OLEH:
DR. AHMAD REDI, S.H., M.H
prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham pada perseroan terbatas atau
Separate Legal Entiity diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Pasal 3 ayat (1) UUPT
mengatur bahwa: “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.” Prinsip Separate
Legal Entity yaitu merupakan badan hukum yang memiliki identitas hukum
terpisah dari pemegang saham maupun pengurusnya yang hanya
bertanggungjawab sebatas aset atau nilai saham yang dimilikinya dalam modal
badan hukum itu. Prinsip ini juga mendefinisikan hak dan kewajiban suatu PT
terpisah dari hak dan kewajiban Pemegang Saham berikut pengurusnya dalam
hal PT yang bersangkutan mengalami kerugian.
3) Media pengumuman melalui surat kabar harian, situs Web Bursa Efek
dan Perusahaan.
d. Pemanggilan RUPS.
1) Pemanggilan RUPS kepada pemegang saham paling lambat 21 Hari
sebelum pelaksanaan RUPS.
2) Informasi Pemanggilan RUPS : tanggal, waktu dan tempat RUPS,
ketentuan pemegang saham yang berhak hadir, mata acara termasuk
penjelasan atas setiap mata acara rapat.
3) Media pemanggilan RUPS melalui surat kabar harian, situs Web Bursa
Efek dan Perusahaan.
e. Quorum.
1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili,
kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar.
2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
dapat diadakan pemanggilanRUPS kedua.
3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS
pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
4) RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam
RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar
menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
5) Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat
memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan
agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua
telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga
akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh
ketua pengadilan negeri.
7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) harisebelum RUPS kedua atau ketiga
dilangsungkan.
f. Pengambilan keputusan.
1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang
dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika
disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
3) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam
rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah
sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
4) Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diselenggarakan
RUPS kedua.
RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling
sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Pasal 61
Menurut Prof. Subekti, Wanprestasi terjadi jika salah satu pihak dalam perjanjian
tidak melaksanakan perjanjian, melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak
sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
dilakukan, serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan. Dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Wanprestasi dapat dinyatakan sebagai: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun
telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
8. Dalam hal apa Direksi dapat dimintakan tanggung jawab pribadinya atas
tugas pengurusan perusahaan?
Dalam Pasal 97 UU PT diatur:
Jadi, direksi bertanggung bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
10. Merujuk pada Pasal 97 ayat 6 dan ayat 7 UUPT, Apakah pihak ketiga (selain
pemegang saham) dapat menggugat Direksi yang diduga melakukan
ultravires?
Pihak ketiga tidak dapat menggugat direksi. Pasal 97 ayat (6( dan ayat (7)
UUPT mengatur:
a. Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi
yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada
Perseroan.
b. Gugatan oleh pemegang saham tidak mengurangi hak anggota Direksi lain
dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama
Perseroan.
12. Bagaimana tindakan direksi yang telah disetujui oleh seluruh pemegang
saham dan komisaris dan telah diberikan pembebasan dan pelepasan
(acquit et de charge) dari pemegang saham?
Acquit et de diartikan sebagai pelepasan tanggung jawab direksi dari tugasnya.
Pemberian Acquit et de charge dalam oleh para pemegang saham dan komisaris
maka para pemegang saham atau kuasanya secara musyawarah untuk mufakat
telah memutuskan menyetujui pembebasan tanggung jawab sepenuhnya
kepada pengurus atas tindakan pengurusannya yang telah dilakukan. Perlu
diperhatikan bahwa direksi menjalankan tugas dan kewenangan untuk
kepentingan perseroan terbatas dan bukan untuk kepentingan pemegang
saham, sesuai dengan doktrin piercing the corporate veil, dimana terdapat
batasan antara pemegang saham dengan kepentingan perseroan.
Business Judgement Rule diatur dalam Pasal 92 dan 97 UU PT, yaitu sebagai
berikut:
Pasal 92
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.
Pasal 97
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan
setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Directs atau lebih, tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota
Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak
anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan
gugatan atas nama Perseroan.
Apabila mencermati Pasal 92 dan Pasal 97 di atas, maka direksi tetap dapat
dilindungi prinsip Business Judgement Rule apabila kebijakan (keputusan)
yang diambilnya dipandang tepat walaupun kemungkinan perseroan
mengalami kerugian. Adapun ukuran kebijakan yang tepat yang diambil
direksi walaupun perseroan mengalami kerugian adalah didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang
dimana tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
anggaran dasar PT. Selain itu, didasarkan pada prinsip kehati-hatikan, itikat
baik, tidak menumbulkan benturang kepentingan serta tidak didasarkan
kepentingan pribadi direksi.
14. Bagaimana batas penerapan teori piercing the corporate veil dengan
membandingkan teori tersebut dengan teori bussiness judgment rules?
Prinsip Piercing the corporate veil dan prinsip bussiness judgment rules sangat
berkaitan. Bedanya Prinsip Piercing the corporate veil Pasal 3 ayat (2) UU PT
yang mengatur mengenai tanggung jawab pemegang saham, sedangkan prinsip
bussiness judgment rules sebagaimana diatur dalam Pasal 97 UUPT mengatur
mengenai tanggung jawab direksi.