Anda di halaman 1dari 19

Tugas kelompok kuis

Oleh:
Herman Tumanggor 200200049

Hendry Christian Purba 200200218

Johannes Agusyanto Defis Tambunan 200200230

Josevin Saputra Tumanggor 200200231

Josep Nadeak 200200233

Fakultas hukum

Universitas Sumatera Utara

Dosen:

Zulfi Chairi,SH.M.Hum
1.Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah terciptanya struktur pemegang
saham mayoritas dan minoritas. Pada dasarnya masing-masing mempunyai hak yang sama.
Terutama terhadap hak suara. Yaitu 1 saham adalah 1 suara. Ketentuan tambahan terhadap hak
suara dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi saham. Dengan mekanisme
pemilikan yang demikian, pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang diuntungkan dengan
sendirinya. Semakin banyak saham yang dimilikinya, maka makin dapat berkuasa ia dalam
menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan terbatas.
  Persoalannya adalah bagaimana melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang
beresiko dirugikan oleh kekuasaan pemegang saham mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat
berusaha mengatur kepentingan pemegang saham baik mayoritas dan minoritas:
  A.Tindakan Derivatif
  Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili urusan
perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan atau Komisaris telah
lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
  1.Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil perseoran
dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan yang merugikan,
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dan atau pun oleh
komisaris (Pasal 85 (3) jo dan Pasal 98 (2) UUPT).
Pasal 85 ayat (3) jo“Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham
berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan
kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya
dengan suara yang berbeda.”
Pasal 98 ayat (2)
“Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, anggaran
dasar, atau keputusan RUPS.”
  2.Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS (baik RUPS tahunan
maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau
tidak melakukan pemanggilan RUPS (Pasal 67 UUPT).
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua
anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang
bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat
diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus
menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat
tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan
secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
  B.Hak Pemegang Minoritas
  Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas.
1.Hak Menggugat
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, bila tindakan perseroan merugikan
kepentingannya (Pasal 54 UUPT)
(1) Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali
pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai
nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu)
nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis
berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.

2.Hak Atas Akses Informasi Perusahaan


Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap perseroan, permintaan data atau
keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan dan atau anggota direksi atau
komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak
ketiga (Pasal 110 UUPT).
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatuPerseroan dinyatakan pailit; atau c.
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang
berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan
surat yang disimpan oleh Perseroan.

3.Hak Atas Jalannya Perseroan


Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan
perseroan (Pasal 117 UUPT).
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum
tertentu.
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris,
perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum
tersebut beritikad baik.

4.Hak Perlakuan Wajar


Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang
wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang
saham atau perseroan, berupa :
(i) perubahan anggaran dasar perseroan;
(ii) penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau
          (iii) penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.
          ( Pasal 55 UUPT) 
“Dalam anggaran dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”

2.Saya tadinya presiden direktur diperusahaan dan pemegang saham 30%, saya mengundurkan
diri dengan surat pengunduran diri bermeterai, tapi pengalihan saham dan penggantian saya
sebagai presiden direktur tidak dilakukan dalam bentuk RUPS, apakah dengan begitu saya sudah
sah? Kemudian pertanyaan saya sahkah seorang komisaris mewakili perusahaan di dalam
maupun di luar pengadilan?Jelaskan.
=Direksi merupakan organ Perseroan Terbatas (“PT”) yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan PT, sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta
mewakili PT, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Dalam praktik, anggota Direksi biasa disebut dengan Direktur.

Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya tata cara pengunduran diri anggota Direksi diatur
dalam anggaran dasar PT. Tata cara pengunduran diri yang diatur adalah terkait permohonan
mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurun waktu tertentu. Jika kurun waktu
terlampaui, anggota Direksi yang bersangkutan berhenti dari jabatannya tanpa memerlukan
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”).
Sehingga, sah tidaknya pengunduran diri Anda tidak bergantung pada keputusan RUPS. Dalam
hal kurun waktu yang ditentukan dalam anggaran dasar telah lewat, secara hukum pengunduran
diri Anda sebagai bagian dari anggota Direksi tetap sah, tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
 
Pengangkatan Direksi dan Pemindahan Hak atas Saham
Kemudian terkait pengangkatan anggota Direksi yang akan menggantikan posisi Anda,
memang harus diangkat oleh RUPS, sesuai bunyi Pasal 94 ayat UU PT, dan kewenangan ini
tidak dapat dilimpahkan kepada organ PT lainnya atau pihak lain.
Selanjutnya mengenai pengalihan saham, menurut kami, ini hal yang berbeda dengan
pengunduran diri Anda. Dalam praktik, pemegang saham memang boleh saja merangkap
sekaligus sebagai anggota Direksi, namun perlu dipahami kepemilikan saham bukan syarat
seseorang agar bisa diangkat jadi anggota Direksi Begitu pula sebaliknya, pemegang saham tidak
harus menjadi anggota Direksi. 
Karena keduanya merupakan hal yang berbeda satu sama lain, kami berpendapat Anda tidak
wajib untuk mengalihkan saham yang dimiliki meskipun sudah mengundurkan diri sebagai
anggota Direksi.
Tapi apabila Anda dengan sukarela ingin tetap mengalihkan saham, ketentuan pengalihan saham
PT dapat Anda simak dalam Pasal 55 - 59 UU PT. Adapun tata cara pemindahan hak atas saham
ditentukan dalam anggaran dasar PT. Hal ini pernah kami ulas dalam 
Kewenangan Dewan Komisaris Mewakili PT
Meskipun pada dasarnya kewenangan Dewan Komisaris adalah mengawasi kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai PT maupun usaha PT, dan
memberi nasihat kepada Direksi,[6] namun berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS,
Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan PT dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.[7] Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada
Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan PT dalam hal Direksi tidak ada.
Sebagai catatan, ketentuan di atas berlaku juga semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan
kewajiban Direksi terhadap PT dan pihak ketiga.
Dengan demikian, karena Direksi berwenang mewakili PT baik di dalam maupun di luar
pengadilan, maka Dewan Komisaris berwenang mewakili PT di dalam dan di luar pengadilan
dalam keadaan dan jangka waktu tertentu sesuai ketentuan anggaran dasar atau keputusan
RUPS dan jika Direksi tidak ada.

4.  Alasan PMA harus dilaksanakan dengan bentuk badan hukum (PT)


1. Perintah Undang-undang
  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/07”)
mengatur mengenai bentuk badan usaha bagi PMA pada Pasal 5 ayat (2) yang berbunyi
“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang”.
  Di samping itu, tujuan atas hal tersebut diterangkan dalam penjelasan UU 25/07, yaitu
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan PMA. Maka, terhadap pertanyaan Saudara, dapat kami sampaikan bahwa
pengaturan bentuk badan usaha terhadap pelaksanaan PMA merupakan perintah dari UU 25/07
yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum.
2. Kepastian hukum dalam PT
  Berikut adalah instrumen kepastian hukum yang diberikan dalam PT sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/07”):
- Anggaran Dasar
  Berdasarkan UU 40/07, jenis dan kegiatan usaha serta tata cara pelaksanaan kegiatan PT
diatur dalam anggaran dasar yang dibuat dalam akta notarial dan harus didaftarkan serta
disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Kemenkumham”).
  Begitu pula terhadap setiap perubahan anggaran dasar harus diberitahukan kepada
Kemenkumham, yang mana beberapa di antara perubahan tersebut, bahkan juga harus
mendapatkan persetujuan dari Kemenkumham. Melalui mekanisme ini, memperlihatkan bahwa
adanya kepastian hukum terhadap setiap tindakan dan kegiatan usaha PT harus sesuai dengan
UU 40/07 dan anggaran dasar. Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan nama
orang perorangan saja seperti pada badan usaha yang tidak berbadan hukum.
  Pada badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum (Firma, CV, Persekutuan perdata,
dan lain-lain), anggaran dasar para pendiri tidak membutuhkan pengesahan dari Kemenkumham.
Guna memenuhi asas publisitas, akta pendirian badan usaha cukup didaftarkan kepada panitera
pengadilan sesuai domisili badan usaha tersebut.

-Pengalokasian Modal
Satu hal yang paling krusial dalam pelaksanaan PMA adalah pengalokasian modal dan
penggunaannya dalam menjalankan tujuan kegiatan usaha. Dalam PT penggunaan modal untuk
kegiatan usaha hanya dapat digunakan dengan persetujuan perseroan yang ditempuh dengan
mekanisme dan kesepakatan para pemegang saham yang dituangkan dalam anggaran dasar.
  Sehingga setiap tindakan dalam PT merupakan tindakan atas nama perseroan dan tidak
bisa dilakukan hanya dengan persetujuan orang perorangan semata. Berbeda halnya dengan
badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum yang dalam menjalankan tindakannya dapat
bertindak dan bertanggung jawab atas nama orang perorangan tanpa persetujuan dari para pendiri
badan usaha tersebut. Tentunya jika hal ini terjadi pada PMA, maka bentuk badan usaha tersebut
tidak memberikan kepastian hukum terhadap modal yang ditanamkan oleh pihak asing.
 
Demikian pula, bentuk penyertaan modal asing dalam suatu PT yang dapat dibuktikan
dengan saham. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum, kepemilikan
para pendiri tidak dapat diwujudkan dalam bentuk saham melainkan hanya kekayaan perseroan
semata yang diatur oleh para pendiri sendiri.
Pengalokasian modal dengan bentuk saham ini memiliki maksud dan tujuan yang di
antaranya menentukan: (i) besar suara dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan
perseroan dan (ii) menentukan besar dividen dan/atau kerugian (tanggung jawab) yang akan
diterima/diderita atas kegiatan usaha perseroan.
- Tanggung jawab yang terbatas
  Pasal 3 ayat (1) UU 40/07menyatakan bahwa “Para pemegang saham tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas tindakan PT dan perikatan yang dilakukan oleh PT melebihi dari saham
yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham”. Berdasarkan ketentuan di atas, kami
memahami bahwa besar tanggung jawab pemegang saham dalam PT hanya sebatas pada besar
saham yang dimiliki dan tidak dapat mencakup kekayaan pribadi dari pemegang saham.
  Di dalam PT terdapat pemisahan kekayaan pribadi pemegang saham dengan PT itu
sendiri.. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum, dalam
pemenuhan tanggung jawab oleh para pendiri tidak dibatasi berdasarkan besar kekayaan yang
ditanamkan dalam badan usaha, tetapi dapat mencakup kekayaan pribadi dari para pendiri
tersebut.

- Organ Perseroan
PT dalam menjalankan kegiatan usahanya dijalankan oleh organ perseroan yang terdiri dari:
o    Rapat Umum Pemegang Saham;
o    Dewan Komisaris; dan
o    Direksi.
  Dari ketiga organ perseroan di atas, masing-masing organ memiliki kapasitas dan
kewajiban masing-masing dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan yag dituangkan dalam
anggaran dasar dan/atau UU 40/07. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbadan
hukum yang dalam menjalankan kegiatan usahanya hanya dijalankan oleh paling sedikit 2
(dua) orang dan pengambilan keputusan dapat dilakukan langsung oleh pesero/sekutu aktif
dalam badan usaha non-badan hukum tersebut.
 
B.     PMDN tidak harus dilakukan dalam badan usaha yang berbentuk badan hukum
  Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU 25/07 bahwa “PMDN dapat dilakukan dalam bentuk
badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Maka, terkait pertanyaan saudara,
berdasarkan Pasal di atas, kami memahami bahwa bentuk badan usaha bagi PMDN dapat
dilakukan dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.

6.Bagaimana status suatu perseroan terdapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dimana
pendirnya/pemegang saham sejak awal hingga saat ini adalah sepasang suami istri yang tidak
pisah harta ,apakah pendirian PT tersebut sah dan bagaimana bila dikaitkna dengan persyaratan
pendirian PT minimal 2 orang?Jelaskan
Jawab :Perseroan Terbatas (“PT”) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”) serta
peraturan pelaksanaannya. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Harta dalam perkawinan,harta benda Suami Istri yang diperoleh selama perkawinan merupakan
harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin yang mengatur sebaliknya. Harta bawaan dari
masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah
atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain.
Dalam Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
69/PUU-XIII/2015:Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan,
kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan
oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak
ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Dalam Pendirian PT adanya mensyaratkan minimal 2 pendiri, sepasang suami istri yang menikah
tanpa perjanjian kawin tidak dapat mendirikan PT karena dapat dikatakan merupakan 1 (satu)
subjek hukum terkait kepemilikan harta benda selama perkawinan dan berarti hanya terdapat satu
sumber harta yaitu harta bersama mereka, sedangkan PT juga adalah persekutuan modal.
Jadi,status suatu perseroan terdapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dimana
pendirnya/pemegang saham sejak awal hingga saat ini adalah sepasang suami istri yang tidak
pisah harta adalah tidak sah , kecuali ada perjanjian kawin yang mengatur sebaliknya ,maka hal
tersebut adalah sah.

7. Pada tahap pendirian PT, tahap pengesahan adalah agar PT dapat memperoleh status badan
hukum, namun PT baru menjadi badan hukum yang sempurna apabila sudah sampai tahap
pendaftaran dan pengumuman. Bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab direksi pada PT
yang telah mendapatkan pengesahan tetapi belum melalui tahap pendaftaran dan pengumuman?
Jelaskan
Jawab : Bila suatu PT sudah mendapat Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai
pengesahan badan hukum PT namun belum melakukan proses pendaftaran dan pengumuman,
jika kita melihat aturan sebelumnya dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas (“UU 1/1995”), bahwa Direksi secara tanggung renteng bertanggung
jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Namun aturan tersebut tidak
ditemukan dalam UU PT yang berlaku saat ini. Tidak sampai disitu, nyatanya terdapat sanksi
pidana apabila sengaja atau karena kelalaiannya tidak mendaftarkan perusahannya dalam Pasal
32 UU 3/1982 berikut:

1. Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya
diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja
atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga
juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.

8.Ijin apa saja yang kita perlukan untuk mendirikan suatu yayasan? Apakah ada aturan yang
mengaturnya?
Jawab :
Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang social,keagamaan,dan
kemanusiaan,yang tidak mempunyai anggota. Adapun dokumen yang harus diurus untuk
mendirikan yayasan adalah sebagai berikut:

1.Akta Pendirian Yayasan dari Notaris


2.Surat Keterangan Domisili Perusahaan dari Kelurahan dan Kecamatan
3.Surat Keterangan Terdaftar/NPWP dari Kantor Perpajakan
4.Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Pengumuman dalam lembaran Berita Negara RI dari Perum Percetakan Negara RI
5.Tanda Daftar Yayasan dari Dinas Sosial.
6.Surat Izin Operasional
7.Lembaran Berita Negara RI

Untuk mengurus perijinan diperlukan juga syarat dan dokumen yang harus disiapkan untuk
mendirikan yayasan, antara lain :
1.Nama Yayasan
2.Jumlah Kekayaan Awal Yayasan
3.Bukti Modal/Aset sebagai kekayaan awal Yayasan
4. Fotocopy KTP Para Pendiri
5.Fotocopy KTP Pembina, Pengawas dan Pengurus Yayasan
6.Fotocopy NPWP Pribadi khusus ketua Yayasan
7.Fotocopy bukti kantor Yayasan (berupa SPPT PBB/Surat Perjanjian Sewa)
8.Surat Pengantar RT/RW sesuai domisili Yayasan
9.Syarat lainnya jika diperlukan.

Adapun aturan hukum Yayasan sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan dan PP
no 63 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan

9.Apakah orang asing atau Badan Hukum Asing boleh mendirikan yayasan di Indonesia?
Jelaskan ketentuan hukumnya
Jawab : Orang asing ataupun badan hukum asing boleh mendirikan Yayasan di Indonesia. Hal
ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”)
sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan . Dalam Pasal 9 UU Yayasan
yang berbunyi:
(1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta
kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.
(2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris
dan dibuat dalam bahasa Indonesia
(3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.
(4) Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing
atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan dalam Pasal 9 UU Yayasan adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang
Yayasan sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

10. Saya memiliki sebuah yayasan bersama dengan 4 orang kolega saya, selain itu pemilik juga
merangkap sebagai pengurus yayasan. Yayasan ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun dengan
aset yang terus berkembang, yang saya ingin tanyakan apakah saya selaku pemilik bisa menjual
“bagian” saya yang 20% ini kepada pihak lain seperti halnya menjual saham di perusahaan dan
dasar hukumnya seperti apa?
Jawab :Pada dasarnya aset/kekayaan Yayasan dapat dijual oleh Pengurus kepada pihak lain
selama telah ada persetujuan dari Pembina. Akan tetapi, perlu dilihat juga status atau sumber dari
aset/kekayaan Yayasan tersebut, apakah merupakan kekayaan yang berasal dari wakaf atau
bukan. Jika berasal dari wakaf, maka aset/kekayaan yayasan tersebut tidak dapat dijual.

12. Menurut Pasal 1 angka 7 UU PT, Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan
yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal. Kemudian dalam Pasal 1 angka 8 UUPT menyatakan bahwa,
Perseroan Publik adalah perseroan yang memenuhi jumlah pemegang saham dan modal disetor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Berdasarkan
ketentuan tersebut dapat diketahui, jika ketentuan mengenai PT Terbuka dapat ditemukan dalam
UU Pasar Modal. UU Pasar Modal memberikan kriteria yang harus dipenuhi oleh perusahaan
publik. Tepatnya dalam Pasal 1 angka 22 UU Pasar Modal, perusahaan publik adalah perseroan
yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau sejumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan
ketentuan tersebut kriteria dari PT Terbuka adalah sebagai berikut: Memiliki jumlah pemegang
saham minimal 300 pemegang saham: dan Memiliki modal disetor minimal Rp3.000.000.000,00
(tigamiliarrupiah).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara PT Terbuka dengan PT Tertutup adalah dari segi
pemodal dan modal dimana PT Terbuka jumlah pemegang saham minimal 300 pemegang saham
dan modal disetor dalam PT Terbuka bervaluasi 3 Miliar Rupiah dan pemegang saham bersifat
publik (go public) sedangkan PT Tertutup bersifat tidak menawarkan saham ke publik dan
valuasi modal dibawah 3 Miliar Rupiah dan pemegang saham dibawah 300 pemegang saham

13.Saya, pemegang saham sebesar 2%, mengetahui bahwa RUPS Tahunan di tahun kemarin
tidak terlaksana. Terlintas saya berpikir, “Apakah hukumnya untuk sebuah perusahaan yang lalai
dalam melaksanakan RUPS tahunan?” Akhirnya, saya menanyakan hal tersebut kepada A,
pemegang saham 44%. A menjawab, ” RUPS tidak perlu dilaksanakan karena tiap hari telah
diadakan RUPS, karena A digabung B [pemegang saham 18%] sudah lebih dari setengahnya.”
Perlu diketahui bahwa B bisa dikatakan pasti selalu mengikuti kata A. Di samping itu, A juga
yang selalu menggunakan/ mengatasnamakan management dalam membuat keputusan-
keputusan yang bersifat prinsip. Dimana dalam management itu sendiri, 1 orang adalah adik
kandungnya A sendiri dan 2 orang adalah adik iparnya A, yang masing-masing juga merupakan
pemegang saham.
Hal-hal yang saya hendak tanyakan adalah:
a. Apakah pernyataan A dapat dibenarkan menurut hukum yang berlaku untuk
sebuah perusahaan baik lokal maupun internasional?
b. Apabila A salah, maka hukuman apa yang dapat dilakukan pada A?
c. Apa langkah yang sebaiknya dilaksanakan oleh saya selaku pemegang saham
2% dalam hal ini?
d. Bagaimanakah peraturan/pasal yang mengatur tentang hukum perusahaan,
khususnya yang menyangkut tentang pemegang saham mayoritas dan
minoritas?
e. . Berapa persen sahamkah minimal untuk seorang pemegang saham dapat
menguasai sebuah perusahaan secara mutlak, dalam hal membuat keputusan
yang bersifat prinsip?
Jawab:

a. pernyataan A dapat dibenarkan menurut hukum yang berlaku untuk sebuah perusahaan baik
lokal maupun internasional pernyataan si A bahwa dia mengatakan RUPS tidak perlu
dilaksanakan Karena tiap hari telah diadakan RUPS itu tidak dapat dibenarkan karena jika
merujuk pada pasal 78 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 bahwa rapat umum
pemegang saham atau RUPS tahunan dalam suatu perseroan terbatas memang wajib diadakan
dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir gimana dalam RUPS
tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan perseroan sekurang-
kurangnya sesuai pasal 66 ayat 2 UUPT

a.laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku
yang bersangkutan di laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan
keuangan tersebut

b. Laporan mengenai kegiatan perseroan

c laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan

d rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan

e laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan komisaris selama
tahun buku yang baru lampau

f. Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris

g. Gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota
dewan komisaris perseroan untuk tahun yang baru lampau.

 Oleh karena itu pernyataan A tidak dapat dibenarkan secara hukum

b.Apabila A salah, maka hukuman apa yang dapat dilakukan pada A adalah gimana a sebagai
direksi harus bertanggungjawab terhadap kerugian perseroan yang diakibatkan karena tidak
melaksanakan keputusan RUPS bersama pemegang saham lainnya baik itu B dan yang karena
tidak melaksanakan keputusan RUPS sesuai dengan pasal 97 ayat 3, 4, 5 arti tanggung secara
pribadi apabila terdapat kerugian akibat tidak melaksanakan RUPS. Dan dan si A dapat digugat
secara hukum akibat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada perbuatan melawan hukum, sangaja dan lalai mendapat pengaturan yang berbeda. Sengaja
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sedangkan lalai diatur dalam Pasal 1366 KUHPerdata.
Pasal 1365 KUHPerdata selengkapnya berbunyi:“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, Mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk Menggantikan kerugian tersebut.”Pasal 1366 KUHPerdata
selengkapnya berbunyi:

“Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-
Perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau Kesembronoannya.

c. Apa langkah yang sebaiknya dilaksanakan oleh saya selaku pemegang saham 2% dalam hal ini
Langkah yang dapat dilakukan pemegang saham 2% dalam hal ini Pada dasarnya pemegang
saham tidak melanggar hukum berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:

A. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
B. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
C. menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT.

 
Akan tetapi perlu dicatat, bahwa hak-hak tersebut di atas baru dapat dimiliki oleh seorang
pemegang saham setelah saham tersebut dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama
pemiliknya.
 
Dan apabila bahwa selama waktu tersebut pemegang saham tersebut tidak menerima undangan
RUPS ataupun pembayaran dividen dari perusahaan. Sebagai organ pengurus perseroan, direksi
memilki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS, yang diatur sebagai berikut: “direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS
Pemanggilan RUPS tersebut ditujukan kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam
daftar pemegang saham. 
Pemegang saham dapat mengajukan gugatan terhadap Perseroan apabila pemegang saham
bersangkutan dirugikan karena tindakan perseroan. Hak mengajukan gugatan ini diatur di
dalam Pasal 61 UU PT: 

D. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke


pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap
tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi,
dan/atau Dewan Komisaris.
E. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
1. Melakukan pemeriksaaan terhadap perseroanPemegang saham yang dirugikan dapat
melakukan pemeriksaan terhadap perseroan. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan jika
pemegang saham telah meminta secara langsung kepada perseroan mengenai data atau
keterangan yang dibutuhkan, namun perseroan bersangkutan menolak atau tidak
memperhatikan permintaan tersebut. Hak pemegang saham untuk melakukan
pemeriksaan terhadap perseroan diatur di dalam Pasal 138 UU PT sebagai berikut: 

a. Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk


mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:

1. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan


pemegang saham atau pihak ketiga;
2. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan
hukum yang merugikan Perseroan atau merugikan Perseroan atau pemegang
saham atau pihak ketiga.

a. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan  mengajukan


permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:

1. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
2. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar
Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk
mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
3. kejaksaan untuk kepentingan umum.

b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah


pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam
RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.   
c. Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau
permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus
didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
menentukan lain.

       
Dengan melihat persentase kepemilikan saham pemegang saham tersebut yang hanya 5%,
permohonan untuk melakukan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan meminta pemegang
saham lainnya, yang bersama dengan pemegang saham tersebut secara akumulasi mewakili 1/10
(satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara untuk mengajukan
permohonan secara bersama-sama.

a. Mengusulkan pembubaran perseroan

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah mengusulkan pembubaran perseroan kepada RUPS.
Usul pembubaran perseroan dapat diajukan oleh direksi, dewan komisaris atau 1 (satu)
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara. Pengaturan ini terdapat dalam Pasal 144 ayat (1)
dan ayat (2) UU PT. RUPS untuk menyetujui pembubaran perseroan dapat dilangsungkan
apabila paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah dalam RUPS
Terkait dengan RUPS Tahunan ini Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 79 ayat (1) UUPT mewajibkan
direksi untuk menyelenggarakan RUPS tahunan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
berakhir, yang didahului dengan pemanggilan RUPS, di mana pada Pasal 79 ayat (5)
UUPT mewajibkan direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling
lambat 15 (lima belas) hari sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Apabila
tidak menyelenggarakan RUPS tahunan, direksi dianggap telah melalaikan fiduciary duty-nya
terhadap perseroan
d..Bagaimanakah peraturan/pasal yang mengatur tentang hukum perusahaan, khususnya yang
menyangkut tentang pemegang saham mayoritas dan minoritas?
Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Perseroan Terbatas
Suatu Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari 2 atau lebih pemegang saham. Biasanya, pembagian
saham tidak sama rata bagi setiap pemegang saham, sehingga terdapat pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Mengikuti ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
PT menganut prinsip one share one vote, yaitu bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai
satu hak suara, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar (Pasal 84 ayat (1) UUPT). Dan
karena dalam membuat keputusan diterapkan majority voting rules dimana keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak, ini berarti pemegang saham minoritas memiliki kedudukan yang
lemah karena bobot suaranya yang tentunya kalah dibandingkan dengan pemegang saham
mayoritas.
Selain itu, pemegang saham minoritas juga lemah kedudukannya karena adanya konsep separate
legal entity yang berarti pemegang saham minoritas tidak dapat mencamupri urusan manajemen
perusahaan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas bisa saja dirugikan oleh tindakan-
tindakan manajemen yang diambil oleh perusahaan karena tidak dapat turut campur.
Dengan demikian, terdapat beberapa hak yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas untuk
melindungi dirinya sendiri dari kerugian, seperti:
1. meminta penyelenggaraan RUPS
Pemegang saham minoritas dapat meminta diselenggarakannya RUPS berdasarkan Pasal 79 ayat
(2) a UUPT yaitu bahwa RUPS dapat diselenggarakan berdasarkan permintaan dari 1 orang atau
lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara.
2. menggugat atas nama perseroan
Sebagaimana disinggung di atas, pemegang saham minoritas tidak dapat turut campur dalam
urusan manajemen perusahaan. Namun apabila Direksi dirasa telah menimbulkan kerugian pada
perusahaan, maka pemegang saham minoritas yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri
atas nama perseroan terhadap anggota Direksi yang telah menimbulkan kerugian tersebut (Pasal
97 ayat (6) UUPT).
Selain itu, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara juga dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota
Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya telah menimbulkan kerugian
terhadap perseroan (Pasal 114 ayat (6) UUPT).
3. menggugat perseroan
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri
apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar
sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris (Pasal 61 ayat (1) UUPT).
3.Direksi
Apabila pemegang saham minoritas merasa bahwa perseroan telah melakukan perbuatan
melawan hukum, maka dapat diajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan. Hal ini
dilakukan agar didapatkan data atau keterangan yang dapat mengkonfirmasi atau membatah
dugaan tersebut. Permohonan dapat diajukan oleh satu pemegang saham atau lebih yang
mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara (Pasal 138
UUPT).
4. meminta sahamnya dibeli perseroan dengan harga wajar
Tidak semua pemegang saham akan selalu menyetujui setiap tindakan perseroan. Apabila
terdapat pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui suatu tindaka perseroan yang
menurutnya merugikannya atau merugikan perseroan, maka ia dapat meminta kepada perseroan
agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar (Pasal 62 ayat (1) UUPT).
5. mengajukan pembubaran perseroan
Usulan pembubaran perseroan dapat diajukan kepada RUPS oleh Direksi, Dewan Komisaris,
atau 1 pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara (Pasal 144 ayat (1) UUPT)
Sedangkan pemegang saham mayoritas Harta pemegang saham mayoritas yang juga menjadi
direksi perseroan dapat diminta pertanggungjawaban tidak terbatas disaat harta perseroan tidak
cukup guna melunasi kerugian pihak ketiga atas tindakan perbuatan melanggar hukum perseroan
yang praktiknya dilakukan oleh direksi perseroan yang juga sebagai pemegang saham mayoritas
mengingat sulit dipisahkan antara tindakan perseroan dengan tindakan pemegang saham karena
pemegang saham mayoritas juga menjadi direksi perseroan yang mengelola perseroan dengan
menerapkan prinsip penerobosan tanggung jawab pemegang saham.
e. persen sahamkah minimal untuk seorang pemegang saham dapat menguasai sebuah
perusahaan secara mutlak, dalam hal membuat keputusan yang bersifat prinsip
Munculnya dalam praktik berupa komposisi kepemilikan saham suatu perseroan terbatas yang
dimiliki oleh dua orang pemegang saham namun persentase kepemilikan sahamnya sangat
berbeda jauh sebut saja pemegang saham pertama memiliki 95% saham perseroan sedangkan
pemegang saham kedua memiliki 5% saham perseroan. Apa artinya 5% kepemilikan saham
dalam hal kendali perseroan dibandingkan dengan 95% mengingat prinsip yang dianut dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas yaitu satu lembar saham satu suara (one share one vote).
Prinsip ini tertuang dalam Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 yang
selengkapnya berbunyi:
“Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama
Pemegang saham pertama yang memiliki. Pemegang saham yang memiliki 95% saham sering
dinamakan pemegang saham mayoritas sedangkan pemegang saham kedua yang memiliki saham
5% sering dinamakan pemegang saham minoritas.Pemegang saham pertama dengan leluasa
mengendalikan perseroan dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bahkan ada
komposisi kepemilikan yang lebih besar lagi yaitu pemegang saham pertama memiliki 99,9%
saham
dan pemegang saham kedua memilki 0,1% saham. Kendali pemegang saham pertama sebagai
pemegang sayam mayoritas akan lebih besar lagi.

Anda mungkin juga menyukai