Anda di halaman 1dari 76

WORKSHOP UNDANG-UNDANG UNDANGNO.

40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS


Oleh: Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., .M.S.

PRIMA CONSULTING GROUP SURABAYA

KETENTUAN ORGAN PERSEROAN

KETENTUAN ORGAN PERSEROAN


PENGANTAR  Undang-undang No. 40 tahun 2007 telah diundangkan Undangtanggal 16 Agustus 2007 dan berlaku sejak tanggal diundangkan seperti halnya dengan Undang-undang No. Undang1 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris  RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UndangUndang-Undang tentang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar (Pasal 1 angka 4 UU No. 40/2007).


KETENTUAN ORGAN PERSEROAN


Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (pasal 1 angka 5 UU No. 40/2007);  Dewan Komisaris adalah Organ Persrroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi (pasal 1 angka 6 UU No. 40/2007)


RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


Kata tertinggi dalam pengertian RUPS telah dihapus karena dalam praktek sering disalahtarfsirkan 2. RUPS adalah forum Pemegang Saham untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan (Pasal 75 ayat (2) UU No. 40/2007) 3. Ketentuan mengenai RUPS pada umumnya masih sama dengan ketentuan dalam UU No. 1/1995 kecuali beberapa hal yang ditambah agar lebih jelas
1.

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


4. Pada prinsipnya setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali saham tanpa hak suara, tetapi hal ini tidak berlaku bagi sahamsaham-saham tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) UU yaitu saham Perseroan yang dikeluarkan sendiri Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung atau saham Perseroan yang dikuasai Perseroan lain secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan
6

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


5. Kuorum dan keputusan RUPS untuk perubahan anggaran dasar. dasar. Pada rapat pertama adalah sama dengan yang diatur dalam Pasal 75 UU No. 1/1995. Kuorum dan keputusan No. 1995. rapat kedua diubah menjadi 3/5 (tiga per lima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak hadir atau diwakili dan keputusannya paling sedikit disetujui 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan (pasal 88 UU). UU). Sedangkan RUPS yang ketiga kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri 6. Kuorum dan keputusan RUPS untuk Pasal 76 UU No. 1/1995 No. mengenai penggabungan, peleburan, pemisahan, kepailitan Perseroan, perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan dan pembubaran Perseroan juga diubah dengan dimungkinkan RUPS kedua dan ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU. UU.

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


7. Selain penyelenggaraan RUPS seperti yang diatur dalam UU No. 1/1995, pasal 77 UU No. 40/207 No. 1995, No. 40/ mengatur kemungkinan penyelenggaraan RUPS melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat dengan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam UU dan/atau anggaran dasar Perseroan

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


8. Pemanggilan RUPS selain dengan Surat Tercatat dimungkinkan dengan iklan dalam surat kabar (Pasal 82 ayat 2) 9. Penyelenggaran RUPS dapat dilakukan atas permintaan a. 1 (satu) orang atau lebih Pemegang Saham yang bersamabersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau b. Dewan Komisaris
9

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


1. 2.

3.

Pada umumnya sama dengan UU PT; Persyaratan yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi secara umum sama dengan Pasal 79 ayat (3) UU PT hanya ditambahkan tidak hanya dihukum karena merugikan keuangan negara tetapi juga yang berkaitan dengan sektor keuangan (Pasal 93 UU PT); Selain itu dimungkinkan adanya persyaratan tambahan yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang;
10

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


4.

5.

Apabila anggota Direksi yang diangkat di kemudian hari diketahui tidak memenuhi persyaratan yang diharuskan maka pengangkatan tersebut batal karena hukum sejak saat diketahui dan kebatalan tersebut harus diumumkan dalam surat kabar dan diberitahukan kepada Menteri (Pasal 95 ayat (2)) Penegasan kapan mulai efektif berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi perlu ditegaskan dalam keputusan RUPS; Kalau RUPS tidak menegaskan maka oleh Pasal 94 ayat (6) UUPT ditentukan berlaku sejak ditutupnya RUPS;

11

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


6.

7.

Kewajiban pemberitahuan kepada Menteri apabila terjadi pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi adalah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut dan apabila tidak dilaksanakan maka Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam Daftar Perseroan; Perseroan; Tanggung jawab Direksi terhadap pengurusan Perseroan yang diatur dalam Pasal 82 dan Pasal 85 UU PT No. 1/1995 telah dipertegas dan dirinci lebih No. lanjut dan dalam Pasal 97 UU No. 40/2007 anggota No. 40/ Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan bahwa: bahwa:
12

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


a. kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai kehatidengan maksud dan tujuan Perseroan c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya tersebut

13

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS




Demikian pula tanggung jawab Direksi dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan telah diubah, dalam Pasal 104 UU No. No. 40/ 40/2007 asal Direksi dapat membuktikan. membuktikan.

14

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


8. Ketentuan Pasal 88 UU PT No. 1/1995 mengenai No. tindakan Direksi yang wajib minta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan Perseroan yang sejak diundangkan menimbulkan pertanyaan dan penafsiran yang berbeda telah diubah dengan Pasal 102 UU PT. PT. Ketentuan seluruh atau sebagian besar kekayaan Perseroan tidak digunakan lagi diubah menjadi kekayaan Perseroan yang merupakan lebih dari 50% 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu atau lebih transaksi baik yang berkaitan satu sama lain atau tidak. tidak.
15

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


Secara keseluruhan pasal 102 adalah sebagai berikut: (1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan dengan satu sama lain maupun tidak
a.
16

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


(2) Transaksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
17

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS


(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. (5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
18

DEWAN KOMISARIS
1.

2.

Pada prinsipnya sama dengan UUP PT hanya istilahnya untuk organ Dewan Komisaris dan untuk perseorangan komisaris adalah anggota Dewan Komisaris; Khusus bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas ahli syariah yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia;
19

DEWAN KOMISARIS
3.

4.

Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris telah disempurnakan; Tanggung jawab anggota Dewan Komisaris apabila Perseroan mengalami kerugian atau dalam hal terjadi kepailitan Perseroan karena kesalahan atau kelalaian anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas pengawasan, UU PT No. 1/1995 tidak mengatur namun dalam UU No. 20/2007 telah diatur dan pelepasan tanggung jawab asal dapat membuktikan (Pasal 114 dan Pasal 115).
20

DEWAN KOMISARIS
5.

UU No. 40/2007 telah membuka kemungkinan No. 40/ diangkatnya Komisaris Independen yang diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan dan Komisaris Utusan yang merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan Rapat Dewan Komisaris. Komisaris Komisaris. Utusan ini sebenarnya sudah lama dikenal dan dapat dipersamakan dengan Complience Director Director dalam dunia perbankan. Apabila ada perbankan. Komisaris Utusan tugas dan wewenangnya diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Perseroan.
21

PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN DAN PEMISAHAN SESUAI UUPT

22

Penggabungan
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya Perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. bubar.

23

Penggabungan
Dari ketiga definisi tersebut diatas terlihat bahwa UUPT hendak menekankan adanya 3 (tiga) unsur utama dalam Penggabungan yaitu: 1. Perbuatan hukum menggabungkan diri 1 (satu) atau lebih Perseroan dengan Perseroan lain yang telah ada; 2. Beralihnya karena hukum aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri kepada Perseroan yang menerima penggabungan; 3. Berakhirnya karena hukum status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri
24

Penggabungan
 

Adapun yang dimaksud dengan beralihnya karena hukum aktiva dan pasiva. adalah peralihan karena title umum (onder (onder algemene title) sehingga untuk pencatatan title) balik nama aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan diri keatas nama Perseroan yang menerima Penggabungan, tidak diperlukan lagi adanya akta pengalihan hak untuk aktiva, atau pengambilalihan hutang atau novasi atas pasiva.
25

Penggabungan
 

Sebagaimana halnya peralihan BOEDEL karena Pewarisan. Yang dimaksudkan dengan berakhinya karena hukum status badan hukum dari Perseroan yang menggabungkan diri: Adalah untuk menegaskan bahwa Perseroan yang menggabungkan diri tersebut menjadi berakhir statusnya sebagai badan hukum dalam lalu lintas hukum (ophoudt tebestaan) (ophoudt tebestaan) tanpa memerlukan tindakan hukum pembubaran dan/atau likuidasi Perseroan. dan/atau
26

Peleburan (Konsolidasi)
Pengertian Peleburan (Konsolidasi) Pasal 1 butir 10 UUPT Peleburan:  Adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseoran baru yang karena hukum memperoleh Aktiva dan Pasiva dari Perseoran yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
27

Peleburan (Konsolidasi)
Menurut Pasal 1 butir 2 PP 27/1988: Peleburan:  Adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu Perseroan baru dan masingmasingmasing Perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar. Menurut Pasal 1 butir 3 PP 28/1999: Konsolidasi:  Adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan membubarkan Bank-bank tersebut tanpa Bankmelikuidasi terlebih dahulu.
28

Peleburan (Konsolidasi)
Dari ketiga Batasan Pengertian (Definisi) tersebut diatas UUPT berupaya untuk menegaskan adanya 4 (empat) unsur utama dalam Peleburan yaitu: 1. Perbuatan hukum Peleburan dilakukan oleh perseroan perserta Peleburan dengan mendirikan satu perseroan terbaru 2. Aktiva dan passiva dari perseroan peserta peleburan, karena hukum beralih kepada perseroan baru yang didirikan dalam rangka peleburan
29

Peleburan (Konsolidasi)
3.

4.

Status badan hukum perseroan peserta peleburan berakhir karena hukum, tanpa diperlukan likuidasi Pemegang saham perseroan peserta peleburan karena hukum menjadi pemegang saham perseroan baru yang didirikan dalam rangka Peleburan

30

Peleburan (Konsolidasi)


Oleh karena perbuatan hukum peleburan dilakukan pendirian perseroan terbaru, maka dapat disimpulkan bahwa karena perseroan baru tersebut baru memperoleh status badan hukum (lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT) dengan lahirnya pengesahan badan hukum baru tersebut maka status badan hukum Perseroan peserta Penggabungan menjadi berakhir karena hukum dengan diperolehnya status badan hukum dari perseroan baru tersebut. tersebut.
31

Pengambilalihan (Akuisisi)
Pasal 1 butir 11 UUPT Pengambilalihan  Adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihanya pengendalian atas perseroan tersebut.
32

Pengambilalihan (Akuisisi)
Pasal 1 butir 3 PP 27/1998: Pengambilalihan  Adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh ataupun sebagian besar saham Perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut. Pasal 1 butir 4 PP 28/1999: Akuisisi  Adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.
33

Pengambilalihan (Akuisisi)


Dari rumusan UUPT mengenai Pengambilalihan, kita dapat melihat suatu langkah penyempurnaan rumusan yang telah diambil oleh UUPT. Jika dalam UUPT lama (Undang(Undang-undang No. 1 Tahun 1995) dikatakan: Bahwa Pengambilalihan dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian. Pendirian tersebut ternyata tidak diambilalih oleh UUPT (yang baru) yang tidak lagi mempersyararatkan pengambilalihan sebagian besar atau seluruh untuk terjadinya Pengambilalihan.

34

Pengambilalihan (Akuisisi)


UUPT (yang baru) secara lugas menyatakan Pengambilalihan tersebut telah terjadi dengan Pengambilalihan suatu jumlah saham (dalam jumlah berapapun) yang dapat mengakibatkan terjadinya peralihan pengendalian. Definisi Pengendali menurut Peraturan BapepamBapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka:

35

Pengambilalihan (Akuisisi)
Pengendalian Perusahaan Terbuka adalah: 1. Pihak yang memiliki saham 25 atau lebih, kecuali pihak tersebut dapat membuktikan tidak mengendalikan Perusahaan Terbuka; atau 2. Pihak yang mempunyai kemampuan, baik langsung maupun tidak langsung untuk mengendalikan Perusahaan Terbuka dengan cara: a. Menentukan diangkat dan diberhentikannya direksi atau komisaris; atau b. Melakukan perubahan anggaran dasar Perusahaan Terbuka

36

Pemisahan
Terdapat 2 jenis pemisahan menurut UUPT (Pasal 135 ayat (1))
1. Pemisahan murni, atau 2. Pemisahan tidak murni

37

Pemisahan
Ad. 1. Pemisahan murni (zuivere splitsing = absolute division) division) yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) atau lebih Perseroan lain yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu Ad. 2 Pemisahan tidak murni (afsplitsing = spin off atau partial division with hive-off atau demerger) hivedemerger) yang mengkibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) atau lebih Perseroan lain yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada (tidak berakhir).
38

Pemisahan
Bentuk Pemisahan lainnya: 1. Pemisahan Hibrida 2. Pemisahan Pemegang Saham 3. Pemekaran Usaha (sesuai (i) Kepmenkeu No. 422/KMK.04/1998 sebagaimana diubah dengan Kepmenkeu No. 469/KMK.04/1998, dan (ii) SE Dirjen Pajak No. SE-21/PJ.42/1999) SE39

Pemisahan
Pemisahan Hibrida  Pemisahan yang mengakibatkan seluruh passiva dan aktiva Perseoran yang melakukan pemisahan beralih karena hukum kepada satu atau lebih Perseroan lain yang didirikan dalam rangka pemisahan tersebut dan Perseroan yang melakukan pemisahan tidak menjadi berakhir namun menjadi pendiri dari Perseroan yang baru didirikan dalam rangka pemisahan tersebut.
40

Pemisahan
Pemisahan Pemegang Saham  Terjadi dalam hal diantara para pemegang saham terdapat ketidakcocokan dan untuk mengakhiri ketidakcocokan tersebut mereka sepakat memisahkan aktiva dan passiva Perseroan tersebut kedalam 2 (dua) Perseroan baru (baik yang sengaja didirikan untuk itu maupun Perseroan yang sudah berdiri) yang akan menerima pemisahan tersebut dan masing-masing masingpersero akan duduk sebagai persero dalam Perseroan yang menerima pemisahan tersebut.

41

Pemisahan
Pemekaran Usaha  Pemisahan atau badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha dan mengalihkan sebagai aktiva dan passiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama. Pasal 3 (Kepmenkeu No. 422/KMK.04/1998) Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public (Initial Offering) Offering) dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku.
42

Pemisahan
Pasal 4 (Kepmenkeu No. 422/KMK.04/1998 jo Kepmenkeu No. 469/KMK.04/1998)
1) Untuk dapat melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait

43

Pemisahan
2) Wajib Pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa badan usaha lama, kecuali
a) Wajib Pajak tersebut melakukan aktiva tetapnya terlebih dahulu; dan b) Masih aktif menjalan usaha; dan c) Wajib Pajak yang menerima penggabungan usaha atau Wajib Pajak hasil peleburan usaha harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya sampai sekurangdengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha

44

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


Pasal 126 ayat (1) UUPT 1. Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan
a) Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan, b) Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c) Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
45

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


Penjelasan:  Ketentuan ini menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. pihak Selanjutnya, dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopoli dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.
46

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


Pasal 126 ayat (2) UUPT 2. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62. Penjelasan:  Pemegang saham yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d.

47

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


Pasal 126 ayat( 3) UUPT 3. Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. Pasal 127 ayat (2) UUPT 2. Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS

48

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


 

Penjelasan: Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihakpihakpihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan.

49

PERLINDUNGAN TERHADAP STAKEHOLDER


Pasal 122 ayat (2) dan (3) UUPT (2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, (3) Dalam hal berkhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a)

b)

c)

Aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan Pemegang saham Perseoran yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasi Peleburan, dan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku

50

Monopoli
UndangUndang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) Pasal 1 butir 1, 2 dan 6 UU No. 5/1999 1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
51

Monopoli
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh suatu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasinya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat da dapat merugikan kepentingan umum Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha

6.

52

Monopoli
Pasal 17 UU No. 5/1999 1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat 2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
53

Monopoli
Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau  Penjelasan:  Yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan
a. c.

Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
54

Monopoli
Pasal 128 (UUPT) 1. Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan kedalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat dihadapan Notaris dalam bahasa Indonesia. 2. Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia 3. Akta Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil Peleburan

55

Monopoli
Pasal 129 (UUPT) 1. Salinan Akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada :
a)

b)

Pengajuan permohoanan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); atau Penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)

2.

Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan

56

Monopoli
Pasal 130 (UUPT)  Salinan akta Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) Pasal 131 (UUPT) 1. Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) 2. Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham. 57

Monopoli
Pasal 26 (UUPT)  Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku sejak tanggal:
a. b. c. d.

persetujuan Menteri; kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan

58

UU No. 40 Th. 2007 vs UU Perbankan

59

Proses Penyehatan Bank oleh PSP


 PSP

tidak lulus fit and proper test BI, ybs harus melepaskan kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu tertentu.  Jika tetap tidak dapat melepaskan kepemilikan sahamnya. Ybs hanya dapat memperoleh dan malaksanakan hak sbg PSP sampai dengan maks 10 %.

60

Proses penyehaan Bank oleh PSP


    

PBI No.5/25/PBI/2003 vs Ps 48 UUPT. PBI pada dasarnya sejalan dengan Ps 48 UUPT. Ps 48 UUPT : Ayat (1) : Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Ayat (2) : Persyaratan kemepilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perundang61

Proses penyehatan Bank oleh PSP


 Ayat

(3) : Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah ditetapkan dan tidak terpenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UU ini dan/atau anggaran dasar.
62

Proses penyehatan bank oleh PSP




UUPT mencabut hak PS dan saham tdk diperhitungkan dalam pengambilan kuorum RUPS. Di pihak lain PBI No.5 masih memberi kemungkinan melaksanakan hak PS sampai dengan maks 10 %. Disamping itu terdapat kewenangan BI untuk meminta PSP melakukan tambahan setoran modal dalam hal bank mengalami kesulitan likuiditas yang membahayakan kelangsungan usahanya.
63

Proses penyatahan Bank oleh PSP




PBI No.5 sejalan dg UUPT, ya !. Namun isinya tidak sepenuhnya sama. UUPT menghilangkan hak PS dan meniadakan hak suara , sdg PBI masih memberi toleransi hak sampai dengan maks 10 %. Pertanyaannya : ketentuan mana yang harus diikuti ?. Menjawab persoalan ini , jawabannya adalah bagaimana kita menempatkan UUPT disandingkan dengan PBI, mana yang lebih tepat untuk diikuti atau diberlakukan.
64

Proses penyehatan Bank oleh PSP


 Menurut

saya , PBI yang berlaku. Alasan yuridis saya : UUPT sendiri telah memberi peluang pengaturan menyimpang dari asas umum tentang hak kepemilikan saham ( Ps 48 ayat (2) UUPT ).  Jadi , jika AD PT Bank mengatur ketentuan seperti dalam PBI, maka AD PT bank tersebut yang berlaku.
65

Proses penyehatan bank oleh PSP




Bagaimana dengan wewenang BI untuk minta PSP menambah setoran modal dalam hal bank mengalami kesulitan likuiditas ?. Menurut hemat saya, tetap ketentuan BI yang harus diperlakukan lebih dulu, bukan UUPT. Ratio legisnya : Jika UUPT yang diberlakukan lebih dulu, PS akan bisa berdalih : oleh karena hakhakhak saya sudah dicabut berdasarkan UUPT karena tidak mampu memenuhi persyaratan kepemilikan saham, maka saya juga tidak mau melaksanakan kewajiban tambahan setoran modal tersebut.
66

Proses penyehatan Bank oleh PSP




Jika argumen PS ini dibenarkan, maka akan terjadi bank menghadapi kesulitan likuiditas, namun PSP tidak mau ambil risiko. Apa hal seperti ini benar menurut hukum perbankan ?. Baru, jika PSP benar-benar tidak mampu. BI benarbisa mengambil langkah ( pengaturan ) yang lain, misalnya : apakah akan dijual, dicabut ijin banknya, likuidasi, dstnya. Berarti melibatkan PSP pada fase ini menurut saya masih tetap relevan.
67

Holding Company
 Holding

Company atau group company (Inggris) atau concern ( Bld ) : suatu susunan dari suatu perusahaan (PT,CV,FA) yang secara yuridis tetap mandiri sebagai badan hukum, namun satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan ekonomis yang dipimpin oleh satu perusahaan induk.
68

Holding Company


Dengan demikian suatu holding company adalah gabungan atau susunan dari perusahaan yang secara yuridis mandiri, namun satu dengan yang lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada satu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. Keberadaan pimpinan sentral merupakan syarat penting untuk membentuk holding.

69

Holding Company
 PBI

Kepemilikan Tunggal Bank mulai memperkenalkan Bank Holding Company yang berbentuk PT yang hanya bertindak selaku pemegang saham Bank.  Apa ketentuan ini inheren dengan ketentuan UUPT yang mengatur bahwa PT harus memiliki kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan PT yang harus dirinci secara jelas dalam AD PT ?
70

Holding Company
Untuk menjawab permasalahan tersebut, kita perlu kembali kepada doktrin lex specialis derogat legi generali . Menurut hemat saya : hukum bank adalah hukum khusus yang harus diberlakukan lebih dahulu berhadapan dengan UUPT sebagai hukum umum.  Kalaupun PBI Kepemilikan Tunggal ini dihadapkan dengan ketentuan Pasal 15 UUPT yang mengatur tentang AD PT dan ketentuan Pasal 18 yang mengatur tentang PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam AD PT sesuai ketentuan UUPT, menurut hemat saya PBI tersebut juga tidak bertentangan atau inkonsisten.


71

Holding Company


Argumen yuridis saya : Pengaturan Bank Holding hanya boleh sebagai pemgang saham Bank, bukankah hal itu dapat ditafsirkan sebagai telah sejalan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT Bank dimana Bank Holding bertindak sebagai PS. Tujuan bertindak sebagai pemegang saham tidak lain adalah untuk mendukung pencapaian maksud dan tujuan didirikannya PT tersebut, yaitu ,mendukung keberadaan Bank anak yang menjadi satu kesatuan ekonomis dari Bank Holding tersebut.
72

Invesment Holding (skenario PBI No. 8/16/2006)


Indonesian Bank Holding Company Mandiri BNI BRI BTN BEI*)

Independent Business Unit

Indonesian Bank Holding Company


Indonesian Bank Holding Company
Non-production

Finance

Marketing
Production

Purchasing

Audit & IT

Others

Mandiri

BNI

BRI

BTN

BEI*)

Independent Business Unit


73

Special Purpose Vehicle ( SPV ) dan Paper Company




Adanya ketentuan bagi bank untuk memenuhi modal inti minimum (MIM) 80 m dan 100 m pada akhir tahun 2007 dan 2010, telah menyebabkan munculnya calon2 investor yang akan mengakuisisi bank sekaligus menyuntikkan dana untuk memenuhi MIM tersebut. Dalam praktek ada investro yang berbentuk SPV atau Paper Company yang akan menjadi calon PS Mayoritas . Bagaimana menyikapi hal ini ?

74

SPV dan Paper Company




Menurut saya, SPV dan paper Company memang berbeda nature bisnisnya dengan bisnis perbankan. Oleh karena itu lebih baik BI memberlakukan pembatasan terhadap kehadiran investor yang seperti ini. Lebih-lebih Paperless Company yang Lebihditinjau dari sistem hukumnya sangat berbeda dengan sistem hukum PT kita yang masih berkiblat ke tradisi Eropa Kontinental.

75

SPV dan Paper Company




SPV dan paper Company bisa diduga hanya merupakan kendaraan dari PSP untuk masuk kembali menguasai bank miliknya yang kekurangan dana untuk memenuhi MIM,namun secara yuridis formal sulit untuk dibuktikan. Apalagi jika SPV atau Paper Company itu didirikan di negara-negara yang sistem negarahukumnya berbeda dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya yang mengatur tentang PT dan PT Perbankan.
76

Anda mungkin juga menyukai