Anda di halaman 1dari 18

TPA

Perseroan Terbatas, Persekutuan Perdata, Firma, CV,


Perkumpulan dan Yayasan.

Disusun oleh: Wimphry Suwignjo

Notaris dan PPAT Surabaya.

Disampaikan pada acara


Magang Bersama Pengwil INI Jawa Timur
Hotel Novotel Samator, Surabaya pada tanggal 25 Februari 2023.
Pengantar

Dengan mengucap puji syukur kehadirat YME, kita masih dapat berkumpul ditempat
ini dalam keadaan sehat walafiat tiada kurang suatu apapun juga.

Untuk kesekian kalinya, Pengurus Wilayah Jawa Timur Ikatan Notaris Indonesia
menyelenggarakan kegiatan Magang Bersama bagi Anggota Luar Biasa (ALB) yang
nantinya akan menjadi calon Notaris.

Bahasan dengan topik tentang Perseroan Terbatas tidak berupa pemaparan secara
teoritis saja tetapi termasuk pada praktek yang sering kita jumpai sehari-hari.
Materi yang akan saya sampaikan dalam waktu yang sangat singkat ini tentunya
tidak dapat mencakup semua pembahasan secara menyeluruh, namun demikian,
saya berharap paling tidak, kita akan menambah wawasan dan pengetahuan kita
didalam menjalankan jabatan sebagai notaris nantinya.

Akhir kata, saya sebagai manusia biasa serta keterbatasan pada pengalaman yang
minim, maka saya berharap, sekecil apapun pengetahuan yang saya sampaikan,
dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para Anggota Luar Biasa (calon
Notaris).

Surabaya, 25 Februari 2023.

Wimphry Suwignjo

Notaris-PPAT Surabaya.
Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-
Undang dan peraturan pelaksanaannya.

I. Ketentuan-ketentuan tentang Perseroan Terbatas.

Pendirian Perseroan.
Syarat Sahnya Pendirian Perseroan.

a. Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih;


Pengertian pendiri adalah orang-orang yang menurut hukum mengambil
bagian untuk mendirikan Perseroan dan dilakukan berdasarkan perjanjian,
hal ini ditegaskan dalam pasal 1 angka 1 UUPT 2007, “Perseroan adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, ....”
b. Pendirian Berbentuk Akta Notaris;
Syarat yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 secara tegas
menentukan bahwa pendirian perseroan harus dalam bentuk Akta Notaris.
Apabila tidak dalam bentuk Akta Notaris, maka akta pendirian tidak
memenuhi syarat sehingga berakibat tidak akan mendapatkan pengesahan
dari Menhukham.
c. Dibuat dalam Bahasa Indonesia;
Syarat ini juga secara tegas diatur dalam pasal 7 ayat (1) yang mengharuskan
akta dibuat dalam bahasa Indonesia.
d. Setiap Pendiri wajib mengambil bagian saham;
Syarat ini diatur dalam pasal 7 ayat (2) yang mewajibkan pendiri untuk
mengambil bagian saham dan apabila tidak mengambil bagian saham,
berakibat tidak akan mendapatkan pengesahan dari Menhukham.
e. Mendapat Pengesahan dari Menhukham.

Anggaran Dasar
Sedikit kita membahas mengenai Anggaran Dasar Perseroan diantaranya Anggaran
Dasar memuat sekurang-kurangnya adalah:

a. Nama dan Tempat Kedudukan Perseroan;


b. Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha Perseroan;
c. Jangka Waktu berdirinya Perseroan;
d. Besarnya Jumlah Modal Dasar dan Modal Disetor;
e. Jumlah saham dan klasifikasi saham;
f. Nama Jabatan dan jumlah Direksi dan Dewan Komisaris;
g. Penetapan tempat dan tata cara Penyelenggaraan RUPS;
h. Tata cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian anggota Direksi
dan Dewan Komisaris.
i. Tata cara Penggunaan laba dan Pembagian Deviden.

Perubahan Anggaran Dasar


Beberapa hal yang perlu dicermati diantaranya:

a. Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS. Sesuai degan ketentuan yang diatur


didalam pasal 88 ayat (1), RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat
dilangsungkan dan mengambil keputusan:
1. Paling sedikit dihadiri 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, atau diwakili dalam RUPS,
2. Keputusan RUPS atas perubahan Anggaran Dasar sah apabila disetujui
paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan
b. RUPS kedua untuk mengubah Anggaran Dasar dapat diselenggarakan apabila
RUPS pertama tidak mencapai kuorum kehadiran. Pasal 88 ayat (2) dan (3)
UUPT 2007 memberi kemungkinan untuk mengadakan RUPS kedua dengan
ketentuan:
1. Rapat paling sedikit 3/5 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara yang hadir dalam RUPS,
2. Keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan.

II. Modal dan Saham.


Modal Perseroan.

1. Struktur Modal Perseroan.


a. Modal Dasar adalah seluruh nilai nominal saham yang akan disebutkan
didalam Anggaran Dasar.
b. Modal Ditempatkan adalah merupakan salah satu struktur modal
Perseroan yang sudah diambil oleh Pendiri atau Pemegang saham paling
sedikit 25% dari Modal Dasar.
c. Modal Disetor adalah saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang
saham dan tidak dapat diangsur, sebagaimana diatur dalam
penjelasan pasal 33 ayat (3) UUPT 2007.
2. Penyetoran Saham Dalam Bentuk Lain diatur dalam pasal 34 ayat (1) UUPT
2007 yakni:
a. Dalam bentuk uang,
b. Dan/atau dalam bentuk lainnya.

Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan.

1. Perseroan Dapat Membeli Kembali (buy back) saham yang telah


dikeluarkan, dengan ketentuan:
a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih
Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan wajib yang disisihkan (pasal 37 ayat (1) a ).
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan
dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh
Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya langsung atau
tidak langsung dimiliki perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah modal
yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang undangan di bidang pasar modal.
2. Saham yang dibeli kembali, hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama
3 (tiga) tahun, ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan dapat
menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan
cara Pengurangan Modal.

Penambahan Modal.

Penambahan Modal menurut pasal 21 ayat (1) atau biasanya disebut Peningkatan
Modal dikatagorikan perubahan AD tertentu, harus berdasarkan Persetujuan RUPS
dan syarat-syarat RUPS serta mendapat persetujuan Menteri.

Pengurangan Modal.

Pengurangan Modal diatur didalam pasal 44 ayat (1) UUPT 2007, yang didalam
penjelasannya dijelaskan Pengurangan Modal adalah pengurangan modal dasar,
modal ditempatkan dan modal disetor yang dapat terjadi dengan cara menarik
kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan cara
menurunkan nilai saham.

Saham Perseroan

Saham merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu
Perseroan dan atas investasinya tersebut, pemegang saham bisa mendapatkan
keuntungan.

Bentuk dan Cara Pemindahan Hak Atas Saham.

Pemindahan Saham lazimnya sering terjadi didalam sebuah Perseroan manakala


pemegang saham membutuhkan uang atau sudah tidak ada kecocokan diantara para
pemegang saham.

Pemindahan saham dilakukan dengan cara:

a. Dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak. (pasal 56 ay 1)


1. Dapat dilakukan dalam bentuk Akta Notaris atau;
2. Akta Dibawah Tangan.
b. Akta atau Salinannya Disampaikan Secara Tertulis kepada Perseroan.
Penyampaian Akta Pemindahan Hak disampaikan secara tertulis kepada
Perseroan.
c. Direksi wajib Mencatat dan Memberitahukan Pemindahan Hak Atas Saham.
Sebagaimana telah dibawah diatas, Direksi wajib mencatat dalam Buku
Daftar Pemegang Saham dan wajib memberitahukan perubahan pemegang
saham tersebut kepada Menteri.

III. Rapat Umum Pemegang Saham.


Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ Perseroan yang sangat
penting sehingga Pemegang Saham dapat melakukan kontrol atas jalannya
kepengurusan Perseroan yang dilakukan oleh anggota Direksi.

a. Keberadaan dan Kewenangan RUPS.


RUPS merupakan organ Perseroan sebagaimana ternyata dari Pasal 1 ayat
(2): Organ Perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris sedangkan
kewenangan RUPS sebagaimana ternyata dari Pasal 1 ayat (4): RUPS adalah
Organ Perseroan yang mempunyai Kewenangan yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-
undang ini dan/atau anggaran dasar.

b. Tempat RUPS diadakan.


Tempat pelaksanaan RUPS harus secara jelas agar sah menurut hukum
dengan beberapa alternatif:
1. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan
2. RUPS diadakan di tempat Perseroan melakukan Kegiatan Usaha
Utamanya.
3. RUPS Perseroan Terbuka dapat dilangsungkan dengan alternatif:
a. diadakan di tempat kedudukan Perseroan
b. diadakan di tempat Perseroan melakukan Kegiatan Usaha Utamanya.
c. diadakan di tempat Kedudukan Bursa
4. Dimungkinkan mengadakan RUPS dimanapun.
Hal ini dimungkinkan namun dengan syarat:
a. RUPS dihadiri dan/atau diwakili semua pemegang saham;
b. Semua pemegang saham setuju;
c. Agenda RUPS yang disetujui harus tertentu;
d. Tempat RUPS harus di wilayah Republik Indonesia.

c. Penyelenggaraan RUPS.
1. Bentuk RUPS:
a. RUPS Tahunan yang sifatnya wajib diadakan setiap tahun dan paling
lambat diselenggarakan paling lambat 6 bulan setelah tahun buku
berakhir (pasal 78 ay 2).
b. RUPS Luar Biasa yang dapat dilaksanakan setiap waktu tergantung
kebutuhan dan kepentingan Perseroan.
2. Penyelenggara RUPS.
Pada umumnya yang berwenang menyelenggarakan RUPS adalah atas
inisiatif dari Direksi Perseroan (pasal 79 ay 1), namun demikian dapat
dimungkinkan RUPS LB dilakukan atas permintaan:
a. Yang berhak Meminta dilakukan RUPS:
1. Seorang atau lebih Pemegang Saham yang mewakili satu
persepuluh jumlah saham dengan hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
2. Dewan Komisaris
b. Bentuk dan Alasan Permintaan:
1. Bentuk permintaan diajukan dengan Surat Tercatat.
2. Diajukan ke Direksi dengan tembusan ke Dewan Komisaris;
3. Disertai dengan alasannya.
c. Direksi wajib Mengadakan RUPS yang diminta.
Atas permintaan tersebut, Direksi wajib menyelenggarakan paling
lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan diterima Direksi.
d. Direksi tidak melakukan Pemanggilan RUPS yang Diminta.
Bila Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka permintaan
dapat diajukan kembali kepada Dewan Komisaris atau apabila yang
meminta kepada Direksi adalah Dewan Komisaris maka Dewan
Komisaris dapat melakukan pemanggilan sendiri RUPS tersebut.

d. Pengambilan Keputusan Diluar RUPS. (pasal 91)


Pemegang Saham dapat mengambil keputusan yang mengikat diluar RUPS
(circulation resolution) yang dilakukan Pemegang Saham secara formil.
Cara pengambilan keputusan diluar RUPS dilakukan dengan cara:
1. Mengirim secara tertulis tentang usul yang akan diputuskan kepada
semua pemegang saham dan
2. Usul tersebut harus disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang
saham.

Keputusan Diluar RUPS tersebut yang telah disetujui oleh seluruh pemegang
saham merupakan keputusan yang mengikat dan mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan keputusan RUPS biasa.

IV. Direksi.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Direksi termasuk organ dari
perseroan.
A. Direksi salah satu organ Perseroan.
Sebagai organ Perseroan, Direksi mempunyai kedudukan, kewenangan dan
kewajiban sebagai berikut:
1. Direksi Menjalankan Pengurusan Perseroan. Tugas Direksi menyangkut
administrasi, mengelola maupun memelihara kekayaan Perseroan.
2. Direksi Memiliki Kapasitas Mewakili Perseroan.
Direksi mewakili Perseroan baik didalam maupun diluar Pengadilan untuk
dan atas nama Perseroan.

B. Pengangkatan Anggota Direksi.


1. Jumlah Direksi untuk Perseroan yang bersifat Umum tergantung pada
kegiatan usaha Perseroan, bisa saja 1 orang saja, undang-undang tidak
membatasi jumlah Direksi tersebut, bisa saja lebih dari 1 orang tetapi
minimal 1 orang.
2. Untuk menjadi anggota Direksi, Undang-undang hanya mensyaratkan:
Orang perseorangan yang cakap melakukan Perbuatan Hukum (bevoegd)
dalam arti telah mencapai usia 21 tahun dan tidak ditaruh dibawah
Pengampuan.
3. Tidak disyaratkan harus Pemegang saham.
4. Direksi tidak boleh diangkat bila dalam 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan pernah:
a. Dinyatakan pailit;
b. Menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan Pailit;
c. Dihukum melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Pemenuhan persyaratan tersebut dibuktikan dengan Surat yang
disimpan oleh Perseroan. (pasal 93 ay 3)
5. Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
a. Kewenangan untuk pengangkatan Direksi bersifat memaksa
(dwingenrecht), bahkan kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan
kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain.
Namun demikian, untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi
dilakukan oleh Pendiri dalam akta pendirian.
b. Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 94 ayat (3) menentukan bahwa anggota Direksi diangkat untuk
jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
Mengenai Jangka waktu, bisa saja 3, 5, 10 atau bahkan 20 tahun
namun tidak boleh tanpa batas waktu.

C. Kewajiban & Tanggung Jawab Direksi.


1. Wajib bertanggung jawab untuk mengurus Perseroan.
2. Wajib menjalankan pengurusan dengan itikat baik
3. Tanggung jawab anggota Direksi atas kerugian pengurusan Perseroan.
4. Pemegang saham dapat mengajukan gugatan terhadap anggota Direksi.

D. Kewajiban Administrasi dan Yuridis Direksi


1. Kewajiban membuat Daftar yang terdiri atas Daftar Pemegang Saham
dan Daftar khusus.
Daftar Pemegang Saham sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan alamat pemegang saham.
b. Jumlah, nomer, tanggal perolehan saham
c. Jumlah yang disetor atas setiap pemegang saham.
d. Nama dan alamat dari perorangan atau badan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan
fidusia saham.
e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain (pasal 34 ayat)
Daftar khusus memuat keterangan tentang:
a. Saham yg dimiliki oleh anggota Direksi dan Komisaris
b. Melakukan pencatatan atas perubahan kepemilikan saham.
2. Kewajiban Membuat Risalah RUPS dan Risalah Rapat Direksi.
a. Apabila RUPS dibuat sendiri, maka harus ditandatangani oleh
Ketua Rapat ditambah paling sedikit 1 (satu) orang pemegang
saham yang ditunjuk dari peserta RUPS.
b. Apabila risalah RUPS dibuat dengan akta Notaris, maka tidak
disyaratkan tandatangan.
3. Kewajiban Membuat Laporan Tahunan.
4. Kewajiban Direksi memelihara dan menyimpan Dokumen.
5. Kewajiban Direksi memberi izin memeriksa Dokumen.
6. Kewajiban melaporkan saham yang dimiliki anggota Direksi.
7. Kewajiban Yuridis meminta Persetujuan RUPS atas Pengalihan
atau Penggunaan Kekayaan Perseroan. Kewajiban ini tidak berlaku
apabila dilakukan karena Pelaksanaan Kegiatan Usaha.

E. Hak Direksi memberi Kuasa.


Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 orang karyawan Perseroan
atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan
perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa,
Demikian bunyi pasal 103 UUPT 2007.
Dalam penjelasannya disebutkan, yang dimaksud kuasa adalah kuasa
khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat
kuasa, hal ini ditegaskan dalam penjelasan pasal 103:
Yang dimaksud “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu
sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.

F. Pemberhentian Anggota Direksi.


Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan
RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pemberhentian Anggota Direksi tanpa menyebutkan alasan, bertentangan
dengan hukum dan undang-undang serta dianggap cacat hukum dan anggota
Direksi diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan.
Apabila anggota Direksi tersebut tidak keberatan, maka kesempatan
membela diri tersebut tidak diperlukan.
Pemberhentian Anggota Direksi harus melalui RUPSLB yang khusus
membicarakan, diantaranya pemberhentian anggota Direksi dan tidak dapat
digabung dengan RUPS Tahunan.
Dewan Komisaris dapat pula memberhentikan sementara anggota Direksi
sebagaimana diatur dalam pasal 106 UUPT 2007. Hal ini dilakukan oleh
Dewan Komisaris dengan alasan untuk menggantikan Direksi oleh RUPS
memerlukan waktu sedangkan kepentingan Perseroan tidak dapat ditunda,
sehingga jika seorang atau lebih Direksi melakukan kesalahan/pelanggaran,
sangat beralasan untuk menghindari kerugian yang lebih besar dari
Perseroan.
Penghentian sementara tersebut harus disertai alasan dan wajib
diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara
tersebut, wajib diselenggarakan RUPS. Apabila dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari telah lewat dan RUPS tidak diselenggarakan, maka menurut
hukum keputusan pemberhentian sementara menjadi batal dan anggota
Direksi tersebut dipulihkan kepada hak dan keadaan semula.

V. Dewan Komisaris.

1. Tugas dan wewenang Dewan Komisaris.


Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran
dasar serta memberi nasehat kepada Direksi, demikian bunyi pasal 1 angka 6
UUPT 2007.
2. Dewan Komisaris merupakan Majelis.
Berbeda dengan Undang-undang atau peraturan-peraturan sebelumnya,
Dewan Komisaris harus bertindak bersama-sama, hal ini dapat dilihat dalam
ketentuan pasal 108 ayat (4) yang diantaranya mengatakan, setiap anggota
Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan
tugas Dewan Komisaris.
3. Kewenangan Dewan Komisaris memberi persetujuan atau bantuan.
Dalam anggaran dasar dapatditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan
Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan tertentu.
Persetujuan tersebut dapat berupa persetujuan tertulis dari Dewan
Komisaris.
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud bukan
merupakan tindakan pengurusan (penjelasan pasal 117)

Dalam hal AD menetapkan Pemberian Persetujuan sebagaimana dimaksud


ayat (1), tanpa persetujuanpun, perbuatan hukum Direksi tersebut tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum
tersebut beritikat baik (pasal 117 ay 2).

Apakah Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan?


Dapat, apabila Direksi tidak ada sebagaimana dimaksud dalam :
1. Pasal 99 ayat (2) huruf b yakni Dewan Komisaris dalam hal seluruh
anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
2. Pasal 107 huruf c yakni pihak yang berwenang menjalankan pengurusan
dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan
atau diberhentikan untuk sementara.

Didalam Pasal 119 mengatur tentang pemberhentian anggota Dewan Komisaris,


pemberhentian tersebut secara mutatis mutandis seperti pemberhentian anggota
Direksi, dapat dilakukan sewaktu- waktu oleh RUPS dan bersifat tetap.

VI . Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan & Pemisahan.


Pasal 122 UUPT tahun 2007 mengatur tentang hal tersebut diatas, istilah
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan & Pemisahan mempunyai pengertian
dan makna yang sulit tentang definisinya, namun demikian, demi menyingkat
waktu, saya hanya sedikit membahas beberapa hal saja yakni diantaranya:

Penggabungan.

Pengertian Penggabungan adalah: perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu


Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum. (Pasal 1 angka 9 UUPT 2007).

Penggabungan merupakan merger dari 2 Perseroan atau lebih kedalam satu


Perseroan dan Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar
karena hukum.

Peleburan.

Pengertian Peleburan adalah: perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan
atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri
dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
(Pasal 1 angka 10 UUPT 2007).

Pengambilalihan.

Pengertian Pengambilalihan adalah: perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan


hukum atau perorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. (Pasal 1 angka 11
UUPT 2007).

Pengambilalihan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian harus diperhatikan


syarat-syaratnya terutama untuk kepentingan pihak lainnya. Perhatikan ketentuan
yang diatur dalam pasal 127 UUPT 2007 dan syarat-syarat lainnya.

Pemisahan.

Pengertian Pemisahan adalah: perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan


untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan
beralih karena hukum kepada dua atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva
Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.

Persekutuan Perdata (Maatschap)

Maatschap atau yang lebih dikenal sebagai persekutuan perdata diatur dalam pasal
1618 hingga pasal 1652 KUHPer dan diartikan sebagai berikut:
“Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud
untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”

Maatschap atau Persekutuan Perdata adalah kumpulan dari orang-orang yang


biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan
menggunakan nama bersama.
Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer
(Comanditaire Venotschap). 
Aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada dasarnya sama, namun ada hal-hal yang
membedakan di antara ketiganya.

Maatschap mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh Firma dan CV yakni:
Maatschap merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki profesi yang
sama.
Biasanya kantor Akuntan misalnya, maka para sekutunya harusnya hanya orang-
orang yang berprofesi sebagai Akuntan saja demikian pula dengan kantor Pengacara
dan lain-lainnya.

Didalam Maatschap para sekutu masing-masing bersifat independen, artinya,


masing-masing sekutu berhak untuk bertindak keluar dan melakukan perbuatan
hukum atas nama dirinya sendiri, khususnya untuk tindakan pengurusan sepanjang
hal tersebut tidak dilarang dalam anggaran dasarnya. Pembatasan tindakan keluar
tersebut biasanya mengacu pada perbuatan yang bersifat kepemilikan, ataupun yang
berarti Maatschap tersebut dengan suatu hutang atau kewajiban tertentu.
Para sekutu Maatschap diwajibkan untuk berkontribusi bagi kepentingan Maatschap
tersebut. “Kontribusi” ini dalam istilah hukumnya disebut “inbreng”.
Para sekutu dapat berkontribusi dalam berbagai bentuk, yaitu uang, barang, good
will, dan know how. Good Will itu sendiri bisa berupa apa saja, seperti: pangsa pasar
yang luas, jaringan, relasi, ataupun Merek (brand image). Sedangkan Know
how bisa berupa keahlian di bidang tertentu, seperti: dalam Maatschap Kantor
Hukum, bisa berupa keahlian di bidang penanganan khusus.

Syarat pendirian suatu Maatschap, sama dengan Firma ataupun CV, yaitu harus
didirikan oleh paling sedikit oleh 2 orang berdasarkan pejanjian dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Para sekutu dapat memasukkan sesuatu, disini dapat diartikan dalam arti luas,
yaitu bisa berupa uang atau juga bisa berupa barang-barang lain, ataupun kerajinan
yang dimasukkan kedalam persekutuan sebagai kontribusi dari anggota atau mitra
yang bersangkutan. ‘kerajinan’ yang dimaksud juga bisa berupa tenaga atau
ketrampilan yang dimasukkan kedalam persekutuan karena hal ini merupakan
syarat mutlak bagi terbentuknya maatschap.

Pendirian maatschap dapat didirikan melalui perjanjian sederhana, dan tanpa


pengajuan formal, atau tidak diperlukan adanya persetujuan pemerintah.
Hal ini dapat dilakukan secara lisan, namun tidak menutup kemungkinan juga bila
ingin dilakukan dengan akta pendirian yang dibuat secara otentik. Maatschap
biasanya bertindak di bawah nama para anggota atau mitranya, meskipun ini bukan
merupakan persyaratan hukum.

Tanggung jawab maatschap, dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu tanggung jawab
intern para sekutu, dan tanggung jawab ekstern terhadap pihak ketiga. Untuk yang
pertama (intern), maka para sekutu dapat menunjuk salah seorang diantara mereka
atau pihak ketiga untuk menjadi Pengurus Maatschap guna melakukan semua
tindakan kepengurusan atas nama maatschap (pasal 1637 KUHPer). Bila tidak
dijanjikan demikian, maka setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah
memberikan kuasa, supaya yang satu melakukan pengurusan terhadap yang lain,
bertindak atas nama maatschap dan atas nama mereka (pasal 1639 KUHPer). Untuk
yang kedua (ekstern), dalam pasal 1642 KUHPer dinyatakan bahwa “para sekutu
tidaklah terikat masing-masing untuk seluruh utang maatschap dan masing-masing
mitra tidak bisa mengikat mitra lainnya apabila mereka tidak telah memberikan
kuasa kepadanya untuk itu.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan, kecuali dibatasi secara tegas dalam
perjanjian, maka setiap sekutu berhak untuk bertindak atas nama persekutuan dan
mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap sekutu,
dengan catatan diberikan hak khusus bagi sekutu yang tidak setuju untuk
dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut untuk mengajukan keberatan pada
waktu yang telah ditentukan sehingga terbebas dari tanggung jawab atas tindakan
tersebut.

Pembagian keuntungan dan kerugian, para sekutu bebas untuk menentukan


bagaimana keuntungan maatschap akan dibagikan diantara mereka. Apabila hal ini
tidak diatur, maka keuntungan atau kerugian akan dibagikan seimbang menurut
kontribusi setiap sekutu dan sekutu yang hanya mengkontribusikan ketrampilan,
jerih payah, akan memperoleh keuntungan atau kerugian yang sama dengan sekutu
yang kontribusinya paling kecil baik dalam hal uang maupun barang (pasal 1635
KUHPer).
Perlu dicatat disini bahwa suatu janji untuk memberikan seluruh keuntungan pada
salah seorang sekutu adalah batal, namun sebaliknya, janji yang mengatakan bahwa
seluruh kerugian akan ditanggung oleh salah seorang sekutu adalah diperbolehkan.

Berakhirnya maatschap diatur dalam pasal 1646 KUHPer, suatu maatschap dengan
sendirinya bubar bila terjadi salah satu dari peristiwa dibawah ini:
1. dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan;
2. dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
persekutuan;
3. atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu;
4.  jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampuan.

Bila maatschap bubar, maka harta kekayaan maatschap akan dibagi kepada anggota
maatschap berdasarkan perjanjian terdahulu, setelah dikurangi utang-utang
terhadap pihak ketiga.

Firma (Fa)
Persekutuan Firma adalah kaitan atau hubungan yuridis yang timbul dari perjanjian
sukarela antara beberapa pihak yang bersangkutan, baik secara lisan, maupun
tertulis atau tersirat dari tindakan pribadi sekutu bersangkutan.
Pengertian Firma menurut Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang bahwa
“Perseroan Firma adalah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan
suatu perusahaan di bawah satu nama bersama.”
Firma (Fa) adalah suatu persekutuan antara dua orang atau lebih yang menjalankan
badan usaha dengan nama bersama dengan tujuan untuk membagi hasil atau
keuntungan yang diperoleh dari persekutuan tersebut.
Dalam mendirikan firma memiliki anggota paling sedikit dua orang dan semua
anggota memiliki tanggung jawab terhadap perusahaan dan menyerahkan kekayaan
pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian Firma. Apabila bangkrut semua
anggota harus bertanggung jawab sampai harta milik pribadi ikut dipertanggungkan.
Persekutuan firma bukan merupakan Badan Hukum oleh karena persekutuan firma
tidak memenuhi syarat untuk menjadi badan hukum. Adapun syarat sebuah
persekutuan disebut badan hukum apabila kekayaan perusahaan terpisah dari
kekayaan pribadi dan mendapatkan mempunyai peraturan resmi atau husus oleh
pemerintah.
Sedangkan persekutuan firma, kekayaan persekutuan dengan kekayaan pribadi tidak
terpisah dan tidak ada undang-undang khusus yang mengatur mengenai firma. Oleh
karena itu dalam mendirikan persekutuan firma tidak ada keharusan untuk
mengesahkan akta pendirian oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Persekutuan komanditer (CV)

Persekutuan komanditer biasanya didirikan dengan akta dan harus didaftarkan Ke


Pengadilan Negeri ditempat kedudukan CV tersebut. Namun demikian persekutuan
ini bukan merupakan badan hukum, sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.
Berdasarkan Permenkumham nomor 17 Tahun 2018, tentang Pendaftaran
Persekutuan Komanditer , Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata, maka
Pendaftaran di Pengadilan Negeri sudah tidak diperlukan lagi.

Sekutu bertanggung jawab keluar yang biasanya disebut Direktur adalah sekutu
kerja atau sekutu komplementer (Pasal 19 KUH Dagang). Salah satu atau beberapa
anggota bertangungjawab secara tidak terbatas dan anggota lain bertanggung jawab
secara terbatas terhadap hutang.

Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer adalah sekutu yang hanya menyertakan modal
dalam persekutuan. Apabila perseroan menderita rugi, mereka hanya bertanggung
jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka
memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu
Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu
perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan
itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan
usaha perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.

Didalam KUH Dagang tidak ada aturan tentang pendirian, pendaftaran, maupun
pengumumannya, sehingga persekutuan komanditer dapat diadakan berdasarkan
perjanjian dengan lisan atau sepakat para pihak saja (Pasal 22 KUH Dagang). Dalam
praktik di Indonesia untuk mendirikan persekutuan komanditer dengan dibuatkan
akta pendirian/berdasarkan akta notaris, sebelum berlakunya Permenkumham
nomor 17 Tahun 2018, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
berwenang.

Kelebihan Persekutuan Komanditer diantaranya:

- Mudah proses pendiriannya.


- Dari segi kepemimpinan, persekutuan komanditer relatif lebih baik.
- Sebagai tempat untuk menanamkan modal, persekutuan komanditer
cenderung lebih baik, karena bagi sekutu diam akan lebih mudah
untuk menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya.

Kekurangan Persekutuan Komanditer diantaranya:

- Kelangsungan hidup tidak menentu, karena banyak tergantung dari


sekutu aktif yang bertindak sebagai pemimpin persekutuan.
- Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas
mengendorkan semangat mereka untuk memajukan perusahaan jika
dibandingkan dengan sekutu-sekutu pada persekutuan firma.
Perkumpulan

Pengaturan mengenai badan hukum perkumpulan selama ini sangat sedikit sekali
yaitu dalam Staatsblad 1870 No. 64 dan KUHPerdata (KUHPer) Buku III Bab IX.

Beberapa istilah lain untuk Perkumpulan adalah Perhimpunan, Ikatan, Paguyuban,


Asosiasi ataupun Perserikatan.

Untuk pendirian Perkumpulan tidak diatur, namun demikian didalam praktik untuk
pendirian Perkumpulan dilakukan dengan akta Partij dan Badan Hukum
Perkumpulan didirikan dengan memenuhi persyaratan diantaranya adalah sebagai
berikut:

1. Akta Pendirian yang dibuat dihadapan Notaris yang memuat Anggaran


Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
2. Program kerja;
3. Tempat Kedudukan;
4. Memiliki NPWP atas nama Perkumpulan; dan

Pengesahan sebagai Badan Hukum Perkumpulan dapat dilakukan sebagaimana


diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI nomor 3 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.

Masing-masing anggota Perkumpulan mempunyai hak dan kewajiban terhadap


perkumpulan, hal ini berbeda dengan Yayasan yang tidak mempunyai anggota.

Sedangkan didalam RUU Perkumpulan mensyaratkan adanya Rapat Umum


Anggota, Badan Pengurus, Badan Pengawas. Sehingga untuk pendirian Perkumpulan
paling tidak harus mempunyai organ Pengurus dan Rapat Umum Anggota.
 

Jadi, untuk sebuah perkumpulan menjadi berbadan hukum, harus mendapatkan


pengesahan dari pejabat yang berwenang terlebih dahulu. Pada saat ini, pengesahan
perkumpulan berbadan hukum diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Setelah
mendapat pengesahan Menteri Hukum dan HAM, maka dilakukan pengumuman di
Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).
 

Peraturan tentang syarat-syarat pendaftaran dan jangka waktu pendaftaran


perkumpulan menjadi berbadan hukum tidak diatur secara jelas. Namun Irma
Devita, seorang notaris, pernah berpendapat bahwa karena perkumpulan berbadan
hukum harus mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, maka proses
pengesahannya tidak jauh berbeda dengan pendirian Yayasan. Irma selanjutnya
menyarankan agar akta pendirian perkumpulan merujuk pada anggaran dasar
Yayasan. Hal ini diungkapkannya dalam bukunya yang berjudul “Panduan Lengkap
Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mendirikan Badan
Usaha.”
Yayasan
Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dalam mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan.
 
Persyaratan Mendirikan Yayasan yaitu pendirian yayasan harus dengan akta
notaris yang selanjutnya dilakukan permohonan pengesahan kepada Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta diumumkan di dalam Berita
Negara Republik Indonesia (BNRI). 
Dalam UU Yayasan, menentukan bahwa organ yayasan terdiri atas Pembina,
Pengurus dan Pengawas.
 
1. PEMBINA YAYASAN.

Organ pembina yayasan diciptakan sebagai pengganti dari pendiri. Hal ini
disebabkan di dalam kenyataannya nanti, pendiri yayasan pada suatu saat tidak ada
sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia atau mengundurkan
diri. Organ pembina bertujuan untuk menghindarkan hal hal yang mengakibatkan
yayasan beralih dari tujuannya.
Dalam hal karena sebab apa pun yayasan tidak lagi memiliki pembina, paling lambat
30 hari setelah keadaan itu terjadi, harus diadakan rapat gabungan anggota
pengurus dan anggota pengawas untuk mengangkat pembina yang akan mengisi
kekosongan yang terjadi.
 
 
2. PENGURUS YAYASAN.

Pengurus yayasan adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.


Pengurus yayasan tidak diperkenankan untuk merangkap jabatan sebagai pembina
dan pengawas sekaligus. Larangan perangkapan jabatan ini dimaksudkan agar
menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab
antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak yang lain.
 
Pengurus yayasan diangkat oleh pembina dengan berdasarkan pada keputuasan
rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 kali masa jabatan. Pengangkatan, penggantian dan pemberhentian pengurus
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam anggaran dasar
yayasan. Pengurus dapat diganti setiap saat sebelum masa jabatannya berakhir, jika
dinilai oleh pembina ia melakukan tindakan yang merugikan yayasan. Penggantian
pengurus harus diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM (Hak Asasi
Manusia) paling lambat 30 hari setelah dilakukannya penggantian pengurus.
 
3. PENGAWAS YAYASAN.

Pengawas yayasan adalah organ dari masing masing yayasan. UU mengatur adanya
suatu badan pengawas atau pengawas di dalam suatu yayasan, yang bersifat internal
yayasan itu sendiri. Pengawas mengawasi serta memberi nasihat kepada pengurus.
Pengawas tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus sekaligus.
 
Pengawas yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat pembina, sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar.
Pengawas dapat memberhentikan pengurus untuk sementara, dengan
mengemukakan alasan-alasan atas pemberhentian dan melaporkan di dalam jangka
waktu yang ditetapkan kepada pembina. Pembina akan menentukan apakah
pengurus diberhentikan secara tetap atau justru pemberhentian dibatalkan.
 
4. PERMODALAN YAYASAN.

Dalam ketentuan Pasal 26 UU Yayasan diatur mengenai kekayaan Yayasan.


Kekayaan yayasan dapat berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan di dalam
bentuk uang atau barang. Selain kekayaan tersebut, kekayaan yayasan dapat
diperoleh juga dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah
wasiat dan perolehan lainnya yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar
yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Yang dimaksud dengan “sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat” adalah
sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik itu dari negara,
masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 
Namun, menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 (PP
Yayasan), ditetapkan kekayaan awal dari yayasan, sebagai berikut :
1. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia, berasal dari
pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp 10.000.000.
2. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing
bersama orang Indonesia, yang berasal dari pemisah harta kekayaan pribadi
pendiri, paling sedikit senilai Rp 100.000.000.
 
 
5. PERPAJAKAN YAYASAN.

Pengaturan perpajakan pada yayasan berbeda dengan pengaturan pajak pada badan
usaha lainnya. Yayasan memperoleh pendapatan dari berbagai sumber, sumber
utama pendapatan dari yayasan berasal dari sumbangan para donatur. Pendapatan
lain yang didapat dari yayasan berasal dari usaha yayasan itu sendiri.
 
SE Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.4/1995 mengatur bahwa yang bukan merupakan
objek pajak yaitu sebagai berikut :
1. Bantuan, sumbangan, harta hibahan sepanjang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan, usaha, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi
dengan pihak yang menerima. Jika bantuan, sumbangan dan harta hibaan
tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut
harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak
yang memberikan.
2. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi
sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia.
3. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai