal-
kolektibilitas-kredit.doc, diakses pada tanggal 20 Agustus 2009.
7
Ibid
8
Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum.

Universitas Sumatera Utara


Dalam melakukan usahanya bank berasaskan demokrasi ekonomi dengan

prinsip kehati-hatian. Sehubungan dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian, maka

dalam memberikan kredit bank tidak sembarangan. Ada kriteria-kriteria tertentu yang

harus dipenuhi debitur. Kriteria-kriteria itu ada lima, yang disebut dengan lima

analisis kredit (The Five C’s Of Credit Analysis). Kelima kriteria itu adalah sebagai

berikut:9

a. Watak (character)

Watak debitur yang dinilai adalah kepribadian, moral dan kejujuran dalam

mengajukan permohonan kredit, karena debitur yang berwatak buruk tidak dapat

dipercaya, padahal syarat pemberian kredit yang utama adalah kepercayaan.

b. Kemampuan (capacity)

Kemampuan yang dinilai adalah kemampuan debitur dalam mengembalikan,

memimpin dan menguasai bidang usahanya serta kemampuannya melihat prospek

masa depan sehingga usaha permohonan yang dibiayai dengan kredit itu berjalan baik

dan menguntungkan.

c. Modal (capital)

Sebelum mengajukan permohonan kredit kepada bank, pemohon diwajibkan telah

memiliki modal sendiri dan bukan bergantung sepenuhnya kepada kredit bank. Di

sini kredit dari bank hanya bersifat melengkapi dan bukan pokok.

d. Kondisi ekonomi (conditional of economic)

9
Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1991,hal. 56-59

Universitas Sumatera Utara


Kondisi ekonomi di sini adalah kondisi ekonomi pemohon untuk mengetahui apakah

dengan kondisi ekonominya yang sekarang pemohon memiliki kesanggupan untuk

mengembalikan pinjamannya.

e. Jaminan (collateral)

Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian

pelunasan dikemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya.

Hal ini sejalan dengan pasal 8 Undang-Undang Perbankan nomor 10 Tahun

1998 yang menegaskan bahwa

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank

Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad

dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Dari pasal ini persyaratan adanya jaminan untuk memberikan kredit tidak

menjadi keharusan. Bank hanya diminta untuk meyakini berdasarkan analisis yang

mendalam atas itikad baik debitur dan kemampuan dari debitur. Ukuran itikad baik

sifatnya kualitatif tidak mudah untuk mengukurnya, sedangkan kemampuan dapat di

analisa dari pendapatan debitur dalam berusaha atau pendapatan dari pekerjaannya

seorang pemohon kredit.10

Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka

apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas

10
Sutarno, Op. Cit, Hal. 141

Universitas Sumatera Utara


kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa

barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. 11

Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa jaminan disini

dapat berarti material maupun inmaterial. Apabila kita melihat ketentuan pasal 1131

KUHPerdata, undang-undang itu menentukan bahwa segala kebendaan si

penghutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan.12

Dari pasal 1131 KUHPerdata dapat kita simpulkan bahwa hak-hak tagihan

seorang kreditur dijamin dengan :13

1) semua barang yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat;

2) semua barang yang akan ada; disini berarti barang-barang yang pada saat

pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur, tetapi kemudian menjadi

miliiknya. Dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan

menjadi milik debitur, asal kemudian benar-benar menjadi miliknya,

3) baik barang bergerak maupun tak bergerak.

Hal ini menunjukan bahwa piutang kreditur menindih seluruh harta debitur

tanpa terkecuali. Maka Bank dalam memberikan kredit disamping jaminan kredit

berupa keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan

11
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
12
H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta,Yogyakarta, 2000,
hal.55
13
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan , Cetakan 4, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2002), hal.4-6

Universitas Sumatera Utara


kemampuan debitur, Bank perlu meminta agunan/jaminan tambahan yaitu benda-

benda bergerak atau benda tidak bergerak yang memiliki nilai dan dokumen yang

jelas dan jaminan inmateriil.14

Mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur (bank) atas suatu pemberian

kredit tidak lain adalah karena jaminan merupakan salah satu upaya untuk

mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan

dan pelunasan kredit.15

Keberadaan jaminan kredit (collateral) merupakan persyaratan guna

memperkecil risiko bank dalam meyalurkan kredit. Yang dimaksud dengan jaminan

kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang

diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur

berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.16

Pada prinsipnya suatu penyaluran kredit tidak selalu harus dengan jaminan

kredit, sebab jenis usaha dan peluang bisnis yang dimiliki debitur pada dasarnya

sudah merupakan jaminan atas prospek usaha sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit

dilepas tanpa agunan maka kredit itu akan memiliki risiko yang sangat besar karena

jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan

perhitungan semula. Jika hal ini terjadi maka bank akan dirugikan sebab dana yang

disalurkan berpeluang untuk tidak dapat dikembalikan. Jadi fungsi jaminan adalah

memberikan hak kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil

14
Sutarno, Op. Cit,hal 142
15
H.Budi Untung, Op.Cit, hal 57.
16
Sutarno, Op. Cit, hal 142

Universitas Sumatera Utara


penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada

waktu yang telah ditentukan.

Jaminan kredit dari seorang calon debitur haruslah :17

a. Secured, artinya terhadap jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatan

secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang

berlaku sehingga apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur maka

bank mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu

tindakan hukum.

b. Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus atau perlu dieksekusi, maka

jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk

melunasi hutang debitur.

Sedangkan menurut R. Soebekti, jaminan yang ideal (baik) tersebut terlihat

dari :18

a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya.

b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan

(meneruskan) usahanya.

c. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah

diuangkan untuk melunasi hutangnya si debitur.

Dengan demikian perlu dibuat suatu perjanjian pengikatan jaminan antara

debitur dan kreditur. Mengenai bentuk pengikatan jaminan tersebut adalah tergantung

17
H.Budi Untung, Op. Cit, hal 58
18
R. Soebekti,Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan
Ketiga, Bandung :Alumni, 1986, hal.29

Universitas Sumatera Utara


dari jenis benda yang akan menjadi jaminan apakah benda bergerak atau benda tidak

bergerak.

Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan pembangunan di kota-kota

besar Indonesia dan semakin meningkatnya permintaan dana dari pelaku usaha

maupun masyarakat pada umumnya, adanya penetapan batas maksimum pemberian

kredit (BMPK) menjadi semacam penghalang bagi para pelaku usaha untuk

memperoleh dana dalam jumlah yang sangat besar.

Adapun salah satu usaha yang dapat ditempuh oleh bank dalam mengsiasati

peraturan tentang adanya penetapan BMPK tersebut adalah pembiayaan melalui

kredit sindikasi.

Kredit sindikasi saat ini seringkali dilakukan oleh kalangan perbankan, baik

itu diantara bank-bank swasta sendiri, atau di antara bank-bank pemerintah sendiri

maupun di antara bank pemerintah sendiri maupun diantara bank-bank asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia sendiri.

Bahkan jika mengamati perkembangan yang ada sekarang ini dalam berbagai

aspek serta melihat proyeksi kebutuhan dunia usaha pada masa yang akan datang,

akan dapat diperkirakan bahwa bentuk kredit sindikasi akan semakin ramai.19

Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu teknik bagi suatu bank untuk

dapat menyebarkan risiko dalam pemberian kredit. Karena itu biasanya tidak cocok

untuk kredit yang jumlahnya kecil, dimana bank tersebut dapat memenuhi sendiri

19
Herlina Suyati Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2000,
Hal. 6

Universitas Sumatera Utara


semua permintaan kredit tersebut.20 Namun, ada keadaan-keadaan dimana suatu

pinjaman mencapai jumlah sedemikian besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi

bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa

risikonya terlalu besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan debitur tertentu

dipikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau “batas

maksimum pemberian kredit” (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui, maka

bank itu akan berusaha membentuk suatu sindikasi untuk dapat membiayai

debiturnya itu. Dalam terminologi bank disebut bahwa bank itu telah melampaui

obligor limit-nya bagi debitur itu. 21

Dengan kata lain, mengapa suatu bank memilih untuk tidak memberikan

sendiri jumlah kredit yang diminta oleh debitur tersebut sekalipun seandainya masih

dalam batas BMPKnya, ialah karena pertimbangan demi penyebaran risiko. Mungkin

saja bahwa kredit dalam jumlah yang diminta oleh debitur tidak terlalu besar bagi

bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri, tetapi dirasakan oleh bank tersebut

perlu untuk disindikasikan di antara dua atau lebih bank karena menurut

pertimbangan bank itu jumlah tersebut telah melampaui obligor limit dari debitur itu.

Artinya, bank tersebut, menganggap pemberian kredit sebesar itu melampaui

kesediaannya untuk memikul resiko bagi debitur tersebut. Dimaksudkan dengan

20
Sutan Remy Sjahdeni, Kredit Sindikasi (Proses, teknik pemberian, dan aspek hukumnya),
PT. Kreatama, Cetakan Ke II, Jakarta, 2008,hal.27
21
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


obligor limit adalah batas kesediaan suatu bank untuk menanamkan resiko kredit

terhadap obligor (debitur) tertentu.22

Pada dasarnya proses kredit sindikasi sama saja seperti proses kredit biasa

yang dilakukan oleh bank-bank. Sebagaimana kita ketahui, dalam kredit bisa hanya

diberikan oleh satu bank, sedangkan dalam kredit sindikasi diberikan oleh lebih dari

satu bank , disinilah letak perbedaan mendasar antara kredit sindikasi dengan kredit

biasa. Namun karena dalam kredit sindikasi melibatkan beberapa bank, tentulah

dalam prosesnya ada beberapa langkah yang memerlukan perhatian khusus dalam

penandatanganannya, terutama hal-hal yang menyangkut hubungan dengan bank-

bank calon peserta sindikasi. Hubungan antara bank yang satu dengan bank yang lain

dicapai titik temu yang memuaskan masing-masing bank dengan tidak menimbulkan

ketidaknyamanan bagi bank-bank lainnya.

Kredit Sindikasi pada umumnya ditempuh apabila 1 (satu) bank tidak akan

mampu memenuhi permintaan kredit dari debitur mengingat besarnya dana yang

diperlukan. Kredit sindikasi banyak ditempuh dalam pembangunan proyek-proyek

besar, seperti pembangunan Hotel berbintang lima, pembangunan suatu mega

mall/mega shopping centre, maupun dalam pembangunan jalan tol, dimana jaminan

dari kredit sindikasi tersebut adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi.

Namun demikian, tidak menutup kemungkinan debitur memberikan jaminan

tambahan, misalnya berupa suatu corporate guarantee, dan/atau berupa obligasi

ataupun tanah yang akan dijaminkan dengan lembaga Hak Tanggungan.


22
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Dalam praktek Perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan

kreditor kepada debitor diperlukan tambahan pengamanan berupa jaminan khusus

yang banyak digunakan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah

sebagai jaminan kredit, baik untuk kredit produktif maupun konsumtif, didasarkan

pada pertimbangan tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif

tinggi.23 Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman

adalah tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal itu didasari adanya kemudahan

dalam mengidentifikasi objek Hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, di

samping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih

dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi objek

Hak Tanggungan24, memang hal yang tidak dapat diabaikan dalam perjanjian kredit

adalah perlindungan hukum bagi kreditor manakala debitor wanprestasi, apabila

kalau debitor sampai mengalami kemacetan dalam pembayarannya. Pemanfaatan

lembaga eksekusi Hak Tanggungan dengan demikian merupakan cara percepatan

pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat segera kembali kepada

kreditor/Bank, dan dana tersebut dapat digunakan dalam perputaran roda

perekonomian.

Debitur pada asasnya memerlukan modal untuk mengembangkan usahanya.

Kebutuhan akan modal usaha inilah akhirnya membuat debitur terjebak dalam

23
Herowati Poesoko, Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik
Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), hal. 4.
24
Retnowulan Sutantio, Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit,
Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1999, hal. 8.

Universitas Sumatera Utara


kekuasaan kreditur, maka seyogyanya debitur harus dilindungi, antara lain kreditur

tidak berwenang membuat suatu perjanjian bahwa apabila debitur wanprestasi, maka

secara otomatis kreditur dapat menguasai benda jaminan begitu saja, melainkan harus

melalui lelang di muka umum, namun dilain pihak kreditur selaku pihak yang

meminjamkan uang juga perlu dilindungi, maka itu mutlak diperlukan solusi hukum

bagi adanya lembaga jaminan agar memberikan kepastian bagi pengembalian

pinjaman tersebut. Keberadaan lembaga jaminan amat diperlukan karena dapat

memberikan kepastian, dan perlindungan hukum bagi penyedia dana/kredit (kreditor)

dan penerima pinjaman atau debitor.25 Solusi hukum yang dimaksudkan disini adalah

prosedur mengenai pelaksanaan pemenuhan prestasi apabila debitor wanprestasi.

Dalam pemberian kredit sindikasi ini, apabila terjadi kredit bermasalah maka

dalam penyelesaiannya memerlukan koordinasi dari berbagai pihak. Namun

penyelesaian secara koordinatif dalam pelaksanaannya tidaklah mudah dilakukan,

karena tidak semua kreditur memiliki pemahaman yang sama, mengenai arti

pentingnya koordinasi dalam penyelesaian kredit bermasalah, terutama bagi kreditur

besar. Seringkali terjadi bahwa sebagian anggota atau peserta sindikasi menginginkan

agar dilakukan restrukturisasi utang, namun sebagian anggota atau peserta yang lain

menolak dilakukannya restrukturisasi itu dan menginginkan agar dilakukan eksekusi

terhadap aggunan kredit..

25
Sony Harsono, Sambutan Menteri Agraria/Kepala BPN pada Seminar Hak Tanggungan
atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Fakultas Hukum UNPAD, Bandung,
1996, hal. 33.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah

lebih lanjut mengenai ”ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT

SINDIKASI DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK

UOB INDONESIA).

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan Perjanjian Kredit Sindikasi dan hubungan

hukum antara para pihak dalam kredit sindikasi ?

2. Bagaimanakah pengikatan penjaminan dalam hal kredit sindikasi terutama

yang dijamin dengan Hak Tanggungan Atas Tanah ?

3. Bagaimanakah pembagian hasil lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah

diantara para kreditur?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penulisan adalah untuk mendapat atau mengetahui jawaban dari

rumusan masalah yang telah diajukan, sehingga penjelasan terhadap rumusan

masalah tersebut dapat diberikan. Mengacu pada judul dan rumusan masalah yang

telah diuraikan, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari

penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi

2. Untuk mengetahui bagaimana pengikatan jaminan hak tanggungan dalam

perjanjian kredit sindikasi, terutama yang dijamin dengan Hak Tanggungan.

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian hasil lelang pelaksanaan eksekusi

Hak Tanggungan Atas Tanah diantara para kreditur.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama, maka dengan demikian, dari penulisan ini diharapkan akan

dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini, akan menguatkan teori bahwa suatu norma hukum wajib

ditaati karena norma hukum itu sendiri dibentuk untuk kepentingan manusia.

Namun norma hukum itu akan menjadi bermanfaat apabila benar-benar

diterapkan atau dilaksanakan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan kepada masyarakat

dan bagi para praktisi hukum, khususnya bagi para kreditor/Bank Pemegang Hak

Tanggungan agar lebih mengetahui mengenai langkah-langkah yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi dengan jaminan hak

tanggungan dan bagaimanakah perlindungan hukum kepada para kreditor perserta

sindikasi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis

lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang

Universitas Sumatera Utara


diketahui, ditemukan judul penelitian yang menyangkut dengan kredit sindikasi dan

Hak Tanggungan diantaranya :

1. Penelitian dengan judul “Pengurusan Dan Penyelesaian Kredit Sindikasi Yang

Macet (Penelitian di Kota Medan)”, Oleh Zani Afoh Saragih, 982105036/Ilmu

Hukum/Hukum Bisnis.

2. Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak

Tanggungan Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur yang Wanprestasi pada

Bank Sumut”, Oleh Syari Ramadhani, 077011067/Mkn

3. Penelitian dengan judul “Pemberian Kredit oleh Bank Swasta dengan Jaminan

Hak Tanggungan dan Penyelesaiannya dalam hal Debitur Wanprestasi (Studi di

Jakarta”, Oleh Ferina Nismi Pulungan, 027011019/Mkn

Dilihat dari topik yang dikaji yang disebut diatas jelas sangat berbeda dengan

penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang “ANALISIS

YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DENGAN JAMINAN HAK

TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK UOB INDONESIA), belum pernah

dilakukan. Oleh karena itu , penelitian in adalah asli adanya. Artinya secara akademik

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, karena belum ada yang

melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori.

Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada unsur-

unsur berikut antara lain metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan juga

Universitas Sumatera Utara


sangat ditentukan oleh teori.26 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan

mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,27dan suatu teori harus diuji

dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan

ketidakbenarannya.28 Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan, pegangan teoristis.29

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan

pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.30

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, adapun teori yang akan

digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan

yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau

tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6.
27
J.J.J M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Penyunting: M.Hisyam),
Jakarta:FE UI,1996, hal 203
28
Ibid. hal 16
29
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
30
Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35.

Universitas Sumatera Utara


undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu

dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan31

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia atau yang dalam bahasa

hukum disebut sebagai orang, melakukan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang

usaha yang akhirnya menggerakkan roda perekonomian. Antara orang-orang tersebut,

yaitu baik antara kelompok masyarakat, para pelaku uasaha dan berbagai instansi atau

lembaga swasta ataupun pemerintah, dalam menjalankan suatu kegiatan

perekonomian sehari-harinya akan melakukan interaksi antara satu sama lain.

Untuk itu maka diperlukan hukum, tugas yang sangat fundamental hukum

adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat dari adanya

masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala

bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat dan hukum tak akan

mungkin dipisah-pisahkan.32 Agar tercapai ketertiban dalam masyarakat, maka

diusahakanlah untuk mengadakan kepastian. Kepastian disini diartikan sebagai

kepastian hukum dan kepastian oleh karena hukum. Hal ini disebabkan karena

pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi pertama adalah bahwa ada hukum yang

pasti bagi peristiwa yang kongkret, segi kedua adalah adanya suatu perlindungan

hukum terhadap kesewenang-wenangan.33

31
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,
2008, hal. 158.
32
Soerjono Soekamto, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta, 1983, hal.42
33
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan

(rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid)34.

Lembaga Hak Tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang

bersifat memberikan jaminan.35

Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang

memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak dalam

melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan

penyediaan dana. Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu Lembaga

Hak Jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana,

mengikatkan diri pada suatu perjanjian utang piutang. Lembaga Hak Tanggungan ini

akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan utang

tersebut. Lembaga Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan atas tanah,

dimana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan/UUHT bahwa

tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat

dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.36

Dalam hal mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman suatu Undang-

Undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat

34
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 85
35
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan 4, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2002), hal. 16.
36
Lihat Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5, LN
No.104 tahun 1960, TLN NO.2043, Pasal 25,33,39.

Universitas Sumatera Utara


perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut,37oleh karena itu, maka dalam

kredit sindikasi diperlukan suatu lembaga jaminan dalam hal ini yaitu lembaga

jaminan hak tanggungan untuk menjamin dan memberikan rasa keadilan kepada para

kreditur yang memberikan kredit kepada debitur.

Stanley Hurn dalam bukunya Syndicated Loan : A Handbook for Banker and

Borrower memberikan definisi mengenai kredit sindikasi sebagai berikut :38

“A syndicated loan is a loan made by two or more lending institution, on

similar terms and condition, using common documentation and administered

by common agent.”

Definisi tersebut diatas mencakup semua unsur – unsur yang penting dari

suatu kredit sindikasi. Pertama, kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga

pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi. Kedua, definisi tersebut menyatakan

bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan berdasarkan syarat – syarat dan

ketentuan – ketentuan yang sama bagi masing – masing peserta sindikasi. Hal ini

diwujudkan dalam bentuk hanya ada satu perjanjian kredit antara nasabah dan sebuah

bank peserta sindikasi. Ketiga, definisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu

dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan bagi semua

bank peserta sindikasi secara bersama – sama. Keempat, sindikasi tersebut

diadministrasikan oleh satu agen (agent) yang sama bagi semua bank peserta

37
W.Friedman,Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori
Hukum,diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993, hal. 7
38
Sutan Remy Sjahdeni,Op. Cit, hal. 2

Universitas Sumatera Utara


sindikasi. Bila tidak demikian halnya, maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas

bilateral (dua pihak), yang sama tetapi mandiri, antara masing – masing bank peserta

dengan nasabah.

Kredit yang berbentuk sindikasi atau kredit patungan yang dilakukan oleh

bank ini, berbeda dari kredit – kredit yang biasa diberikan oleh bank kepada

nasabahnya.

Dengan demikian dalam perjanjian kredit sindikasi ada beberapa bank sebagai

kreditor yang bersama-sama memberikan pinjaman sindikasi atau fasilitas serupa,

antara lain fasilitas Letter of Credit atau sebuah penjaminan untuk pengeluaran surat-

surat berharga kepada debitur.

Pada dasarnya proses kredit sindikasi sama saja seperti proses kredit biasa

yang dilakukan oleh bank-bank. Tentu saja semua marketing/account officer/bagian

hukum telah mengetahuinya secara rinci dan jelas.

Seperti kita ketahui, maka kredit biasa hanya diberikan oleh satu bank saja.

Dalam kredit sindikasi diberikan oleh lebih dari satu bank. Karena dalam kredit

sindikasi melibatkan beberapa bank tentulah dalam prosesnya ada beberapa langkah

yang memerlukan perhatian khusus dalam penandatanganannya, terutama hal-hal

yang menyangkut hubungan dengan bank-bank calon perserta sindikasi.lebih dari

satu bank dan inilah yang menjadi perbedaan paling mendasar dari kredit-kredit

biasa.

Namun seperti halnya kredit biasa, bahwa dalam kredit sindikasi, bank-bank

peserta kredit sindikasi tetap meminta suatu jaminan guna menjamin pelunasan krdeit

Universitas Sumatera Utara


sindikasi tersebut. Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan pelaksanaan jaminan atau penanggungan piutang kreditor

terhadap debitor, yang dibuat dalam suatu perikatan. Jaminan dalam hukum berfungsi

untuk menjamin utang. Hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang

seseorang.39

Fungsi jaminan untuk menjamin utang, terutama akan tertera jelas dalam

jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda

tertentu, yang untuk suatu waktu ketika debitor cidera janji, dapat diuangkan untuk

pelunasan utang debitor. Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa

kepada kreditor yaitu hak preferen atau hak untuk didahulukan daripada kreditor lain

dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda yang menjadi objek jaminan.

Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga

perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan

adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat

benda jaminan yang baik adalah :

1. dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang

memerlukannya;

2. tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau

meneruskan usahanya;

39
J. Satrio, Op.Cit., hal. 3.

Universitas Sumatera Utara


3. memberikan kepastian kepada si kreditor, dalam arti bahwa barang jaminan setiap

waktu tersedia untuk di eksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk

melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. 40

Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau

tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.41 Perjanjian jaminan yang melahirkan

Hak Tanggungan ini, dibuat oleh para pihak dengan tujuan untuk melengkapi

perjanjian pokok yang umumnya merupakan perjanjian utang piutang atau perjanjian

kredit. Mengamati sketsa seperti itu dapat ditarik suatu pemahaman, bahwasannya

hubungan hukum antara para pihak itu dijalin oleh 2 (dua) jenis perjanjian, yakni

perjanjian kredit selaku perjanjian pokok, dan perjanjian jaminan sebagai jaminan

tambahan (accesoir).42

Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang

memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak dalam

melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan

40
R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan menurut
Hukum Indonesia. Diolah kembali oleh Johannes Gunawan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.
73.
41
Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1997, hal. 19-20.
42
M. Isnaeni, Kerancuan Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Sebagai Pengaman Penyaluran
Kredit Bank, Amrta, Vol. 1, No. 1, Mei 1999, hal. 80.

Universitas Sumatera Utara


penyediaan dana. Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu Lembaga

Hak Jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana,

mengikatkan diri pada suatu perjanjian utang piutang. Lembaga Hak Tanggungan ini

akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan utang

tersebut. Lembaga Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan atas tanah,

dimana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan/UUHT bahwa

tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat

dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.43

Meskipun Hak Tanggungan sebagai perjanjian jaminan tambahan, namun

fungsinya memberikan rasa aman bagi kreditor, karena manakala debitor cidera janji,

kreditor mendapatkan perlindungan hukum, sebab benda yang dijaminkan tersebut

dapat diuangkan sebagai pelunasan utang debitor. Fungsi jaminan secara hukum

dipertegas pula oleh Juhaendah Hasan, yakni untuk meng-cover hutang, karena

jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditor yaitu kepastian akan

pelunasan hutang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau penjamin

debitor.44 Dengan demikian jaminan yang memberikan kepastian bagi si pemberi

kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu

bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima

43
Lihat Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5, LN
No.104 tahun 1960, TLN NO.2043, Pasal 25,33,39.
44
Djuhaenda Hasan, Aspek Hukum Jaminan Kebendaan dan Perorangan, Jurnal Hukum
Bisnis, Vol. 11, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2000, hal. 16.

Universitas Sumatera Utara


(pengambil) kredit.45 Bertitik tolak dari pendapat Djuhaenda Hasan dan Hermayulius,

maka dapat dipahami bahwa pembentukan UUHT mencantumkan ciri tersebut,

dengan maksud memberikan perlindungan kepada kreditor, manakala debitor cidera

janji, yakni kepastian bahwa barang jaminan setiap saat tersedia untuk dieksekusi dan

bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk pelunasan utang debitor.

Sebagai suatu lembaga jaminan yang kuat, dalam Penjelasan Umum Nomor 3

UUHT, Hak Tanggungan mempunyai empat ciri pokok yaitu :

a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada

pemegangnya;

b. selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada;

c. memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga

dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan; dan

d. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Sebagian besar prinsip-prinsip ataupun ciri-ciri Hak Tanggungan terkandung


46
unsur hukum barat. Hal tersebut diakui oleh A.P. Parlindungan bahwa Hak

Tanggungan itu badan atau tubuhnya adalah hipotik yang disesuaikan, sedang

bajunya adalah hukum Adat. Hal itu nampak dari diadopsinya sifat-sifat hak

kebendaan (zakerlijkrechtelijk) yang dimiliki hipotik ke dalam UUHT. Menghadapi

45
Hermayulius, Aspek Hukum Jaminan Dalam Dunia Usaha Perbankan, Majalah Hukum
Nasional, No. 1, 2002, hal. 69-70.
46
A. P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Hak Tanggungan dan Sejarah
Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal. 33.

Universitas Sumatera Utara


47
banyaknya adopsi asas dan prinsip hukum Barat dalam UUHT, M. Isnaeni ,

berpendapat bahwa melekatkan begitu saja sifat-sifat unggul hipotik ke dalam Hak

Tanggungan, untuk kemudian dipakai sebagai dalil guna menyingkirkan lembaga

jaminan hipotik yang telah ratusan tahun mengabdi, sungguh masih memerlukan

suatu penjelasan objektif yang dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun demikian

dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak

Tanggungan diposisikan lebih baik daripada saat berlakunya hipotik dan

credietverband. Adapun hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan

menurut Pasal 4 ayat (1) UUHT adalah (a) Hak Milik; (b) Hak Guna Usaha; (c) Hak

Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana disebut di atas, Hak Pakai

atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut

sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Roscoe Pond dalam bukunya Scope and Purpose of Sociological

Jurisprudence,48 menyebutkan ada beberapa kepentingan yang harus mendapat

perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu : Pertama, kepentingan terhadap

negara sebagai suatu badan yuridis, Kedua, kepentingan negara sebagai penjaga

kepentingan sosial, Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi,

hubungan-hubungan domestik, kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond

tersebut, dapat dilihat bahwa sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum

47
M. Isnaeni, Op.Cit, hal. 41.
48
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.298.

Universitas Sumatera Utara


terhadap kepentingan perseorangan, karena dengan adanya perlindungan hukum akan

tercipta suatu keadilan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

dan realitas.49 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi

operasional.50 Kerangka Konsep mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.51 Pentingnya defenisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian. Oleh karena itu, dalam penulisan hukum ini, maka istilah-istilah berikut

diartikan sebagai berikut :

1. Kredit adalah penyediaan dana yang dapat berupa uang atau yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunganya, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan.

49
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 34.
50
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal. 3.
51
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7.

Universitas Sumatera Utara


2. Kredit Sindikasi adalah suatu bentuk peminjaman dana atau penyaluran dana

dari dua bank atau lebih lembaga keuangan non bank kepada subjek hukum

(orang-perorangan ataupun badan hukum).

3. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya satu orang atau lebih.

4. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,

yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada

hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

5. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang

tertentu.

6. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang

tertentu.

7. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat

umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,

akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak

Tanggungan.

Universitas Sumatera Utara


8. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak

Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan

piutangnya.

9. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak

Tanggungan yang bersangkutan.

10. Pemegang Hak Tanggungan adalah perseorangan atau badan hukum yang

berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

11. Hak Istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada

seorang kreditor sehingga tingkatan kreditor tersebut lebih tinggi daripada

tingkatan kreditor lainnya.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang dalam hal ini peneliti

dituntut untuk mengkaji kaedah hukum yang berlaku. Hasil dari kajian ini bersifat

deskriptif analisis. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa

penelitian deskriptif analisis adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat

gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.52

52
Soerjono Soekamto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998, hal 3.

Universitas Sumatera Utara


2. Jenis Penelitian

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
53
pendekatan yuridis normatif , yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang

relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,

sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah

serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau

pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek

penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah

lainnya.

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder
54
. Selanjutnya untuk melengkapi dan memperoleh kerangka teoritis sehingga dapat

dijadikan landasan dalam proses penulisan tesis ini, penulis menggunakan beberapa

data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa :

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian Kredit

Sindikasi, Hukum Perbankan, Hak Tanggungan, dan sebagainya.

53
Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13.
54
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hal. 121.

Universitas Sumatera Utara


b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer, antara lain berupa : buku atau literatur, tulisan atau pendapat para

pakar yang dituangkan dalam makalah-makalah (artikel) tentang Hukum

Perbankan, akta otentik yang berhubungan dengan Perbankan, dan dokumen-

dokumen lain yang terkait dengan pembahasan yang akan ditulis yang diperoleh

dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga terkait baik secara langsung ke

instansi atau lembaga tersebut, maupun melalui website atau internet.

c. Bahan hukum tertier, merupakan data yang diperoleh dari kamus, baik kamus

Hukum, maupun kamus Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Studi dokumen/kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi segala jenis peraturan perundang-

undangan (hukum normatif) yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti.

Bahan hukum sekunder meliputi pendapat para pakar hukum yang bersumber

pada buku-buku berisi teori yang ditulis oleh pakar hukum.

2. Wawancara (interview), yang dibantu dengan pedoman wawancara, yaitu dengan

melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber yakni :

a. Pejabat/Staff Bank;

b. Notaris/PPAT.

Universitas Sumatera Utara


5. Analisis Data

Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik,

kemudian diolah dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif, sehingga dapat

ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang

terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah,

peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media

cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi

kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis

penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara

kualitatif, setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode deduktif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat

menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA


PARA KREDITUR (BANK) DENGAN DEBITUR (NASABAH)

A. Pengertian Perjanjian Kredit pada Umumnya

Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang

berarti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh

kepercayaan. Dengan demikian, dasar dari suatu kredit adalah kepercayaan.55 Secara

umum kredit diartikan sebagai fasilitas dalam meminjam uang berdasarkan

persetujuan pinjam meminjam.

Di dalam Pasal 1 butir (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan

mendefinisikan kredit sebagai berikut :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313

KUH Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, Marhainis Abdul Hay mengemukakan

55
Edy Putra The Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta,
1989, hal.1.

33

Universitas Sumatera Utara


tentang pengertian perjanjian kredit (Bank) dapat diidentifikasi dari Pasal 1754 KUH

Perdata tentang pinjam meminjam. Pasal 1754 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut

Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu


memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan
ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang
sama pula.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum yang dimaksud dengan

perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam berupa uang antara pihak yang

satu (kreditor) dengan pihak lain (debitor) dalam hal mana pihak peminjam

berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga

yang telah ditetapkan.

Sedangkan jika dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan

pembayaran. Maksudnya di sini adalah bahwa pengembalian atas penerimaan uang

dan atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerima, akan tetapi

pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa inti dari arti kredit adalah

kepercayaan.56

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kredit adalah suatu kepercayaan

yang diberikan oleh bank kepada penerima kredit atau debitor, di mana kredit yang

diberikan oleh bank akan dibayar kembali oleh oleh debitor pada masa yang akan

datang sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

56
Tjiptonegoro, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian kredit sendiri dikelompokkan ke dalam bentuk perjanjian pinjam

meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut Buku III Kitab Undangundang Hukum Perdata yang mengatur tentang

perikatan, perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam mempunyai sifat riil.

Riil di sini salah satunya adalah dalam bentuk perjanjian pinjam mengganti yang

diatur dalam Bab XIII Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut Marhainis A.H., ketentuan dalam Pasal 1754 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti mempunyai pengertian yang

identik dengan perjanjian kredit bank. Sebagai konsekuensinya haruslah dikatakan

bahwa perjanjian kredit bersifat riil.57

Perjanjian pinjam mengganti dalam Pasal 1754 Kitab Undangundang Hukum

Perdata diartikan sebagai berikut :

“Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut oleh

Wiryono Prodjodikoro58 ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat riil. Karena

dalam ketentuan Pasal 1754 Kitab Undangundang Hukum Perdata tidak disebutkan

57
Marhainis A.H., Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal.
147.
58
Wiryono Prodjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1981, hal. 137.

Universitas Sumatera Utara


bahwa pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu jumlah tertentu

barangbarang yang menghabis, melainkan pihak pertama memberikan suatu jumlah

tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian.

Dalam praktek perjanjian pinjam meminjam uang biasanya pihak kreditor

meminta kepada pihak debitor untuk memberikan jaminan yang berupa sejumlah

harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan sejumlah utang. Karena perjanjian

pinjam meminjam merupakan suatu persetujuan, maka dalam pelaksanaannya

haruslah memenuhi syaratsyarat sahnya suatu perjanjian. Hal ini dimaksudkan agar

perbuatan hukum yang dilakukan mempunyai kekuatan yang mengikat bagi kedua

belah pihak.

Syarat sahnya perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata, yaitu :

1. Kata sepakat dari pihak yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan;

3. Ada sesuatu hal yang diperjanjikan;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif karena mengenai orang atau subyek yang

mengadakan perjanjian, sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat obyektif karena

mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.59

59
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta, 1993, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara


Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif, maka perjanjian

tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat

obyektif, maka akibatnya perjanjian tersebut batal demi hukum.

Suatu perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka sendiri dan perjanjian itu tidak mengikat pihak ketiga

yang berada di luar perjanjian.60 Suatu perjanjian melahirkan hak dan kewajiban bagi

masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya. Kewajiban yang dimaksud dalam hal

ini adalah pemberian prestasi yang misalnya berupa uang atau barang serta adanya

kontraprestasi berupa pengembalian pinjaman sesuai dengan waktu yang telah

dijanjikan. Kewajiban ini harus dipenuhi oleh debitor sebagai pihak yang menerima

kredit. Sedang hak yang harus diterima oleh kreditor adalah berupa penerimaan

pelunasan utang dari debitor.

Dalam prakteknya, guna mengamankan pemberian kredit umumnya perjanjian

kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standard

contract) yang dapat dibuat di bawah tangan ataupun dibuat secara notariil. Perjanjian

kredit yang merupakan perjanjian baku (standard contract) di mana isi atau klausula-

klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk

formulir (blanko), tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu.

Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian kredit

terbit dari suatu perjanjian pinjam meminjam antara bank atau kreditor dengan

nasabah atau debitor. Perjanjian pinjam meminjam tersebut lahir sejak dicapainya
60
Ibid

Universitas Sumatera Utara


kata sepakat antara kedua belah pihak. Oleh karena prestasi saat pemberian uang dari

bank kepada nasabah dengan prestasi pengembalian uang dari debitor kepada kreditor

terdapat tenggang waktu yang dapat menimbulkan suatu risiko bagi bank, maka bank

harus mempunyai kepercayaan bahwa debitor akan mampu mengembalikan

pinjamannya sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

Lebih lanjut Munir Fuady mengatakan, bahwa dari pengertian kredit di atas,

terdapat unsur-unsur kredit sebagai berikut :61

a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditor dengan debitor, yang

disebut dengan perjanjian kredit.

b. Adanya para pihak, yaitu pihak “kreditor” sebagai pihak yang memberikan

pinjaman, seperti bank, dan pihak “debitor” yang merupakan pihak yang

membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditor bahwa pihak debitor mau dan mampu

membayar/mencicil kreditnya.

d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitor.

e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditor kepada pihak

debitor.

f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitor

kepada kreditor, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian

keuntungan.

61
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditor dengan

pengembalian kredit oleh debitor.

h. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi.

Semakin jauh tengggang waktu pengembalian, semakin besar risiko tidak

terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

1. Sifat Perjanjian Kredit Bank

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, yang dimaksud dengan perjanjian

kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang, perjanjian

pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima

peminjaman mengenai hubungan-hubungan antara keduanya.62

Menurut Muchlis Sutopo bank adalah lembaga keuangan yang usaha

pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang, di mana baik secara sosial maupun secara ekonomi pihak debitor dan

kreditor memperoleh keuntungan dan mengalami peningkatan kesejahteraan,

sedangkan bagi negara mengalami penambahan penerimaan dan pajak.63

Sedangkan R. Subekti, mengatakan bahwa :64

Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu
pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754
sampai dengan Pasal 1769, di mana pinjam meminjam di sini adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada suatu jumlah

62
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, bandung,
1991,hal. 23.
63
Muchlis Sutopo, Pokok-pokok Manajemen Perkreditan, 1989, hal. 32.
64
R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni,
Bandung, 1986, hal. 13.

Universitas Sumatera Utara


tertentu, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.

Berdasarkan pendapat para sarjana di atas, dapat diketahui bahwa sifat dari

perjanjian kredit bank adalah riil di mana suatu perjanjian baru terjadi setelah

tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak dan adanya penyerahan uang atau

benda.

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat

penting dalam rangka membantu pemerintah untuk mencapai kemakmuran khususnya

dalam bidang perekonomian. Dari uraian tersebut maka fungsi kredit dalam

kehidupan perekonomian perdagangan secara garis besar adalah sebagai berikut :65

1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari modal atau uang;

2. Kredit dapat meningkat daya guna suatu barang;

3. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha dari masyarakat;

4. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Adapun menurut C. H. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai beberapa

fungsi yaitu :66

1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan

sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya;

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan hak dan

kewajiban di antara kreditor dan debitor;

65
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik manajemen Kredit, PT. Bina Aksara,
Jakarta,1993, hal. 14.
66
C. H. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausula-klausula Perjanjian Kredit Bank dan Manajemen,
1992,hal. 64.

Universitas Sumatera Utara


3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan monitoring kredit.

Sedangkan fungsi kredit perbankan menurut Munir Fuady, antara lain

adalah:67

1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada

para pengusaha yang memerlukan atau dapat menyimpan uangnya pada lembaga

keuangan dan diberikan kepada perusahaan lain, untuk meningkatkan produksi atau

usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang.

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening biro dapat menciptakan pembayaran

baru seperti cek, bilyet giro, dan wesel sehingga dapat meningkatkan peredaran uang

giral. Di samping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula

meningkatkan peredaran uang kartal.

3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapat kredit, pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang

jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha

pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Untuk itu kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan

67
Munir Fuady,Op. Cit, hal. 16-17.

Universitas Sumatera Utara


kualitatif dan kuantitatif, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan

memenuhi kebutuhan dalam negeri.

5. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan

mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek-proyek

baru akan membutuhkan tenaga kerja, dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut

maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

6. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan

dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

perusahaan-perusahaan di dalam negeri.

2. Macam-macam Kredit Bank

Kredit banyak jenisnya karena dapat digolongkan berdasarkan kriteria yang

digunakan :68

1. Penggolongan Berdasarkan Jangka Waktu

Apabila jangka waktu digunakan sebagai kriteria, maka suatu kredit dapat dibagi

ke dalam:

a. Kredit Jangka Pendek; yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1

tahun.

68
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003, hal 238-240.

Universitas Sumatera Utara


b. Kredit Jangka Menengah; yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu antara 1

sampai 3 tahun.

c. Kredit Jangka Panjang; dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai

jangka waktu di atas 3 tahun.

2. Penggolongan Berdasarkan Dokumentasi yaitu:

a. Kredit dengan perjanjian kredit tertulis.

b. Kredit tanpa surat perjanjian kredit. Untuk itu dapat dibagi ke dalam:

1) Kredit lisan.

Tetapi ini sangat jarang dilakukan.

2) Kredit dengan instrumen surat berharga. Misalnya kredit yang hanya lewat

dokumen promes (promissory note), obligasi (bonds), kartu kredit, dan

sebagainya.

3) Kredit Cerukan (overdraft)

Kredit seperti ini timbul karena:

- penarikan/pembebanan giro yang melampaui saldonya.

- penarikan/pembebanan R/C yang melampaui plafonnya.

3. Penggolongan Berdasarkan Bidang Ekonomi

Dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian.

b. Kredit untuk sektor pertambangan.

c. Kredit untuk sektor perindustrian.

d. Kredit untuk sektor listrik, gas, dan air.

Universitas Sumatera Utara


e. Kredit untuk sektor konstruksi.

f. Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel.

g. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi.

h. Kredit untuk sektor jasa.

i. Kredit untuk sektor lain-lain.

4. Penggolongan Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya

Untuk itu kredit dibagi ke dalam:

a. Kredit Konsumtif. Ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitor untuk

keperluan konsumsi seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan

bermotor, pembelian alat-alat rumah tangga, dan lain-lain sebagainya.

b. Kredit Produktif, yang terdiri dari:

1) Kredit Investasi; yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau

barang-barang tahan lama, seperti tanah, mesin, dan sebagainya. Namun

demikian, sering juga kredit ini digolongkan ke dalam kredit investasi

adalah apa yang disebut sebagai Kredit Bantuan Proyek.

2) Kredit Modal Kerja (Working Capital Credit/Kredit Eksploitasi); untuk

membiayai modal lancar yang habis dalam pemakaian, seperti untuk

barang dagangan, bahan baku, overhead produksi, dan sebagainya.

3) Kredit Likuiditas; diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan

yang sedang kesulitan likuiditas. Misalnya kredit likuiditas dari Bank

Indonesia yang diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas di

bawah bentuk uang.

Universitas Sumatera Utara


5. Penggolongan Kredit Berdasarkan Objek yang Ditransfer

Dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit Uang (Money Credit), di mana pemberian dan pengembalian kredit

dilakukan dalam bentuk uang.

b. Kredit Bukan Uang (Non Money Credit, Mercantile Credit, Merchant Credit),

di mana diberikan dalam bentuk barang dan jasa dan pengembaliannya

dilakukan dalam bentuk uang.

6. Penggolongan Kredit Berdasarkan Waktu Pencairannya. Dalam hal ini suatu

kredit dapat dibagi lagi ke dalam:

a. Kredit Tunai (Cash Credit), di mana pencairan kredit dilakukan dengan tunai

atau pemindahbukuan ke dalam rekening debitor.

b. Kredit Tidak Tunai (Non Cash Credit), di mana kredit tidak dibayar pada saat

pinjaman dibuat. Termasuk ke dalam penggolongan ini misalnya:

1) Garansi Bank atau Stand By L/C. Dalam hal ini bank akan membayar

apabila terjadi perbuatan tertentu, misalnya jika pada suatu saat pihak

pemohon garansi tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain,

maka dalam hal seperti ini banklah yang akan membayarnya.

2) Letter of Credit, yang merupakan jaminan kepada penjual/pengirim barang

di mana bank akan membayar sejumlahuang jika dokumen-dokumen

tertentu dipenuhi oleh penjual/pengirim barang.

7. Penggolongan Kredit Menurut Cara Penarikannya. Apabila dilihat dari segi

penarikannya, maka suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

Universitas Sumatera Utara


a. Kredit Sekali Jadi (Alfopend). Yakni kredit yang pencairan dananya dilakukan

sekaligus, misalnya secara tunai ataupun secara pemindahbukuan.

b. Kredit Rekening Koran. Dalam hal ini, baik penyediaan dana maupun

penarikan dana tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara tidak teratur

kapan saja dan berulang kali. Penarikan dana oleh nasabah dilakukan selama

plafon kredit masih tersedia, dilakukan dengan melalui pemindahbukuan,

penarikan cek, bilyet, giro, atau perintah pemindahbukuan lainnya.

c. Kredit Berulang-ulang (Revolving Loan). Kredit semacam ini biasanya

diberikan terhadap debitor yang tidak memerlukan kredit sekaligus, melainkan

secara berulang-ulang sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam batas

maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan. Berbeda

dengan kredit rekening koran, maka kredit berulang-ulang ini lebih dibatasi

(tidak dalam arti seluas-luasnya), terutama dalam hal penarikan dan

penyetorannya.

d. Kredit Bertahap. Kredit bertahap ini merupakan kredit yang pencairan

dananya dilakukan secara bertahap dalam beberapa termin, misalnya tranche

I, II, III, dan IV.

e. Kredit Tiap Transaksi (self-liquidating atau eenmalige transactie crediet).

Merupakan kredit yang diberikan untuk satu transaksi tertentu, di mana

pengembalian kredit diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan. Berbeda

dengan revolving credit, maka kredit eenmalige ini tidak ditarik dananya

Universitas Sumatera Utara


secara berulang-ulang, melainkan sekaligus saja, yakni untuk tiap transaksi

saja.

8. Penggolongan Kredit dilihat dari Pihak Kreditornya

Apabila dilihat dari segi pihak pemberi kredit, maka suatu kredit dapat digolong-

golongkan ke dalam:

a. Kredit Terorganisasi (Organized Credit), yakni kredit yang diberikan oleh

badan-badan yang terorganisir secara legal dan memang berwenang

memberikan kredit. Misalnya bank, koperasi, dan sebagainya.

b. Kredit Tidak Terorganisasi (Unorganized Credit). Merupakan kredit yang

diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun badan yang tidak

resmi untuk memberikan kredit. Kredit tidak terorganisasi ini dapat dipilah-

pilah ke dalam kategori sebagai berikut:

1) Kredit Rentenir, yakni kredit yang diberikan oleh perorangan atau badan

tidak resmi untuk memberikan kredit, yang sering dijuluki lintah darat.

2) Kredit Penjual, merupakan kredit yang diberikan oleh penjual kepada

pembeli dalam suatu jual-beli, di mana barang segera diserahkan

sementara harga barang dibayar kemudian secara kredit.

3) Kredit Pembeli, yang dimaksudkan adalah kredit yang juga terbit dari jual-

beli, di mana uang pembelian segera diserahkan sementara barangnya

diserahkan di kemudian hari. Misalnya seperti yang sering dipraktekkan

dalam pembelian bahan bangunan, dan lain-lain.

9. Penggolongan Kredit Berdasarkan Negara Asal Kreditor

Universitas Sumatera Utara


Apabila ditinjau dari segi asal negara dari mana kreditor berada, maka suatu kredit

dapat digolong-golongkan sebagai berikut:

a. Kredit Domestik (Domestic/Onshore Credit)

Ini merupakan kredit yang debitornya/kreditor utamanya berasal dari dalam

negeri.

b. Kredit Luar Negeri (Foreign/Offshore Credit)

Merupakan kredit dengan kreditor atau kreditor utamanya berasal dari luar

negeri

10. Penggolongan Kreditor Berdasarkan Jumlah Kreditor

Berdasarkan berapa banyaknya jumlah kreditor, maka suatu kredit dapat dibagi ke

dalam:

a. Kredit dengan Kreditor Tunggal

Yakni kredit yang kreditornya hanya satu orang/satu badan hukum saja. Ini

yang sering disebut dengan Single Loan.

b. Kredit Sindikasi (Syndicated Credit)

Ini merupakan kredit dimana pihak krediturnya terdiri dari beberapa badan

hukum, dimana biasanya salah satu di antara kreditur tersebut bertindak

sebagai Lead Creditor/Lead Bank.

3. Dokumen dalam Perjanjian Kredit

Dalam setiap transaksi kredit, di samping perjanjian kredit sebagai perjanjian

pokok terdapat juga dokumen-dokumen lain yang menyertai, mengikuti atau

mendahului perjanjian kredit tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Dokumen-dokumen lain yang menyertai, mengikuti atau mendahului

perjanjian kredit tersebut antara lain:69

1. Dokumen Pendahuluan.

Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu

perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut dengan “Dokumen

Pendahuluan” dan biasanya berisi data finansial atau garis besar data tentang term

dan condition dari perjanjian kredit yang akan ditandatangani kelak.

2. Dokumen Jaminan.

Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit yang dapat

disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis dianggap

sebagai dokumen yang “acessoir”.

Maksudnya adalah bahwa perjanjian jaminan tersebut merupakan bagian dari

perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok yang dalam hal ini adalah

perjanjian kredit karena suatu alasan dinyatakan batal atau tidak berlaku secara

hukum, maka perjanjian jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

3. Dokumen Legalitas

Yakni yang merupakan dokumen-dokumen “pengaman” yang biasanya non

notariil, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan

pelaksanannya nanti.

4. Dokumen Instrumentalia.

69
Munir Fuady, Op. cit, hal. 52

Universitas Sumatera Utara


Beberapa dokumen yang dibuat dalam hubungan dengan perjanjian kredit

hanya bersifat instrumentalia saja, yang termasuk dalam dokumen instrumentalia ini

antara lain adalah :

a. Pengakuan hutang murni;

b. Pemberitahuan penarikan;

c. Promes;

d. Surat aksep; dan lain-lain.

B. Perjanjian Kredit Sindikasi pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian Kredit Sindikasi

Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur

(borrower), ada tiga macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit

untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur

memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan

kreditnya. Cara yang kedua, debitur menerima kredit dari beberapa pemberi kredit

secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya,

terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing

lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu

tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian

kredit dicantumkan cross default clause, yaitu suatu klausul yang berisi pernyataan

hukum yang mengikat para pihak bahwa apabila debitur mengalami kemacetan

kredit yang diperoleh dari lembaga pemberi kredit yang lain, maka kredit yang

diterima debitur berdasarkan perjanjian tersebut menjadi demi hukum default dan

Universitas Sumatera Utara


dengan demikian pemberi kredit berhak untuk seketika dan sekaligus menagih

seluruh kredit sekalipun jangka waktu kredit belum berakhir atau masa penyicilan

belum tiba saatnya. Cara yang ketiga, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi

yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang ketiga

ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, yaitu perjanjian antara debitur dengan

sindikasi sebagai pemberi kredit.70

Sebelum melangkah lebih jauh mengenai kredit sindikasi, haruslah terlebih

dahulu dibedakan antara kredit sindikasi dan sindikasi kredit. Sindikasi kredit adalah

suatu sindikasi yang peserta-pesertanya terdiri dari lembaga-lembaga pemberi kredit

yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang

memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek, sedangkan yang dimaksud dengan

kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh sindikasi kredit.71

Kredit sindikasi adalah pinjaman yang diberikan dua atau lebih lembaga

keuangan dengan persyaratan dan kondisi yang serupa, menggunakan dokumentasi

yang umum dan ditatausahakan oleh suatu Agent Bank, disusun oleh arranger yang

bertugas dan bertanggungjawab mulai dari proses solisitasi (permintaan pinjaman)

nasabah sampai dengan proses penandatanganan kredit.72

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh White & Case, sebuah lawfirm terkenal

di Amerika Serikat, yang berjudul Syndicated Loan Resemble Shared Taxis pada

70
Sutan Remy Sjahdeini,Op. cit, hal 1-2.
71
Ibid.
72
Priasmoro Prawiroardjo, Pinjaman Sindikasi, Jakarta-Jakarta, Edisi No. 377, 25 September-
1 Oktober 1993, hal.75.

Universitas Sumatera Utara


tahun 2002, sebagaimana dikutip oleh Sutan Remi Sjahdeini, dalam bukunya bahwa

kredit sindikasi dapat diartikan sebagai dana yang diberikan secara bersama-sama

oleh beberapa bank berdasarkan satu perjanjian kredit saja, dan pada saat yang sama

diberikan juga oleh masing-masing bank tersebut.73

Pada umumnya, kredit sindikasi memiliki kesamaan dengan kredit biasa.74

Keduanya sama-sama merupakan upaya bank untuk menyalurkan dana kepada pihak

yang membutuhkannya untuk dipergunakan sebagai modal kerja atau keperluan

investasi dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian, terdapat banyak faktor yang

membedakan keduanya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit sindikasi terdapat ketentuan mengenai hubungan hukum

antara debitur dengan pihak-pihak terkait, seperti participants dan Agent Bank.

2. Faktor Lead Manager

Dalam kredit sindikasi diperlukan satu pihak dari peserta sindikasi untuk memimpin

mereka dalam melakukan kredit sindikasi. Pihak ini disebut Lead Manager.

3. Faktor Suku Bunga

Pada kredit sindikasi. Ada kalanya dilakukan negosiasi khusus mengenai tingkat suku

bunga yang akan dibebankan kepada debitur bersangkutan. Biasanya sistem suku

bunga yang digunakan adalah Fixed Rate atau Floating Rate.

73
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit,,hal.4-5.
74
Yunus Hussein, Kredit Sindikasi, Perkembangan Perbankan, Jakarta, Maret-April 1994.

Universitas Sumatera Utara


4. Faktor Market

Target yang dituju dalam kredit sindikasi biasanya adalah perseroan terbatas.

5. Faktor Jangka Waktu

Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu panjang, antara 3-15 tahun.

Perjanjian kredit sindikasi merupakan dokumen yang paling penting di antara

dokumen-dokumen lain yang menyangkut pemberian kredit sindikasi. Dalam

perjanjian kredit sindikasi diatur segala macam bentuk hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak, baik pihak pemberi kredit (lenders) atau kreditor maupun

debitor (borrower). Di dalam perjanjian kredit tersebut juga ditentukan kewenangan

dan kewajiban dari agent bank yang ditunjuk. Bila terjadi perbedaan pendapat atau

sengketa di antar para pihak berkaitan dengan pelaksanaan fasilitas kredit sindikasi

ini, maka perjanjian kredit sindikasi itulah yang akan dijadikan dasar dan rujukan

bagi para pihak untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau sengketa di antara

mereka. Dengan kata lain, tujuan dari dibuatnya perjanjian kredit itu adalah untuk

menjadi dasar rujukan bagi penyelesaian sengketa yang timbul di antara pihak-pihak

yang membuat perjanjian itu.75

Perjanjian kredit sindikasi dapat dibuat sendiri oleh bank dengan ataupun

tanpa bantuan notaris atau konsultan hukum. Perjanjian kredit sindikasi dapat dibuat

dengan hanya terdiri dari beberapa halaman, namun dapat pula dibuat hingga puluhan

75
Sutan Remy Sjahdeini,Op.Cit.,hal.189.

Universitas Sumatera Utara


halaman. Namun, baik tebal maupun tipis, keduanya tetap memiliki kekuatan hukum

yang sama dan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.76

Para pihak yang ikut serta menandatangani perjanjian itu harus memastikan bahwa

hak-hak dan kepentingan-kepentingannya terhadap pihak-pihak lain harus diatur,

sehingga apabila timbul perselisihan atau sengketa posisinya menjadi lebih kuat.

Dalam praktek sering perjanjian kredit sindikasi dibuat oleh bank-bank

peserta kredit sindikasi dengan terlebih dahulu meminta advis/nasihat hukum dari

masing-masing konsultan hukum dan kemudian setelah di buat klausul-klausul

nantinya akan diserahkan kepada notaris yang ditunjuk untuk kemudian dituangkan

dalam suatu bentuk akta yang akan ditandatangani oleh para pihak.77

2. Ciri - Ciri Utama Kredit Sindikasi

Ada beberapa ciri – ciri utama dari suatu kredit sindikasi yang perlu diketahui.

Ciri – ciri tersebut adalah :

1. Terdiri atas lebih dari satu pemberi kredit

Kredit sindikasi selalu diberikan oleh lebih dari satu pemberi kredit sebagai peserta

dari sindikasi kredit.

2. Besarnya jumlah kredit

Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat menyebarkan resiko

dalam pemberian kredit. Oleh karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang

76
Ibid., hal.190.
77
Wawancara dengan Bapak Pohan Djingga, Branch Manager Bank UOB Indonesia, tanggal
2 Agustus 2010

Universitas Sumatera Utara


jumlahnya kecil, dimana tidak ada alasan bagi bank tersebut untuk tidak membiayai

sendiri seluruh jumlah kredit yang kecil itu.

Namun ada keadaan – keadaan dimana suatu pinjaman mencapai suatu jumlah

sedemikian rupa besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi bank tersebut untuk

dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa resikonya terlalu

besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan sesuatu nasabah tertentu dipikul

sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau batas

maksimum pemberian kredit (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui.

3. Jangka waktu

Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu menengah (medium term) atau

berjangka waktu panjang (long-term), sekalipun tidak ada alasan mengapa tidak

mungkin kredit sindikasi diberikan juga dalam jangka waktu pendek (short-term).

Dalam termonologi kredit sindikasi belum ada kesamaan mengenai apa yang

dimaksudkan short, medium dan long. Namun pada umumnya short berarti sampai

dengan 1 tahun, medium berarti antara 1- 5 tahun dan long berarti diatas 5 tahun.

4. Bunga

Pada umumnya bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang (floating rate) yang

disesuaikan setiap jangka waktu tertentu, misalnya setiap 3 bulan sekali. Untuk

menetapkan bunga kredit sindikasi dalam kurs rupiah yaitu berpatokan pada JIBOR

(Jakarta Interbank Offered Rate). Sekalipun bunga dari kredit sindikasi bersifat

mengambang (floating rate), namun dimungkinkan pula bagi pemberian kredit

sindikasi dengan bunga yang tetap sepanjang jangka waktu kredit.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004, JIBOR adalah bank-bank

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang menjadi acuan dalam menetapkan suku

bunga JIBOR.

5. Tanggung jawab berbagi

Meskipun suatu fasilitas kredit sindikasi adalah suatu totalitas dan bukannya

kombinasi dari sejumlah fasilitas bilateral, namun bertanggung jawab dari masing –

masing bank peserta dalam sindikasi itu tidak bersifat tanggung renteng. Artinya,

bahwa masing – masing bank peserta hanya bertanggung jawab untuk bagian jumlah

kredit yang menjadi komitmennya. Tanggung jawab dari masing – masing bank di

dalam sindikasi tidak merupakan tanggung jawab dimana suatu bank menjamin bank

lainnya.

6. Dokumentasi Kredit

Dokumentasi kredit (loan documentation) yang sama bagi semua peserta sindikasi

merupakan ciri yang penting dari suatu kredit sindikasi.

Dokumentasi kredit tersebut adalah dasar bagi administrasi kredit sindikasi tersebut

selama jangka waktunya. Untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaannya di

antara bank – bank peserta sindikasi, maka ditunjuklah satu bank diantara bank-bank

peserta itu sebagai agen (agent bank) untuk bertindak sebagai kuasa dari bank-bank

peserta sindikasi dengan tugas mengadministrasikan kredit tersebut setelah perjanjian

kreditnya ditandatangani.

Universitas Sumatera Utara


7. Publisitas

Ciri lain yang membedakan antara pinjaman bilateral dengan kredit sindikasi adalah

keharusan bagi kredit sindikasi itu untuk dipublikasikan (diketahui oleh umum).

Publisitas ini dilakukan setelah perjanjian kredit sindikasi ditandatangani.

Sedangkan dalam Club Deal, masing-masing kreditur dan debitur mempunyai

perjanjian kredit (bilateral), dan para kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan

kreditur lain, yang pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh

para kreditur tersebut.78

3. Dasar Hukum Perjanjian Kredit Sindikasi

Dasar hukum dari Perjanjian Kredit Sindikasi (PKS) adalah Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) juncto Pasal 1338 KUHPerdata. Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.79 Perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat apabila telah memenuhi

empat syarat yaitu:

1. adanya kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian,

2. kecakapan para pihak untuk membuat suatu perjanjian,

3. suatu hal tertentu,

4. suatu sebab yang halal. Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas yang disebut

dengan asas konsensualitas, artinya perjanjian mengikat apabila telah tercapai

kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian itu.

78
Fennieka Kristianto, Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi,
Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009,hal.14-15
79
Ibid

Universitas Sumatera Utara


Selain itu, berlaku pula asas kebebasan berkontrak dimana diberikan

kebebasan yang seluas-luasnya oleh Undang-Undang kepada para pihak dalam

perjanjian untuk membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, asalkan tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum.

Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian itu merupakan Undang-Undang yang berlaku

bagi pembuat perjanjian, sehingga mengikat mereka yang membuatnya untuk

mematuhi dan melaksanakan ketentuan tersebut.80

Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu

perjanjian kredit adalah dari bunyi Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, dimana disebutkan bahwa kredit diberi berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain.81

Pencantuman kata-kata kesepakatan pinjam-meminjam di dalam pasal

tersebut dapat diartikan bahwa pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk

menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank

(kreditor) dan nasabah (debitor) yang berbentuk pinjam-meminjam. Dengan

demikian, bagi hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga tentang perikatan pada

umumnya, dan Bab Ketigabelas tentang pinjam-meminjam KUHPerdata khususnya.82

4. Fungsi Kredit Sindikasi

Pemberian kredit sindikasi sebagai kredit yang berbeda dari kredit biasa

umumnya memberikan manfaat tidak hanya bagi pemberi kredit sindikasi, namun

80
Ibid, hal. 16
81
Ibid.
82
Ibid

Universitas Sumatera Utara


juga bagi penerimanya. Adapun fungsi dari kredit sindikasi diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Fungsi bagi bank peserta kredit sindikasi

• memungkinkan bank peserta sindikasi untuk mengatasi masalah Batas

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit.

• memungkinkan bank melakukan spread of the risk dalam pemberian

pinjaman.

2. Fungsi bagi nasabah peminjam

• memperoleh pinjaman dengan jumlah yang besar, yang biasanya tidak dapat

dipenuhi dari satu kreditur saja.

• memungkinkan nasabah memperoleh kredit dengan jumlah besar tanpa harus

membuang waktu berhubungan dengan banyak bank.

• menambah kredibilitas nasabah, apalagi bila peserta bank tersebut adalah

bank-bank ternama.

5. Para Pihak dan Isi dari Perjanjian Kredit Sindikasi

Dalam perjanjian kredit sindikasi tentu perlu melibatkan beberapa pihak yang

juga memiliki kepentingan pada perjanjian kredit sindikasi tersebut. Selain itu,

perjanjian kredit sindikasi juga mengatur beberapa kepentingan serta hak dan

kewajiban dari pihak-pihak tersebut. Karenanya, isi dari perjanjian kredit sindikasi

merupakan inti dari perjanjian yang wajib untuk diketahui dan dipahami.

Universitas Sumatera Utara


Pihak yang terlibat dalam kredit sindikasi pada umumnya terdiri dari pihak

Borrower (debitur), Participating Banks/Lenders (kreditur), dan Syndicate leader

yang selain berperan sebagai lender, juga berperan sebagai Agent Bank.

Untuk lebih jelasnya, subyek hukum dari perjanjian kredit sindikasi adalah

sebagai berikut:

1. Pihak Borrower

adalah nasabah peminjam kredit sindikasi. Nasabah ini pada umumnya berbentuk

PT (perseroan terbatas). Dalam proses kredit sindikasi perlu diperhatikan status

badan hukum dari pihak debitur dan siapa yang berhak menandatangani

perjanjian kredit sindikasi bank. Hal ini bertujuan untuk memperjelas pihak mana

yang dapat bertanggungjawab atau dituntut oleh pihak kreditur ketika terjadi

perselisihan ataupun gagal bayar.

2. Pihak Arranger

yaitu bank yang mengatur segala proses perjanjian kredit sindikasi, mulai dari

dimulainya proses kredit, menawarkan keikutsertaan kepada bank-bank lain,

memonitor perjanjian kredit sindikasi sampai dengan penandatanganannya.

Dalam menjalankan tugasnya ini, arranger mendapat fee yang lebih besar

dibandingkan pihak lain dalam kredit sindikasi. Hal ini dikarenakan beratnya

tugas arranger.

3. Lead Manager

Merupakan bank yang memimpin sindikasi. Ada kalanya peranan Lead Manager

dirangkap dengan peranan arranger dan dipegang oleh satu bank saja. Namun

Universitas Sumatera Utara


ketika dibedakan antara bank yang berperan sebagai arranger dan bank yang

berperan sebagai Lead Manager, maka bank yang berperan sebagai Lead

Manager hanya bertugas untuk mengumpulkan bank-bank peserta

sindikasi/menawarkan suatu proyek kepada bank-bank tersebut, dimana untuk

tahap arrangement diserahkan pada bank lain yang berperan sebagai arranger.

Hal ini dimaksudkan agar bank lead dapat berkosentrasi pada proyek-proyeknya

yang lain.

4. Facility Agent

Merupakan bank yang berperan sebagai agen fasilitas kredit. Umumnya pada

suatu kredit sindikasi akan di tunjuk satu bank selaku agen fasilitas kredit, dimana

agen ini bertugas untuk memberitahukan kepada bank-bank peserta kredit

sindikasi mengenai kapan waktu untuk mencairkan dana pinjaman ke rekening

agen fasilitas yang selanjutnya dana tersebut akan disalurkan ke rekening

borrower. Begitu juga dangan pambayaran bunga, borrower diharuskan untuk

membayar kepada rekening agen fasilitas, kemudian oleh agen fasilitas akan di

bagikan kepada bank-bank peserta sindikasi sesuai dengan keikutsertaan bank-

bank tersebut.

5. Lender

Merupakan bank-bank yang tergabung dalam sindikasi kredit dan ikut serta

membiayai kredit sindikasi.

Setelah mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit

sindikasi, aspek selanjutnya dalam perjanjian kredit sindikasi ini adalah isi dari

Universitas Sumatera Utara


perjanjian kredit sindikasi. pokok yang diatur dalam perjanjian kredit sindikasi antara

lain adalah mengenai jumlah utang, cara dan batas waktu pembayaran, penentuan

bunga, jaminan, asuransi, penunjukkan agen dan manager, serta pilihan hukum.83

Selain itu, bahwa hampir dalam seluruh dokumen perjanjian kredit sindikasi

dimuat sedikit-dikitnya 31 klausula, yaitu:84

1. Pendahuluan

Sebagaimana pada setiap perjanjian, di permulaan perjanjian selalu terdapat

bagian pendahuluan. Dalam bagian ini dicantumkan siapa masing-masing pihak

yang membuat dan terikat dengan perjanjian itu serta tanggal yang merupakan

saat dibuatnya perjanjian kredit sindikasi.

2. Definisi

Pada bagian ini disebutkan definisi dari setiap istilah yang digunakan dalam

perjanjian itu. Tujuannya adalah untuk memberikan kesatuan pengertian bagi

semua pihak yang membuat perjanjian itu mengenai istilah-istilah yang digunakan

dalam perjanjian itu.

3. Penunjukkan Agent Bank

Salah satu tujuan dari dibuatnya perjanjian kredit sindikasi adalah untuk

menunjuk Agent Bank, dan menerapkan tugas-tugasnya. Agent Bank

melaksanakan tugasnya bagi kepentingan semua kreditur atau anggota kredit

sindikasi. Agent Bank bertugas mewakili para anggota sindikasi dalam

83
Gani Djemat, Kredit Sindikasi dan Masalahnya, Info Bank, Nomor 22, hal. 27.
84
Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal 192-266

Universitas Sumatera Utara


berhubungan dengan debitur, bukan mewakili debitur dalam berhubungan dengan

para kreditur.

4. Jumlah kredit dan self financing

Jumlah kredit yang diberikan oleh kreditur bukan tidak terbatas. Jumlah dari

kredit sindikasi yang akan diberikan oleh bank-bank pemberi kredit yang menjadi

anggota sindikasi ditentukan menurut kebutuhan yang diperlukan bagi

pembiayaan proyek investasi debitur.

Disamping ditentukan berdasarkan kebutuhan pembiayaan untuk membiayai

proyek tersebut, jumlah kredit sindikasi juga ditentukan berdasarkan berapa

jumlah self financing dari debitur. Self financing adalah bagian dari biaya proyek

tersebut yang menjadi bagian debitur. Jumlah kredit yang diberikan oleh bank-

bank peserta kredit sindikasi adalah jumlah biaya yang diperlukan untuk

membangun proyek tersebut, yang dalam istilah perbankan disebut dengan

project cost, dikurangi dengan jumlah self financing. Debitur diwajibkan untuk

juga memiliki bagian dalam jumlah keseluruhan project cost agar debitur juga

ikut menanggung resiko atas pembiayaan proyek itu. Dengan demikian debitur

akan merasa ikut bertanggungjawab atas pembangunan proyek dan kelangsungan

hidup proyek setelah pembangunannya.

5. Tujuan penggunaan kredit

Pencantuman klausul mengenai tujuan kredit dalam suatu perjanjian kredit

merupakan suatu hal yang lazim. Begitu juga dalam perjanjian kredit sindikasi.

Tujuan dari pencantuman klausul ini adalah:

Universitas Sumatera Utara


a. untuk memastikan bahwa perjanjian tersebut tidak ilegal

b. sekalipun debitur menggunakan hasil dari kredit itu untuk tujuan-tujuan yang

melanggar hukum, klausul itu memungkinkan sindikasi untuk menyatakan

bahwa mereka tidak mengetahui tentang tujuan ilegal dari penggunaan hasil

dari kredit itu oleh debitur.

6. Jangka waktu kredit

Sebagaimana dalam perjanjian kredit pada umumnya, dalam perjanjian kredit

sindikasi juga terdapat klausul yang menentukan batas waktu kredit tersebut harus

dilunasi. Bila sampai batas waktu tersebut ternyata debitur tidak dapat melunasi

kreditnya, maka debitur berada dalam keadaan ingkar janji (event of default).

7. Mata uang dari kredit

Penyediaan dana dapat ditentukan dalam satu atau sejumlah mata uang.

Apabila dana tersebut harus disediakan dalam lebih dari satu mata uang maka

mata uang tersebut harus ditentukan secara spesifik. Namun demikian, jumlah

maksimum kredit yang diberikan kepada debitur ditentukan di dalam mata uang

Rupiah ataupun US Dollar. Kredit yang diberikan dalam beberapa mata uang

disebut multy currency loans.

Apabila diinginkan agar pelunasan kredit itu dilakukan dalam mata uang

tertentu, maka untuk ketentuan yang demikian itu harus dibuat klausul yang jelas

untuk memastikan bahwa mata uang pelunasan atas kredit itu sama dengan mata

uang yang dipinjam atau dalam mata uang yang lain.

8. Tingkat suku bunga

Universitas Sumatera Utara


a. Bunga Biasa

Tingkat bunga dapat ditetapkan secara ‘mengambang’ (floating) atau

secara ‘tetap’ (fixed). Tingkat bunga yang ditetapkan secara mengambang

disebut ‘tingkat bunga mengambang atau ‘floating rate of interest’, sedangkan

yang ditetapkan secara tetap disebut dengan ‘tingkat bunga tetap’ atau ‘fixed

rate of interest’.

Bank-bank di Indonesia pada umumnya menetapkan bunga kredit pada

debiturnya dengan fixed rate. Namun karena akhir-akhir ini tingkat bunga

deposito yang sering berubah naik, maka bank-bank di Indonesia menetapkan

tingkat bunga dengan floating rate. Apabila bank menetapkan tingkat bunga

kreditnya dengan fixed rate, bank akan membahayakan dirinya sendiri.

Klausul penetapan bunga kredit bukan saja perlu dicantumkan demi

kepentingan bank, tetapi juga demi kepentingan debitur. Dengan diketahui

besarnya tingkat bunga yang harus dibayar kepada bank, maka debitur

mengetahui bukan saja kewajibannya untuk membayar bunga tetapi juga batas

tingkat bunga yang menjadi kewajibannya. Demi kepentingannya, perlu

diketahui oleh debitur mengenai dasar perhitungan jumlah uang dari bunga

yang harus dibayar, baik yang menyangkut jumlah uang dari bunga yang

harus dibayar, jumlah hari perhitungan bunga maupun dasar penetapan prime

rate-nya.

Universitas Sumatera Utara


b. Bunga Tunggakan

Selain dari tingkat bunga yang biasa, yang ditetapkan baik dengan

fixed rate atau floating rate di dalam klausul yang menyangkut bunga bank

biasa, dalam perjanjian kredit juga terdapat ketentuan mengenai bunga

tunggakan. Bunga tunggakan adalah bunga yang tingkatnya lebih tinggi dari

bunga biasa yang dibebankan terhadap tunggakan atas pembayaran angsuran

atau pelunasan utang pokok. Menurut Rodger Fighe dalam bukunya yang

berjudul Structuring Commercial Loan Agreements, bunga tunggakan bukan

merupakan penalti terhadap debitur, namun dikarenakan debitur gagal untuk

membayar angsuran atau pelunasan pinjaman pokok ketika sudah harus

dibayar, maka bank mengalami resiko yang lebih tinggi bahwa kredit itu tidak

dapat dilunasi oleh debitur. Menghadapi kenaikan risiko itu maka bank berhak

untuk membebankan bunga yang lebih tinggi.

c. Bunga Berganda

Dalam praktik perbankan di Indonesia sudah menjadi kebiasaan untuk

membebankan ‘bunga berganda’. Penerapan oleh bank-bank di Indonesia

adalah membebankan bunga tunggakan terhadap bunga yang tertunggak

selama sebulan. Dengan kata lain, apabila debitur tidak membayar bunga, dan

pada perhitungan bunga bulan berikutnya bunga tersebut belum juga dibayar,

maka bunga yang belum dibayar itu (yang tertunggak) ditambahkan ke dalam

jumlah pinjaman pokok dan terhadapnya dikenakan juga bunga.

Universitas Sumatera Utara


Dalam perjanjian-perjanjian kredit bank-bank di Indonesia tidak selalu

tercantum klausul mengenai pembebanan bunga berganda ini, tetapi dalam

penghitungan pembebanan bunga oleh bank ternyata debitur dibebani bunga

tunggakan. Tampaknya, bank-bank menganggap bahwa karena pembebanan

bunga berganda ini telah menjadi kebiasaan dalam praktik perbankan di

Indonesia, maka ketentuan ini dianggap telah diperjanjikan.

Untuk perjanjian peminjaman uang dalam KUH Perdata,

membebankan bunga berganda dimungkinkan sebagaimana diatur dalam pasal

1251:

“Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga,

baik karena suatu permintaan di muka pengadilan, maupun karena persetujuan

khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang

harus dibayar setahun”

Namun, praktik yang dilakukan oleh perbankan Indonesia dalam

penghitungan bunga berganda bagi kredit bank jauh berbeda dengan ketentuan

pasal 1251 KUHPerdata tersebut.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari ketentuan pasal 1251 KUH

Perdata tersebut adalah:

1) bunga yang dapat dibebani bunga harus merupakan bunga dari uang

pokok (pinjaman pokok). Dengan demikian bunga atas bunga yang berasal

dari bunga tidak dapat dibenarkan.

Universitas Sumatera Utara


2) Bunga hanya dapat dibebankan atas bunga yang harus dibayar untuk satu

tahun. Dengan demikian bunga atas bunga yang dihitung bulanan, apalagi

harian, tidak dapat dibenarkan.

3) Harus telah diperjanjikan secara khusus sebelumnya. Apabila tidak telah

diperjanjikan sebelumnya, maka pembebanannya hanya mungkin

berdasarkan putusan pengadilan.

Jelaslah dari apa yang dikemukakan di atas mengenai batas-batas yang

ditentukan oleh pasal 1251 KUH Perdata mengenai bunga berganda itu bahwa

praktik perbankan tidak mengikuti cara pembebanan dan perhitungan yang

berlaku bagi perjanjian peminjaman uang. Untuk kredit bank bukan saja

bunga berganda sering tidak diperjanjikan dalam perjanjian kredit, tetapi juga

bunga dibebankan atas bunga yang dipungut bulanan serta bunga dibebankan

bukan atas bunga yang berasal dari pinjaman pokok saja, tetapi juga terhadap

bunga yang berasal dari bunga. Sudah seharusnya dalam perjanjian kredit

bank, pembebanan bunga berganda dan penghitungnnya diperjanjikan secara

tegas.

9. Penarikan Kredit (Drawdown)

Perjanjian kredit sindikasi bukan merupakan perjanjian bilateral antara

masing-masing bank peserta sindikasi dengan debitur.

Perjanjian kredit sindikasi adalah perjanjian multilateral, dengan salah satu

bank peserta ditunjuk sebagai Agent Bank yang mewakili semua anggota sindikasi

dalam berhubungan dengan debitur. Dengan pola ini, penarikan kredit dilakukan

Universitas Sumatera Utara


melalui Agent Bank, yaitu yang menjadi perantara bank-bank anggota sindikasi

untuk melakukan pembayaran-pembayaran kepada debitur, dan sebaliknya juga

menerima angsuran-angsuran yang dilakukan oleh debitur. Dengan demikian, lalu

lintas pembayaran tersebut tidak dilakukan antara masing-masing bank secara

terpisah langsung dengan debitur, namun harus dilakukan melalui suatu rekening

khusus yang ditatausahakan pada Agent Bank.

Agent Bank adalah kuasa dari dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas

nama masing-masing bank peserta. Sebagai konsekuensi yuridisnya apabila

terjadi ingkar janji oleh salah satu bank peserta sindikasi, yaitu bahwa bank

tersebut tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada

debitur, maka debitur mempunyai ikatan yang langsung dengan peserta sindikasi

itu dan bukan dengan Agent Bank.

Dalam perjanjian ditetapkan:

a) Suatu jangka waktu yang pasti dalam masa mana debitur diizinkan untuk

menggunakan kredit;

b) Tempat dimana dana dari kredit itu disediakan.

10. Angsuran Debitur dan Jadwalnya

Menurut Andrew Fight dalam bukunya yang berjudul Syndicated Lending, ada

tiga macam cara pelunasan, yaitu:

a) Amortizing Loans

Istilah ini dipakai untuk kredit-kredit yang memiliki jadwal angsuran atau

pelunasan (repayment) dimana debitor harus melakukan angsuran dengan jumlah

Universitas Sumatera Utara


angsuran yang sama pada tanggal-tanggal angsuran harus dilakukan sebagaimana

ditentukan dalam jadwal angsuran tersebut.

b) Bullet Repayment

Istilah ini dipakai untuk suatu kredit yang berjangka waktu tertentu, misalnya

berjangka waktu tiga tahun, yang pembayarannya tidak dilakukan dengan

angsuran tetapi harus dilakukan sekaligus pada saat jangka waktu kredit tersebut

berakhir.

c) Balloon Repayment

Istilah ini dipakai untuk suatu kredit dimana debitur diwajibkan untuk membayar

angsuran secara teratur dengan jumlah kecil selama beberapa waktu di masa

permulaan kredit itu diberikan dan harus membayar dalam jumlah yang besar

pada sisa akhir jangka waktunya.

Dari ketiga cara pelunasan tersebut, amortizing loans adalah cara yang

kebanyakan dipilih debitur kredit sindikasi.

Dalam kredit sindikasi dapat pula diberikan berupa revolving facility, yaitu

suatu fasilitas dimana debitur dapat mengangsur kapanpun yang dikehendakinya

atau pada saat-saat yang ditentukan berdasarkan jadwal waktunya dengan

ketentuan debitur dapat menggunakan kembali angsuran kredit tersebut.

Dalam perjanjian kredit sindikasi lazim diperjanjikan bahwa debitur tidak

mempunyai hak untuk melakukan angsuran hanya untuk melunasi kredit yang

diberikan oleh bank peserta tertentu. Debitur juga tidak dapat melakukan

angsuran langsung kepada salah satu atau kepada masing-masing bank peserta.

Universitas Sumatera Utara


11. Jenis-jenis dan Besarnya Fees

Dalam perjanjian kredit sindikasi ditentukan jenis-jenis dan besarnya fee yang

harus dibayar debitur. Fee tersebut dibayarkan kepada agent untuk kemiudian

oleh agent dibayarkan kepada para kreditur. Jumlah dan jenis-jenis fee berlainan

sesuai dengan perbedaan fasilitas yang diberikan kepada debitur. Sekalipun

demikian, pada umumnya jenis-jenis fee terdiri dari commitment fee, arrangement

fee, front end fee, dan agency fee.

12. Jenis-jenis Jaminan dan Cara Pengikatannya.

Pada umumnya jaminan kredit sindikasi yang harus disediakan oleh debitur

adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi itu. Namun demikian, tidak

menutup kemungkinan debitur memberikan jaminan tambahan, misalnya berupa

corporate guarantee, dan/atau berupa obligasi atau saham-saham baik milik

debitur sendiri maupun pihak ketiga.

Cara pengikatan hukum atas jaminan-jaminan tersebut dilakukan berdasarkan

sistem hukum yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam perjanjian kredit itu

sesuai dengan governing law yang dipilih oleh para pihak sebagaimana hal itu

ditentukan dalam perjanjian kredit.

13. Conditions Precedents

Conditions precedent adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi dulu oleh debitur

sebelum dapat menarik atau menggunakan dana kredit sindikasi yang

diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit sindikasi yang telah ditandatangani

antara debitur dan bank-bank pemberi kredit.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Robert Burgess dalam bukunya yang berjudul Corporate Finance Law,

ketentuan-ketentuan conditions precedent terdiri dari dua kelompok yaitu:

a) Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebelum timbulnya hak dari debitur

untuk menggunakan kredit

b) Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi setiap kali debitur akan melakukan

kembali penggunaan kredit

Hal-hal yang diperlukan berkaitan dengan dokumen-dokumen yang menyangkut

ketentuan-ketentuan dalam kelompok pertama adalah termasuk diterimanya:

a) Penjaminan-penjaminan dan dokumen agunan lainnya

b) Salinan-salinan dari semua otorisasi yang diperlukan

c) Salinan-salinan dari semua persetujuan pemerintah dan badan yang

berwenang mengatur lalu lintas devisa

d) Salinan-salinan dari semua anggaran dasar perusahaan pihak debitur

e) Pendapat-pendapat yuridis dari ahli hukum

f) Untuk joint project financing, dokumen yang membuktikan bahwa

perjanjian-perjanjian kredit lainnya yang menyediakan tambahan pembiayaan

untuk proyek itu telah dibuat

Sementara yang termasuk dalam kelompok yang kedua adalah ketentuan-

ketentuan sebagai berikut:

a) Bahwa klausul representation dan warranties yang dibuat dan diberikan pada

tanggal kredit tersebut ditarik, masih tetap benar

b) Bahwa tidak terjadi event of default

Universitas Sumatera Utara


c) Bahwa promissory note yang merupakan bukti mengenai adanya kewajiban-

kewajiban dari debitor telah diterima

d) Bahwa bukti mengenai adanya penerimaan uang telah diterima

e) Bahwa pendapat-pendapat tambahan dan dokumen-dokumen tambahan yang

bertujuan untuk memuaskan pemberi kredit yang memastikan bahwa tidak

telah terjadi perubahan terhadap hukum yang berlaku yang mungkin dapat

mengakibatkan tidak sahnya kewajiban-kewajiban debitur, telah diterima.

14. Covenants

Robert Burgess dalam bukunya yang berjudul Corporate Finance Law

mengemukakan bahwa definisi dari covenants adalah hal-hal yang membebankan

kewajiban-kewajiban pada prusahaan debitur yang bertujuan untuk melindungi

kepentingan pemberi kredit. Covenants terdiri dari 2 jenis, yaitu:

a) positive/affirmative covenants;

yaitu ketentuan yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh

seorang debitur

Menurut Tighe, yang termasuk kedalam affirmative covenants adalah:

(a) Keharusan untuk memelihara eksistensi perusahaan

(b) Keharusan bagi debitur untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan

yang berlaku

(c) Menyalurkan bisnis dari perusahaan debitur menurut cara-cara yang patut

efisien; membuat dan memelihara pembukuan perusahaan dan

mengizinkan pembukuan itu untuk diaudit oleh pemberi kredit; untuk

Universitas Sumatera Utara


membukukan dengan benar ke dalam pembukuan perusahaan semua

transaksi dari perusahaan itu

(d) Membayar seluruh sewa, bunga kredit, dan biaya-biaya lainnya dengan

tepat waktu dan mematuhi semua covenants yang mempengaruhi properti

perusahaan

(e) Keharusan untuk memberi agunan kredit yang cukup untuk menjamin

keseluruhan jumlah kredit

(f) Melakukan pendaftaran atas semua hak tanggungan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku

(g) Keharusan untuk mempertahankan harta kekayaan perusahaan, antara lain

dengan cara menjaga agar semua gedung, pabrik, dan mesin-mesin

perusahaan selalu dalam keadaan terpelihara baik serta tidak merusak

gedung, pabrik, dan mesin-mesin tersebut kecuali dengan maksud untuk

melakukan penggantian

(h) Mengizinkan bank untuk melakukan pemeriksaan terhadap debitur

(i) Mengizinkan dilakukan audit oleh pemberi kredit terhadap bangunan-

bangunan milik perusahaan

(j) Menginformasikan kepada pemberi kredit tentang adanya panggilan

pengadilan atau tindakan-tindakan hukum yang mempengaruhi properti

perusahaan baik yang telah ada sekarang maupun yang masih akan ada di

kemudian hari

Universitas Sumatera Utara


(k) Keharusan untuk menutup asuransi kerugian atas agunan kredit sampai

jumlah yang cukup dibandingkan dengan jumlah kredit yang diberikan.

(l) Menginformasikan kepada para pemberi kredit mengenai bisnis

perusahaan debitur dan memberikan kepada pemberi kredit semua

informasi yang diperlukan oleh pemberi kredit; memberikan pada pemberi

kredit laporan keuangan secara berkala.

(m) Keharusan bagi debitur untuk menyampaikan laporan stok bahan baku

dari hasil produksinya.

(n) Membayar semua kewajiban pembayaan yang telah jatuh tempo

berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat oleh debitur atau yang

telah diwajibkan berdasarkan putusan-putusan pengadilan.

b) negative covenants;

yaitu ketentuan yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan

oleh seorang debitur;

Sementara isi dari negative covenants pada umumnya menurut Burgess adalah

bahwa debitur dilarang tanpa persetujuan pemberi kredit, untuk melakukan hal-

hal sebagai berikut:

(a) Melakukan perubahan apapun yang bersangkutan dengan perubahan

perusahaan selama kredit belum lunas.

(b) Membeli saham atau aset dari perusahaan lain, memberikan penjaminan atau

kredit (lain daripada kredit perdagangan yang biasa), atau menerima kredit

atau uang muka kecuali kepada perusahaan anak-anak.

Universitas Sumatera Utara


(c) Membuat perjanjian-perjanjian sewa beli tanpa persetujuan bulat direksi.

(d) Memindah-tangankan, menjual atau melepaskan dengan cara apapun seluruh

atau sebagian dari bisnis, penjaminan (undertaking), penyertaan

(shareholding) dalam perusahaan-perusahaan anak, pemilikan atau

penyewaan properti atau aset-aset perusahaan kecuali dalam rangka

penggantian aset tersebut atau dalam rangka pembelian aset baru

sebagaimana hal itu perlu dilakukan sehubungan dengan kegiatan perusahaan

sebagaimana hal itu lazim dilakukan.

(e) meningkatkan fasilitas atau pensiun yang harus dibayarkan kepada para

direktur atau mantan direktur di luar yang sudah dituangkan di dalam

perjanjian antara perusahaan dengan mereka atau yang telah ditetapkan

sebelumnya oleh manajemen secara tertulis.

(f) membayar dividen, melunasi modal kepada para pemegang saham kecuali

sebagaimana telah ditentukan oleh anggaran dasar perusahaan.

Adapun fungsi dari covenants menurut Andrew fights dalam bukunya yang

berjudul Syndicate Lending adalah:

(a) Untuk mencegah timbulnya bahaya yang dapat mengakibatkan perusahaan

debitur berada dalam keadaan keuangan yang sulit

(b) Untuk menyediakan peringatan dini bagi bank ketika perusahaan debitur

mulai mengalami masalah atau apabila sifat dari kegiatan operasi perusahaan

mengalami perubahan secara signifikan

Universitas Sumatera Utara


(c) Untuk membatasi ruang gerak bagi debitur agar tidak leluasa dalam

melakukan hal-hal tertentu yang biasanya debitur akan tergoda untuk

melakukannya ketika perusahaan debitur mengalami kesulitan keuangan.

(d) Untuk memicu terjadinya keadaan cidera janji (loan default)

Selain affirmative dan negative covenants, terdapat pula covenants yang dapat

digunakan dalam perjanjian kredit untuk memastikan bahwa debitur memenuhi

kriteria kinerja keuangan yang dasar. Covenants yang demikian disebut financial

covenants. Berikut ini dijelaskan financial covenants yang lazim dimuat dalam

perjanjian kredit sindikasi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan

korporasi.

(a) Debt to Equity Ratio Covenant

Rasio ini adalah salah satu rasio terpenting. Klausul ini mensyaratkan bahwa

pinjaman yang diperoleh oleh debitur tidak boleh pada setiap waktu kapan pun

melebihi suatu perkalian tertentu dari jumlah modalnya (equity) yang terdiri atas

modal saham dan akumulasi keuntungan atau cadangan.

Rasio ini dimakudkan untuk mengendalikan utang-utang yang akan dilakukan

oleh debitur di kemudian hari demi menghindarkan debitur melakukan ekspansi

bisnisnya dengan melakukan utang yang berlebihan (over-borrowing)

(b) Minimum Net Worth Covenant

Rasio ini merupakan pelengkap dari debt to equity ratio. Rasio ini menghendaki

bahwa nilai dari tangible asset dikurangi semua outstanding liabilities harus tetap

berada di atas tingkat tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan dari covenant ini adalah untuk mencegah dilakukannya likuidasi terhadap

revenue-generating assets yang bertujuan mengurangi tingkat utang yang

tercantum di dalam neraca perusahaan, pada waktu perusahaan sedang mengalami

kerugian.

(c) Current Ratio Covenant

Rasio ini menghendaki debitur memelihara rasio tertentu antara current asset

dan current liabilities di dalam neracanya. Tujuan dari penetapan rasio ini adalah

untuk memastikan bahwa perusahaan debitur memiliki liquid assets yang cukup

di dalam neracanya untuk memungkinkan perusahaan dapat membayar bunga dan

pokok pinjaman, dengan cara melakukan likuidasi atas aset tersebut, apabila hal

itu sampai terpaksa harus dilakukan demikian.

(d) Minimum Working Capital Covenant

Covenant ini berkaitan dengan current ratio covenant yang bertujuan untuk

menjaga likuiditas dari perusahaan. Covenant ini menghendaki agar debitur

menjaga supaya tingkat minimum dari liquid assets-nya melebihi current

liabilities-nya yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan mendatang.

(e) Debt Service Ratio Covenant

Rasio ini menentukan bahwa pembayaran bunga dan angsuran pinjaman tidak

melebihi suatu rasio tertentu dari keuntungan tahunan perusahaan sebelum pajak

dan bunga.

(f) The Financial Information Covenant

Adanya covenant ini dalam perjanjian kredit adalah untuk memungkinkan

Universitas Sumatera Utara


bank-bank peserta sindikasi memperoleh informasi keuangan bukan saja yang

telah dipublikasikan tetapi juga informasi keuangan lainnya yang diperlukan oleh

bank-bank peserta sindikasi yang menurut bank-bank tersebut dapat dijadikan alat

pemantauan atas kinerja perusahaan debitur.

(g) Asset Disposal Covenant

Covenant ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kuantitas dan kualitas

dari aset perusahaan debitur tetap terpelihara. Debitur dilarang untuk

memindahtangankan revenue-generating assets dari perusahaan secara besar-

besaran. Dimaksudkan pula bahwa debitur tidak boleh, termasuk juga perusahaan-

perusahaan anak dari debitur, memindahtangankan assets melebihi nilai tertentu

kecuali dalam rangka kegiatan bisnisnya (in ordinary course of its business)

(h) Merger Control Covenant

Di dalam praktik, lazim untuk mencantumkan klausul-klausul di dalam kredit

yang melarang debitur untuk melakukan merger dengan perusahaan korporasi

lainnya tanpa persetujuan bank-bank peserta sindikasi. Tujuan dari klausul ini

adalah untuk memastikan tidak terjadinya perubahan identitas dari perusahaan

debitur.

(i) Pari Passu Covenant

Berdasarkan covenant ini, debitur menjamin bahwa kewajiban-kewajiban

debitur sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kredit akan mempunyai

tingkatan yang sama dengan hak-hak dari kreditur konkuren (unsecured creditors)

lainnya.

Universitas Sumatera Utara


Di dalam praktik, bentuk umum dari klausul ini menghendaki agar debitur

menjamin bahwa kewajiban-kewajiban debitur terhadap sindikasi adalah

kewajiban-kewajiban yang tidak berjaminan dan tidak bersyarat dan bertingkat

pari passu dan sama dengan semua kewajiban yang tidak berjaminan dari debitur.

Tujuan utama dari klausul ini adalah untuk memastikan bahwa debitur tidak

memberikan prioritas kepada seorang kreditur konkuren manapun pada waktu

perjanjian kredit sindikasi disetujui.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap salah satu covenants, maka berarti telah

terjadi salah satu dari event of defaults. Hal ini memberikan hak bagi bank untuk

melarang debitur menarik sisa kredit yang belum digunakan dan bahkan

memberikan hak kepada bank untuk seketika menagih pelunasan kredit dari

debitur. Apabila bank-bank peserta sindikasi melalui agent memutuskan untuk

berunding dengan debitur dalam rangka menyelamatkan kredit tersebut, artinya

para peserta sindikasi memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada debitur

melakukan restrukturisasi terhadap kredit itu. Dalam hal ini debitur akan

menghadapi berbagai konsekuensi yang pada akhirnya akan menjadi beban (cost)

bagi debitur. Seperti apa yang dikatakan oleh Fight, beban-beban yang dihadapi

oleh debitor dapat berupa (Fight, 2004:142-143):

1. Renegotiation Costs

Beban ini merupakan biaya langsung (direct cost) yang harus dipikul oleh

debitur berkaitan dengan berlangsungnya renegosiasi antara bank dengan

debitur dalam rangka merundingkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

Universitas Sumatera Utara


baru atas perjanjian kredit itu. Ketentuan tersebut dapat berupa professional

fee dan management time.

2. Refinancing Cost

Yaitu berupa peningkatan biaya bunga atas kredit yang diperoleh debitur.

3. Restructuring Cost

Yaitu beban-beban berkaitan dengan refinancing atau perubahan kebijakan

operasi agar tuntutan pelunasan kredit yang diminta oleh pemberi kredit dapat

dipenuhi.

4. Increased Lender Control

ditetapkannya non-financial covenants yang baru misalnya diharuskannya

debitur menambah jaminan dan ditetapkannya pembatasan-pembatasan bagi

debitur untuk membagikan dividen dan pembatasan-pembatasan bagi debitur

untuk melakukan belanja modal (capital spending).

15. Jaminan (indemnity) bagi Agent Bank;

Dalam perjanjian kredit sindikasi terdapat pula ketentuan-ketentuan yang

berisi jaminan (indemnity) kepada Agent Bank untuk berhak membebankan biaya-

biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan tugas-tugasnya. Seringkali

jaminan bagi Agent Bank untuk dapat membebankan biaya-biaya itu diberikan

oleh debitur. Dengan demikian klausul ini memberikan hak kepada Agent Bank

untuk menagih dan membebankan kepada debitur setiap biaya yang telah

dikeluarkannya terlebih dahulu dengan menggunakan dananya sendiri.

Universitas Sumatera Utara


16. Tugas-tugas Agent Bank;

Di dalam perjanjian kredit Harus secara rinci ditentukan siapa yang menjadi

Agent Bank dan apa saja yang menjadi tugas dari Agent Bank tersebut. Fungsi

utama dari Agent Bank bersifat mekanis dan administratif, misalnya menjadi

penyalur untuk pembayaran kredit kepada debitur dan menerima angsuran dari

debitur; menerima dan meneruskan dokumen-dokumen yang ditentukan dalam

clausul conditions precedent; menghitung besarnya suku bunga bila tingkat suku

bunga ditentukan mengambang; meneruskan informasi-informasi keuangan dan

informasi lainnya yang diterima agent kepada debitur. Terkadang dalam suatu

perjanjian kredit sindikasi, agent diberikan wewenang untuk melakukan tindakan

sendiri tanpa terlebih dulu memperoleh persetujuan dari mayoritas peserta

sindikasi karena waktu sudah mendesak sehingga tidak memungkinkan bagi agent

meminta persetujuan tersebut, dimana jika tindakan itu tidak disegerakan justru

akan merugikan para peserta sendiri.

Agent Bank memang diharapkan untuk bertindak sebaik mungkin demi

kepentingan para peserta sindikasi, namun dalam perjanjian kredit sindikasi

biasanya ditentukan bahwa Agent Bank dibebaskan dari keharusan untuk

bertanggung jawab terhadap bank-bank sindikasi, kecuali Agent Bank telah

bertindak sangat sembrono dan melakukan perbuatan yang tidak terpuji.

Diantara tugas-tugas diatas, tugas Agent Bank untuk memastikan dipenuhinya

conditions precedent oleh debitur merupakan tugas yang paling penting. Hal ini

dikarenakan pemenuhan tersebut oleh debitur merupakan langkah preventif

Universitas Sumatera Utara


setelah perjanjian ditandatangani, agar tidak terjadi kesulitan-kesulitan yang tidak

diinginkan oleh bank-bank peserta sindikasi sehubungan dengan penggunaan

dana kredit oleh debitur.

Selain tugas-tugas tersebut, Agent Bank juga bertugas untuk melakukan

pemantauan terhadap keuangan debitur dan memperingatkan para peserta

sindikasi jika ada kemungkinan atau telah terjadinya ingkar janji oleh debitur.

17. Larangan peserta sindikasi berhubungan langsung dengan debitur;

Selama conditions dan covenants dalam perjanjian kredit sindikasi tidak

dilanggar, maka masing-masing peserta sindikasi dilarang untuk menagih

langsung kepada debitur. Debitur juga dilarang untuk melakukan pelunasan baik

sebagian maupun seluruh kredit yang masih terutang (outstanding credit)

langsung kepada salah satu atau kepada masing-masing peserta sindikasi

sekalipun jumlah yang dibayarkan kepada masing-masing peserta sindikasi

tersebut proporsional dengan jumlah penyertaan masing-masing peserta sindikasi

itu. Semua pembayaran dan pelunasan yang terjadi dalam rangka perjanjian kredit

sindikasi harus melalui Agent Bank.

18. Representation and Warranties

Klausul ini merupakan dasar bagi kewajiban bank-bank peserta sindikasi

untuk menyediakan fasilitas kredit bagi debitur.

19. Sharing Clause;

Sharing clause adalah sarana yang digunakan untuk memastikan kualitas dari

sindikasi, yaitu keseimbangan antara kepentingan-kepentingan semua kreditor.

Universitas Sumatera Utara


Sharing clause dibuat agar setiap jenis pembayaran oleh debitur kepada salah satu

kreditur anggota sindikasi dari sumber manapun, baik karena kompensasi (set

off), putusan pengadilan, ataupun berasal dari pembayaran langsung dari debitur

kepada kreditur tersebut, tidak boleh hanya dinikmati oleh kreditur itu sendiri.

Pembayaran tersebut harus diserahkan kepada Agent Bank untuk kemudian

dibagikan kepada seluruh anggota sindikasi secara proporsional menurut besarnya

kredit yang diberikan oleh masing-masing kreditur.

Sharing clause dapat juga dirancang untuk memungkinkan terjadinya double

dipping yang terjadi apabila bank melakukan kompensasi (set off) atas jumlah

kreditnya dengan suatu jumlah deposito milik debitur. Sharing clause juga dapat

dirancang berkaitan dengan pembayaran yang diterima oleh kreditur tertentu dari

pihak lain, misalnya pembayaran yang diterima dari adanya penjaminan yang

hanya diberikan kepada suatu kreditur tertentu.

20. Default (ingkar janji) dan Cross Default (ingkar janji bersilang);

Ingkar janji dapat terjadi karena kredit tidak dilunasi oleh debitur, tidak

dipenuhinya salah satu covenant, atau karena terjadinya cross default yang timbul

karena terjadinya non-payment oleh debitur terhadap suatu perjanjian kredit yang

lain.
85
Dalam hal terjadinya event of default oleh debitur, perjanjian kredit harus

memberikan kemungkinan bagi para peserta sindikasi untuk melakukan tindakan-

85
Adapun yang klausul-klausul yang umumnya termasuk dalam event of default :
a. DEBITUR tidak membayar bunga-bunga uang dan provisi kredit pada waktu yang telah ditentukan;

Universitas Sumatera Utara


tindakan penyelamatan atas kepentingannya. Tindakan penyelamatan tersebut

antara lain, melaksanakan hak untuk melakukan akselerasi terhadap pelunasan

kredit, membatalkan semua kewajibannya terhadap debitur berkaitan dengan

pemberian kredit tersebut, atau menangguhkan hak debitur untuk menggunakan

kredit lebih lanjut.

21. Hak Pengajuan Permohonan Pailit Debitur;

Menurut penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang no. 37 tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban PembayaranUtang, bilamana

terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing peserta sindikasi adalah kreditur

sebagaimana yang disebut dalam pasal 1 angka 2 undang-undang tersebut.

Dengan demikian, menurut hukum Indonesia, yaitu berdasarkan ketentuan

undang-undang kepailitan, setiap peserta atau anggota sindikasi dari kredit

b. Jika DEBITUR dinyatakan pailit dan/atau PENJAMIN meninggal dunia atau karena apapun juga tidak berhak
dan tidak berkuasa mengurus dan menguasai harta kekayaannya;
c. Kekayaan DEBITUR dan/atau PENJAMIN sebahagian atau seluruhnya disita oleh orang lain;
d. Kekayaan DEBITUR dan/atau PENJAMIN menjadi berkurang sedemikian rupa sehingga harganya tidak
merupakan jaminan yang cukup lagi untuk membayar hutang DEBITUR kepada BANK satu dan lainnya semata-
mata menurut pertimbangan BANK;
e. Jika apa yang dijaminkan dengan akta ini adalah sedemikian rupa sehingga harganya menurut pertimbangan
BANK tidak diberikan jaminan yang cukup lagi guna membayar lunas hutang tersebut;
f. Jika rekening DEBITUR dan/atau PENJAMIN yang ada pada BANK ditutup atau nama DEBITUR tercantum
dalam daftar kredit macet yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia;
g. Menurut penilaian BANK, keadaan keuangan bonafiditas DEBITUR mundur s edemikan rupa sehingga
mempengaruhi DEBITUR dalam melakukan pembayaran hutang ;
h. DEBITUR dan/atau PENJAMIN terlibat dalam perkara di pengadilan yang menurut penilaian BANK dapat
mengakibatkan DEBITUR dan/atau pembayaran lainnya yang secara material dapat mempengaruhi kemampuan
DEBITUR untuk pembayaran hutang;
i. DEBITUR melakukan tindakan yang melanggar suatu ketentuan atau peraturan hukum yang berlaku yang dapat
mengakibatkan izin usaha DEBITUR dicabut dan/atau secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi kemampuan DEBITUR untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit ;
j. DEBITUR dibubarkan atau dilikuidasi;
Dalam pengakhiran tersebut BANK tidak berkewajiban lagi untuk memberikan pinjaman uang kepada DEBITUR
dan berhak menagih piutangnya dengan seketika dan sekaligus lunas.

Universitas Sumatera Utara


sindikasi berhak mengajukan permohonan pailit tanpa harus terlebih dahulu

memperoleh izin dari para peserta atau anggota yang lain.

22. Hak Individual Anggota Sindikasi;

Salah satu sumber konflik antara anggota sindikasi adalah menyangkut

masalah eksekusi hak-hak setiap anggota secara individual tanpa harus

bergantung pada keputusan anggota yang lain. Akan tetapi pelaksanaan hak-hak

tersebut secara individual tidak boleh sampai merugikan kepentingan para

anggota yang lain.

Ada beberapa kepentingan yang berkenaan dengan hak untuk melaksanakan

hak-hak dari setiap anggota sindikasi yaitu sebagai berikut:

(a) di satu pihak setiap bank menginginkan untuk tetap memiliki kemandirian

untuk dapat melaksanakan hak-haknya. Namun di pihak lain mereka ingin

menghindarkan mekanisme dimana pihak minoritas dapat merugikan

kepentingan pihak mayoritas. Perjanjian kredit harus dapat memberikan

keseimbangan berkenaan dengan kepentingan-kepentingan ini.

(b) Dalam hal terjadi event of default, masing-masing tentu ingin dapat

menyelamatkan uang semaksimal mungkin. Hal seperti itu harus dapat

dihindarkan dengan memberikan pengaturannya di dalam perjanjian kredit.

Dalam perjanjian kredit sindikasi harus dimuat ketentuan mengenai cara yang

seadil-adilnya berkenaan dengan pelaksanaan distribusi atas setiap dana yang

dapat diselamatkan. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi bahwa

Universitas Sumatera Utara


bank tertentu saja yang dapat memperoleh dana yang berhasil diselamatkan

itu.

(c) Kepentingan lain dari anggota sindikasi adalah hak untuk secara individual

keluar dari sindikasi tanpa harus merugikan kepentingan para anggota yang

lain.

23. Kewenangan Pengambilan Keputusan;

Pada asasnya, hak-hak dari seorang kreditur yang ditentukan dalam suatu

perjanjian kredit bilateral dalam seorang debitur ingkar janji, berlaku pula bagi

para peserta sindikasi yang terikat dalam perjanjian kredit sindikasi. Akan tetapi,

dalam suatu sindikasi implikasinya lebih kompleks. Makin banyak jumlah peserta

sindikasi, semakin kecil kemungkinan untuk mencapai kesepakatan mutlak di

antara para peserta sindikasi mengenai suatu masalah yang timbul.

Ada beberapa jenis kewenangan pengambilan keputusan oleh kreditur pada

kredit sindikasi, yaitu:

1) cukup disetujui oleh Agent Bank saja

2) diperlukan persetujuan dari semua anggota sindikasi

3) diperlukan persetujuan dari mayoritas anggota sindikasi

4) diperlukan persetujuan dari komite kreditur (Lender committee)

5) dapat diputuskan sendiri oleh anggota yang bersangkutan sepanjang yang

menyangkut kewenangan individualnya tidak mempengaruhi kewenangan

anggota yang lain dan tidak mempengaruhi sindikasi secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara


Setiap mekanisme yang terdapat diatas tersebut diberlakukan pada masalah-

masalah sesuai yang telah diatur didalam perjanjian kredit.

24. Voting Clause;

Voting clause harus dirancang sedemikian rupa sehingga untuk Agent Bank

dapat melakukan tindakan tertentu hanya berdasarkan kesepakatan mayoritas

anggota sindikasi. Namun demikian, voting clause juga harus dapat memastikan

bahwa anggota sindikasi yang menduduki posisi minoritas tidak akan dirugikan

atas keputusan para anggota yang menduduki posisi mayoritas.

25. Loan Transfer;

Perjanjian kredit harus memuat ketentuan yang memungkinkan salah satu

anggota sindikasi untuk menjual partisipasinya kepada pihak lain. Penjualan itu

dapat dilakukan menurut berbagai cara.

26. Kewajiban Agent Bank Mengungkapkan Informasi;

Salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh Agent Bank adalah

mengungkapkan informasi berkenaan dengan terjadinya events of default atau

terdapat potential events of defaults.

Dengan diketahui adanya events of defaults atau potential events of defaults

oleh para peserta sindikasi memungkinkan bagi para peserta sindikasi untuk

sedini mungkin mengambil langkah-langkah pengamanan atau penyelamatan

menyangkut kepentingannya.

27. Larangan Bagi Agent Bank Untuk Mendelegasikan Tugasnya;

Universitas Sumatera Utara


Dalam perjanjian kredit, biasanya diatur bahwa Agent Bank dilarang untuk

mendelegasikan tugas-tugasnya kepada pihak lain.

Namun demikian, belum ada aturan hukum yang jelas mengenai hal ini.

28. Exculpation Clause;

Berdasarkan common law, Agent Bank adalah true agent yang menyebabkan ia

juga memikul fiduciary duties. Fiduciary obligations, menurut sistem common

law, meliputi kewajiban untuk:

a) bertindak dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan pihak terhadap siapa

fiduciary duty itu ditujukan. Dalam hubungan ini terutama menghindarkan

jangan sampai terjadi benturan antara kepentingan sendiri dan kewajibannya.

Selain itu tidak boleh membuat keuntungan yang tersembunyi.

b) Bertindak dengan menunjukkan skill, care, dan dilligence.

c) Berusaha agar pihak yang diwakilinya terinformasi penuh dan lengkap

Exculpation clause adalah ketentuan dalam perjanjian kredit sindikasi yang

bertujuan untuk meniadakan atau membatasi fiduciary duties tertentu bagi Agent

Bank. Klausul ini dirancang untuk mengecualikan agent dan petugas-petugasnya

untuk diwajibkan memikul tanggungjawab karena telah ingkar atau karena tidak

melaksanakan fiduciary duties mereka, kecuali bila hal itu dilakukan karena

kelalaian berat atau karena kesengajaan.

29. Pengunduran Diri dan Penggantian Agent Bank;

Dalam perjanjian kredit sindikasi pada umumnya dimuat ketentuan yang

memungkinkan Agent Bank untuk setiap waktu mengundurkan diri atau

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan suara terbanyak diberhentikan/ digantikan dengan atau tanpa sebab.

Klausul untuk melindungi bank-bank peserta sindikasi dalam situasi dimana

Agent Bank memiliki benturan kepentingan. Klausul tersebut juga untuk

melindungi Agent Bank karena memungkinkan untuk mengundurkan diri secara

sukarela apabila menghadapi risiko bila tetap bertahan sebagai Agent Bank.

30. Ingkar Janji oleh Anggota Sindikasi: Clawback Provision;

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, anggota sindikasi hanya

bertanggung jawab atas komitmennya sendiri. Anggota sindikasi tidak

bertanggungjawab renteng dengan anggota sindikasi yang lain. Artinya, bila salah

seorang anggota sindikasi tidak memenuhi komitmennya, maka anggota yang lain

tidak harus memikul komitmen tersebut, baik secara tanggung renteng ataupun

secara proporsional.

Apabila salah satu anggota sindikasi ingkar janji untuk memenuhi komitmen yang

harus dilaksanakannya, maka hal tersebut dapat merugikan Agent Bank dalam dua

hal:

(a) Debitur dapat menggugat Agent Bank karena dana yang diperlukannya tidak

diperolehnya dengan cukup. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, dalam

perjanjian kredit harus dicantumkan klausul yang dapat memberikan

perlindungan kepada Agent Bank terhadap gugatan seperti itu.

Artinya, Agent Bank tidak memiliki kewajiban terhadap debitur dan

debitur tidak memiliki hak untuk melakukan gugatan terhadap Agent Bank

dalam situasi seperti itu.

Universitas Sumatera Utara


(b) Tidak mustahil Agent Bank telah menalangi dulu jumlah yang diharapkan oleh

debitur. Apabila hal tersebut terjadi, dan salah satu anggota sindikasi tidak

memenuhi komitmennya. Hal ini tentu akan sangat merugikan Agent Bank.

Untuk menghindari terjadinya hal ini maka dalam perjanjian kredit seharusnya

dimuat klausul yang memungkinkan Agent Bank untuk menarik dana talangan

tersebut. Klausul ini lah yang disebut clawback provision. Dengan adanya

klausul ini maka Agent Bank akan terlindungi terhadap terjadinya ingkar janji

oleh salah satu anggota sindikasi.

31. Restrukturisasi Kredit;

Di dalam prakteknya, bank-bank anggota sindikasi hampir tidak pernah

mengambil keputusan untuk mengakhiri perjanjian kredit dan mempercepat

penagihan kredit sindikasi. Biasanya para pihak dalam perjanjian kredit sindikasi

tersebut berupaya untuk menegosiasikan atau merundingkan agar kredit yang

bermasalah direstrukturisasi.

Pada umumnya, perjanjian kredit memuat ketentuan bahwa untuk melakukan

restrukturisasi kredit perlu adanya persetujuan dari mayoritas bank-bank. Bahkan

kebanyakan perjanjian kredit menentukan bahwa untuk melakukan restrukturisasi

diperlukan persetujuan yang tegas dari masing-masing anggota sindikasi.

6. Prosedur Pemberian Kredit Sindikasi

Dalam proses pemberian kredit sindikasi, ada tiga tahap yang harus dilalui

mulai dari munculnya arranger(s) sampai suatu perjanjian kredit sindikasi

ditandatangani dan akhirnya kredit sindikasi dapat digunakan oleh debitur. Ketiga

Universitas Sumatera Utara


tahap tersebut adalah pre-mandate phase, post-mandate phase, dan post-signing

phase.86

(1) Pre-mandate Phase

Pada Pre-mandate phase, langkah pertama yang dilakukan oleh lead bank adalah

mengidentifikasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan debitur. Adapun beberapa

tonggak penting pada masa sebelum mandate dikeluarkan oleh debitur, adalah

sebagai berikut:

(a) Penunjukkan Arrangers

Sindikasi tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan diusahakan oleh satu

atau beberapa bank yang disebut arranger(s) secara bersama-sama.

Arranger(s) tersebut juga sekaligus menjadi anggota sindikasi setelah

sindikasi terbentuk. Dalam hal yang menjadi arranger(s) adalah sekelompok

bank (disebut managing group) yang secara bersama-sama mendapat mandat

dari debitur, maka segera akan dibagi peranan di antara mereka. Tugas-tugas

dari para arrangers itu adalah:

1. Running the books;

Running the books merupakan istilah khusus dalam kredit sindikasi, yaitu

merupakan tugas untuk pengorganisasian proses pembentukan kredit

sindikasi.

Yang termasuk dalam tugas ini adalah pengiriman undangan bagi bank-

bank yang ditunjuk untuk berpartisipasi dalam kredit sindikasi. Selain


86
Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal 36-66

Universitas Sumatera Utara


undangan, dikirimkan juga information memorandum kepada peserta

sindikasi, dimana di dalamnya dijelaskan segala sesuatu yang menyangkut

perusahaan calon penerima kredit dan untuk menjual transaksi tersebut.

Arranger yang mendapat tugas ini disebut syndicating bank.

2. Dokumentasi;

Dalam tugas ini, arranger akan menunjuk dan berhubungan dengan

konsultan hukum untuk bertindak mewakili bank-bank peserta sindikasi.

Kemudian konsultan hukum tersebut akan melakukan negosiasi dengan

calon debitur dan dengan konsultan hukum dari calon debitur.

3. Penandatanganan perjanjian kredit sindikasi;

Arranger juga bertugas untuk mengorganisasikan upacara

penandatanganan kredit sindikasi (signing ceremony) yang akan dihadiri

oleh seluruh peserta sindikasi dan calon penerima kredit sindikasi.

Apabila terdapat beberapa arranger, maka salah satunya akan bertindak

sebagai ketua yang disebut dengan Lead Manager atau Lead Bank. Dapat

juga terdapat beberapa bank yang dibentuk menjadi Lead Manager,

dimana masing-masing disebut sebagai joint-Lead Manager. Apabila

arranger terdiri dari satu bank, maka bank tersebutlah yang sekaligus

menjadi Lead Bank atau Lead Manager.

(b) Penyampaian Offer oleh arranger dan penyampaian acceptance oleh debitur;

Sebelum mandat dikeluarkan oleh debitur, terlebih dahulu arranger (atau

syndicating bank dalam hal terdapat beberapa bank yang menjadi arrangers)

Universitas Sumatera Utara


menyampaikan offer atau tawaran kepada debitur dengan mengirimkan suatu

dokumen yang disebut term sheet atau offer document. Apabila tawaran

tersebut telah disetujui oleh debitur, baik dengan atau tanpa perubahan

mengenai syarat-syarat yang diajukan oleh arranger, maka debitur akan

menyampaikan persetujuannya yang didalam sistem common law disebut

dengan acceptance.

Namun demikian, dapat pula terjadi, debitur yang berusaha untuk mencari

bank yang nantinya bersedia menjadi arranger yang akan membentuk

sindikasi kredit yang dimaksud. Dalam keadaan seperti itu, maka debitur lah

yang akan mengeluarkan offer document, diikuti dengan acceptance yang

diberikan oleh bank. Setelah diberikannya acceptance, maka bank akan

meminta debitur untuk mengeluarkan mandat kepada bank tersebut untuk

bertindak sebagai arranger.

Ada 3 macam offer dalam kredit sindikasi, yaitu:

1. Indicative terms offer

Indicative terms offer bukanlah offer yang sebenarnya. Indicative term

offer hanya berkedudukan sebagai advice dan hanya meliputi beberapa

parameter saja dari transaksi yang ditawarkan seperti jumlah, jangka

waktu, bunga, dll.

2. Best offer efforts

Merupakan suatu offer untuk mengerahkan dana dari pasar berdasarkan

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang spesifik. Bank yang

Universitas Sumatera Utara


mengajukan offer ini hanya mengemukakan keyakinannya bahwa bank

tersebut dapat mengerahkan dana bagi kepentingan calon penerima kredit

dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut dan menyatakan

kesediaannya untuk mengerahkan dana itu. Bank tidak menanggung

diperolehnya dana, baik sebagian maupun seluruhnya. Dalam dokumen

penawaran haruslah jelas disebutkan bahwa offer ini adalah best offer,

bukan underwritten offer.

3. Underwritten offer

Ada dua bentuk underwritten offer, yaitu fully underwritten offer dan

partially underwritten offer. Fully underwritten offer adalah komitmen

yang harus dipenuhi bagi peserta sindikasi untuk menyediakan

keseluruhan dana yang diperlukan bagi calon penerima kredit sindikasi.

Sedangkan partially underwritten offer adalah suatu offer dimana bank

yang mengajukan offer hanya menanggung sebagian dari dana yang

diperlukan dalam kredit sindikasi itu.

(c) Pemberian Mandat oleh debitur

Mandate adalah kewenangan yang diperoleh oleh arranger atau managing

group untuk membentuk sindikasi kredit yang nantinya akan memberikan

kredit sindikasi kepada debitur, dan diberikan oleh debitur setelah adanya

penyampaian offer dan acceptance.

Dengan tidak tergantung pada siapa yang memberikan offer dan acceptance,

mandate diberikan oleh pihak debitur.

Universitas Sumatera Utara


(2) Post-Mandate Phase

Setelah mandate dikeluarkan oleh debitur untuk arranger(s) untuk membentuk

sindikasi kredit, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh arranger(s) adalah

sebagai berikut:

(a) Penyiapan draft dokumentasi kredit; Setelah mandate diberikan oleh debitur

kepada arranger(s), arranger(s) akan menyeleksi bank-bank dan lembaga-

lembaga pemberi kredit yang akan diundang untuk bergabung dalam sindikasi

kredit. Sebelum itu, guna keperluan penyampaian undangan itu, Lead

Manager bersama dengan debitur terlebih dulu menyiapkan dua perangkat

dokumen hukum. Dokumen yang pertama adalah information memorandum

yang memuat rincian mengenai kredit sindikasi yang dimaksud dan informasi

mengenai financial condition dan business profile dari debitur. Tujuan dari

info memo ini adalah untuk menjelaskan segala sesuatu yang menyangkut

perusahaan debitur dan untuk menjual transaksi tersebut. Info memo ini

merupakan dokumen yang penting selama proses sindikasi.

Dokumen kedua yaitu perjanjian kredit sindikasi yang akan merupakan

perjanjian antara peserta sindikasi dan Agent Bank, antara Agent Bank dan

debitur, serta antara para peserta sindikasi itu sendiri. Biasanya dokumen itu

disiapkan oleh external lawyer dari Lead Manager, dan bukan oleh in-house

counsel.

Universitas Sumatera Utara


Kedua dokumen ini akan dibagi-bagikan dalam bentuk konsep (in draft form)

kepada bank-bank yang diundang untuk bergabung dalam sindikasi yang akan

dibentuk.

(b) Penyiapan dan Pengiriman Undangan

1. Pemilihan bank-bank yang akan diundang;

setelah mandate diberikan oleh debitur serta syarat-syarat dan ketentuan

perjanjian kredit telah disepakati antara arranger dan debitur, maka tugas

pertama yang harus dilakukan oleh arranger adalah memilih dan

menentukan bank mana saja yang akan diundang untuk ikut dalam

sindikasi kredit. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam

menentukan bank-bank mana saja yang akan diundang untuk ikut dalam

sindikasi kredit tersebut. Faktor-faktor tersebut yaitu syarat-syarat yang

ditentukan oleh debitur dan keinginan debitur agar hanya bank-bank yang

memenuhi debt ratings tertentu yang boleh diundang. Apabila debitur

tidak mencantumkan syarat-syarat tertentu, maka bank-bank yang

diundang adalah bebas sesuai kehendak arranger.

2. Faktor-faktor bagi bank-bank yang diundang untuk ikut atau menolak ikut

dalam sindikasi;

Salah satu pertimbangan yang akan digunakan oleh bank-bank yang

diundang untuk memutuskan ikut dalam pemberian kredit sindikasi itu

adalah kualitas dan reputasi dari arranger yang mengundang. Apabila

menurut pertimbangan bank-bank yang diundang arranger tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara


berpengalaman atau hanya memiliki sedikit pengalaman dalam menangani

transaksi sindikasi, maka keputusan untuk ikut serta sebagai anggota

sindikasi akan dilakukan dengan lebih berhati-hati.

3. Parameter Bagi Penentuan Bracket Sindikasi;

Sebelum undangan disiapkan, harus ditentukan parameters bagi setiap

brackets. Maksudnya adalah parameter untuk memutuskan berapa

tingkatan jumlah komitmen dan dan besarnya front-end fees untuk

masing-masing tingkat jumlah komitmen tersebut yang akan ditawarkan

oleh arranger kepada pasar dengan mempertimbangkan kesempatan-

kesempatan lain yang mungkin dapat diperoleh oleh bank-bank yang

diundang itu, baikkesempatan-kesempatan yang dapat diperoleh pada

pasar perdana (primary market) maupun pasar sekunder (secondary

market).

(c) Roadshows

Roadshows adalah suatu pertemuan antara debitur dan bank-bank yang

diharapkan tertarik untuk ikut bersindikasi bagi keperluan debitur. Roadshow

tersebut sekalipun merupakan pertemuan antara debitur dan bank-bank calon

peserta sindikasi, tetapi penyelenggaraannya dilakukan oleh arranger dengan

berkeliling menemui bank-bank yang diperkirakan akan berminat untuk ikut

dalam pembiayaan sindikasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara


(d) Tanggapan calon peserta terhadap undangan arranger(s)

Apabila bank-bank yang diundang berminat untuk ikut dalam sindikasi, maka

mereka akan mengirimkan jawabannya. Jawaban tersebut tidak bersifat final

karena masih didasarkan pada isi dokumentasi kredit.

Jawaban mereka tersebut disertai syarat “subject to satisfaction with the

documentation”. Artinya, persetujuan mereka masih tergantung pada

kepuasan pihak yang diundang akan segala sesuatu yang berkenaan dengan

dokumentasi kredit tersebut. Bank peserta masih harus mempelajari

dokumentasi (perjanjian kredit) dari kredit sindikasi ini sebelum

menandatanganinya. Berdasarkan pendapat dari Rhodes, bank dapat

membatalkan keikutsertaannya dalam sindikasi bila akhirnya tidak dapat

menerima syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian kredit sindikasi

tersebut.

(e) Penunjukkan Agent Bank

Setelah nantinya perjanjian kredit sindikasi ditandatangani oleh para pihak,

operasionalisasi dan administrasi dari penggunaan kredit sindikasi tersebut

harus dilakukan oleh suatu bank yang berperan sebagai Agent Bank. Oleh

karena itu para peserta sindikasi harus menyepakati siapa yang akan bertindak

sebagai Agent Bank tersebut.

Siapa yang akan bertindak sebagai Agent Bank biasanya telah diketahui sejak

proses pembentukkan arranger(s). Secara teoritis Agent Bank dan Lead Bank

Universitas Sumatera Utara


merupakan dua institusi yang berbeda, namun pada praktiknya yang menjadi

Agent Bank adalah Lead Bank.

(f) Penyiapan dan Penandatanganan Dokumentasi Kredit

Apabila sindikasi kredit sudah terbentuk dan sudah terdapat peserta-peserta

sindikasi yang telah bersedia menjadi kreditur dalam pemberian kredit

sindikasi tersebut, maka langkah berikutnya adalah menyiapkan dokumentasi

kredit untuk kemudian ditandatangani bersama oleh para pihak. Dokumentasi

kredit yang terpenting adalah perjanjian kredit sindikasi dan perjanjian

pengikatan jaminan. Perjanjian kredit seyogyanya dirancang dengan baik oleh

konsultan hukum yang mengerti betul mengenai seluk beluk kredit sindikasi

dan aspek-aspek hukumnya. Perjanjian kredit sindikasi di Indonesia biasanya

disiapkan oleh konsultan hukum dan notaris yang telah berpengalaman

membuat perjanjian kredit sindikasi.

(g) Upacara Penandatanganan Perjanjian Kredit Sindikasi

Apabila sekelompok bank bertindak sebagai arranger, maka di antaranya ada

yang ditunjuk untuk mengatur upacara penandatanganan perjanjian kredit

sindikasi (loan signing ceremony) karena upacara ini merupakan kejadian

penting dari jadwal sindikasi, dihadiri oleh semua bank peserta dan debitur.

loan signing ceremony dapat dilakukan tanpa melalui upacara, yaitu dengan

diberikannya surat kuasa kepada Agent Bank atas nama semua peserta.

Bersamaan dengan dikirimkannya undangan kepada bank-bank untuk

menghadiri penandatanganan tersebut, dikirimkan pula permohonan kepada

Universitas Sumatera Utara


masing-masing bank yang diundang itu untuk menerbitkan surat kuasa kepada

agent agar apabila terjadi perwakilan dari salah satu bank tidak dapat hadir,

maka Agent Bank dapat mewakili bank tersebut untuk menandatangani

perjanjian atas nama bank tersebut.

(h) Publisitas

Setelah penandatanganan perjanjian kredit adalah publisitas bagi pemberian

kredit sindikasi. Publisitas tersebut adalah untuk kepentingan debitur, kreditur,

dan juga publik. Bagi debitur, dengan adanya publisitas maka masyarakat luas

dapat mengetahui keberhasilannya memperoleh kepercayaan beragam bank

dalam bentuk pemberian kredit sindikasi. Bagi kreditur, apabila debitur

merupakan perusahaan besar yang terkemuka dan selama ini memiliki

reputasi yang sangat baik dan banyak bank besar ingin memiliki hubungan

dengan debitur tersebut, maka kreditur ingin agar publik mengetahui

keberhasilan debitur menjalin hubungan dengan debitur. Sementara bagi

publik, publisitas tersebut bertujuan agar publik dapat mengukur tingkat

resiko dari debitur yang bersangkutan. Hal ini diperlukan terutama apabila di

kemudian hari publik bermaksud akan membeli saham atau obligasi yang

diterbitkan oleh debitur tersebut sebagai emiten di pasar modal.

(3) Post-Signing Phase

Pada tahap ini peranan arranger(s) berakhir dan selanjutnya aktivitas pemberian

kredit oleh sindikasi kredit dilakukan oleh Agent Bank. Tahap ini dimulai dengan

aktifnya Agent Bank yang diikuti dengan dikucurkannya dana kredit oleh masing-

Universitas Sumatera Utara


masing kreditur yang besarnya sesuai dengan komitmen mereka masing-masing

atas permintaan Agent Bank dengan cara diterbitkannya notices of drawdown oleh

Agent Bank kepada masing-masing anggota sindikasi. Selanjutnya oleh Agent

Bank, dana yang telah dikucurkan oleh kreditur dibukukan pada suatu rekening

khusus yang ada pada Agent Bank. Sepanjang syarat-syarat untuk melakukan

penarikan kredit itu telah dipenuhi oleh debitur, selanjutnya debitur dapat

menarik dana tersebut. Terlebih dahulu, dana yang telah dikucurkan tersebut

dibukukan ke dalam rekening kredit sindikasi atas nama debitur yang juga ada

pada Agent Bank.

Transaksi kredit sindikasi biasanya mencakup beberapa perjanjian:87

1. Perjanjian Fasilitas Kredit Sindikasi (Syndicated Loan Facility Agreement)

2. Perjanjian Keagenan Penjaminan (Security Agent Agreement);

3. Perjanjian Pembagian Jaminan di antara Para Kreditor dan Debitor (Security

Sharing Agreement);

4. Perjanjian-Perjanjian Penjaminan, dalam berbagai bentuk penjaminan seperti Hak

Tanggungan, Gadai Saham, Fidusia Pengalihan Hak atas Tagihan (Rekening

Koran), Pengalihan Hak Atas Tagihan (Asuransi), Perjanjian Subordinasi yang

menyebutkan bahwa tagihan-tagihan dari pemegang saham atau yang terafiliasi

dengan debitor akan dikesampingkan sampai setelah semua kewajiban kepada

kreditor sindikasi dipenuhi;

5. Perjanjian Penanggungan.
87
Fennieka Kristianto, Op.Cit., hal.18-19.

Universitas Sumatera Utara


C. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Sindikasi antara Bank UOB Indonesia

dengan Bank CIMB Niaga

Namun dari akta perjanjian kredit yang dibuat antara Bank UOB Indonesia

dengan Bank CIMB Niaga, maka kita akan melihat bahwa dalam praktek perbankan

sehari-hari banyak terjadi perbedaan konsep tentang definisi dari perjanjian kredit

sindikasi diantara bank.

Dari wawancara dan data yang diperoleh dari Bank UOB Indonesia dan Bank

CIMB Niaga, penulis mendapati beberapa hal yaitu :

Bahwa dalam prakteknya bank menganggap bahwa bentuk perjanjian yang

dilakukan adalah termasuk salah satu bentuk dari perjanjian kredit sindikasi. Penulis

mendapati bahwa perjanjian yang terjadi antara kedua bank tersebut agak

menyimpang dari kebiasaan pembentukan kredit sindikasi yang berlaku selama ini.

Hal yang paling mencolok dari yang dilakukan antara kedua bank adalah terdapatnya

lebih dari satu dokumentasi kredit. Dengan demikian debitur dapatlah berhubungan

dengan masing-masing bank. Dalam hal ini maka justru yang lebih berperan aktif

dalam sindikasi ini adalah debitur sendiri.

Dari penelitian penulis terhadap sindikasi yang dilakukan kedua bank

tersebut, penulis mendapati bahwa sesungguhnya Debitur menandatangani perjanjian

kredit dengan masing-masing bank yang tergabung dalam sindikasi.

Dalam perjanjian kredit tersebut memuat klausula-klausula yang lazimnya terdapat

dalam perjanjian kredit biasa. Dalam perjanjian kredit tersebut hanya berisi klausula-

klausula yang lazimnya terdapat dalam perjanjian kredit biasa.

Universitas Sumatera Utara


Dengan adanya lebih dari satu dokumentasi kredit maka jelaslah bahwa

debitur lebih berperan aktif dalam jenis sindikasi kredit ini, berhubung tidak ada

pengangkatan agent bank yang bertugas untuk mewakili bank-bank peserta sindikasi.

Dari hal tersebut penulis beranggapan bahwa sesunguhnya perjanjian yang terbentuk

antara kedua bank tersebut bukanlah merupakan kredit sindikasi, namun lebih

mengarah kepada club deal, sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Untuk mengatur hubungan hukum diantara bank-bank (kreditur) tersebut

maka dibuatlah suatu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Antar Kreditur.

Dalam Perjanjian Antar Kreditur tersebutlah akan diatur mengenai hubungan antara

bank-bank tersebut lebih lanjut.

Dalam perjanjian tersebut para kreditur akan menyatakan kesanggupan

masing-masing untuk bersama-sama dalam membiayai debitur tertentu dengan

mencantumkan besarnya nilai bagian (porsi) yang disanggupi masing-masing pihak.

Para Kreditur akan menunjuk dan mengangkat salah satu di antara mereka selaku

wakil Para Kreditur, dengan nama "Agen Jaminan" yang bertugas untuk menata

usahakan dan pada umumnya menjalankan hak dan wewenang Para Kreditur atas

Agunan dan Dokumen-Dokumen Agunan. Selanjutnya Para Kreditur baik bersama-

sama maupun masing-masing akan memberi kuasa kepada Agen Jaminan dengan

hak substitusi, untuk mewakili dan karenanya bertindak untuk dan atas nama Para

Kreditur dalam menata usahakan dan pada umumnya menjalankan hak dan

wewenang Para Kreditur atas Agunan dan Dokumen-Dokumen Agunan sehubungan

atau berdasarkan Perjanjian Kredit dan Perjanjian Antar Kreditur ini, baik atas

Universitas Sumatera Utara


Agunan yang telah maupun akan ada, Dokumen-Dokumen Agunan yang telah

maupun akan dibuat.

Adapun isu penting dalam Perjanjian Antar Kreditur ini adalah mengatur

tentang adanya suatu sindikasi antara beberapa bank dalam menyalurkan kredit

kepada debitur dan mengatur penunjukan siapa yang akan bertindak selaku Agen

Jaminan. Sedangkan mengenai bagaimana pembagian hasil jaminan seandainya

debitur wanprestasi, akan dibuat “Perjanjian Pembagian Hasil Jaminan atau sering

disebut dengan istilah “security sharing agreement” yang merupakan perjanjian

accesoir dari perjanjian kredit sindikasi. Dalam perjanjian tersebut akan diuraikan

secara rinci tentang bagaimana pembagian hasil jaminan dari jaminan yang diberikan

oleh debitur dalam menjamin pembayaran kredit tersebut.

“Security sharing agreement” biasanya dibuat antara para kreditur untuk

mengatasi keberatan bank-bank karena adanya keberatan dari bank-bank peserta

sindikasi untuk memegang Hak Tanggungan peringkat kedua dan seterusnya.

Security sharing agreement lebih banyak mengatur untuk kepentingan para kreditor

sindikasi namun kehadiran pihak debitor sebagai pemilik barang jaminan dan turut

menandatangani perjanjian pembagian hasil jaminan adalah untuk mengetahui dan

menyetujui serta terikat dengan segala akibat hukum yang terjadi sehubungan dengan

isi perjanjian.

Dalam security sharing agreement ditegaskan kembali hak-hak para kreditor

antara lain berhak untuk meminta pelaksanaan eksekusi jaminan, berhak untuk

memberi penilaian telah terjadinya peristiwa, kelalaian sesuai dengan ketentuan yang

Universitas Sumatera Utara


tercantum dalam perjanjian kredit sindikasi, serta berhak atas pembayaran yang

diterima oleh agen sesuai dengan penyertaan masing-masing bank.

Salah satu klausul yang paling penting dalam security sharing agreement

adalah mencantumkan bahwa para pihak telah setuju dan mufakat untuk membagi

seluruh hasil penjualan barang jaminan diantara mereka untuk dibagikan secara pari

passu. Pari passu artinya pembagian secara proporsional diantara para kreditor atas

setiap pembayaran uang yang merupakan hasil eksekusi jaminan atau hasil penagihan

kepada debitor tanpa ada hak istimewa atau hak didahulukan pada masing-masing

kreditor dan sisa piutang masing-masing kreditor setelah pembagian dilaksanakan

akan mendapatkan sejumlah uang dan posisi piutang yang sebanding dengan bagian

kredit masing-masing kreditor.

Dengan adanya security sharing agreement, para kreditor memiliki peringkat

dan hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan jika

debitor wanprestasi.

Dari hubungan hukum antara kedua bank tersebut, maka penulis beranggapan

bahwa yang terjadi bukanlah kredit sindikasi murni.

Dalam dunia perbankan, umumnya dikenal dua Jenis Kredit Sindikasi yaitu:88

1. Sindikasi Murni

Kredit yang disindikasikan oleh dua bank atau lebih berdasarkan sebuah Perjanjian

Kredit yang berlaku sama untuk semua Kreditur. Dokumen-dokumen Perjanjian

Kredit ini diadministrasikan oleh Agen.


88
http://www.bankmandiri.co.id/article/syndication.asp

Universitas Sumatera Utara


Tujuan

Mengorganisasikan proses pembentukan Kredit Sindikasi antara bank-bank dan/atau

lembaga keuangan dalam rangka pembiayaan proyek berskala besar yang tidak

mampu dibiayai sendiri oleh sebuah bank.

Keuntungan:

a. Ada peluang untuk memperoleh pembiayaan yang lebih besar.

b. Prosedur administrasi yang mudah dan sederhana.

c. Meningkatkan track record.

d. Meningkatkan kredibilitas.

2. Club Deal

Fasilitas kredit multilateral untuk sebuah proyek yang spesifik berdasarkan perjanjian

kredit bilateral antara Debitur dengan masing-masing Kreditur.

Tujuan:

Sebagai pilihan alternatif bagi Debitur bila salah satu Kreditur memiliki keterbatasan

dalam menyediakan atau meningkatkan faslitas kredit dalam hal skala pembiayaan,

Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau pertimbangan risiko.

Keuntungan:

a. Debitur memiliki kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan atas proyeknya.

b. Adanya negosiasi intensif antara Debitur dengan masing-masing Kreditur.

c. Menjaga hubungan bisnis.

d. Mengatasi masalah BMPK tanpa kehilangan nasabah.

Universitas Sumatera Utara


e. Masing-masing Kreditur memiliki wewenang untuk membuat keputusan sesuai

dengan perjanjian bilateral dengan Debitur.

f. Menyebarkan risiko.

Dengan demikian, adapun beberapa ciri-ciri yang membedakan club deal

dengan kredit sindikasi murni, yaitu bahwa dalam club deal:

1. mempunyai lebih dari satu dokumentasi kredit karena masing-masing kreditur dan

debitur mempunyai perjanjian kredit (bilateral);

2. tingkat suku bunga yang berlaku berbeda antara satu bank dengan bank yang lain

yang tergabung dalam club deal.

3. tidak mempunyai sifat publisitas seperti halnya pada kredit sindikasi;

para kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, yang pelaksanaanya

dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur tersebut.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENJAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI

A. Jenis Penjaminan dalam Kredit Sindikasi

Pada umumnya jaminan kredit sindikasi yang harus disediakan oleh debitur

dalam perjanjian kredit sindikasi adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi

itu. Namun demikian, demi meyakinkan para kreditur tidak menutup kemungkinan

debitur memberikan jaminan tambahan.89 Jaminan tambahan itu dapat berupa

jaminan perorangan (personal guarantee) dan juga jaminan kebendaan (seperti hak

tanggungan).

1. Jaminan Perorangan

Dalam penjaminan dikenal dua macam penjaminan yaitu:

1. jaminan seperti personal guarantee atau jaminan pribadi atau borghtocht.

2. jaminan kebendaan, seperti hak tanggungan,

Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur dan

pihak ketiga. Jaminan perorangan mernpunyai hak relative yaitu hak yang hanya

dapat dipertahankan terhadap orang tertentu saja. Dalam perjanjian perorangan, pihak

ketiga bertindak sebagai penjamin dalam pemenuhan kewajiban debitur, artinya

merupakan janji atau kesanggupan untuk memenuhi kewajiban debitur apabila

debitur cidera janji. Kreditur pemegang jaminan perorangan hanya berkedudukan

sebagai kreditur konkuren karena tidak ada benda tertentu yang diikat sebagai

89
Sutan Remy Sjahdeini,Op. cit,Hal. 215
109

Universitas Sumatera Utara


jaminan. Apabila terjadi kepailitan, maka berlaku ketentuan jaminan secara umum

yang tertera dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPer.

Jaminan Perorangan/penanggungan/borghtocht dapat berupa jaminan pribadi

maupun jaminan perusahaan. Pasal 1820 KUHPer menyebutkan bahwa

penanggungan adalah persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna

kepentingan yang berhutang (debitur) mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan

yang berhutang apabila ia tidak memenuhi sifat sukarela dan pihak ketiga ternyata

dalam ketentuan Pasal 1823 KUHPer dan penanggungan tidak dipersangkakan tetapi

harus dinyatakan secara tegas ternyata dari ketentuan Pasal 1824 KUHPer.

Dalam pengertian tersebut terdapat unsur-unsur penanggungan hutang adalah

1. adanya hubungan hutang-piutang antara kreditur dan debitur

2. disepakatinya persetujuan penanggungan hutang dengan masuknya pihak ketiga

(penanggung) dalam hubungan hukum tersebut;

3. penanggung menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi perikatan debitur jika

debitur cidera janji.

Perjanjian penanggungan hutang adalah perjanjian accessoir artinya harus ada

perjanjian pokok yang diikutinya dalam hal ini perjanjian hutang piutang (Pasa1 1821

ayat (1) KUHPer menyebutkan bahwa diadakan penanggungan jika tidak ada

perjanjian pokok yang sah). Apabila diadakan tambahan kredit dan atau perpanjangan

masa kredit atau perubahan yang terkait dengan penanggung sccara yuridis formal

perjanjian yang mengikutinya harus pula diubah sesuai dengan perikatan pokoknya,

yang dijamin oleh penanggungan hutang, maka haruslah dengan sepengetahuan dan

Universitas Sumatera Utara


persetujuan penanggungnya, serta tidak diperbolehkan memperluas penanggungan

hutang hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu

mengadakannya (Pasal 1824 KUHPer)90

Dalam perjanjian penanggungan hutang, hendaknya dimasukkan klausula

yang menyebutkan bahwa penanggung melepaskan hak-hak istimewanya yang diatur

dalam KUHPer sehingga kreditur dapat juga menagih penanggung tanpa adanya

kewajiban menagih debitur terlebih dahulu (Pasal 1831 KUHPer menyebutkan bahwa

penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditur, selainnya jika debitur

lalai, sedangkan benda—benda debitur ini harus disita lebih dahulu dan dijual untuk

melunasi hutangnya).

Dalam Pasal 1852 KUHPer antara Iain menyebutkan pengecualian bahwa

penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda debitur lebih dahulu disita dan

dijual untuk melunasi hutangnya apabila penanggung telah melepaskan hak

istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda milik debitur lebih dahulu disita

dan dijual.

Hak untuk meminta pemecahan hutang sebagaimana dimuat dalam Pasal 1837

KUHPer. Hak istimewa tersebut hanya penting bilamana terdapat lebih dari satu

orang penanggung. Dalam hal ada lebih dari satu penanggung, maka Iazimnya para

penanggung diminta untuk melepaskan Hak istimewa tersebut sehingga berlaku

ketentuan dalam Pasal 1836 KUHPer yang mengatur bahwa masing-masing

90
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,Cet.
1 (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 179-180.

Universitas Sumatera Utara


penanggung terikat untuk seluruh hutang yang mereka jamin (jointly and severally

liable)91

Perbedaan borghtocht dengan indemnity adalah bahwa borghtocht diatur

dalam Pasa1 1820 sampai Pasal 1850 KUHPer, sedangkan indemnity diatur dalam

Pasal 1316 KUHPer. Dalam hal ini, misalnya X sebagai personal guarantor hanya

bisa ditagih (foreclose) oleh kreditur apabila aset debitur sudah habis sehingga tidak

bisa ditagih Iagi. Karena perjanjian pemberian jaminan bersifat accessoir, maka

apabila perjanjian pokoknya (atau dalam hal ini perjanjian kreditnya) batal oleh sebab

apapun juga, maka perjanjian jaminannya juga batal.92

Seringkali di dalam perjanjian dijumpai perkataan guarantee dan juga

indemnity. Hal ini memberi jaminan apabila pihak ketiga tidak membayar maka

berarti penjamin yang akan membayar. Indemnity adalah perjanjian pokok yang

berdiri sendiri, terlepas dari perjanjian pemberian kreditnya. Dalam suatu perjanjian,

klausula indemnity biasanya dicantumkan pada pasal terakhir, ”... jika karena sebab

apapun juga, perjanjian kredit itu batal maka penjamin dengan ini indemnity kepada

kreditur untuk mengganti kerugian dari kreditur. ..”, dengan demikian guarantee

sekaligus diganti dengan indemnity.93

Menurut Jerry Hoff dalam penerbitan guarantee/penanggungan, kewajiban

penjamin secara jelas terpisah dari hubungan yang ada antara debitur dan kreditur,

91
Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang MElalui
Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Alumni,Bandung, 2001, hal. 400.
92
Fennieka Kristianto, Op. cit, hal 30-31.
93
Ibid

Universitas Sumatera Utara


sehingga jaminan semacam ini dapat dianggap suatu kesanggupan yang terpisah dan

berdiri sendiri.94

Pendapat ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1316 KUHPer yang

selengkapnya berbunyi :

Meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang


pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak
mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung
pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut
menguatkan sesuatu, jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya.

Apabila penanggung setelah ditagih oleh kreditur tetap tidak mau bayar maka

kreditur dapat mengajukan permohonan agar penanggung dinyatakan pailit dan

apabila kreditur pemohon dapat membuktikan di persidangan permohonan pernyataan

pailit di Pengadilan Niaga bahwa :

1. Kreditur pemohon telah menagih/menggugat debitor utama terlebih dahulu tetapi

ternyata:

a. Debitor Utama tidak mempunyai harta sama sekali,

b. Atau harta debitor telah disita dan dilelang tetapi hasilnya tidak mencukupi

untuk melunasi seluruh hutangnya,

c. Atau debitor utama dalam keadaan pailit.

2. Penanggung mempunyai lebih dari satu kreditur jadi harus dibuktikan oleh

kreditur pemohon bahwa Penanggung selain mempunyai kewajiban membayar

utang kepada kreditur pemohon juga mempunyai utang pada kreditor lain.

94
Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Cet. 1 ,PT.Tatanusa,Jakarta, 1999, hal. 110

Universitas Sumatera Utara


3. Bahwa salah satu utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih tetapi

penanggung tetap tidak/belum bayar.

Menutut Elijana, apabila hal-hal di atas dipenuhi, maka permohonan kreditur agar

dinyatakan pailit akan dikabulkan.95

Dalam praktek perjanjian penanggungan harus dibuat secara tegas, biasanya para

kreditur mensyaratkan dibuatnya suatu akta. Fungsi penanggungan adalah selain

sebagai alat pembuktian adanya penanggungan,juga membuat ketentuan atau janji

yang mengatur tentang penanggungan.

2. Jaminan Kebendaan

Jaminan Kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang

menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi

pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji. Benda objek jaminan dalam

perjanjian jaminan kebendaan adalah untuk kepentingan dan keuntungan kreditur

tertentu yang telah memintanya, sehingga memberikan hak atau kedudukan istimewa

kepada kreditur tersebut sebagai kreditur preferen yang didahulukan dari kreditur Iain

dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari benda objek jaminan, bahkan dalam

kepailitan debitur.

Ia mempunyai kedudukan sebagai kreditur separatis. Kelebihan dan jaminan

kebendaan dengan sifat-sifatnya seperti droit de preference, droit de suit, serta asas-

asas publisitas dan spesialitas yang terkandung di dalamnya telah memberikan

95
Lontoh,et al,Op. Cit,hal. 405.

Universitas Sumatera Utara


kedudukan dan hak istimewa bagi pemegang hak tersebut, sehingga dalam praktek

lebih disukai daripada jaminan perorangan, seperti Hak Tanggungan.

B. Aspek-Aspek Pokok Tentang Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Pengertian hak tanggungan dapat kita lihat dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-

undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang berbunyi :

“Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak

berikut benda-benda lain tang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor

tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.”

Lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, terutama

dalam menunjang kegiatan perkreditan.

Dengan lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan

dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan.

Istilah hak tanggungan juga dapat ditemukan pada Pasal 25, 33 dan 39

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

atau lebih dikenal dengan sebutan UUPA.

Universitas Sumatera Utara


2. Subyek dan Obyek Hak Tanggungan

a. Subyek Hak Tanggungan

Yang dimaksud dengan subyek dalam hal ini adalah pemberi hak tanggungan dan

pemegang hak tanggungan.

1) Pemberi Hak Tanggungan

Dalam Pasal 8 Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa pemberi

hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 8 tersebut, maka pemberi hak tanggungan di sini adalah pihak

yang berutang atau debitor. Namun, subyek hukum lain dapat pula dimungkinkan

untuk menjamin pelunasan utang debitor dengan syarat pemberi hak tanggungannya

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungan.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungan tersebut harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran

hak tanggungan dilakukan. Karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat

didaftarkannya hak tanggungan, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan

pada saat pembuatan buku tanah hak tanggungan.96

96
Purwahid Patrik, Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, hal. 62.

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian, pemberi hak tanggungan tidak harus orang yang berutang

atau debitor, akan tetapi bisa subyek hukum lain yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungannya.

Misalnya pemegang hak atas tanah yang dijadikan jaminan, pemilik bangunan,

tanaman dan/hasil karya yang ikut dibebani Hak Tanggungan.

2) Pemegang Hak Tanggungan

Dalam Pasal 9 Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa pemegang

hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan

sebagai pihak yang berpiutang. Sebagai pihak yang berpiutang di sini dapat berupa

lembaga keuangan berupa bank, lembaga keuangan bukan bank, badan hukum

lainnya atau perseorangan.

Karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak

mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang

dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam penguasaan pemberi hak

tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c

Undang-undang Hak Tanggungan. Maka pemegang hak tanggungan dapat dilakukan

oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat juga oleh warga

negara asing atau badan hukum asing.97

97
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


b. Obyek Hak Tanggungan

Obyek hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan hak

tanggungan. Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, maka obyek hak

tanggungan harus memenuhi empat (4) syarat, yaitu 98:

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang. Maksudnya

adalah jika debitor cidera janji maka obyek hak tanggungan itu dapat dijual dengan

cara lelang;

b. Mempunyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitor cidera janji, maka

benda yang dijadikan jaminan akan dijual. Sehingga apabila diperlukan dapat segera

direalisasikan untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya;

c. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah yang

berlaku, karena harus dipenuhi “syarat publisitas”. Maksudnya adalah adanya

kewajiban untuk mendaftarkan obyek hak tanggungan dalam daftar umum, dalam hal

ini adalah Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau

preferen yang diberikan kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor

lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku

tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat

mengetahuinya;

d. Memerlukan penunjukkan khusus oleh undang-undang.

Dalam Pasal 4 undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa yang dapat

dibebani dengan hak tanggungan adalah :99


98
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 425.

Universitas Sumatera Utara


1. Hak Milik (Pasal 25 UUPA);

2. Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA);

3. Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA);

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara (Pasal 4 Ayat (2))

3.Ciri-ciri dan Sifat Hak Tanggungan

Dalam Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan mengenai ciri-ciri Hak

Tanggungan yang menunjukkan sifat hak tanggungan sebagai jaminan hak

kebendaan, yang telah disesuaikan keperluan pembangunan nasional dan merupakan

konversi dari sifat dan ciri-ciri Hipotik dan Credietverband.

Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan disebutkan bahwa hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas

tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri :100

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya

(droit de preference), hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20

ayat(1);

Apabila debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor pemegang hak

tanggungan berhak menjual tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut

melalui pelelangan umum dengan hak mendahului dari kreditor yang lain.

2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada

(droit de suite), hal ini ditegaskan dalam Pasal 7;

99
Ibid.
100
Purwahid Patrik, Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, hal. 53.

Universitas Sumatera Utara


Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak

Tanggungan. Meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah tangan dan

menjadi milik pihak lain, namun kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya

untuk melakukan eksekusi apabila debitor cidera janji (wanprestasi).

3. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, hal ini diatur dalam Pasal 6. Apabila

debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor tidak perlu menempuh acara

gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat menggunakan haknya untuk menjual

obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum.

Selain melalui pelelangan umum berdasarkan Pasal 6, eksekusi obyek hak

tanggungan juga dapat dilakukan dengan cara “parate executie” sebagaimana

diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 158 RBg bahkan dalam hal tertentu

penjualan dapat dilakukan di bawah tangan.101

Hak tanggungan membebani secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap

bagian darinya. Telah dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti

terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan dari beban hak tanggungan. Melainkan

hak tanggungan tersebut tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa

hutang yang belum dilunasi. Dengan demikian, pelunasan sebagian dari hutang

debitor tidak menyebabkan terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan. Dalam

Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan telah dijelaskan bahwa hak

tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaarheid). Sifat tidak


101
Boedi Harsono, Op.Cit.,Hal. 420.

Universitas Sumatera Utara


dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal tersebut telah diperjanjikan terlebih

dahulu dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan

mengenai hal yang telah diperjanjikan terlebih dahulu dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat

dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing

hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek hak tanggungan. Sehingga hak

tanggungan tersebut hanya membebani sisa dari obyek hak tanggungan untuk

menjamin sisa hutang yang dilunasi, asalkan hak tanggungan tersebut dibebankan

kepada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-

masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara

tersendiri.

Hak tanggungan merupakan perjanjian yang bersifat accesssoir. Di mana

pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian

yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya.

Sehingga hak tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin

pelunasannya yang membawa akibat :

- Dengan sendirinya hak tanggungan menjadi hapus karena hukum, apabila utang

piutangnya itu berakhir atau hapus, baik karena pelunasan atau sebab lain yang

menyebabkan piutang yang dijaminnya itu menjadi hapus;

Universitas Sumatera Utara


- Hak tanggungan yang menjaminnya karena hukum beralih kepada kreditor yang

baru dengan dialihkannya perjanjian utang piutang yang bersangkutan kepada

kreditor lain secara cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab lainnya;

- Hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari atau selalu melekat pada

perjanjian utang piutangnya, karena hapusnya hak tanggungan tidak menyebabkan

hapusnya hutang yang dijamin.

4. Janji-Janji Dalam Hak Tanggungan

Dalam pencantuman janji-janji dalam kredit sindikasi pada umumnya hampir

sama dengan kredit biasa, karena di antara kreditur telah dibuat perjanjian security

sharing agreement dan perjanjian antar kreditur sehingga sepanjang pencantuman

janji-janji tersebut tidak merugikan salah satu pihak dan tidak bertentangan dengan isi

kedua perjanjian (perjanjian antar kreditur dan security sharing agreement) tersebut

maka hal tersebut tidak akan menimbulkan masalah.

Menurut ketentuan Pasal 11 ayat (2) UUHT, dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan (APHT) dapat dicantumkan janji-janji antara lain :

1. Janji membatasi kewenangan Pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan

kembali objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka

waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali kreditor (pemegang

Hak Tanggungan) menyetujuinya lebih dahulu secara tertulis karena dalam

praktek hal ini akan merugikan pihak kreditor (pemegang Hak Tanggungan),

yaitu dapat mengurangi nilai (harga) objek Hak Tanggungan itu pada saat akan

dieksekusi lelang.

Universitas Sumatera Utara


2. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan tidak akan mengubah atau merombak

bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, termasuk mengubah sifat dan

tujuan kegunaannya baik seluruhnya maupun sebagian, tanpa persetujuan tertulis

terlbih dahulu dari pihak kreditor.

Hal ini dikarenakan perubahan bentuk dari objek yang dibebani Hak Tanggungan

ini, jelas dapat mengurangi nilai dari benda tersebut.

3. Janji yang memberikan kewenangan dan kuasa kepada kreditor sebagai Pemegang

Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan Penetapan

Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak

Tanggungan yang bersangkutan, apabila Debitor sungguh-sungguh cidera janji.102

4. Janji yang memberikan kewenangan kepada Pemegang Hak Tanggungan untuk

dapat menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu perlu untuk

melaksanakan eksekusi atau untuk mencegah hapusnya atau dibatalkannya hak

yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak terpenuhinya atau dilanggarnya

ketentuan undang-undang. Misalnya hak atas tanah yang dijadikan objek Hak

Tanggungan tidak diperpanjang masa berlakunya, katakan saja hak atas tanah

HGB sudah harus diperpanjang setelah 20 tahun.

5. Janji jika debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utang berdasarkan

perjanjian utang piutangnya, maka kreditor selaku pemegang Hak Tanggungan

102
Sutan Remy Sjahdeni., Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan
Masalah yang Dihadapi oleh perbankan, Op.Cit. hal. 80.

Universitas Sumatera Utara


pertama diberi kewenangan dan berkuasa tanpa persetujuan terlebih dahulu dari

debitor, untuk :

a. Menjual atau menyuruh menjual dihadapan umum secara lelang objek Hak

Tanggungan.

b. Mengatur dan menetapkan waktu, tempat, cara dan syarat-syarat penjualan.

c. Menerima uang penjualan, menandatangani dan menyerahkan kuitansi,

termasuk mengambil uang dari hasil penjualan tersebut, seluruhnya atau

sebagian untuk melunasi utang debitor.

d. Menyerahkan objek yang dijual kepada pembeli.

e. Melakukan hal-hal lain yang menurut undang-undang diharuskan atau

menurut kreditor perlu dilakukan dalam melaksanakan kewenangan dan kuasa

di atas.103

Ketentuan di atas sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 6 UUHT yang

menyatakan bahwa :

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama

mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut”.104

103
Ibid, hal. 80.
104
Lihat Pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.

Universitas Sumatera Utara


6. Janji dari Pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan

tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan; hal ini untuk melindungi

kepentingan Pemegang Hak Tanggungan (kreditor) kedua, ketiga dan seterusnya.

7. Janji dari Pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya tanpa

persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

8. Janji bahwa jika ternyata Pemberi Hak Tanggungan memperoleh ganti rugi,

karena Pemberi Hak Tanggungan melepaskan haknya atau dicabut haknya untuk

kepentingan umum, Pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau

sebagian dari ganti rugi yang diterima Pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan

piutangnya.

9. Janji jika Pemberi Hak Tanggungan memperoleh penggantian dari asuransi, maka

seluruhnya atau sebagian akan diberikan kepada kreditor sebagai Pemegang Hak

Tanggungan untuk melunasi sisa atau seluruh utang debitor.

10. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak

Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.

11. Janji Pemegang Hak Tanggungan Sertipikat hak atas tanah yang dibubuhi catatan

pembebanan Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan, akan dikembalikan

kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan setelah pelunasan seluruh

utang debitor. Sebaliknya pihak Pemberi Hak Tanggungan berjanji bahwa

sertipikat tanda bukti hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan akan

Universitas Sumatera Utara


diserahkan kepada kreditor untuk disimpan dan dipergunakan oleh kreditor dalam

melaksanakan hak-haknya sebagai Pemegang Hak Tanggungan.105

Dalam praktek biasanya terdapat tambahan janji-janji yang dicantumkan

dalam APHT, antara lain :

a. Janji Pemberi Hak Tanggungan mengikat diri kepada kreditor manakala akan

mempergunakan haknya untuk menjual objek Hak Tanggungan, pemberi Hak

Tanggungan harus menyerahkan objek Hak Tanggungan tersebut kepada kreditor

atau kuasanya, dan harus dalam keadaan kosong dan terpelihara baik dalam waktu

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak permintaan untuk itu

diajukan kepada pemberi Hak Tanggungan.

b. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan bersedia untuk membayar denda

keterlambatan menyerahkan objek Hak Tanggungan tersebut, dihitung tiap hari

keterlambatan sebesar yang ditetapkan oleh pemberi dan penerima Hak

Tanggungan.

c. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan tidak menuntut ganti rugi atas pembebasan

dan pengosongan serta menyediakan penampungan berupa apapun dari kreditor.

d. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan akan membayar biaya apapun dan beban

lain dengan nama apapun yang dikenakan atas objek Hak Tanggungan pada saat

sekarang atau dikemudian hari, termasuk biaya Roya (penghapusan) atas

pembebanan Hak Tanggungan.

105
Sutan Remy Sjahdeni., Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan
Masalah yang Dihadapi oleh perbankan, Op.Cit., hal. 81.

Universitas Sumatera Utara


e. Janji bahwa Pemberi Hak Tanggungan tidak akan memberikan ijin kepada pihak

lain untuk mendirikan dan/atau ikut memiliki hak atas bangunan, tanaman dan

hasil karya di atas tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan

tertulis dari kreditor. 106

Yang paling penting ialah bahwa tidak bolehnya diadakan janji oleh pemberi

Hak Tanggungan untuk memberikan kewenangan kepada kreditor sebagai pemegang

Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 12 UUHT yang menyebutkan bahwa janji

memberikan kewenangan kepada Pemegang Hak Tanggungan , dinyatakan “batal

demi hukum”.

Adapun maksud dari ketentuan pasal tersebut diadakan ialah untuk

melindungi kedudukan pihak debitor dan juga pemberi Hak Tanggungan lainnya.

Karena lazimnya harga sebenarnya dari objek Hak Tanggungan adalah jauh lebih

tinggi daripada jumlah hutang. Karena dalam praktek kreditor hanya memberikan

kredit untuk persentase tertentu di bawah nilai sebenarnya dari objek Hak

Tanggungan yang bersangkutan.

C. Prosedur dan Tahap Pemberian Hak Tanggungan dalam Kredit Sindikasi

Adapun prosedur pemberian Hak Tanggungan dalam Kredit Sindikasi

tidaklah jauh berbeda dengan pemberian Hak Tanggungan dalam kredit biasa. Hanya

saja perlu di ingat bahwa pengikatan hak tanggungan dalam kredit sindikasi hanya

106
Wawancara dengan Bapak Pohan Djingga, Branch Manager Bank UOB Indonesia, tanggal 2
Agustus 2010

Universitas Sumatera Utara


sebagai jaminan tambahan yang diberikan guna memberikan keyakinan kepada para

kreditur seandainya nantinya debitur melakukan default atas pelunasan kredit yang

diterimanya itu.

Pengikatan Hak Tanggungan dalam kredit sindikasi dapat dilakukan dalam

beberapa pilihan, dimana kadang-kadang semua nama bank peserta kredit sindikasi

dicantumkan sebagai pemegang hak tanggungan, namun dapat juga hanya nama agen

bank. Notaris dalam hal ini sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah akan mengacu

kepada Offering Letter107dari bank dalam hal pengikatannya. 108

Hampir sama dengan kredit biasa tahap pemberian hak tanggungan didahului

dengan janji akan memberikan hak tanggungan. Menurut Pasal 10 Ayat (1) Undang

Undang Hak Tanggungan, janji tersebut wajib dituangkan dan merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian utang piutang.

Adapun dalam pelaksanaannya, pemberi hak tanggungan harus hadir sendiri

sebagai orang yang berhak atas obyek hak tanggungan. Apabila pemberi hak

tanggungan tidak dapat hadir maka dapat dikuasakan kepada pihak lain dan

pemberian kuasa tersebut harus dilakukan di hadapan Notaris atau PPAT dengan akta

otentik yang disebut dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

107
Offering Letter atau yang lebih dikenal dengan surat penawaran adalah merupakan
petunjuk bagi Notaris dalam mempersiapkan jenis akta yang diperlukan dan sebagai dasar bagi notaris
dalam merancang perjanjian kredit sesuai dengan maksud dan kehendak para pihak (antara Bank dan
Nasabah)
108
Wawancara dengan Edy, SH, Notaris di Medan, pada tanggal 8 Agustus 2010

Universitas Sumatera Utara


Selain dalam bentuk akta otentik, SKMHT harus memenuhi syarat-syarat

yang disebut dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan agar

SKMHT tersebut sah. Syarat-syarat tersebut yaitu :

a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum untuk menjual atau

menyewakan obyek hak tanggungan atau pun untuk mengurus perpanjangan jangka

waktu berlakunya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.

b) Tidak memuat kuasa substitusi. Pengertian substitusi dalam Undang-undang Hak

tanggungan adalah penggantian penerima melalui kuasa pengalihan.

c) Wajib mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah hutang, nama

dan identitas kreditornya serta nama dan identitas debitornya jika debitor bukan

pemberi hak tanggungan.

Proses pemberian Hak Tanggungan dilaksanakan dalam dua (2) tahap, yaitu

tahap pemberian hak tanggungan dan tahap pendaftaran hak tanggungan.

1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Menurut Pasal 10 Ayat (2) Undang-undang Hak tanggungan, pemberian hak

tanggungan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh

PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta

pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah,

sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah

kerjanya masing-masing. Selanjutnya Undang-undang hak Tanggungan menetapkan

isi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Dengan tidak dicantumkannya secara

Universitas Sumatera Utara


lengkap maka akan mengakibatkan APHT tersebut batal demi hukum. Dalam Pasal

11 Ayat (1) Undang Undang Hak Tanggungan disebutkan hal-hal yang wajib

dicantumkan dalam APHT tersebut, antara lain :109

1) Nama dan identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan.

2) Dalam hal ini jika hak tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perorangan atau badan hukum

lain dari pemegang hak atas tanah, pemegang hak tanggungan adalah pemegang hak

atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut.

3) Domisili para pihak, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar

Indonesia, maka harus dicantumkan pula domisili pilihan di Indonesia. Jika domisili

pilihan tersebut tidak dicantumkan, maka kantor PPAT tempat pembuatan APHT

dianggap sebagai domisili yang dipilih.

4) Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin pelunasannya

dengan hak tanggungan. Dalam hal ini memuat juga nama dan identitas debitor yang

bersangkutan.

5) Nilai tanggungan, yaitu suatu pernyataan sampai sejumlah berapa batas uang yang

dijamin dengan hak tanggungan yang bersangkutan. Utang yang sebenarnya bisa

kurang dari nilaitanggungan tersebut.

6) Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan. Uraian ini meliputi rincian

mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum

109
Kashadi, Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan, di Dalam Undang-undang Hak
Tanggungan (UU No. 4 tahun 1996), Fakultas hukum Universitas Diponegoro, Majalah masalah-
masalah Hukum, Semarang, 1995, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara


terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian kepemilikan, letak, batas-batas dan luas

tanahnya.

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Menurut Pasal 13 Undang-undang Hak Tanggungan, pemberian hak

tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya tujuh (7)

hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang

bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan. Warkah yang dimaksud meliputi

surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek hak tanggungan dan identitas pihak-

pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertifikat hak atas tanah dan/atau

surat-surat keterangan mengenai obyek hak tanggungan. PPAT wajib melaksanakan

hal tersebut karena jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan

PPAT.110

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan

membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas

tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada

sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Tanggal buku tanah hak tanggungan

adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang

diperlukan bagi pendaftarannya. Jika hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, maka

buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal

110
Sutardja Sudrajat, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya, Mandar
Maju,Bandung, 1997, hal. 54.

Universitas Sumatera Utara


buku tanah tersebut dimaksudkan agar pembuatan buku tanah hak tanggungan tidak

berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan

mengurangi jaminan kepastian hukum. Dengan adanya hari tanggal buku tanah hak

tanggungan, maka hak tanggungan itu lahir serta asas publisitas terpenuhi dengan

dibuatnya buku tanah hak tanggungan dan hak tanggungan mengikat kepada hak

ketiga.

Dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa

sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak

tanggungan. Hal ini berarti sertifikat hak tanggungan merupakan bukti adanya hak

tanggungan. Oleh karena itu maka sertifikat hak tanggungan dapat membuktikan

sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi

patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatannya dalam buku tanah hak

tanggungan.111

Dalam prakteknya, pengikatan jaminan Hak Tanggungan dalam Kredit

Sindikasi dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu:

1. bahwa seluruh nama kreditor peserta sindikasi dicantumkan dalam Sertipikat Hak

Tanggungan; namun

2. ada kalanya pula hanya nama Agen Jaminan yang tercantum dalam Sertifikat Hak

Tanggungan. Dengan penjelasan bahwa Agen Jaminan bertindak untuk dan atas

nama kreditor sindikasi.

111
Boedi Harsono dan Sudarianto Wiriodarsono, Konsepsi Pemikiran tentang UUHT,
Makalah Seminar Nasional, Bandung, 27 Mei 1996, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara


Pendekatan yang kedua ini dianggap lebih praktis mengingat ada kalanya

piutang kreditor beralih tangan lebih dan satu kali. Apabila hanya nama Agen

Jaminan yang terdaftar, maka tidak perlu diadakan perubahan atas Sertipikat Hak

Tanggungan.112sehingga lebih efisien dan berbiaya murah dalam pelaksanaannya.

112
Wawancara dengan Bapak Pohan Djingga, Branch Manager Bank UOB Indonesia, tanggal 2
Agustus 2010

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PEMBAGIAN HASILNYA


DIANTARA PARA KREDITUR

A. Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu istilah yang menunjuk pada tidak adanya pelaksanaan

prestasi oleh debitor. Bentuk tidak adanya pelaksanaan prestasi terwujud dalam

beberapa bentuk, yaitu :

1) Debitor tidak melaksanakan kewajibannya;

2) Debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana semestinya;

3) Debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya;

4) Debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.

Menurut Munir Fuady, yang dimaksud dengan wanprestasi adalah :113

“tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang

dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu seperti yang disebut dalam

kontrak yang bersangkutan.”

Dari uraian tersebut maka bentuk-bentuk wanprestasi adalah sebagai berikut :114

1) Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali;

2) Debitor terlambat dalam memenuhi prestasi;

3) Debitor berprestasi tidak sebagaimana mestinya.

113
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hal. 87.
114
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang, 2001, hal. 11

134

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian bentuk-bentuk wanprestasi di atas, timbul keraguan

apakah pada waktu debitor tidak memenuhi prestasi termasuk tidak memenuhi

prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi prestasi.

Maka jawabannya adalah bahwa apabila debitor sudah tidak mampu untuk

memenuhi prestasinya maka ia termasuk dalam bentuk yang pertama. Tetapi apabila

debitor masih mampu memenuhi prestasinya dianggap sebagai terlambat dalam

memenuhi prestasi.

Bentuk ketiga, debitor memenuhi prestasi tidak sebagaimana mestinya atau

keliru dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasi masih dapat diharapkan untuk

diperbaiki maka ia dianggap terlambat. Tetapi apabila tidak dapat diperbaiki lagi ia

sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi.

Wanprestasi atau ingkar janji dewasa ini di dalam perjanjian kredit lebih

dikenal dengan sebutan event of default. Event of default dapat disebabkan karena

debitor tidak melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman, debitor melanggar

salah satu pasal dalam perjanjian kredit dan sebagainya. Oleh karena itu, jika

dikaitkan dengan perjanjian kredit maka keadaan default (wanprestasi) dapat terjadi

karena adanya :115

1. Wanprestasi Pembayaran (Payment Default)

2. Wanprestasi yang berhubungan dengan Representasi

3. Wanprestasi yang berhubungan dengan hal-hal yang dilarang (Covenant Default)

115
Igantius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


4. Wanprestasi atas kewajiban lain-lain

5. Wanprestasi karena Perijinan (Approval Default)

6. Wanprestasi Silang (Cross Default)

7. Wanprestasi karena ada perubahan yang mendasar (Adverse Change Default)

8. Wanprestasi karena Kasus Hukum (Judgement Default)

9. Wanprestasi karena Pailit (Bankruptcy Default)

10. Wanprestasi karena kelalaian perjanjian lama

11. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak

yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk

memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak

pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Sehingga debitor harus :

1. Mengganti kerugian;

2. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhi kewajiban

menjadi tanggung jawab dari debitor;

3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditor dapat minta

pembatalan (pemutusan) perjanjian.116

Di samping debitor harus bertanggung jawab tentang hal-hal tersebut di atas,

maka yang dapat dilakukan oleh kreditor dalam menghadapi debitor yang wanprestasi

itu di antaranya adalah :117

116
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, CV.Mandar Maju, Bandung, 1994,hal.11
117
Ibid, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara


1. Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian;

2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian;

3. Dapat menuntut pengganti kerugian;

4. Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian;

5. Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian.

B. Prosedur Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah dan Pembagian hasilnya

diantara Para Kreditur.

Dalam setiap pemberian kredit dengan Hak Tanggungan harus didahului

dengan perjanjian utang piutang antara debitor dan kreditor dan dalam hal perjanjian

hutang piutang dibuat akta perjanjian kredit dan untuk jaminan dengan membuat Akta

Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT). Disamping itu kreditor meminta agar debitor menyerahkan asli sertipikat

tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut untuk pelunasan utang debitor.

Selanjutnya PPAT mengecek sertipikat hak atas tanah tersebut ke Kantor

Pertanahan untuk mengetahui apakah masih ada beban Hak Tanggungan atau tidak

ada, apabila tidak ada kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor

Pertanahan. Kemudian Kantor Pertanahan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan

mencatatnya dalam buku tanah debitor yang ada di Kantor Pertanahan serta menyalin

catatan tersebut didalam sertipikat Hak Atas Tanahnya.

Seperti halnya perjanjian kredit yang bersifat konsensuil, karena perjanjian itu

ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak kreditor

dan pihak debitor. Dengan adanya kata sepakat tersebut maka perjanjian kredit

Universitas Sumatera Utara


mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian

kredit tanpa persetujuan pihak lainnya.

Apabila perjanjian kredit dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak

yang lain dapat menuntut. Setelah uang yang menjadi objek yang diperjanjikan

tersebut telah diserahkan kreditor dengan nyata kepada pihak debitor, maka pihak

debitor harus atau mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tepat

waktu kepada pihak kreditor sesuai dengan kesepakatan yang ada dalam perjanjian

kredit. Selain bersifat konsensual perjanjian kredit juga bersifat riil sebab harus

diadakan penyerahan atau dengan kata lain perjanjian tersebut baru dikatakan

mengikat, apabila telah dilakukan kesepakatan kehendak dan telah dilakukan

penyerahan sekaligus antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu.

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan, “Asas konsensualisme yang terdapat

di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung arti

“kemauan” (will) para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling

mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa

perjanjian itu dipenuhi”.118

Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan

berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi "Semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Selanjutnya “Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu


118
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, hal. 83.

Universitas Sumatera Utara


kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian

yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini

mempunyai kekuatan mengikat”.119

Apabila debitor wanprestasi atau ingkar janji, tidak memenuhi kewajibannya

sebagaimana mestinya adalah hak pemegang Hak Tanggungan untuk menjual objek

Hak Tanggungan dan mengambil dari hasil penjualan tersebut untuk pelunasan

piutangnya.

Pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam

hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan berdasarkan pada janji yang

diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) berhak untuk menjual melalui pelelangan umum objek Hak Tanggungan atas

kekuasaan sendiri tanpa perlu minta penetapan Ketua Pengadilan Negeri Setempat.

Kewenangan tersebut ditentukan oleh Pasal 6 UUHT.

Kewenangan yang diberikan oleh Pasal 6 UUHT kepada pemegang Hak

Tanggungan dijalankan oleh pemegang Hak Tanggungan berdasarkan titel

eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat (2)

UUHT).

Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu bahwa ada kalanya

seluruh nama kreditur peserta sindikasi dicantumkan dalam Sertifikat Hak

Tanggungan, namun ada kalanya pula hanya nama Agen Jaminan yang tercantum

119
Ibid, Hal. 84.

Universitas Sumatera Utara


dengan penjelasan bahwa Agen Jaminan bertindak untuk dan atas nama kreditur

sindikasi.

Sesungguhnya kedua pendekatan tersebut diatas tidak terdapat perbedaan

dalam hal pembagian hasil eksekusi hanya saja dalam praktek, pendekatan yang

kedua ini dianggap lebih praktis mengingat ada kalanya piutang kreditur beralih

tangan lebih dari satu kali. Hal ini dikarenakan apabila hanya nama Agen Jaminan

yang terdaftar, maka tidak perlu diadakan perubahan atas Sertifikat Hak Tanggungan.

Kemudian para kreditor mengadakan perjanjian yang disebut security sharing

agreement atau perjanjian pembagian hasil jaminan yang merupakan perjanjian

accesoir dari perjanjian kredit sindikasi.

Salah satu klausul penting dalam security sharing agreement berkaitan dengan

pembagian hasil eksekusi yaitu adanya pencantuman klausul bahwa para pihak telah

setuju dan mufakat untuk membagi seluruh hasil penjualan barang jaminan diantara

mereka untuk dibagikan secara pari passu.

Pari passu artinya pembagian secara proporsional diantara para kreditor atas setiap

pembayaran uang yang merupakan hasil eksekusi jaminan atau hasil penagihan

kepada debitor tanpa ada hak istimewa atau hak didahulukan pada masing-masing

kreditor dan sisa piutang masing-masing kreditor setelah pembagian dilaksanakan

akan mendapatkan sejumlah uang dan posisi piutang yang sebanding dengan bagian

kredit masing-masing kreditor.

Universitas Sumatera Utara


Dengan adanya security sharing agreement, para kreditor memiliki peringkat

dan hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan jika

debitor wanprestasi.

Tujuan dari klausul pari passu adalah untuk memastikan bahwa penerima

kredit tidak memberikan prioritas kepada seorang kreditor sindikasi sehingga

besarnya jumlah penyertaan masing-masing bank dalam suatu pembiayaan sindikasi

tidak mempengaruhi kedudukan dari masing-masing bank tersebut dengan perkataan

lain tidak ada suatu hak istimewa diantara bank-bank peserta sindikasi khususnya

terhadap pembagian hasil jaminan secara pari passu.

Pelaksanaan eksekusi dilakukan agen jaminan atas permintaan kreditor

lainnya setelah mereka memutuskan tindakan tersebut memang perlu dilakukan.

Penjualan agunan merupakan second way out sebagai strategi terakhir untuk

memperoleh pembayaran dari debitor. Yang dimaksud dengan eksekusi Hak

Tanggungan adalah pelaksanaan hak kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk

menjual/melelang tanah, berikut bangunan dan mesin-mesin yang melekat pada

bagian bagian gedung dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan

gedung dalam rangka pelunasan piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan jika

debitor cidera janji.

Tindakan-tindakan yang pada umumnya harus dilakukan dengan terlebih

dahulu memperoleh kesepakatan mutlak dari semua peserta sindikasi apabila

penerima kredit melakukan ingkar janji adalah melakukan eksekusi atas barang

agunan, melakukan penyelamatan kredit dengan memberikan keringanan atau

Universitas Sumatera Utara


pengurangan baik jumlah utang pokok dan atau bunga, melakukan reconditioning,

atau rescheduling atas kredit sindikasi yang mengalami masalah, memberikan

restructuring atas jumlah kredit untuk menyelamatkan kredit yang bermasalah.

Demikian pula jika jaminan disita oleh pihak lain maka agen menunggu keputusan

dari peserta sindikasi.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh agen untuk melakukan penagihan

kredit macet jika penerima kredit tidak kooperatif adalah :

1. Mendesak debitor untuk melakukan sendiri penjualan barang jaminan.

Agen dapat membantu debitor dengan cara mencarikan calon pembeli.

2. Penjualan obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum. Apabila debitor

wanprestasi, tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa yang memakan waktu

dan biaya. Bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan disediakan cara khusus yang

diatur dalam Pasal 20 UUHT yaitu menjual obyek Hak Tanggungan melalui

pelelangan umum berdasarkan Pasal 6 UUHT.

Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan

pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut.

Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih

dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua

Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi.

Universitas Sumatera Utara


Pemegang Hak Tanggungan pertama mengajukan permohonan kepada Kepala

Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka

eksekusi obyek Hak Tanggungan. Bank sering sulit sekali untuk dapat menemukan

pembeli yang berminat untuk membeli barang agunan yang dijual bahkan sulit juga

untuk menjual sekalipun dengan harga sedikit di bawah harga pasar. Ketentuan Pasal

20 ayat (2) UUHT memberikan kemungkinan penjualan obyek Hak Tanggungan

secara di bawah tangan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak

Tanggungan. Bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap

obyek Hak Tanggungan atau agunan kredit apabila debitor tidak menyetujuinya.

Kendala yang dihadapi oleh bank apabila kredit sudah menjadi macet, yaitu

bank menghadapi kesulitan untuk dapat memperoleh persetujuan dari debitor. Dalam

keadaan-keadaan tertentu justru menurut pertimbangan bank lebih baik agunan itu

dijual di bawah tangan daripada dijual di pelelangan umum.

Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup

jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. Kesulitan untuk

memperoleh persetujuan nasabah dapat terjadi misalnya karena nasabah debitor tidak

bersedia ditemui oleh bank atau telah tidak diketahui lagi keberadaannya.

Menyadari akan sulitnya untuk memperoleh persetujuan pada saat kredit

sudah menjadi macet, untuk mengatasinya pada saat kredit diberikan telah

dipersyaratkan dalam perjanjian kredit bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat

menjual sendiri agunan secara di bawah tangan atau meminta kepada debitor untuk

Universitas Sumatera Utara


memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk

dapat menjual sendiri agunan secara di bawah tangan.

Dari segi yuridis, pemberian kuasa seperti tersebut dimungkinkan sesuai

ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya

gugatan, hendaknya di dalam surat kuasa untuk menjual di bawah itu ditetapkan

harga minimal tertentu atau ditetapkan bahwa penjualan di bawah tangan dilakukan

berdasarkan harga yang ditetapkan oleh perusahaan penilai yang independen.

Menurut ketentuan Pasal 20 ayat (3) UUHT, setelah ada persetujuan dari

pemberi Hak Tanggungan, pelaksanaan penjualan di bawah tangan hanya dapat

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh

pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan diumumkan dalam dua surat kabar harian serta tidak ada pihak

yang menyatakan keberatan.

Setiap hasil dari perjanjian barang jaminan setelah dikurangi biaya-biaya

pajak, premi asuransi, biaya-biaya urusan hukum, akan dibagikan kepada para

kreditor secara pari passu. Apabila hasil eksekusi Hak Tanggungan tidak mencukupi

untuk melunasi seluruh hutang debitor, maka para kreditor yang diwakili oleh agen

dapat mengajukan sita terhadap benda-benda milik debitor yang lain dengan

mengajukan permohonan sita kepada Pengadilan Negeri untuk diproses. Hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu

apabila debitor cidera janji tidak melunasi utang yang diperolehnya dari para kreditor

Universitas Sumatera Utara


maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan debitor tanpa kecuali merupakan

sumber pelunasan bagi utangnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dalam praktek pemberian kredit sindikasi di kancah perbankan Indonesia banyak

terdapat perbedaan pemahaman konsepsi dan bentuk kredit sindikasi yang satu

dengan yang lain. Adapun hal ini terjadi karena belum adanya suatu pemahaman

yang jelas mengenai pemberian kredit sindikasi ini. Salah satunya sebagaimana

didapati dari penelitian penulis dari pelaksanaan sindikasi kredit antara Bank

UOB dan Bank Niaga, dimana yang dilakukan kedua bank tersebut sesungguhnya

bukanlah kredit sindikasi murni, melainkan hanya sindikasi dalam bentuk club

deal. Menurut Fennieka Kristianto dalam bukunya “Kewenangan Menggugat

Pailit dalam Perjanjian Kredit Sindikasi bahwa dalam Club Deal, masing-masing

kreditur dan debitur mempunyai perjanjian kredit (bilateral), dan para kreditur

bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain (Join Banking), yang

pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur,

namun oleh mereka (Bank) menyebut hal ini sebagai kredit sindikasi.

2. Bahwa pengikatan jaminan Hak Tanggungan dalam Kredit Sindikasi bukanlah

sebagai jaminan utama melainkan hanya sebagai jaminan tambahan guna

memberi keyakinan lebih kepada para kreditur, yang mana dalam pengikatannya

pun dapat dilakukan dengan beberapa opsi, yaitu dapat dilakukan dengan hanya

mencantumkan nama salah satu bank peserta sindikasi yang telah diangkat

146

Universitas Sumatera Utara


sebagai agen jaminan, maupun dapat juga dengan mencantumkan nama semua

bank yang terlibat dalam kredit sindikasi tersebut.

3. Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan

dengan Tanah diutamakan kepada kreditor tertentu (Pemegang Hak Tanggungan)

terhadap kreditor lain secara substansi ialah, bahwa apabila debitor cidera janji,

kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak untuk melakukan parate eksekusi

(tanpa memerlukan persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan dan juga tidak

perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat), yaitu menjual objek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri, melalui pelelangan umum menurut tata cara

yang ditentukan dalam perundang-undangan, serta mengambil pelunasan

piutangnya pemegang Hak Tanggungan dari hasil penjualan tersebut, dengan hak

mendahului dari kreditor-kreditor lain. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan

dengan Tanah memberi kemudahan bagi kreditor untuk melakukan eksekusi

secara langsung dengan syarat jika telah dilengkapi dengan Sertipikat Hak

Tanggungan dengan Titel Eksekutorial. Ini berarti secara normatif memungkinkan

eksekusi secara mudah dan pasti.

B. Saran

1. Harus lebih aktif melakukan sosialisasi dan mengadakan seminar berkaitan

dengan kredit sindikasi ini mengingat prospek pemberian kredit secara sindikasi

akan semakin meningkat di masa mendatang. Dengan adanya sosialisasi peraturan

yang mengatur tentang kredit sindikasi ini maka diharapkan akan ada pemahaman

Universitas Sumatera Utara


yang benar tentang makna kredit sindikasi dan keseragaman bentuk dalam

pelaksanaan kredit sindikasi tersebut.

2. Perlu adanya pelatihan dan pembelajaran khusus kepada staf legal dari bank

tentang makna dan cara pelaksanaan kredit sindikasi ini sehingga untuk masa

yang akan datang tidak terjadi lagi kesalahan pemahaman terhadap kredit

sindikasi ini.

3. Kepada Notaris dan PPAT yang menghadapi pembuatan akta yang berkaitan

dengan perjanjian kredit sindikasi ini agar lebih jeli dan teliti dalam pencantuman

klausul-klausul sehingga nantinya perjanjian yang dibuat akan mampu

melindungi kreditur dari kerugian seandainya debitur wanprestasi. Selain itu

klausul-klausul yang dicantumkan hendaklah tidak menguntungkan salah satu

pihak baik itu kepada salah satu kreditur maupun debitur yang terlibat dalam

kredit sindikasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT.
Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002

Bachtiar, Herlina Suyati, Aspek Legal Kredit Sindikasi, PT. Raja Grafindo Persada,
2000

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1991.

C. H. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausula-klausula Perjanjian Kredit Bank dan


Manajemen, 1992.

Djumhana, Muhamad., Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1996,

Friedman, W, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori
Hukum,diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003.

J.J.J M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Penyunting: M.Hisyam),


Jakarta:FE UI,1996

Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1997,

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Kristianto, Fennieka, Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit


Sindikasi, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009.

Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1991

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 199

149

Universitas Sumatera Utara


Marhainis A.H., Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,


1993,

Muchlis Sutopo, Pokok-pokok Manajemen Perkreditan, 1989

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004,

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002

Parlindungan, A.P., Komentar Undang-Undang Hak Tanggungan dan Sejarah


Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996

Patrik, Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, CV.Mandar Maju, Bandung, 1994.

______________ dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Universitas


Diponegoro, Semarang, 2001.

__________________________, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT,


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2004.

Prodjodikoro, Wiryono, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-


persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1981

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung

Satrio, J, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan , Cetakan 4, PT. Citra


Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Singarimbun, Masri, dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989,

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-dasar dan Teknik manajemen Kredit, PT. Bina


Aksara, Jakarta,1993.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hak Tanggungan Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan


Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-
undang Hak Tanggungan), Bandung : Penerbit Alumni, 1999.

____________________, Kredit Sindikasi (Proses, teknik pemberian, dan aspek


hukumnya), PT. Kreatama, Cetakan Ke II, Jakarta, 2008

Universitas Sumatera Utara


Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995,

________________, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta, 1983,

________________, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998

________________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, Jakarta, 1986,

Soeprapto, Hartono Hadi, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,


Liberty, Yogyakarta, 1984.

Subekti, R, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,


Alumni, Bandung, 1986

_________, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan


menurut Hukum Indonesia. Diolah kembali oleh Johannes Gunawan. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1996

_________, Pokok-pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta, 1993,

Sudargo, Gautama., Komentar Atas Undang-undang Hak Tanggungan Baru Nomor 4


Tahun 1996,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 1996.

Sudrajat, Sutardja, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya,


Mandar Maju,Bandung, 1997.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998,

The’Aman., Edy, Putra., Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta


Liberty, 1989.

Tjiptonegoro, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990

Untung, H. Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta,Yogyakarta, 2000

Usman Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Widiyono, Try, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia,


Jakarta, 2000,

Universitas Sumatera Utara


Widyadharma, Igantius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.

B. Perundang-undangan dan Jurnal

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk wetboek).

UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tangungan Atas Tanah beserta Benda-Benda
yang berkaitan dengan Tanah

Indonesia, Undang-undang Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7


Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, (LN No. 182 tahun
1998, TLN No. 3608)

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006, tanggal 5 Oktober 2006, tentang


Batas Maksimum Pemberian Kredit Umum.

Boedi Harsono dan Sudarianto Wiriodarsono, Konsepsi Pemikiran tentang UUHT,


Makalah Seminar Nasional, Bandung, 27 Mei 1996, hal. 17.

Djuhaenda Hasan, Aspek Hukum Jaminan Kebendaan dan Perorangan, Jurnal


Hukum Bisnis, Vol. 11, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2000

Fanny Kurniawan, SH, Penerapan Hak Jaminan Dalam Kepailitan, Analisa Yuridis
Putusan No.10/PAILIT/2001/PN.NIAGA/ JAK.PST Dalam Perkara Kepailitan
Bank Shinta Indonesia Melawan Harry Susanto, Yogyakarta, 2004.

Hermayulius, Aspek Hukum Jaminan Dalam Dunia Usaha Perbankan, Majalah


Hukum Nasional, No. 1, 2002

Hussein, Yunus, Kredit Sindikasi, Perkembangan Perbankan, Jakarta, Maret-April


1994.

Kashadi, Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan, di Dalam Undang-undang Hak


Tanggungan (UU No. 4 tahun 1996), Fakultas hukum Universitas
Diponegoro, Majalah masalah- masalah Hukum, Semarang, 1995, hal. 14.

M. Isnaeni, Kerancuan Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Sebagai Pengaman


Penyaluran Kredit Bank, Amrta, Vol. 1, No. 1, Mei 1999

Universitas Sumatera Utara


Gani Djemat, Kredit Sindikasi dan Masalahnya, Info Bank, Nomor 22.

Priasmoro Prawiroardjo, Pinjaman Sindikasi, Jakarta-Jakarta, Edisi No. 377, 25


September-1 Oktober 1993.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai